Anda di halaman 1dari 17

Pertemuan Ke : 10 ( Sepuluh )

Hari & Tanggal : Senin, 23 Rabi’al-Awwal 1439H / 11 Desember 2017

Pemateri : Ari Susanti S.KM., M.Kes

Judul Materi :

1) Upaya Mencegah & Meminimalkan Risiko & Hazard Pada Tahap


Pengkajian Asuhan Keperawatan
2) Upaya Mencegah & Meminimalkan Risiko & Hazard Pada Tahap
Perencanaan Asuhan Keperawatan
3) Upaya Mencegah & Meminimalkan Risiko & Hazard Pada Tahap
Implementasi Asuhan Keperawatan
4) Upaya Mencegah & Meminimalkan Risiko & Hazard Pada Tahap
Evaluasi Asuhan Keperawatan
5) Upaya Memutus Rantai Infeksi – Pre Caution
6) Upaya Mencegah Hazard Fisik – Radiasi
7) Upaya Mencegah Hazard Kimia
8) Upaya Mempertahankan Ergonomik Pada Posisi Berbaring, Duduk,
Berdiri & Berjalan
9) Upaya Mencegah Hazard Psikososial
10) Ebp Untuk Peningkatan Patient Safety
11) Mengenali & Berespon Adverse Events
12) Peran Pasien & Keluarga Sebagai Partner Di Pelayanan Kesehatan
Untuk Mencegah Terjadinya Bahaya & Adverse Event
13) Penyebab Terjadinya Adverse Events Terkait Prosedur Invasif
1. Pengertian Resiko Dan Hazard
Hazard merupakan semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang
berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) atau penyakit akibat kerja (
berdasarkan OHSAS 18001:2007).Risiko dapat didefinisikan sebagai suatu
kombinasi dari kemungkinan terjadinya peristiwa yang berhubungan dengan
cidera parah atau sakit akibat kerja dan terpaparnya seseorang atau alat pada
suatu bahaya (OHSAS 18001:2007).
2. Upaya Mencegah Dan Meminimalkan Risiko Dan Hazard Pada Tahap
Pengkajian Asuhan Keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien,agar dapat
mengidentifikasi,mengenali masalah-masalah,kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien baik fisik,mental,social,dan lingkungan.Pengkajian yang
sistematis(effendi,1996)
3. Contoh Hazard Dan Resiko Bagi Perawat Saat Melakukan Pengkajian
1) Pelecehan verbal saat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga
2) Kekerasan fisik pada perawat ketika melakukan pengkajian
3) Pasien dan keluarga acuh tak acuh dengan pertanyaan yang di ajukan
perawat
4) Resiko tertular penyakit dengan kontak fisik maupun udara saat pemeriksaan
fisik.
5) Perawat menjadi terlalu empati dengan keadaan pasien dan keluarganya
4. Upaya Meminimalkan Resiko dan Hazard pada Perawat dalam Tahap
Pengkajian Berdasarkan Kasus Penyakit Akibat Kerja.
1) Batasi akses ketempat isolasi .
2) Menggunakan APD dengan benar.
3) SOP memasang APD, jangan ada sedikitpun bagian tubuh yang tidak
tertutup APD.
4) Petugas tidak boleh menyembunyikan wajahnya sendiri.
5) Membatasi sentuhan langsung ke pasien.
6) Cuci tangan dengan air dan sabun.
7) Bersihkan kaki dengan di semprot ketika meninggalkan ruangan tempat
melepas APD.
8) Lakukan pemeriksaan berkala pada pekerja.
9) Hindari memegang benda yang mungkin terkontaminasi.

