Anda di halaman 1dari 37

KESELAMATAN KESEHATAN KERJA (K3)

KONSEP STANDAR SDM K3 RS

DAN

HYGIENE PERUSAHAAN DAN KESEHATAN KERJA

Dosen Pengampu : Ns. Andri Yulianto,S.Kep.,M.Kes

Disusun oleh:

SILVIA YESI ELFARIANI

144012018109

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

2020
STANDAR SUMBER DAYA MANUSIA K3RS

A. Pengertian K3 di Rumah Sakit


Keselamatan Kerja adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi terjadinya
kecelakaan, kerusakan dan segala bentuk kerugian baik terhadap manusia, maupun
yang berhubungan dengan peralatan, obyek kerja, tempat bekerja, dan lingkungan
kerja, secara langsung dan tidak langsung.

Kesehatan Kerja adalah upaya peningkatan dan pemeliharaan derajat


kesehatan yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan
penyimpangan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan
pekerja dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan
pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang mengadaptasi antara
pekerjaan dengan manusia dan manusia dengan jabatannya.

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan


pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat


K3RS adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien,
pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan kecelakan
kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit.

B. Sistem dan Tujuan Manajemen K3 di Rumah Sakit


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang
selanjutnya disebut SMK3 Rumah Sakit adalah bagian dari manajemen Rumah Sakit
secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan aktifitas
proses kerja di Rumah Sakit guna terciptanya lingkungan kerja yang sehat, selamat,
aman dan nyaman bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping
pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit.

1. Bagi Rumah Sakit :


a. Meningkatkan mutu pelayanan
b. Mempertahankan kelangsungan operasional Rumah Sakit
c. Menigkatkan citra Rumah Sakit
2. Bagi Karyawan Rumah Sakit :
a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK)
b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
3. Bagi Pasien dan Pengunjung
a. Mutu layanan yang baik
b. Kepuasan pasien dan pengunjung

C. Bahaya Potensial di Rumah Sakit


Bahaya potensial di Rumah Sakit dapat mengakibatkan penyakit dan
kecelakaan akibat kerja. Yaitu disebabkan faktor biologi (virus, bakteri dan jamur);
faktor kimia (antiseptik, gas anestasi); faktor ergonomi (cara kerja yang salah ); faktor
fisika (suhu, cahaya bising, listrik,getaran dan radiasi) faktor psikososial ( kerja
bergilir, hubungan sesama karyawan/ atasan). Bahaya potensial yang dimungkinkan
ada di RS, diantaranya adalah mikrobiologik, sdesain/fisik, kebakaran, mekanik,
kimia/gas/karsinogen, radiasi dan risiko hukum/keamanan.

D. Sistem Manajemen K3 Rumah Sakit


Komitmen dan kebijakan

Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan


mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen RS
mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan,
tenaga K3 dan sarana untuk terlaksannya program K3 di RS. Kebijakan K3 di RS
diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam struktur organisasi RS

Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 Rs perlu disusun strategi antara lain
:

1. Advokasi sosialisasi program K3 RS


2. Menetapkan tujuan yang jelas
3. Organisasi dan penugasan yang jelas
4. Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di
lingkungan RS
5. Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
6. Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif
7. Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan
pencegahan
8. Monitoring dan evaluasi secara berkala
E. Perencanaan
RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan
penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.
Perencanaan K3 di RS dapat mengacu pada standar sistem manajemen K3 RS
diantaranya self assesment akreditasi K3RS dan SMK3.
Perencanaan meliputi :
1. Identifikasi sumber bahaya penilaian dan pengendalian faktor risiko
2. Membuat peraturan
3. Tujuan dan sasaran
4. Indikator kerja
5. Program kerja
F. Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di RS sangat bergantung dari rasa tanggung jawab manajemen
dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja dalam
pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang
jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan
dan latihan serta penegakkan disiplin. Ketua organisasi pelaksana K3 RS secara
spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat
kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisi penyebab timbulnya masalah
bersama unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya
memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana
prorgam yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan, maka
perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.
Pelaksanaan SMK3 di Rumah Sakit
1. Penyuluhan K3 ke semua Petugas Rumah Sakit
2. Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam organisasi rumah
sakit
3. Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku
a. Pemeriksaan keselamatan petugas
b. Penyediaan Alat Pelindung Diri dan Keselamatan Kerja
c. Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat
d. Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan
e. Pengobatan pekerja yang menderita sakit
f. Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur
g. Melaksakan biologikal monitoring
h. Melaksanakan surveilas kesehatan pekerja
G. Pemantauan dan Evaluasi
Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di rumah sakit adalah salah fungsi
manajemen K3 di rumah sakit yang berupa suatu langkah yang diambil untuk
mengetahui dan menilai samapai sejauh mana proses kegiatan k3 itu berjalan dan
mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3 RS
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pemantauan dan evaluasi melalui :
1. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi kedalam sistem pelaporan Rumah
Sakit
2. Insfeksi dan Pengujian merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3
secara umum dan tidak terlalu mendalam
3. Melaksanakan Audit K3
Audit K3 yang meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan
pengelolaan, karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan
prosedur, pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan
pengendalian.
Tujuan Audit K3 :
a. Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan
b. Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai
ketentuan
c. Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta
pengembangan mutu
H. Pengelolaan Barang Berbahaya dan Beracun
Limbah medis Rumah Sakit termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan
beracun yang sangat penting untuk dikelola secara benar. Sebagian limbah medis
termasuk kedalam kategori limbah berbahaya dan sebagian lagi termasuk kategori
infeksius.
Limbah medis berbahaya yang berupa limbah kimiawi, limbah farmasi, logam
berat, limbah genotoxic dan wadah bertekanan masih banyak yang belum dikelola
dengan baik. Sedangkan limbah infeksius merupakan limbah yang bisa menjadi
sumber penyebaran penyakit baik kepada SDM Rumah Sakit, pasien,
pengunjung/pengantar pasien ataupun masyarakat di sekitar lingkungan Rumah Sakit.
Limbah infeksius biasanya berupa jaringan tubuh pasien, jarum suntik, darah, perban,
biakan kultur, bahan atau perlengkapan yang bersentuhan dengan penyakit menular
atau media lainnya yang diperkirakan tercemari oleh penyakit pasien. Pengelolaan
lingkungan yang tidak tepat akan berisiko terhadap penularan penyakit. Beberapa
risiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan akibat keberadaan rumah sakit antara
lain: penyakit menular (hepatitis, diare, campak, AIDS, influenza), bahaya radiasi
(kanker, kelainan organ genetik) dan risiko bahaya kimia.

Beberapa peraturan yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan Rumah Sakit antara
lain diatur dalam :

• Permenkes 1204/Menkes/PerXI/2004, mengatur tentang Persyaratan Kesehatan


Lingkungan Rumah Sakit;

• Kepmen KLH 58/1995, mengatur tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan
Rumah Sakit;

• PP18 tahun 1999 jo PP 85 tahun 1999, mengatur tentang

pengelolaan limbah bahan berbahaya dan Beracun (B3);

• Kepdal 01- 05 tahun 1995 tentang pengelolaan limbah B3.

I. Kategori B3

1. Memancarkan radiasi

dilaluinya, misalnya: Ir192, I131, Tc99, Sa153, sinar X, sinar

alfa, sinar beta, sinar gamma, dll.

2. Mudah meledak

Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat tanpa disertai


pengimbangan kehilangan panas, sehingga kecepatan reaksi, peningkatan suhu
dan tekanan meningkat pesat dan dapat menimbulkan peledakan. Bahan mudah
meledak apabila terkena panas, gesekan atau bantingan dapat menimbulkan
ledakan.
3. Mudah menyala atau terbakar

Bahan yang mudah membebaskan panas dengan cepat disertai dengan


pengimbangan kehilangan panas, sehingga tercapai kecepatan reaksi yang
menimbulkan nyala. Bahan mudah menyala atau terbakar mempunyai titik nyala

(flash point) rendah (210C).

