Anda di halaman 1dari 7

A.

PENDAHULUAN

Keselamatan pasien harus dilihat dari sudut pandang


risiko klinis. Sekalipun staf medis rumah sakit sesuai
kompetensinya memberikan pelayanan berdasarkan standar profesi
dan standar pelayanan, namun potensi risiko tetap ada, sehingga
pasien tetap berpotensi mengalami cedera. Undang-Undang No. 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit bertujuan memberikan
perlindungan kepada pasien, masyarakat, dan sumber daya
manusia, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
rumah sakit, serta memberi kepastian hukum kepada masyarakat
dan rumah sakit. The Joint Commission on Accreditation of
Healthcare Organizations (JCAHO) memberikan pengertian
manajemen risiko sebagai aktivitas klinik dan administratif yang
dilakukan oleh rumah sakit untuk melakukan identifikasi, evaluasi
dan pengurangan risiko terjadinya cedera atau kerugian pada
pasien, personil, pengunjung dan rumah sakit itu sendiri.
Kegiatan tersebut meliputi identifikasi risiko hukum (legal risk),
memprioritaskan risiko yang teridentifikasi, menentukan respons
rumah sakit terhadap risiko, mengelola suatu kasus risiko dengan
tujuan meminimalkan kerugian (risk control), membangun upaya
pencegahan risiko yang efektif, dan mengelola pembiayaan risiko
yang adekuat (risk financing). Manajemen risiko yang komprehensif
meliputi seluruh aktivitas rumah sakit, baik operasional, manajerial
maupun klinikal, oleh karena risiko dapat muncul dari kedua
bidang tersebut. Bahkan akhir-akhir ini meliputi pula risiko yang
berkaitan dengan managed care dan risiko kapitasi, merger dan
akuisisi, risiko kompensasi ketenagakerjaan, corporate compliance
dan etik organisasi.

Manajemen risiko klinik merupakan upaya yang cenderung


proaktif, meskipun sebagian besarnya merupakan hasil belajar
dari pengalaman dan menerapkannya kembali untuk mengurangi
atau mencegah masalah yang serupa di kemudian hari. Pada
dasarnya manajemen risiko merupakan suatu proses siklus yang
terus menerus, yang terdiri dari empat tahap, yaitu: Plan, Do,
Check, Action (PDCA)

Rumah Sakit Umum Daerah Kelet, sebagai rumah sakit


yang memiliki visi “ Profesional dalam memberikan pelayanan
kesehtan rujukan” di Jawa Tengah, sangat berkomitmen
terhadap mutu dan keselamatan pasien. Manajemen resiko
sebagai salah satu kegiatan yang dilakukan dalam menjamin
keselamatan pasien, menjadi salah satu prioritas utama dalam
pelaksanaan pelayanan di seluruh unit pelayanan di Rumah
Sakit. Oleh karena itu perlu disusun suatu panduan manajemen
risiko di RSUD Kelet, yang akan menjadi pedoman bagi seluruh
unit pelayanan dalam melakukan manajemen risiko di instalasi
masing-masing dan menjadi acuann rumah sakit dalam
melakukan manajemen risiko baik klinik maupun manajerial.

B. PENGERTIAN

Manajemen risiko adalah aktivitas klinik dan administratif


yang dilakukan oleh rumah sakit untuk melakukan identifikasi,
evaluasi dan pengendalian risiko terjadinya cedera atau kerugian
pada pasien, pegawai, pengunjung dan rumah sakit itu sendiri.
(The Joint Commission on Accreditation of Healthcare
Organizations (JCAHO)

C. TUJUAN MANAJEMEN RISIKO RUMAH SAKIT

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RSUD Anugerah


Tomohon.
2. Meningkatkan akuntabilitas.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD).
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
terjadi pengulangan kejadian yang tidak diharapkan.
5. Meminimalisir risiko yang mungkin terjadi dimasa mendatang.
Dengan adanya antisipasi risiko, apabila terjadi insiden sudah
terdapat alternatif penyelesaiannya.
6. Melindungi pasien, karyawan, pengunjung dan pemangku
kepentingan lainnya.