5. Upaya Mencegah Dan Meminimalkan Risiko Dan Hazard Pada Tahap


Perencanaan Asuhan Keperawatan
Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai
keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan
dapat diukur.Perencanaan K3 di rumah sakit dapat mengacu pada standar sistem
manajemen K3RS diantaranya self assesment akreditasi K3 rumah sakit dan
SMK3. Perencanaan meliputi:
1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor resiko.
Rumah sakit harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya,
penilaian serta pengendalian faktor resiko.
a. Identifikasi sumber bahaya.
Dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:
1) Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya
2) Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi
a. Penilaian faktor resiko
Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya resiko dengan jalan
melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan
dan keselamatan kerja.
b. Pengendalian faktor risiko
a) Dilakukan melalui empat tingkatan pengendalian risiko yaitu
menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan
sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah /tidak ada
(engneering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi (APP)
b) Membuat peraturan
Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan
standar operasional prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan,
perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini
harus dievaluasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta
disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait.
c) Tujuan dan sasaran
Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan,
bahaya potensial, dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator
pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian (SMART)
1) Indikator kinerja
Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang
sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian
SMK3 rumah sakit.
2) Program kerja
Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan proram K3 rumah
sakit, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan
dicatat serta dilaporkan.
3) Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung dari rasa tanggung
jawab manajemen dan petugas terhadap tugas dan kewajiban masing-
masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini
harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian
tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan
latihan serta penegakan disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana
K3 rumah sakit secara spesifik harus mempersiapkan data dan
informasi pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, meruuskan
permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya masalah
bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan
mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat
dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi
pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana program yang
dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan, maka
perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.
6. Upaya Mencegah Dan Meminimalkan Risiko Dan Hazard Pada Tahap
Implementasi Asuhan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kreteria hasil yang di
harapkan ( Gordon, 1994, dalam potter dan perry, 1997 ). Tujuan dari
pelaksanaan adalah membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit, pemulihan kesehatan
dan memfasilitasi koping.
Contoh upaya mencegah Hazard dan Risiko Implementasi Keperawatan :
1. Membantu dalam aktifitas sehari-hari
2. Konseling
3. Memberikan asuhan keperawatan langsung.
4. Kompensasi untun reaksi yang merugikan.
5. Teknik tepat dalam memberikan perawatan dan menyiapkan klien utnuk
prosedur.
6. Mencapai tujuan perawatan mengawasi dan menggevaluasi kerja dari anggota
staf lain.
Tiga prinsip pedoman implementasi asuhan keperawatan :
1. Mempertahankan keamanan klien
2. Memberikan asuhan yang efektif
3. Memberikan asuhan yang seefisien mungkin

Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Sama Secara Umum


1) Upaya pencegahan keccelakaan kerja melalui pengendalian bahaya yang di
tempat kerja pemantauan dan pengendalian kondisi tidak aman di tempat
kerja.
2) Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui pembinaan dan pengawasan
pelatihan dan pendidikan,konseling dan konsultasi,pengembangan sumber
daya atau teknologi terhadap tenaga kerja tentang penerapan k3.
3) Upaya pencegahan kecelakaan kerja melalui system manajemen prosedur
dan aturan k3, penyediaan sarana dan prasarana k3 dan pendukungnya,
penghargaan dan sanksi terhadap penerapan k3 di tempat kerja.
7. Upaya Mencegah Dan Meminimalkan Risiko Dan Hazard Pada Tahap
Evaluasi Asuhan Keperawatan
Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di rumah sakit adalah salah
satu fungsi manajemen K3 rumah sakit yang berupa suatu langkah yang
diambil untuk mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3
rumah sakit itu berjalan dan mempertanyakan efektivitas dan efisiensi
pelaksanaan dari suatu kegiatan K3 rumah sakit dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan.
Pemantauan dan evaluasi meliputi :
1. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan RS
(SPRS).
2. Inspeksi dan pengujian
Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara
umum dan tidak terlalu mendalam.Inspeksi K3 di rumah sakit dilakukan
secara berkala, terutama oleh petugas K3 rumah sakit sehingga kejadian
PAK dan KAK dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah
pengujian baik terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja
berisiko seperti biological monitoring (pemantauan secara biologis)
3. Melaksanakan audit K3
Audit K3 meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan,
karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur,
pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan
pengendalian. Tujuan audit K3 :
a. Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan.
b. Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai
ketentuan.
c. Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta
pengembangan mutu.
Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari
audit, identifikasi, penilaian risiko direkomendasikan kepada
manajemen puncak.Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak
manajemen secara berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian
dan keefektivan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3.