4. Oksidator

Bahan yang mempunyai sifat aktif mengoksidasikan sehingga terjadi reaksi


oksidasi, mengakibatkan reaksi keluar panas (eksothermis).

5. Racun

Bahan yang bersifat beracun bagi manusia atau lingkungan yang dapat
menyebabkan kematian atau sakit yang serius

6. Korosif

Bahan yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit,

menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju

korosi lebih besar dari 6,35 mm/ tahun dengan temperatur uji 55 0C, mempunyai pH
sama atau kurang dari 2 (asam), dan sama atau lebih dari 12,5 (basa).

7. Karsinogenik

Sifat bahan penyebab sel kanker, yakni sel luar yang dapat merusak jaringan
tubuh.

8. Iritasi

Bahan yang dapat mengakibatkan peradangan pada kulit dan selaput lendir.

9. Teratogenik

Sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan embrio.

10. Mutagenik

Sifat bahan yang dapat mengakibatkan perubahan kromosom yang berarti


dapat merubah genetika.
11. Arus listrik

J. Faktor yang mendukung timbulnya situasi berbahaya/ tingkat bahaya


dipengaruhi oleh Daya racun dinyatakan dengan satuan LD 50 atau LC50, dimana

makin kecil nilai LD50 atau LC50 B3 menunjukkan makin tinggi daya

racunnya

1. Cara B3 masuk ke dalam tubuh yaitu melalui saluran pernapasan, saluran


pencernaan dan penyerapan melalui kulit. Diantaranya yang sangat berbahaya
adalah yang melalui saluran pernapasan karena tanpa disadari B3 akan masuk ke

dalam tubuh bersama udara yang dihirup yang diperkirakan sekitar 8,3 M 2 selama 8
jam kerja dan sulit dikeluarkan kembali dari dalam tubuh.

2. Konsentrasi dan lama paparan.

3. Efek kombinasi bahan kimia, yaitu paparan bermacam- macam B3 dengan sifat dan
daya racun yang berbeda, menyulitkan tindakan-tindakan pertolongan atau
pengobatan.

4. Kerentanan calon korban paparan B3, karena masing- masing individu mempunyai
daya tahan yang berbeda terhadap pengaruh bahan kimia.

K. Prinsip Dasar Pencegahan dan Pengendalian B3

1. Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri
dan karakteristiknya. Diperlukan penataan yang rapi dan teratur, dilakukan oleh
petugas yang ditunjuk sebagai penanggung jawab. Hasil identifikasi diberi label
atau kode untuk dapat membedakan satu sama lainnya. Sumber informasi
didapatkan dari MSDS.

2. Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan


sesuai sifat dan karekteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus
memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi.

3. Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang


dilakukan meliputi:

a. Pengendalian operasional, seperti eliminasi, substitusi, ventilasi, penggunaan alat


perlindungan diri, dan menjaga hygiene perorangan.
b. Pengendalian organisasi administrasi, seperti pemasangan label, penyediaan
MSDS, pembuatan prosedur kerja, pengaturan tata ruang, pemantauan rutin dan
pendidikan atau latihan.

c. Inspeksi dan pemeliharaan sarana, prosedur dan proses kerja yang aman.

d. Pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang.

4. Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan

berbahaya antara lain :

a. Upayakan substitusi, yaitu mengganti penggunaan bahan berbahaya dengan


yang kurang berbahaya.

b. Upayakan menggunakan atau menyimpan bahan berbahaya sedikit mungkin


dengan cara memilih proses kontinyu yang menggunakan bahan setiap saat
lebih sedikit. Dalam hal ini bahan dapat dipesan sesuai kebutuhan sehingga
risiko dalam penyimpanan kecil.

c. Upayakan untuk mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang bahan


berbahaya yang menyangkut sifat berbahaya, cara penanganan, cara
penyimpanan, cara pembuangan dan penanganan sisa atau bocoran/ tumpahan,
cara pengobatan bila terjadi kecelakaan dan sebagainya. Informasi tersebut
dapat diminta kepada penyalur atau produsen bahan berbahaya yang
bersangkutan.

d. Upayakan proses dilakukan secara tertutup atau mengendalikan kontaminan


bahan berbahaya dengan sistem ventilasi dan dipantau secara berkala agar
kontaminan tidak melampaui nilai ambang batas yang ditetapkan.

e. Upayakan agar pekerja tidak mengalami paparan yang terlalu lama dengan
mengurangi waktu kerja atau sistem shift kerja serta mengikuti prosedur kerja
yang aman.

f. Upayakan agar pekerja memakai alat pelindung diri yang sesuai atau tepat
melalui pengujian, pelatihan dan pengawasan
g. Upayakan agar penyimpanan bahan-bahan berbahaya sesuai prosedur dan
petunjuk teknis yang ada dan memberikan tanda-tanda peringatan yang sesuai
dan jelas.

h. Upayakan agar sistem izin kerja diterapkan dalam penanganan bahan-bahan


berbahaya.

i. Tempat penyimpanan bahan-bahan berbahaya harus dalam keadaan aman,


bersih, dan terpelihara dengan baik.

j. Upayakan agar limbah yang dihasilkan sekecil mungkin dengan cara


memelihara instalasi menggunakan teknologi yang tepat dan upaya
pemanfaatan kembali atau daur ulang.

L. Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya

Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang


diperlukan. Rekanan yang akan diseleksi diminta memberikan proposal berikut profil
perusahaan (company profile). Informasi yang diperlukan menyangkut spesifikasi
lengkap dari material atau produk, kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan
K3 dan lingkungan serta informasi lain yang dibutuhkan oleh Rumah Sakit.

Setiap unit kerja/Instalasi/satker yang menggunakan, menyimpan, mengelola


B3 harus menginformasikan kepada Instalasi Logistik sebagai unit pengadaan barang
setiap kali mengajukan permintaan bahwa barang yang diminta termasuk jenis B3.

Untuk memudahkan melakukan proses seleksi, dibuat formulir seleksi yang


memuat kriteria wajib yang harus dipenuhi oleh rekanan serta sistem penilaian untuk
masing-masing kriteria yang ditentukan. Hal-hal yang menjadi kriteria penilaian :

1. Kapabilitas
Kemampuan dan kompetensi rekanan dalam memenuhi apa yang tertulis dalam
kontrak kerjasama.
2. Kualitas dan garansi
Kualitas barang yang diberikan memuaskan dan sudah sesuai dengan spesifikasi
yang sudah disepakati. Jaminan garansi yang disediakan baik waktu maupun jenis
garansi yang diberikan.
3. Persyaratan K3 dan lingkungan
a. Menyertakan MSDS.
b. Melaksanakan Sistem Manajemen Lingkungan atau ISO 14001.
c. Kemasan produk memenuhi persyaratan K3 dan lingkungan.
d. Mengikuti ketentuan K3 yang berlaku di Rumah Sakit.

4. Sistem mutu
a. Metodologi bagus.
b. Dokumen sistem mutu lengkap.
c. Sudah sertifikasi ISO 9000

5. Pelayanan

a. Kesesuaian waktu pelayanan dengan kontrak yang ada.

b. Pendekatan yang dilakukan supplier dalam melaksanakan tugasnya.

c. Penanganan setiap masalah yang timbul pada saat pelaksanaan.

d. Memberikan layanan purna jual yang memadai dan dukungan teknis disertai
sumber daya manusia yang handal.

M. Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun

Dalam penanganan (menyimpan, memindahkan, menangani tumpahan,


menggunakan, dll) B3, setiap staf wajib mengetahui betul jenis bahan dan cara
penanganannya dengan melihat SOP dan MSDS yang telah ditetapkan.