D. RUANG LINGKUP KEGIATAN

Ruang lingkup operasional manajemen risiko meliputi


kegiatan manajemen risiko klinis, manajemen risiko manajerial
serta FMEA ( Failure Mode and Effect Analizis ) yang harus
dilakukan oleh masing –masing instalasi yang ada di RSUD
Anugerah Tomohon, yang dilakukan minimal setiap satu tahun
sekali.

E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANAJEMEN RISIKO


1. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya risiko adalah :
Faktor Komponen yang berperan
Organisasi dan  Sumber dan keterbatasan keuangan
Manajemen  Struktur organisasi
 Standar dan tujuan kebijakan

 PSBH (Problem Solving For Better Health


And Hospital)
Lingkungan pekerjaan  Kualifikasi staf dan tingkat keahlian

 Beban kerja dan pola shift


 Desain, ketersediaan dan pemeliharaan
alkes

 Dukungan administratif dan manajerial


Tim  Komunikasi verbal
 Komunikasi tulisan

 Supervisi dan pemanduan


 Struktur tim
Individu dan staf  Kemampuan dan ketrampilan
 Motivasi

 Kesehatan mental dan fisik


Penugasan  Desain penugasan dan kejelasan
struktur penugasan
 Ketersediaan dan pemanfaatan prosedur
yang ada
 Ketersediaan dan akurasi hasil tes
Karakteristik pasien  Kondisi ( Keparahan dan kegawatan)
 Bahasa dan komunikasi

 Faktor sosial dan personal

2. Langkah-langkah untuk meminimalkan risiko:


a. Meningkatkan peran RS dan manajemen dalam mencegah
error dengan cara mengembangkan sistem yang selain
bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
juga menjamin bahwa setiap upaya, prosedur dan sistem
pelayanan yang dilakukan aman untuk pasien, petugas
dan lingkungan. Hal tersebut dipresentasikan dalam
bentuk SPO, clinical pathway dll.

b. Meningkatkan peran staf RS agar terlibat langsung


maupun tidak langsung dalam pelayanan kesehatan di RS
untuk mampu mengenali, mengidentifikasi dan
menganalisis kejadian medical error dan melakukan upaya
yang adekuat untuk mengatasi error yang sudah terlanjur
terjadi.

c. Setiap staf harus menyadari bahwa mereka adalah bagian


dari tim yang bekerja dalam satu sistem. Kerja tim yang
baik juga sangat ditentukan oleh kinerja manajemen
rumah sakit yang baik, mulai dari dukungan moral,
finansial, ,teknis dan operasional hingga terjalinnya
komunikasi yang baik antara pihak manajemen dengan
pihak praktisi.

Dalam setiap pusat pelayanan kesehatan harus


dibangun sistem yang dapat menjamin bahwa setiap tindakan
medik yang dilakukan haruslah aman bagi pasien maupun
petugas dan lingkungan sekitar. Pendekatan yang dapat
dilakukan disebut dengan manajemen risiko.

F. TATA CARA PELAKSANAAN MANAJEMEN RISIKO

Tata cara pelaksanaan manajemen risiko :

1. Melakukan identifikasi risiko di masing-masing instalasi.

2. Menetapkan kemungkinan dampak , siapa kemungkinan


korbannya, penentuan kemungkinan akar masalah

3. Melakukan evaluasi risiko terhadap tindakan yang sudah


dilakukan terkait dengan akar masalah tersebut.
4. Penentuan prioritas
5. Menyusun rencana tindakan/ POA
6. Pencatatan dan pelaporan
7. Monitoring dan evaluasi

Langkah-langkah kegiatan manajemen risiko, yaitu :