Contoh Kasus Yang Berkesinambungan Dalam Upaya Mencegah


Dan Meminimalkan Hazard Dan Risiko Dalam Asuhan
Keperawatan.
1. Pengkajian : Sebagian perawat saat akan melakukan tindakan
tidak melakukan cuci tangan dengan benar atau tidak sesuai dengan
SOP.
2. Perencanaan : Akan dilakukan penyuluhan tentang pentingnya
dan cara cuci tangan yang benar.
3. Implementasi : Terpasangnya poster SOP cuci tangan disetiap
washtaffle
4. Evaluasi : Para perawat sudah mulai melakukan tindakan
cuci tangan sesuai SOP
 Rantai Penularan Infeksi

Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena


apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah
atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan adalah :
1) Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi. Pada manusia dapat berupa bakteri , virus,
ricketsia, jamur dan parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu :
patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau load).
2) Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang
paling umumadalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air
dan bahan-bahan organik lainnya. Pada manusia: permukaan kulit,
selaput lendir saluran nafas atas, usus dan vagina.
3) Port of exit (Pintu keluar) adalah jalan darimana agen infeksi
meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan,
saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana
mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
4) Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport
agen infeksi dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada
beberapa cara penularan yaitu :
a. Kontak (contact transmission) :
- Direct/Langsung: kontak badan ke badantransfer kuman
penyebab secara fisik pada saat pemeriksaan fisik,
memandikan pasien.
- Indirect/Tidak langsung (paling sering) : kontak melalui objek
(benda/alat) perantara : melalui instrumen, jarum, kasa,
tangan yang tidak dicuci.
b. Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara,
jarak sebar pendek, tidak bertahan lama di udara, “deposit” pada
mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis,
Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib), Virus
Influenza, mumps, rubella
c. Airborne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di udara,
jarak penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh: Mycobacterium
tuberculosis, virus campak, Varisela (cacar air), spora jamur
d. Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam
mempertahankan kehidupan kuman penyebab sampai masuk
(tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan. Contoh: air,
darah, serum, plasma, tinja, makanan
e. Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang
lain yang dapat menularkan kuman penyebab cara menggigit
pejamu yang rentan atau menimbun kuman penyebab pada kulit
pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu,
binatang pengerat
5) Port of entry (Pintu masuk) adalah tempat dimana agen infeksi
memasuki pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui :
saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin,
selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
6) Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya
tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah
infeksi atau penyakit. Faktor yang mempengaruhi: umur, status gizi,
status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau
pembedahan, pengobatan imunosupresan. Sedangkan faktor lain
yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis
tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.

PENGENDALIAN RESIKO BAHAYA.