1. Penanganan untuk personil

a. Kenali dengan seksama jenis bahan yang akan digunakan atau disimpan.

b. Baca petunjuk yang tertera pada kemasan.

c. Letakkan bahan sesuai ketentuan.

d. Tempatkan bahan pada ruang penyimpanan yang

sesuai dengan petunjuk.

e. Perhatikan batas waktu pemakaian bahan yang disimpan.

f. Jangan menyimpan bahan yang mudah bereaksi di lokasi yang sama.


g. Jangan menyimpan bahan melebihi pandangan mata.

h. Pastikan kerja aman sesuai prosedur dalam pengambilan dan penempatan


bahan, hindari terjadinya tumpahan/kebocoran.

i. Laporkan segera bila terjadi kebocoran bahan kimia atau gas.

j. Laporkan setiap kejadian atau kemungkinan kejadian yang menimbulkan


bahaya/ kecelakaan atau nyaris celaka (accident atau near miss) melalui
formulir yang telah disediakan dan alur yang telah ditetapkan.

2. Penanganan berdasarkan lokasi

Daerah-daerah yang berisiko (laboratorium, radiologi, farmasi dan panan,


penggunaaan dan pengelolaan B3 yang ada di Rumah Sakit harus di tetapkan sebagai
daerah berbahaya dengan menggunakan kode warna di area bersangkutan, serta
dibuat dalam denah Rumah Sakit dan disebarluaskan/disosialisasikan kepada seluruh
penghuni Rumah Sakit.

3. Penanganan administratif

Di setiap tempat penyimpanan, penggunaan dan pengelolaan B3 harus


diberi tanda sesuai potensi bahaya yang ada, dan di lokasi tersebut tersedia SOP
untuk menangani B3 antara lain :

a. Cara pananggulangan bila terjadi kontaminasi


b. Cara penanggulangan apabila terjadi kedaruratan.
c. Cara penanganan B3 dll

N. STANDAR SUMBER DAYA MANUSIA K3RS

A. Kriteria Tenaga K3
1. Rumah Sakit Umum kelas A dan Rumah Sakit Khusus kelas A
a. S3/S2 K3 minimal 1 orang dan mendapatkan pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3RS;
b. S2 kesehatan minimal 1 orang, yang mendapatkan pelatihan tambahan yang
berkaitan dengan K3 secara umum serta mendapatkan pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3RS;
c. Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran Okupasi
minimal 1 orang. (optional);
d. Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 Diploma III dan S1 minimal 2 orang dan
mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3RS;
e. Dokter/dokter gigi Spesialis dan dokter umum/ dokter gigi minimal 1 orang
dengan sertifikasi dalam bidang K3 dan mendapatkan pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3RS;
f. Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang
mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3RS minimal 1
orang;
g. Tenaga paramedis yang mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi
mengenai K3RS minimal 2 orang;
h. Tenaga teknis lainnya dengan sertifikasi dalam bidang K3 yang
mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3RS minimal 1
orang;

i. Tenaga teknis lainnya yang mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi


mengenai K3RS minimal 2 orang

2. Rumah Sakit Umum kelas B dan Rumah Sakit Khusus kelas B

a. S2 kesehatan minimal 1 orang, yang mendapatkan pelatihan khusus yang


terakreditasi mengenai K3RS;

b. Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 Diploma III dan S1 minimal 1 orang dan


mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3RS

c. Dokter/dokter gigi Spesialis dan dokter umum/ dokter gigi minimal 1


orang dengan sertifikasi dalam bidang K3 dan mendapatkan pelatihan khusus
yang terakreditasi mengenai K3RS;

d. Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 yang mendapatkan


pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3RS minimal 1 orang;

e. Tenaga paramedis yang mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi


mengenai K3RS minimal 1 orang;
f. Tenaga teknis lainnya dengan sertifikasi dalam bidang K3 yang
mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3RS minimal 1
orang

g. Tenaga teknis lainnya yang mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi


mengenai K3RS minimal 1 orang

3. Rumah Sakit Umum kelas C dan Rumah Sakit Khusus kelas C

a. Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 Diploma III dan S1 minimal 1 orang dan


mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3RS;

b. Dokter/dokter gigi Spesialis dan dokter umum/ dokter gigi minimal 1 orang
dengan sertifikasi dalam bidang K3 dan mendapatkan pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3RS;

c. Tenaga paramedis yang mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi


mengenai K3RS minimal 1 orang;

d. Tenaga teknis lainnya yang mendapatkan pelatihan khusus yang terakreditasi


mengenai K3RS minimal 1 orang

O. Program Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan


Program pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) K3RS merupakan hal
pokok yang tidak bisa dikesampingkan. Direktur memegang peranan penting
dalam membangun kepedulian dan memotivasi pekerja dengan menjelaskan nilai-
nilai organisasi dan mengkomunikasikan komitmennya pada kebijakan yang telah
dibuat. Selanjutnya transformasi sistem manajemen K3 dariIdentifikasi pengetahuan,
kompetensi dan keahlian yang diperlukan dalam mencapai tujuan dilakukan mulai
dari proses: rekruitmen, seleksi, penempatan, orientasi, pengkajian, pelatihan dan
pengembangan kompetensi/keahlian lainnya, rotasi dan mutasi, serta hukuman &
penghargaan (reward & punishment).
Program pelatihan yang dikembangkan untuk SDM Rumah Sakit setidaknya
mempunyai unsur :

1. Identifikasi kebutuhan pelatihan SDM Rumah Sakit yang dituangkan dalam


matriks pelatihan.

2. Pengembangan rencana pelatihan untuk memenuhi kebutuhan tertentu.


3. Ditetapkannya program dan jadwal pelatihan di bidang K3.

4. Ditetapkannya program simulasi atau latihan praktek untuk semua SDM Rumah
Sakit di bidang K3.

5. Harus ada kegiatan keterampilan melalui seminar, workshop, pertemuan


ilmiah, pendidikan lanjutan yang dibuktikan dengan sertifikat.

6. Verifikasi kesesuaian program pelatihan dengan persyaratan organisasi atau


perundang-undangan.

7. Pelatihan untuk sekelompok SDM Rumah Sakit yang menjadi sasaran.

8. Pendokumentasian pelatihan yang telah diterima.

9. Evaluasi pelatihan yang telah diterima

P. PEMBINAAN, PENGAWASAN, PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. Pembinaan dan Pengawasan

Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang.


Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan.
Pembinaan dapat dilaksanakan antara lain dengan melalui pelatihan, penyuluhan,
bimbingan teknis dan temu konsultasi dan lain-lain.
Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit (K3RS) dibedakan dalam dua macam, yakni pengawasan internal,
yang dilakukan oleh pimpinan langsung Rumah Sakit yang bersangkutan, dan
pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan dan Dinas
Kesehatan setempat, sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing.

B. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3 secara


tertulis dari masing-masing unit kerja Rumah Sakit dan kegiatan K3RS secara
keseluruhan yang dilakukan oleh organisasi K3RS, yang dikumpulkan dan
dilaporkan/diinformasikan oleh organisasi K3RS, ke Direktur Rumah Sakit dan
unit teknis terkait di wilayah Rumah Sakit (Dinas Kesehatan setempat, cq.
Penanggung jawab/Pengelola Program Kesehatan Kerja).
Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan K3 adalah menghimpun
dan menyediakan data dan informasi kegiatan K3, mendokumentasikan hasil-hasil
pelaksanaan kegiatan K3; mencatat dan melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan
menyusun dan melaksanakan pelaporan kegiatan K3.
Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan K3 adalah mencatat dan
melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang tercakup di dalam :
1. Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit
2. Kejadian/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya penanggulangan dan
tindak lanjutnya
Pelaksanaan pencatatan dan pelaporan untuk masing-masing aspek K3,
dilaksanakan dengan membuat atau menggunakan formulir-formulir yang telah
ada atau yang telah ditetapkan sesuai dengan aturan yang berlaku serta formulir-
formulir seperti terlampir di dalam standar K3RS ini
Pencatatan dan pendokumentasian pelaksanaan kegiatan K3 dilakukan setiap
waktu, sesuai dengan jadual pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan, dan atau
pada saat terjadi kejadian/kasus (tidak terjadual)
Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan tahunan)
dilakukan sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan dan pelaporan
sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang dilakukan Setiap kegiatan dan atau
kejadian/kasus sekecil apapun, yang berkaitan dengan K3, wajib dicatat dan
dilaporkan secara tepat waktu kepada wadah organisasi K3 di Rumah Sakit.
Rumah Sakit perlu menetapkan dengan jelas alur pelaporan baik untuk
laporan rutin/berkala, laporan kasus/kejadian tidak terduga

1. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Rumah Sakit


Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan (SMK3) adalah bagian dari sistem
manajemen perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan
dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Adapun tujuan dan sasaran
SMK3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang
terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja
serta terciptanya tempat kerja yang aman, nyaman, efisien dan produktif (ILO 2015).

