Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Risiko

Setiap upaya medik umumnya mengandung risiko, sebagian


diantaranya berisiko ringan atau hampir tidak berarti secara klinis. Namun
tidak sedikit pula yang memberikan konsekuensi yang cukup berat.
Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan sesuatu terjadi atau
potensi bahaya yang terjadi atau potensi bahaya yang terjadi yang dapat
memberikan pengaruh kepada hasil akhir.
Risiko yang dicegah berupa risiko klinis dan non klinis. Risiko klinis
adalah risiko yang dikaitkan langsung dengan layanan medis maupun
layanan lain yang dialami pasien selama di rumah sakit. Sementara risiko
non medis ada yang berupa risiko bagi organisasi maupun risiko finansial.
Risiko organisasi aadalah risiko yang berhubungan langsung dengan
komunikasi , produk layanan, proteksi data, sistem informasi, dan semua
risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian organisasi. Risiko financial
adalah risiko yang dapat mengganggu kontrol finansial yang efektif, salah
satunya adalah sistem yang harusnya dapat menyediakan pencatatan
akuntansi yang baik (Bury PCT,2007).
Menurut Dwipraharso (2004) risko medis dibagi menjadi 3 tingkatan
yaitu :

1. Tingkat probabilitas dan keparahannya minimal (umumnya bersifat


foreseeable but unavoidable, calculated, controllable)
2. Risiko ’bermakna ‘ tetapi harus diambil karena ‘the only way’
(unavoidable)

Risiko 1, dan 2 memerlukan informed concent sehingga bila terjadi dokter


tidak bertanggung jawab secara hukum.

3. Risiko yang unforeseeable= untoward result

Faktor – factor yang berpengaruh dalam terjadinya risiko adalah :

Faktor Komponen yang berperan


Organisasi dan Manajemen  Sumber dan keterbatasan
keuangan
 Struktur organisasi
 Standar dan tujuan kebijakan
 Safety culture
Lingkungan pekerjaan  Kualifikasi staf dan tingkat
keahlian
 Beban kerja dan pola shift
 Desain, ketersediaan, dan
pemeliharaan alkes
 Dukungan administrative dan
manajerial
Tim  Komunikasi verbal
 Komunikasi tulisan
 Supervisi dan pemanduan
 Struktur tim

1
Individu dan Staf  Kemampuan dan keterampilan
 Motivasi
 Kesehatan mental dan fisik
Penugasan  Desain penugasan dan kejelasan
struktur penugasan
 Ketersediaan dan pemanfaatan
prosedur yang ada
 Ketersediaan dan akurasi hasil
tes
Karakteristik pasien Kondisi(keparahan dan kegawatan)
Bahasa dan komunikasi
Factor social dan personal

Langkah- langkah untuk meminimalkan Risiko:


 Meningkatkan peran RS dan manajemen dalam mencegah eror dengan
cara mengembangkan system yang selain bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan juga menjamin bahwa setiap
upaya , prosedur, dan system pelayanan yang dilakukan aman untuk
pasien , petugas, dan lingkungan . hal tersebut dipresentasikan dalam
bentuk SPO, clinical practice guideline, clinical pathway, dll.
 Meningkatkan pera staf RS agar terlibat langsung maupun tidak
langsung dalam pelayanan kesehatan di RS untuk mampu mengenali,
mengidentifikasi, dan menganalisis kejadian medical eror dan
melakukan upaya yang adekuat untuk mengatasi eror yang sudah
terlanjur terjadi.
 Setiap staf harus menyadari bahwa mereka adalah bagian dari tim yang
bekerja dalam satu system. Kerja tim yang baik juga sangat ditentukan
oleh kinerja manajemen rumah sakit yang baik, mulai dari dukungan
moral, financial, teknis, dan oprasional hingga terjalinnya komunikasi
yang baik antara pihak manajemen dengan pihak praktisi.

Dalam setiap pusat pelayanan kesehatan harus dibangun system


yang dapat menjamin bahwa setiap tindakan medic yang dilakukan
haruslah aman bagi pasien maupun petugas dan lingkungan sekitar.
Pendekatan yang dapat dilakukan disebut dengan manajemen risiko.