Setelah kita ketahui jenis-jenis resiko bahaya di rumah sakit, ternyata
seluruh resiko bahaya tersebut terdapat di rumah sakit. Beberapa contoh
sistem pengendalian resiko bahaya yang telah dilakukan di rumah
sakit adalah sebagai berikut:
1) Resiko bahaya fisik
a. Mekanik : resiko yang paling sering terjadi adalah tertusuk jarum
dan terpeleset atau menabrak dinding / pintu kaca. Pengendalian yang
sudah dilakukan antara lain: penggunaan safety box limbah tajam,
kebijakan dilarang menutup kembali jarum bekas, pemasangan keramik
anti licin pada koridor dan lantai yang miring, pemasangan rambu
“awas licin”, pemasangan kaca film dan stiker pada dinding / pintu kaca
agar lebih kelihatan, kebijakan penggunaan sabuk keselamatan pada
pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian lebih dari 2 meter, dan lain-
lain.
b. Resiko bahaya radiasi: resiko ini terdapat di ruang radiologi,
radio therapi, kedokteran nuklir, ruang cath lab dan beberapa kamar
operasi yang memiliki fluoroskopi / x-ray. Pengendalian yang sudah
dilakukan antara lain: pemasangan rambu peringatan bahaya radiasi,
pelatihan proteksi bahaya radiasi, penyediaan APD radiasi, pengecekan
tingkat paparan radiasi secara berkala dan pemantauan paparan radiasi
pada petugas radiasi dengan personal dosimetri pada patugas radiasi.
c. Resiko bahaya kimia: resiko ini terutama terhadap bahan kimia
golongan berbahaya dan beracun (B3). Pengendalian yang telah
dilakukan adalah dengan identifikasi bahan-bahan B3, pelabelan
standar, penyimpanan standar, penyiapan MSDS, penyiapan P3K, APD
dan safety shower serta pelatihan teknis bagi petugas pengelola B3.
Rekayasa juga dilakukan dengan penggunaan Laminary Airflow pada
pengelolaan obat dan B3 lainnya.
d. Resiko bahaya ergonomi: resiko ini banyak terjadi pada
pekerjaan angkat dan angkut baik pasien maupun barang. Sosialisasi
cara mengangkat dan mengangkut yang benar selalu dilakukan. Selain
itu dalam pemilihan sarana dan prasarana rumah sakit juga harus
mempertimbangkan faktor ergonomi tersebut terutama peralatan yang
dibeli dari negara lain yang secara fisik terdapat perbedaan ukuran
badan.
e. Resiko bahaya psikologi: resiko psikologi teidak terlalu
kelihatan akan tetapi selalu ada meskipun kadarnya tidak terlalu
mencolok. Upaya yang dilakukan antara lain dengan mengadakan
pertemuan antar satuan kerja, antar staff dan pimpinan dan pada acara-
acara bersama seperti saat ulang tahun RS dan lain-lain yang bertujuan
agar terjalun komunikasi yang baik sehingga secara psikologi menjadi
lebih akrab denganharapan resiko bahaya psikologi dapat ditekan
seminimal mungkin.

14) Mengenali & Berespon Adverse Event


Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu
kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien
karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau
kondisi pasien. Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti
kesalahan atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang
sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak
bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti
kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode
penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan
yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi
provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal
teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau
system yang lain.
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of
Trustees mengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien
(patient safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga
menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk medication
safety sebagai target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika
Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN, Building a Safer Health System”
melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit ada
sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event).
Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk
meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.

15) Pencegahan dan Penurunan Kejadian yang Tidak Diharapkan dari


Kesalahan Medis (Medical Error) di Rumah Sakit
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS
di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi “Life-Saving” Keselamatan
Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan
kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (Look-Alike, Sound-
Alike Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang
membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang
paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini
merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu
obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi
terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau
generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan
protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep,
label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun
pembuatan resep secara elektronik.
2. Pastikan identifikasi pasien.
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk
mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada
kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan, pelaksanaan
prosedur yang keliru orang, penyerahan bayi kepada bukan
keluarganya, dan sebagainya.
Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap
identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini,
standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam
suatu sistem layanan kesehatan, dan partisipasi pasien dalam
konfirmasi ini, serta penggunaan protokol untuk membedakan
identifikasi pasien dengan nama yang sama.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima atau pengoperan pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima pengoperan
pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim
pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan,
pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan
cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki
pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk
mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis, memberikan
kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan
pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima, dan melibatkan para
pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat
dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau
pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan
miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak
benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-
kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-
bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah
jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses
verifikasi prapembedahan, pemberian tanda pada sisi yang akan
dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur, dan adanya
tim yang terlibat dalam prosedur ’Time out” sesaat sebelum memulai
prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan
sisi yang akan dibedah.
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologis, vaksin dan media kontras
memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk
injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah
membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah, dan
pencegahan atas campur aduk atau bingung tentang cairan elektrolit
pekat yang spesifik.
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi atau
pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah
suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication
errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah
menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh
medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home
medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi,
penyerahan dana tau perintah pemulangan bilamana menuliskan
perintah medikasi, dan komunikasikan daftar tersebut kepada petugas
layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
7. Hindari Salah kateter dan salah sambung slang (tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain
sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas
pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta
memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru.
Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas
medikasi secara detail atau rinci bila sedang mengerjakan pemberian
medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan
ketika menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan
sambungan dan slang yang benar).
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan
HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari
jarum suntik. Rekomendasinya adalah perlunya melarang pakai ulang
jarum di fasilitas layanan kesehatan, pelatihan periodik para petugas
di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-
pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga
mereka mengenai penularan infeksi melalui darah, dan praktek jarum
sekali pakai yang aman.
9. Tingkatkan kebersihan tangan (Hand hygiene) untuk pencegahan
lnfeksi nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di
seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah
sakit. Kebersihan tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang
pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah
mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-
rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada
semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan
yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja,
dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui
pemantauan atau observasi dan tehnik-tehnik yang lain.