2. Komitmen dan Kebijakan Rumah Sakit

Di Rumah Sakit komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas,
dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan Rumah Sakit. Manajemen
Rumah Sakit mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya seperti pendanaan,
tenaga K3, dan sarana untuk terlaksananya program K3 di Rumah Sakit. Kebijakan K3 di
Rumah Sakit diwujudkan dalam bentuk wadah K3RS dalam struktur organisasi Rumah Sakit.
Strategi dalam pelaksanaan komitmen dan kebijakan K3 Rumah Sakit antara lain :

1. Advokasi dan sosialisai program K3RS


2. Menetapkan tujuan yang jelas
3. Organisasi dan penugasan yang jelas
4. Meningkatkan SDM profesional dibidang K3RS pada setiap unit kerja di lingkungan
Rumah Sakit
5. Sumber daya yang harus didukung oleh manajemen puncak atau pemilik Rumah Sakit
6. Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif dan berkesinambungan
7. Membuat program kerja K3RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan
pencegahan
8. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala

3. Perencanaan K3 Rumah Sakit

Rumah Sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan
penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan
meliputi:

1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor resiko : Rumah Sakit
harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta pengendalian
faktor risiko yang berada di lingkungan Rumah Sakit.
a. Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut :
1) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya
2) Jenis kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja yang mungkin dapat terjadi
b. Penilaian faktor risiko artinya proses untuk menentukan ada tidaknya risiko
dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko
kesehatan dan keselamatan
c. Pelaksanaan pengendalian faktor risiko dimulai melalui 4 tingkatan pengendalian
risiko yakni menghilangkan bahaya, mengganti sumber risiko dengan sarana/
peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah / tidak ada, administrasi dan alat
pelindung diri (APD)
2. Membuat peraturan : Rumah Sakit harus membuat peraturan, menetapkan dan
melaksanakan Standar Operasional Prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan,
perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP tersebut harus
dievaluasi, diperbarui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan kepada
karyawan dan pihak yang terkait.
3. Tujuan dan sasaran : Rumah Sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-
undangan, tentang bahaya potensial dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan / indikator
pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian.
4. Indikator kinerja : indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3
yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian Strategi
Manajemen K3 di Rumah Sakit.
5. Program K3 : Rumah Sakit harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS,
untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan pencatatan serta
pelaporan

4. Pengorganisasian K3 Rumah Sakit

Pelaksanaan K3 di Rumah Sakit sangat tergantung dari rasa tangung jawab


manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja bersama
dalam pelaksanaan K3 di Rumah Sakit. Tanggung jawab tersebut harus ditanamkan melalui
adanya aturan yang jelas. Misalnya Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada
semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin. Ketua organisasi pelaksana
K3 rumah sakit secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di
semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya
masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan
mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik.
Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana
program yang dilaksanakan telah berhasil.Bila terdapat kekurangan, maka perlu diidentifikasi
penyimpangannya serta dicari pemecahannya.

a. Tugas dan fungsi organisasi/ unit pelaksana K3 Rumah Sakit


Tugas pokok :
1) Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur Rumah Sakit
mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3
2) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan
prosedur kerja
3) Membuat program K3RS
Fungsi :
1) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan
yang berhubungan dengan K3
2) Membantu direktur Rumah Sakit mengadakan dan meningkatkan upaya
promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di Rumah Sakit
3) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3
4) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif
5) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS
6) Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja. Kontrol bahaya,
mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan
7) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai
kegiatannya
8) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru dan pembangunan
gedung.

b. Struktur organisasi K3 di Rumah Sakit


Organisasi K3 berada 1 tingkat dibawah direktur dan bukan merupakan kerja
rangkap :
Model 1 :
Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada Direktur
Rumah Sakit, bentuk organisasi K3 di Rumah Sakit merupakan organisasi struktural
yang terintegrasi kedalam komite yang ada di Rumah Sakit dan disesuaikan dengan
kondisi/kelas masing-masing Rumah Sakit, misalnya : Komite Medis/ Nosokomial
Model 2 :
Merupakan unit organisasi fungsional (non struktural), bertanggung jawab langsung
ke Direktur Rumah Sakit. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3RS, yang
dibantu oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di Rumah Sakit.
Keanggotaannya yaitu :
1. Organisasi/ unit pelaksana K3RS beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan
jajaran direksi Rumah Sakit
2. Organisasi/ unit pelaksana K3RS terdiri dari sekurang-kurangnya ketua
3. Sekretaris dan anggota organisasi/unit pelaksana K3RS dipimpin oleh ketua
4. Pelaksana tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota
5. Ketua organisasi/ unit pelaksana K3RS sebaiknya adalah salah satu
manajemen tertinggi di Rumah Sakit atau sekurang-kurangnya manajemen
dibawah langsung Direktur Rumah Sakit
6. Sedang sekretaris organisasi/ unit pelaksana K3RS adalah seorang tenaga
profesional K3RS, yaitu manajer K3RS atau ahli K3

c. Mekanisme Kerja K3 di Rumah Sakit


Ketua organisasi/ unit pelaksana K3RS memimpin dan mengkoordinasikan
kegiatan organisasi/ unit pelaksana K3RS. Sekretaris organisasi/ unit pelaksana K3RS
memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas kesekretariatan dan melaksanakan
keputusan organisasi/ unit pelaksana K3RS
Anggota organisasi/ unit pelaksana K3RS mengikuti rapat organisasi/ unit
pelaksana K3RS dan melakukan pembahasan atas persoalan yang diajukan dalam
rapat, serta melaksanakan tugas-tugas yang diberikan organisasi / unit pelaksana
K3RS
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, organisasi/ unit
pelaksana K3RS mengumpulkan data dan informasi mengenai pelaksanaan K3 di
rumah sakit. Sumber data antara lain dari bagian personalia meliputi angka sakit, tidak
hadir tanpa keterangan, angka kecelakaan, catatan lama sakit dan perawatan rumah
sakit, khususnya yang berkaitan dengan akibat kecelakaan. Dan sumber lain misalnya
dari ruang poli rumah sakit sendiri antara lain jumlah kunjungan, P3K dan tindakan
medik karena kecelakaan, rujukan ke rumah sakit bila perlu pengobatan lanjutan dan
lama perawatan dan lama berobat. Dari bagian teknik bisa didapat data kerusakan
akibat kecelakaan dan biaya perbaikan.
Selain itu, informasi juga dikumpulkan dari hasil monitoring tempat kerja dan
lingkungan kerja rumah sakit, terutama yang berkaitan dengan sumber bahaya
potensial baik yang berasal dari kondisi berbahaya maupun tindakan berbahaya serta
data dari bagian K3 berupa laporan pelaksanaan K3 dan analisisnya.
Data dan informasi tersebut dibahas dalam organisasi/unit pelaksana K3 RS,
untuk menemukan penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif maupun
tindakan preventif. Hasil rumusan disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada
direktur rumah sakit.Rekomendasi berisi saran tindak lanjut dari organisasi/satuan
pelaksana K3 RS serta alternatif-alternatif pilihan serta perkiraan hasil/konsekuensi
setiap pilihan.
Organisasi/unit pelaksana K3 RS membantu melakukan upaya promosi di
lingkungan rumah sakit baik pada petugas, pasien maupun pengunjung, yaitu
mengenai segala upaya pencegahan KAK (kecelakaan akibat kerja) dan PAK
(penyakit akibat kerja) di rumah sakit.Juga bisa diadakan lomba pelaksanaan K3 antar
bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan kerja rumah sakit, dan yang terbaik atau
terbagus pelaksanaan dan penerapan K3 nya mendapat reward dari direktur rumah
sakit.