B. Manajemen Risiko

Manajemen risiko menurut The Joint Commission On Acreditation Of


Healtcare Organizations adalah aktivitas klinik dan administrative yang
dilakukan oleh RS untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan
pengurangan risiko terjadinya cidera atau kerugian pada pasien,
pengunjung dan institusi RS.

Manajemen risiko dapan digambarkan sebagai proses berkelanjutan


dari identifikasi secara sistemik, evaluasi dan penatalaksanaan risiko
dengan tujuan mengurangi dampak buruk baik organisasi maupun
individu.

Rumah sakit perlu menggunakan pendekatan proaktif dalam


melaksanakan manajemen risiko. Upaya manajemen risiko adalah : (RR,
Balsamo dan MD, Brown., 1998)

2
Manajemen risiko dilakukan berdasarkan Risk Management Logic
(Dwipraharso, 2004), yaitu :

What are the hazards (identifikasi risiko)

Probability, Severity, Exposure

Level of risk

Yes Acceptable No

Accept the risk Cant it be eliminated?


- Eliminated Cant it be reduced?
- Reduced Cancel the mission?

Manajemen risiko merupakan upaya yang proaktif untuk mencegah


masalah dikemudian hari, dilakukan terus menerus dan dalam suasana no
blame culture.
Tahapan manjemen risiko adalah :
1. Risk Awareness. Seluruh staf RS harus menyadari risiko yang
mungkin terjadi di unit kerjanya masing masing, baik medis maupun
non medis. Metode yang digunakan untuk mengenali risiko antara
lain : Self-assesment, system pelaporan kejadian yang berpotensi
menimbulkan risiko (laporan insiden), pengamatan KPC (kondisi
potensi cidera) dan audit klinis.
2. Risk control(and or Risk Prevention). Langkah langkah yang diambil
manajemen untuk mengendalikan risiko. Upaya yang dilakukan :
 Mencari jalan untuk menghilangkan risiko (engineering
solution)
 Mengurangi risiko (control solution) baik terhadap probabilitas
maupun terhdap derajat keparahannya.
 Mengurangi dampaknya.
3. Risk containment. Dalam hal telah terjadi suatu insiden, baik akibat
suatu tindakan atau kelalaian ataupun akibat dari suatu kecelakaan
yang tidak terprediksikan sebelumnya, maka sikap yang terpenting
adalah mengurang besarnya risiko dengan melakukan langkah
langkah yang tepat dalam mengelola pasien dan insidennya. Unsur
utamanya biasanya adalah respons yang cepat dan tepat terhadap
setiap kepentingan pasien, dengan disadari oleh komunikasi yang
efektif.
4. Risk transfer. Akhirnya apabila risiko itu akhirnya terjadi juga dan
menimbulkan kerugian, maka diperlukan pengaliha penanganan
risiko tersebut kepada pihak yang sesuai, misalnya menyerahkannya
kepada pihak asuransi.

Dari sisi sumber daya manusia, manajemen risiko dimulai dari


pembuatan standar (set standards), patuhi standar tersebut (comply with
them), kenali bahaya (identify hazards) dan cari pemecahannya (resolve
them).
3
C. Maksud

Maksud manajemen risiko di RSUD Embung Fatimah adalah upaya-


upaya yang dilakukan RS yang dirancang untuk mencegah cedera pada
pasien aatau meminimalkan kehilangan financial. Manajemen risiko
dilakukan dengan mengenali kelemahan dalam sistem dan memperbaiki
kelemahan tersebut. (dilakukan dengan menetapkan no blame culture).

D. Tujuan Dilakukannya Manajemen Risiko:

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RSUD Embung Fatimah


b. Meningkatkan akuntabilitas.
c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD).
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
e. Meminimalisir risiko yang mungkin terjadi dimasa mendatang.
Dengan adanya antisipasi risiko, apabila terjadi insidensudah
terdapat alternative penyelesaiannya.
f. Melindungi pasien, karyawan, pengunjung dan pemangku
kepentingan lainnya.

E. Pelaksana:

Panitia peningkatan mutu dan keselamatan pasien atau Komite


Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien.

4
BAB II
TATA CARA PELAKSANAAN

A. Identifikasi Risiko

Proses sistematis dan terstruktur untuk menemukan dan


mengenali risiko, kemudian dibuat daftar risiko. Daftar risiko dilengkapi
dengan deskripsi risiko termasuk menjelaskan kejadian dan peristiwa
yang mungkin terjadi dan dampak yang ditimbulkannya.