1. Identifikasi risiko.
Proses sistematis dan terstruktur untuk menemukan dan
mengenali risiko, kemudian dibuat daftar risiko. Daftar risiko
dilengkapi dengan deskripsi risiko termasuk menjelaskan
kejadian dan persitiwa yang mungking terjadi dan dampak
yang ditimbulkannya.
Identifikasi dilakukan pada: Sumber risiko, area risiko,
peristiwa dan penyebabnya dan potensi akibatnya. Metode
identifikasi risiko dilakukan dengan proaktif melalui self
asessment, incident reporting sistem dan clinical audit ,
pengamatan KPC (kondisi potensi cidera) dan dilakukan
menyeluruh terhadap medis dan non medis.

2. Urutkan prioritas risiko dengan mengukur tingkat risiko.


Pengelolaan risiko diawali dengan menilai konsekuensi yang
dapat diakibatkan sebuah insiden dan kemungkinan
terjadinya risiko setelah teridentifikasi. Kemudian risiko
dievaluasi lalu diberikan skor untuk menentukan bobot dan
prioritas risiko yang telah terjadi. Sesuai dengan bobotnya
ditentukan tindakan yang akan diberlakukan terhadap
masing-masing risiko. Bila bobotnya ringan dan tidak prioritas
tindakannya dapat hanya mentoleransi saja dan
menjadikannya catatan. Namun bila risiko yang terjadi
memiliki bobot besar dan mengganggu pencapaian tujuan
RS, maka ditentukan sebagai prioritas utama dan harus
diatasi atau ditransfer, atau bahkan menghentikan
kegiatan yang meningkatkan terjadinya risiko.

Tujuan menentukan prioritas risiko adalah membantu proses


pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis risiko.

Menentukan prioritas risiko dengan menggunakan rumus:

SKOR RISIKO = Dampak X Probabilitas


Keterangan :
a. Dampak (Consequences)
Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa
berat akibat yang dialami pasien mulai dari tidak ada cedera
sampai meninggal.
b. Probabilitas / Frekuensi /Likelihood
Penilaian tingkat probabilitas / frekuensi risiko
adalah seberapa seringnya insiden tersebut terjadi.

Untuk menentukan skor risiko digunakan matriks grading risiko :


a. Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
b. Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan
c. Tetapkan warna bands-nya, berdasarkan pertemuan
antara probabilitas dan dampak.

Skor risiko akan menentukan prioritas risiko. Jika pada asesmen


risiko ditemukan dua insiden dengan hasil skor risiko yang nilainya
sama, maka untuk memilih prioritasnya dapat menggunakan warna
bands risiko.
Bands Risiko
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat
warna yaitu:
Bands biru : Rendah / Low
Bands hijau : Sedang / Moderate
Bands kuning : Tinggi / High
Bands merah : Sangat tinggi / Extreme

PENILAIAN DAMPAK KLINIS / KONSEKUENSI / SEVERITY


CONTOH
Level DESKRIPSI
DESKRIPSI
1 Tdk Tidak ada cedera
Signifikan
 Cedera ringan missal, luka lecet
2 Minor  Dapat diatasi dengan pertolongan pertama,
 Cedera sedang missal, luka robek
 Berkurangnya fungsi motorik / sensorik /
Moderate psikologis atau intelektual secara reveibel dan
3
tidak berhubungan dengan penyakit yang
mendasarinya
 Setiap kasus yang memperpanjang perawatan
 Cedera luas / berat missal, cacat, lumpuh
4 Major  Kehilangan fungsi utama permanent
(motorik, sensorik, psikologis, intelektual) /
irreveibel, tidak
berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya
 Kematian yang tidak berhubungan dengan
5 Katastropik
perjalanan penyakit yang mendasarinya

PENILAIAN PROBABILITAS /FREKUENSI / LIKELIHOOD

Anda mungkin juga menyukai