5. Langkah-langkah Penyelenggaraan K3RS

Untuk memudahkan penyelenggaraan K3 di rumah sakit, maka perlu langkah-langkah


penerapannya sebagai berikut:

1) Tahap Persiapan
a) Menyatakan komitmen : komitmen harus dimulai dari direktur utama/ direktur
RS (manajemen puncak). Pernyataan komitmen oleh manajemen puncak tidak
hanya dalam kata-kata tetapi juga harus dengan tindakan nyata, agar dapat
diketahui, dipelajari, dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh staf dan petugas
Rumah Sakit.
b) Menetapkan cara penerapan K3 di Rumah Sakit: menetapkan cara penerapan
K3RS dapat menggunakan jasa konsultan atau tanpa menggunakan jasa
konsultan jika Rumah Sakit memiliki personil yang cukup mampu untuk
mengorganisasikan dan mengarahkan orang.
c) Pembentukan organisasi/ unit pelaksana K3RS.
d) Membentuk kelompok kerja penerapan K3 : anggota kelompok kerja sebaiknya
terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja, misalnya manajer unit kerja.
Peran, tanggung jawab dan tugas anggota kelompok kerja perlu ditetapkan.
Sedangkan mengenai kualifikasi dan jumlah anggota kelompok kerja
disesuaikan dengan kebutuhan Rumah Sakit.
e) Menetapkan sumber daya yang diperlukan : sumber daya disini mencakup orang
(mempunyai tenaga K3), sarana, waktu dan dana.
2) Tahap Pelaksanaan
a) Penyuluhan K3 ke semua petugas Rumah Sakit.
b) Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kelompok di
dalam organisasi Rumah Sakit. Fungsinya memproses individu dengan perilaku
tertentu agar berperilaku sesuai dengan
c) yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dan pelatihan.
d) Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku diantaranya sebagai
berikut :
1) Pemeriksaan kesehatan petugas
2) Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatam kerja
3) Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat
4) Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan
5) Pengobatan pekerja yang menderita sakit
6) Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur, melalui
monitoring lingkungan kerja dari hazard yang ada
7) Melaksanakan biological monitoring
8) Melaksanakan surveilas kesehatan pekerja.

3) Tahap Pemantauan dan Evaluasi


Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di Rumah Sakit adalah salah satu
fungsi manajemen K3 Rumah Sakit yang berupa suatu langkah yang diambil untuk
mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3RS itu berjalan, dan
mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3RS
dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pemantauan dan evaluasi meliputi :
a) Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan Rumah
Sakit (SPRS)
1) Pencatatan dan pelaporan K3
2) Pencatatan semua kegiatan K3
3) Pencatatan dan pelaporan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
4) Pencatatan dan pelaporan Penyakit Akibat Kerja (PAK)
b) Inspeksi dan pengujian
inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3secara umum
dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3 di Rumah Sakit dilakukan secara
berkala terutama oleh petugas K3 Rumah Sakit sehingga kejadian KAK
(kecelakaan akibat kerja) dan PAK (penyakit akibat kerja) dapat dicegah sedini
mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian baik terhadap lingkungan maupun
pemeriksaan terhadap pekerja beresiko seperti biological monitoring
(pemantauan secara biologis)
c) Melaksanakan audit K3
Audit K3 yang meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan,
karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur,
pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan pengendalian
Tujuan audit K3 :
1) Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan
2) Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai
ketentuan
3) Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta
pengembangan mutu
Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit, identifikasi,
penilaian risiko direkomendasi kepada manajemen puncak. Tinjauan ulang dan
peningkatan oleh pihak manajemen secara berkesinambungan untuk menjamin
kesesuaian dan keefektifan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3 di Rumah
Sakit.
b. Contoh Kegiatan K3 di Rumah Sakit
Beberapa contoh Kegiatan K3 di rumah sakit adalah :
1. Mengetahui dan Menempatkan Simbol-simbol K3 di tempat yang tepat.
Beberapa simbol dikenal sebagai simbol yang berhubungan dengan aspek K3, seperti
simbol tengkorak untuk bahan beracun, simbol kipas untuk menandakan bahaya
radiasi, tanda-tanda seperti awas jalan licin, jika terjadi hujan yang menyebabkan
jalan basah dan sebagainya.
2. Menggunakan APD (Alat Perlindungan Diri) di saat yang tepat.
Misalnya ketika akan kontak dengan pasien, atau masuk ke daerah pasien dengan
penyakit menular atau kerja aseptis harus menggunakan APD yang tepat. APD bisa
terdiri dari masker dan sarung tangan saja, ada juga yang full suit misal untuk kerja
aseptis atau handling sitostatika.
3. Menghindari tindakan-tindakan yang berpotensi bahaya
Seperti berdiri di dekat benda yang ditumpuk tinggi, bekerja di pencahayaan yang
sedikit, mengangkat barang dengan posisi membungkuk, atau bercanda saat sedang
memegang jarum suntik
4. Memahami penggunaan APAR
Cara menggunakan APAR adalah dengan Alat Pemadam Api Ringan, bukan Alat
Pemadam Kebakaran, menggunakan teknik TATA, yaitu :

a. T : Tarik ==> Tarik Kunci Pengaman dari APAR

b. A : Arahkan ==> Arahkan ke dasar api, jangan lupa yang dipegang adalah
daerah di dekat ujung noozle

c. T : Tekan ==> Tekan gagang untuk mengeluarkan isi APAR

d. A : Ayunkan ==> Ayunkan searah gerakan angin, tujuannya adalah agar arah api
dan isi APAR tidak mengenai kita jika kita searah gerakan angin.

Gambar 3.1 APAR

5. Mengetahui Pintu darurat, jalur evakuasi, atau titik kumpul jika ada bencana.
III.3 Simbol Keselamatan Kerja

Gamb
ar 3.2 Simbol-simbol yang umumnya ada di laboratorium.

Simbol ini harus diperhatikan dan dipahami supaya Anda mengetahui bahaya yang ada
pada suatu benda atau zat kimia.Berikut adalah penjelasan simbol-simbol tersebut.