Identifikasi dilakukan pada: sumber risiko, area risiko, peristiwa


dan penyebabnya dan potensi akibatnya. Metode identifikasi risiko
dilakukan dengan proaktif melalui self assessment., incident reporting
system dan clinical audit, pengamatan KPC(kondisi potensi cedera) dan
dilkakukan menyeluruhterhadap medis dan non medis.

1. Urutkan prioritas risiko dengan mengukur tingkat risiko.


Pengelolaan risiko diawali dengan menilai konsekuensi yang dapat
diakibatkan sebuah insiden dan kemungkinan terjadinya risiko setelah
teridentifikasi. Kemudian risiko dievaluasilalu diberikan skor untuk
menentukan bobot dan prioritas risiko yang telah terjadi. Sesuai dengan
bobotnya ditentukan tindakan yang akan diberlakukan terhadap masing-
masing risiko. Bila bobotnya ringan dan tidak prioritas tindakannnya
dapat hanya mentoleransi saja dan menjadikannya catatan. Namun bila
risiko yang terjadi memiliki bobot besr dan mengganggupencapaian RS ,
maka ditentukan sebaagai prioritas utama dan harus diatasi atau
ditransfer, atau bahkan menghentikan kegiatan yang meningkatkan
terjadinya risiko.

Tujuan menentukan prioritas risiko adalah membantu proses


pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis risiko.

Menentukan prioritas risiko dengan menggunakan rumus:

TINGKAT RISIKO= PELUANG X FREKUENSI X DAMPAK AKIBAT

Kriteria Peluang (P)


Kriteria Peluang Nilai
Sangat Besar Hampir pasti / sangat 5
mungkin akan terjadi
Besar Mungkin terjadi (50- 50 4
kesempatan)
Substansial Tidak biasa namun 3
dapat terjadi;
Menengah Kecil kemungkinannya 2
untuk terjadi
Kecil Sangat kecil 1
kemungkinannya

5
Kriteria Frekuensi (F)
Sangat Besar Terus Menerus (terjadi 5
beberapa kali dalam
sehari)
Besar Sering; terjadiharian / 4
minimal sekali sehari
Substansial Kadang-kadang; terjadi 3
seminggu sekali
Menengah Tidak sering; terjadi 2
sekali antara seminggu
sampai sebulan
Kecil Jarang; beberapa kali 1
dalam setahun

Kriteria Dampak (A)


Aspek Sangat Ringan(2) Sedang (3) Berat(4) Sangat Berat
(nilai) Ringan (5)
(1)
Keuangan Sd Rp >Rp10 >Rp 50 >100 Juta >Rp 1 Milyar
10 Juta Juta sd Juta sd sd Rp 1
Rp 50 Rp 100 milyar
Juta Juta
Keselama Cidera Menyebab Menyebab
Meyebabka Beberapa
tan & tidak kan kan
n suatu Kematian dan
Kesehata serius/ cidera/ cidera
kematian, menyebabkan
n minor penyakit serius
memperbe penyakit yang
misalny yang seperti
rat atau bersifat
a : lecet, memerluk cacat,
menambah komunitas/end
luka an atau
penyakit emik, pada
kecil, perawata kehilanga
pada karyawan atau
hanya n medis n anggota
pasien pasien
perlu lbih dari 7 tubuh
atau
oenanga hari dan permanen
karyawan ,
nan P3K dapat ,
menyebab
disembuh menyebab
kan
kan kan
penyakit
penyakit
yang
yang
bersifat
memerluk
kronis
an
atau
perawata
permanen(
n medis
HIV,
lebih dari
Hepatitis,
7 hari dan
Keganasan
dapat
, Tuli,
disembuh
Gangguan
kan
fungsi
organ
menetap)
Operasion Pelayana Pelayanan Pelayanan Sebagian Berhenti total
al n tidak terhambat terhambat proses
terhamb kurang lebih dari berhenti
at dari 30 30 menit dan
menit pelayanan
terhambat