 Elemen-Elemen Untuk Mencegah Medical Errors


1. Mengubah budaya organisasi ke arah budaya yang berorientasi kepada
keselamatan pasien. Perubahan ini terutama ditujukan kepada seluruh
sistem sumber daya manusia dari sejak perekrutan (kredensial),
supervisi dan disiplin. Rasa malu dalam melaporkan suatu kesalahan
dan kebiasaan menghukum “pelakunya” harus dikikis habis agar staf
rumah sakit dengan sukarela melaporkan kesalahan kepada
manajemen dan atau komite medis, sehingga pada akhirnya dapat
diambil langkah-langkah pencegahan kejadian serupa di kemudian
hari.
2. Melibatkan pimpinan kunci di dalam program keselamatan pasien,
dalam hal ini manajemen dan komite medik. Komitmen pimpinan
dibutuhkan dalam menjalankan program-program manajemen risiko,
termasuk ronde rutin bersama ke unit-unit klinik.
3. Mendidik para profesional di rumah sakit di bidang pemahamannya
tentang keselamatan pasien dan bagaimana mengidentifikasi errors,
serta upaya-upaya meningkatkan keselamatan pasien.
4. Mendirikan Komisi Keselamatan Pasien di rumah sakit yang
beranggotakan staf interdisiplin dan bertugas mengevaluasi laporan-
laporan yang masuk, mengidentifikasi petunjuk adanya kesalahan,
mengidentifikasi dan mengembangkan langkah koreksinya.
5. Mengembangkan dan mengadopsi Protokol dan Prosedur yang aman.
6. Memantau dengan hati-hati penggunaan alat-alat medis agar tidak
menimbulkan kesalahan baru.
 Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Pimpin dan dukung staf
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. Kembangkan sistem pelaporan
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
Pendekatan Penanganan KTD atau Error menurut James Reason dalam
Human error management : models and management dikatakan ada
dua pendekatan dalam penanganan error atau KTD.
1. Pendekatan personal.
Pendekatan ini memfokuskan pada tindakan yang tidak aman, melakukan
pelanggaran prosedur, dari orang-orang yang menjadi ujung tombak
pelayanan kesehatan (dokter, perawat, ahli bedah, ahli anestesi,
farmasis dll). Tindakan tidak aman ini dianggap berasal dari proses
mental yang menyimpang seperti mudah lupa, kurang perhatian,
motivasi yang buruk, tidak hati-hati, dan sembrono. Sehingga bila
terjadi suatu KTD akan dicari siapa yang berbuat salah.
2. Pendekatan system
Pemikiran dasar dari pendekatan ini yaitu bahwa manusia dapat berbuat
salah dan karenanya dapat terjadi kesalahan. Disini kesalahan
dianggap lebih sebagai konsekwensi daripada sebagai penyebab.
Dalam pendekatan ini diasumsikan bahwa kita tidak akan dapat
mengubah sifat alamiah manusia ini, tetapi kita harus mengubah
kondisi dimana manusia itu bekerja.
Pemikiran utama dari pendekatan ini adalah pada pertahanan sistem
yang digambarkan sebagai model keju Swiss. Dimana berbagai
pengembangan pada kebijakan, prosedur, profesionalisme, tim,
individu, lingkungan dan peralatan akan mencegah atau
meminimalkan terjadinya KTD.

Anda mungkin juga menyukai