1) Animal hazard adalah bahaya yang berasal dari hewan. Mungkin saja hewan itu
beracun karena telah disuntik bermacam-macam zat hasil eksperimen atau dapat
menggigit dan mencakar Anda.
2) Sharp instrument hazard adalah bahaya yang berasal dari benda-benda yang tajam.
Benda itu jika tidak digunakan dengan benar maka dapat melukai Anda.
3) Heat hazard adalah bahaya yang berasal dari benda yang panas. Tangan Anda akan
kepanasan jika menyentuh benda tersebut dalam keadaan aktif atau menyala.
4) Glassware hazard adalah bahaya yang berasal dari benda yang mudah pecah.
Biasanya berupa gelas kimia.
5) Chemical hazard adalah bahaya yang berasal dari bahan kimia. Bisa saja bahan
kimia itu dapat membuat kulit kita gatal dan iritasi.
6) Electrical hazard adalah bahaya yang berasal dari benda-benda yang mengeluarkan
listrik. Hati-hati dalam menggunakannya supaya tidak tersengat listrik.
7) Eye & face hazard adalah bahaya yang berasal dari benda-benda yang dapat
membuat iritasi pada mata dan wajah. Gunakan masker atau pelindung wajah sebelum
menggunakan bahan tersebut.
8) Fire hazard adalah bahaya yang berasal dari benda yang mudah terbakar. Contohnya
adalah kerosin (minyak tanah) dan spiritus.
9) Biohazard adalah bahaya yang berasal dari bahan biologis. Bahan tersebut bisa dapat
menyebabkan penyakit mematikan seperti AIDS. Contohnya adalah tempat
pembuangan jarum suntik.
10) Laser radiation hazard adalah bahaya yang berasal dari sinar laser.
11) Radioactive hazard adalah bahaya yang berasal dari benda radioaktif. Benda ini
dapat mengeluarkan radiasi dan jika terpapar terlalu lama maka akan menyebabkan
kanker.
12) Explosive hazard adalah bahaya yang berasal dari benda yang mudah meledak.
Jauhkan benda tersebut dari api.
HIGIENE PERUSAHAAN DAN KESEHATAN KERJA

Kesehatan kerja merupakan suatu kondisi yang bebas dari gangguan secara fisik dan
psikis yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan dapat terjadi karena adanya
faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan
dan lingkungan yang menimbulkan stress atau gangguan fisik.

Kesehatan kerja bertujuan untuk menciptakan kesehatan karyawan agar dapat bekerja
secara aktif dan produktif. Ruang lingkup kesehatan kerja mencakup pengobatan preventif
untuk menjaga kesehatan dan pengobatan atau penyembuhan untuk meningkatkan kesehatan
dan melindungi dari resiko akibat proses produksi yang dapat mempengaruhi pada
produktivitas kerja. Sedangkan keselamatan kerja bertujuan untuk meningkatkan usaha-usaha
keselamatan dan pencegahan kecelakaan kerja, penyakit kerja, cacat dan kematian.

1. Sejarah Higiene Perusahaan Kesehatan Kerja


Higiene perusahaan dan kesehatan kerja ini mulai ada di Indonesia sejak adanya cara-
cara kedokteran kuno dan pengobatan Indonesia asli sudah dipergunakan untuk menolong
korban-korban peperangan, penyakit-penyakit dan kecelakaan yang diakibatkan adanya
pekerjaan dalam bidang industri rakyat pada saat itu.

Kemudian pada abad ke-17 Belanda datang ke Indonesia dengan pendaratan V.O.C di
Jakarta.Dinas kesehatan yang diadakan oleh Belanda pada permulaannya adalah Dinas
Kesehatan Militer, yang kemudian beralih menjadi Dinas Sipil.Higeneperusahan dan
kesehatan Belanda ini ditujukan untuk memberikan kesehatan sekedarnya pada para pekerja
Indonesia agar para pekerja Indonesia tersebut cukup sehat dan mampu untuk memproduksi
bahan-bahan yang diperlukan oleh Belanda.Dan pada abad ke-20 dibuatlah undang-undang
mengenai kebersihan, keselamatan serta kesehatan yang isinya sangat sederhana, karena
disesuaikan dengan keprluan pada saat itu.

Pada zaman Perang Dunia II sedang berlangsung Jepang sama sekali tidak memberikan
dorongan atau pemikiran-pemikiran tentang higene perusahaan dan kesehatan kerja.Setelah
Indonesia merdeka higiene perusahaan dan kesehatan kerja dapat diwujudkan yaitu dimulai
beberapa tahun sejak proklamasi kemerdekaan dengan munculnya undang-undang kerja dan
undang-undang kecelakaan yang kemudian dipraktekkandiperusahaan -perusahaan.
Ditahun yang sama buku pertama tentang Ilmu Kesehatan Buruh diterbitkan. Pada
tahun 1966 dengan reorganisasi Kabinet Ampera, Higiene Perusahaan dan Kesehatan kerja
ini diresmikan yaitu dengan didirikannya Dinas Higiene Perusahan Sanitasi Umum dan Dinas
Kesehatan Tenaga Kerja di Departemen Kesehatan dan Lembaga Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja di Departemen Tenaga Kerja dan selain itu dibentuk pula Yayasan Higiene
Perusahaan dan Kesehatan Kerja di Surabaya. Dan setahun kemudian pada tahun 1967 berdiri
di Bandung, Badan Pembina dan konsultasi Higiene Perusahaan yang sekaligus juga
merupakan suatu Badan Usaha serta didterbitkannya buku yang kedua dengan judul Ilmu
Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.

Pada tahun 1698 diterbitkannya majalah triwulanan Higiene Perusahaan, Kesehatan


atau Keselamatan Kerja dan Jaminan Sosial.Pada tahun ini juga merupakan tahun pertama
perintisan fungsi Lembaga Nasional Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja kearah
pendidikan, pelayanan, dan lain sebagainya.Para ahli dari WHO dan ILO pun mulai menjalin
hubungan dengan Indonesia dalam lapangan kesehatan yang berintegrasi dengan produksi.

Pada tahun 1969 banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan yaitu diantaranya:

 Diselenggarakannya seminar tentang Kesehatan dan Produktivitas Kerja di Jakarta


dengan diikuti oleh 300 dokter, pengusaha, cendikiawan dan lain-lain. Seminar ini
merumuskan secara jelas ruang lingkup dan tujuan dari Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja dalam rangka pembangunan diIndonesia.
 Dimasukkannya suatu Proyek Pembinaan Higiene Perusahan dan Kesehatan Kerja
dalam Pelita 1, untuk pertama kalinya diadakan latihan kepada 27 personil mengenai
higene perusahaan dan kesehatan kerja
 Konvensi ILO nomor 120 tentang Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja dikantor-
kantor dan perniagaan.
 Disahkannya undang-undang tentang Poko-Pokok tenaga Kerja yang memuat pasal-
pasal tentang Higiene Perusahan dan Kesehatan Kerja.
Pada tahun 1970 disahkannya Undang-undang tentang Keselamatan Kerja, Dan pada
bulan Juli tahun 1971 didirikan Ikatan higiene Perusahan dan Kesehatan Kerja oleh Dr.
Suma’mur P.K., Dr. Sutidjo, Dr. Siddharta, Dr. Marwoto. Dan pada tahun ini pula di Jakarta
untuk pertama kalinya dilakukan training terhadap 30 dokter perusahaan serta diangkatnya
Dr. Suma’mur P.K menjadi Presiden dari Ikatan higiene Perusahan dan Kesehatan Kerja
Asia, dan ditunjuk sebagai sekertaris untuk komisi Negara berkembang dari komisi tetap
Ikatan Inetrnasional Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.

Seminar Nasional II Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja serta Kongres ke-1
Ikatan Higiene Perusahaan, Kesehatan dan Keselamatn Kerja berlangsung di Jakarta pada
tahun 1972 dengan tema Akselerasi Pertumbuhan Profesi dalam Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja untuk Menunjang Modernisasi. Pada seminar ini juga ditetapkan program
untuk 3 tahun Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja dan dalam Kongres ditetapkan
Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan serta ditetapkan pula Dr. H. Ibnu
Sutowo sebagai Ketua Kehormatan Ikatan dan di tahun 1972 ini pula Dr. Suma’mur P.K
diangkat menjadi anggota “PannelAdvisoryExpert”, WHO. Geneva.Dan untuk tahun 1973
merupakan usaha pembinaan laboratorium Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja di
Jakarta, bandung, Medan dan Ujung Pandang.

2. Pengertian dan Dasar Hukum Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja


Higiene Perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu higiene beserta prakteknya yang
mengadakan penilaian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif dan kuantitatif
dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran.

Hasil dari pengukuran ini dipergunakan sebagai dasar tindakan korektif kepada
lingkungan tersebut serta bila perlu pemecahan, agar pekerja dan masyarakat sekitar
perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja serta dimungkinkan mengecap derajat
kesehatan setinggi-tingginya.Sasaran dari higiene perusahaan adalah lingkungan kerja dan
higeneperusahan juga bersifat teknik.

Kesehatan kerja adalah spesialis dalam ilmu kesehatan atau kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehataan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupun sosial dengan melakukan usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan
faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum lainnya. Sasaran
dari adanya kesehatan adalah manusia dan sifatnya medis.

Higiene perusahaan dan kesehatan kerja sebagai suatu istilah yang memiliki satu
kesatuan pengertian adalah terjemahan dari “OccupationalHealth” yang cenderung diartikan
sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi problematik kesehatan secara menyeluruh dari
seorang tenaga kerja. Menyeluruh disini berarti melakukan usaha kuratif, preventif,
penyesuaian faktor manusiawai terhadap pekerjaan, higene dan lain-lain.

Menurut Undang-undang No.14 Tahun 1969 tentang ketentuan pokok mengenai


Tenaga Kerja pasal 9 dan 10 Higiene perusahaan dan kesehatan kerja ini adalah lapangan
kesehatan yang ditujukan kepada pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan tenaga
kerja, dilakukan dengan pemberian pengobatan, perawatan tenaga kerja yang sakit, mengatur
persediaan tempat, cara-cara dan syarat yang memenuhi norma-norma higiene perusahan dan
kesehatan kerja untuk mencegah penyakit, baik sebagai akibat pekerjaan maupun penyakit
umum serta menetapkan syarat-syarat kesehatan bagi perumahan tenaga kerja.

Hakikat dari Higiene Perusahan dan Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut:

 Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya,
baik itu buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, atau pun pekerja-pekerja bebas, dengan
maksud untuk kesejahteraan tenaga kerja.
 Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada meningginya
effisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam produksi

3. Tujuan Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja


Tujuan utama dari Higiene Perusahan dan Kesehatan Kerja ini adalah menciptakan
tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan ini dapat tercapai jika ada suatu korelasi antara
derajat kesehatan dengan produktivitas kerja atau perusahaan yang didasarkan pada
kenyataan sebagai berikut:

 Untuk efisiensi kerja yang optimal, maka sebaiknya pekerjaan harus dilakukan
dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
Lingkungan kerja yang dimaksud yaitu tekanan panas, penerangan ditempat kerja, udara,
sikap badan, penserasian manusia dan mesin, dan pengekonomisan upaya. Lingkungan
kerja inipun perlu disesuaikan dengan tingkat kesehatan dan keadaan gizi tenaga kerja
yang bersangkutan.
 Biaya kecelakan dan penyakit yang ditimbulkan akibat kerja, serta penyakit umum
lainnya oleh karena pengaruh yang memburukan keadaan sangat mahal harganya
dibandingkan dengan biaya untuk pencegahannya. Biaya kuratif yang mahal seperti itu
meliputi pengobatan, perawatan, rehabilitasi, kerusakan mesin, peralatan dan bahan
akibat kecelakan, terganggunya pekerjaan dan cacat.
 Kecelakaan
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga, oleh
karena dibelakang itu tidak ada unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan.
Maka dari itu, peristiwa sabotase atau tindakan kriminildiluar ruang lingkup kecelakaan
yang sebenarnya. Tidak diharapkan, oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian
material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat.

4. Sumber Bahaya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja


Sebelum kita melakukan pencegahan terhadap keelakaan, tentulah kita terlebih dulu
harus mengetuhi apa yang menjadi penyebab adanya kecelakan kerja. Upaya yang dilakukan
untuk mengetahui sebab kecelakaan kerja disebut analisis kecelakaan kerja. Berapa pendapat
mengenai faktor penyebab kecelakaan kerja adalah sebagai berikut;

 Bennet Silalahi
Menjelaskan bahwa penyebab kecelakan kerja adalah adanya gejala yaitu perbuatan atau
kondisi tidak selamat. Dimana gejala tersebut berakar pada kebijakan manajemen jika
ditelusuri, maka sebab musabab dapat ditemukan dan kemungkinan adanya kerusakan
atau luka-luka dapat diramalkan atau analisis resiko (Risk Analisis) dapat dilakukan
dengan baik secara skematik dapat digambarkan sebagai berikut

Perilaku tidak aman menurut Silalahi disebabkan oleh tiga hal yaitu;

1. Tidak tahu tata cara kerja yang aman atau tidak tahu perilaku yang berbahaya
2. Tidak mampu memenuhi persyaratan kerja yang menyebabkan terjadinya kecelakaan
3. Tahu seluruh peraturan dan persyaratan kerja, namun tidak mau memenuhi atau
mematuhinya. Perilaku ini kemungkian disebabkan oleh adanya persepsi resiko dan
atau persepsi terhadap kualitas pelaksanaan program kesehatan keselamatan kerja
yang kurang tepat, sehingga cenderung mengabaikan petunjuk kesehatan dan
keselamatan kerja yang telah diberikan oleh pihak manajemen.

Suatu kecelakan kerja yang terjadi disuatu lokasi kerja terlebih dahulu diawali oleh
beberapa kali kejadian nyaris kecelakaan kerja. Kecadian nyaris tersebut disebabkan oleh
penyebab langsung (immediatecauses) berupa banyaknya kondisi kerja yang tidak aman
(unsafecondition) dan banyaknya perilaku karyawan yang tidak aman (unsafeact) dilokasi
kerja tersebut (Tjondro.1999). Kondisi yang tidak aman meliputi kondisi lingkungan yang
fisik tempat kerja berupa pengaturan sirkulasi udara, pengaturan penerangan, peralatan kerja
dan pemakaian peralatan pengamanan kerja, sedangkan perilaku tidak aman meliputi;

1. Kondisi fisik karyawan yang kurang baik misalnya gangguan atau kerusakan alat
indera dan stamina tubuh yang tidak stabil
2. Kondisi psikis karyawan berupa emosi yang tidak stabil, kepribadian rapuh, cara
berpikir dan kemampuan persepsi kurang baik, motivasi kerja kurang, sikap yang ceroboh
atau kurang cermat serta kurang pengetahuan dalam menggunakan fasilitas kerja terutama
yang membawa resiko.

 Bambang B. Hantoro
Menerangkan bahwa umumnya penyebab kecelakaan kerja dapat dikelompokkan
menjadi tiga golongan, yaitu;

1. Tindakan manusia dalam bekerja yang menimbulkan bahaya-bahaya kecelakan.


Sifat manusia yang lalai, malas, lupa, khilaf dan sembrono dapat mendatangkan
akibat yang patal.
2. Lingkungan, failitas dan peralatan kerja yang dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan. Kurangnya fasilitas, rusaknya peralatan atau tidak tersedianya
peralatan, atau tidak tersedianya peralatan yang memadai diertai lingkungan yang
tidak memenuhi syarat, sadar atau tidak sadar akan mengundang kecelakan.
3. Hal-hal yang tidak terjangkau oleh manusia pada saat itu. Hal tersebut dinamakan
faktor x yang perlu pula diperhatikan.

5. Sanitasi Perusahaan
   Salah satu usaha yang dilakukan untuk mencapai persyaratan hiperkes.Sanitasi termasuk
usaha-usaha dan tindakan yang dilakukan untuk mengubah secara langsung maupun tidak
langsung pengaruh lingkungan yang buruk bagi kesehatan manusia menjadi lingkungan yang
menguntungkan. Sanitasi Perusahaan adalah tindakan-tindakan menciptakan kebersihan,
menjaga kesehatan dan memelihara kenyamanan lingkungan kerja di dalam perusahaan yang
memenuhi persyaratan Hiperkes
   Dengan melaksanakan sanitasi: faktor-faktor buruk yang dapat menimbulkan penyakit
dapat dicegah dan dihilangkan. Program sanitasi antara lain:
1. Dilakukan untuk mendapatkan hasil yang efektif.
2. Melibatkan seluruh jajaran personel di dalam perusahaan.

6. Pendidikan dan Pelatihan mengenai Sanitasi


Tujuannya adalah
1.Agar seluruh tenaga kerja memahami arti dan pentingnya melakukan sanitasi perusahaan.
2. Lingkup Pendidikan :
    a. Penerangan tentang prinsip sanitasi,
    b. Orientasi sanitasi kepada karyawan baru,
    c. Penerangan,instruksi, latihan tentang :
       - metode kebersihan,
       - materi dan perlengkapan sanitasi
    d. Presentasi visual,alat peraga
    e. Evaluasi : Secara tertulis dan Pengamatan di lapangan

7. Higiene Perorangan
Titik sentral kegiatan perusahaan adalah manusia sebagai tenaga kerja, higiene perusahaan
dapat dimulai dari Higiene Perorangan. Higiene Perorangan merupakan salah satu upaya
untuk mencapai persyaratan hiperkes. Usaha-usaha Higiene Perorangan :
1. Kebersihan Badan,
2. kebersihan mulut,
3. Kebersihan tangan,
4. Kebersihan rambut,
5. Pakaian,
6. dll.

Aspek-aspek Higiene Perorangan


- Pemeriksaan Kesehatan Calon Karyawan,
- Pemeriksaan Kesehatan berkala,
- Pemeriksaan Kesehatan Khusus,
- Kesadaran terhadap pentingnya higiene perorangan,
- Iklim perusahaan yang sehat dan memadai,
- Lingkungan kerja yang sehat,terbuka,bersih,
- Perlindungan thd.bahaya dan kecelakaan kerja,
- Pelaksanaan sanitasi lingkungan,
- Peningkatan gizi yang baik,
- Kewajiban memenuhi mentaati syarat-syarat Kesehatan Kerja,
- Pengendalian penyakit
- Kebersihan Selama Kerja
- Pendidikan dan Penyuluhan

8. Tindakan Pencegahan
   Ditujukan untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan di dalam perusahaan. Untuk
meningkatkan produktivitas kerja. Tindakan Pencegahan yang dilakukan :
1. Teknis :
    a. Mematuhi Hiperkes dengan baik.
    b. Kerjasama dengan tenaga akhli Hiperkes,
    c. Pendidikan dan Penyuluhan tentang Hiperkes,
    d. Menjaga Kebersihan lingkungan kerja,
    e. Mengetahui dan mentaati peraturan-peraturan didalam perusahaan,
    f. Mengadakan penelitian statistik mengenai produktivitas TK
    g. Mengenakan pakaian pelindung dan pakaian kerja pada waktu bekerja,
    h. dll

2. Medis,
   a. Pemeriksaan kesehatan rutin,
   b. Perawatan dan pengobatan buat karyawan yang sakit,
   c. Peningkatan gizi karyawan,
   d. melengkapi fasilitas perusahaan di bidang kesehatan,
   e. Mengadakan evaluasi terhadap gangguan kesehatan,
   f. Pemeriksaan kesehatan terhadap tenaga kerja yang memperlihatkan gejala-gejala sakit
akibat kerja,
   g. Pemberantasan penyakit menular

Program Kesehatan Kerja merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program K3 pada
umumnya.Dengan demikian penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja dirintegrasikan
dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Elemen-elemen audit
SMK3 untuk penerapan norma kesehatan kerja harus dipenuhi sebagaimana elemen-elemen
audit norma keselamatan dan kesehatan kerja lainnya.

Adapun Jenis-jenis program/kegiatan yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan pelayanan


kesehatan kerja meliputi :

1. Upaya Kesehatan Promotif :


o Pembinaan kesehatan kerja
o Pendidikan dan pelatihan bidang kesehatan kerja
o Perbaikan gizi kerja
o Program olah raga di tempat kerja
o Penerapan ergonomi kerja
o Pembinaan cara hidup sehat
o Program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS dan Narkoba di tempat
kerja
o Penyebarluasan informasi kesehatan kerja melalui penyuluhan dan media KIE
(Komunikasi, Informasi dan Edukasi), dengan topik yang relevan.
2. Upaya Kesehatan Preventif :
o Melakukan penilaian terhadap faktor risiko kesehatan di tempat kerja (health
hazard risk assesment) yang meliputi :
 Identifikasi faktor bahaya kesehatan kerja melalui : pengamatan, walk
through survey, pencatatan/pengumpulan data dan informasi
 Penilaian/pengukuran potensi bahaya kesehatan kerja
 Penetapan tindakan pengendalian faktor bahaya kesehatan pekerja
o Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja (awal, berkala dan khusus)
o Survailans dan analisis PAK dan penyakit umum lainnya
o Pencegahan keracunan makanan bagi tenaga kerja
o Penempatan tenaga kerja sesuai kondisi/status kesehatannya
o Pengendalian bahaya lingkungan kerja
o Penerapan ergonomi kerja
o Penetapan prosedur kerja aman atau Standard Operating Procedure (SOP)
o Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai
o Pengaturan waktu kerja (rotasi, mutasi, pengurangan jam kerja terpapar faktor
risiko dll);
o Program imunisasi
o Program pengendalian binatang penular (vektor) penyakit.
3. Upaya Kesehatan Kuratif :
o Pengobatan dan perawatan
o Tindakan P3K dan kasus gawat darurat lainnya
o Respon tanggap darurat
o Tindakan operatif,
o Merujuk pasien dll.
4. Upaya Kesehatan Rehabilitatif :
o Fisio therapi
o Konsultasi psikologis (rehabilitasi mental)
o Orthose dan prothese (pemberian alat bantu misalnya : alat bantu dengar,
tangan/kaki palsu dll)
o Penempatan kembali dan optimalisasi tenaga kerja yang mengalami cacat
akibat kerja disesuaikan dengan kemampuannya.
o Rehabilitasi kerja.

Untuk Tindak Lanjut Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja meliputi:

1. Monitoring
Monitoring penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja antara lain meliputi
pemantauan hasil pelaksanan pelayanan kesehatan kerja, kegiatan pencatatan dan
pelaporan serta kegiatan pendukung lainnya.
o Pemantauan hasil pelaksanan pelayanan kesehatan kerja
Teknis Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dapat dipantau secara
langsung dan tidak langsung. Pemantauan secara langsung dapat dilakukan
dengan cara melakukan observasi, wawancara, dan pengukuran kondisi
kesehatan tenaga kerja maupun lingkungan kerja. Pemantauan secara tidak
langsung dilakukan dengan cara melihat data dan pelaporan yang sudah ada.
o Kegiatan pencatatan dan pelaporan.
Pencatatan dan pelaporan sangat penting dilakukan untuk mendapatkan data
hasil pelaksanakan kegiatan dari waktu ke waktu. Pencatatan dan pelaporan
juga dapat digunakan untuk umpan balik (feed back) dalam beberapa
kasus/masalah kesehatan kerja, baik yang bersifat individu maupun kelompok.
Pencatatan yang diperlukan antara lain meliputi hasil pemantauan, prevalensi,
insidens penyakit dan angka kecelakaan akibat kerja.
2. Evaluasi
o Data hasil monitoring pencatatan tersebut di atas dilakukan analisa dan
evaluasi terhadap kasus-kasus penyakit dan kecelakaan yang sering terjadi
dikaitkan dengan faktor-faktor bahaya di tempat kerja dan data-data lainnya.
o Hasil analisa dan evaluasi tersebut digunakan sebagai dasar untuk penyusunan
program pengendalian terhadap faktor bahaya kesehatan serta penetapan
metode/cara kerja yang lebih sehat dan aman, sehingga produktifitas
perusahaan tetap tinggi/meningkat.
o Analisa dan evaluasi data kesehatan kerja dapat dilakukan dengan cara
membuat matriks/tabel.

Sumber :

1. Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi R.I dan Direktorat Jenderal Pembinaan


Pengawasan Ketenagakerjaan, 2008. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan Kerja.
2. id.scribd.com

Anda mungkin juga menyukai