6
hingga
lebih dari
1 hari
Keluhan Adanya Adanya Adanya Adanya Adanya
Pelanggan keluhan keluhan keluhan keluhan Keluhan
yang tertulis tertulis tertulis tertulis dan
disampa sebanyak dan dan tuntutan
ikan >5 kasus tuntutan tuntutan Pasien Rp 1
secara dalam pasien<R pasien Rp MIlyar
lisan sebulan p 10 Juta 10 Juta sd
Rp 50 Juta

1. Tentukan respon RS
Respon RS ditentukan melalui asesmen risikoatau pengeloalaan riskiko,
yang meliputi 3:
- Identifikasi potensial risiko dan hazard.
- Menelusuri siapa dan apa yang dapat dirugikan serta bagaimana
caranya.
- Evaluasi temuan risiko , analisa apakah pengelolaannya sudah
cukup atau perlu diubah untuk mencegah terjadinya insiden.
- Catat temuan lalu buat rencana pengelolaannya
- Evaluasi pengelolaan secara menyeluruh dan perbaiki bila perlu.

Proses menganalisa risiko yang perlu dipertimbangkan adalah dampak dari


risiko tersebut bila benar terjadi;
1. Risiko yang dampaknya besar harus segera ditindak lanjuti dan
mendapat perhatian dari pimpinan.
2. Risiko yang dampaknya menengah ringan akan dikelola pleh panitia
PMKP bersama Kepala Unit Kerja untu membuat rencana tindak
lanjut dan pengawasan.

Skor Kriteria Keterangan


20-25 Sangat tinggi Hentikan kegiatan dan
perlu perhatian
manajemen puncak
14-16 Tinggi Perlu mendapat
perhatian dari
manajemen puncak dan
tindakan perbaikan
segera dilakukan
10-13 Menengah Lakukan perbaikan
secepatnya dan tidak
diperlukan keterlibatan
pihak manajemen
puncak
5-9 Rendah Tindakan Perbaikan
dapat dijadwalkan
kemudian dan
penanganan cukup
dilakukan dengan
prosedur yang ada
1-3 Rendah Risiko dapat diterima

7
2. Kelola kasus risiko untuk meminimalkan kerugian (Risk Control)
Perlakuan risiko adalah upaya untuk menyeleksi pilihan-pilihan yang
dapat mengurangi atau meniadakan dampak serta kemungkinan terjadi
risiko. Perlakuan yang dapat dipilih adalah :

 Pengendalian = upaya - upaya utuk mengubah risiko yang merupakan


langkah-langkah antsipatif yang direncanakan dan dilakukan secara
rutin untuk mengurangi risiko
 Penanganan = langkah- langkah yang diambil untuk mengurangi risiko
jika tindakan pengendalian belum memadai. Dapat juga bermakna
langkah-langkah yang telah direncanakan dan akan dilakukan apabila
risiko benar- benar terjadi.

Sementara menurut NHS(National Health System) pengelolaan risiko


adalah :
1. Mengambil kesempatan dengan kondisi yang ada dengan
mempertimbangkan keuntungan lebih besar daripada kerugian
2. Mentoleransi risiko
3. Mentransfer risiko pada pihak ke 3 seperti asuransi
4. Menghentikan aktivitas yang menimbulkan risiko.

Opsi Perlakuan Risiko


Klasifikasi Jenis Pengendalian
Menghindari risiko 1. Menghentikan kegiatan
2. Tidak melakukan kegiatan
Mengurangi risiko 1. Membuat kebijakan/ SPO(pembuatan
dan pembaruan prosedur, standar dan
check list);
2. Mengganti atau membeli alat;
3. Mengembangkan system informasi (IT),
pelatihan penyegaran bagi personil,
seminar, pembahasan kasus;
4. Melaksanakan prosedur (pengadaan ,
perbaikan dan pemeliharaan bangunan
dan instrument yang sesuai dengan
persyaratan; pengadaan bahan habis
pakai sesuai dengan prosedur dan
persyaratan.

Menstransfer risiko 1. Asuransi


2. Alih dayakan pekerjaan
Menerima risiko

3. Membangun upaya pencegahan


Dalam hal ini adalah monitoring dan tinjauan. Monitoring adalah
pemantauan rutin terhadap kinerja aktual proses manajemen risiko
dibandingkan dengan rencana atau harapan yang akan di hasilkan .
Tinjauan atau pengkajian berkala atas kondisi saat ini dan dengan fokus
tertentu.

4. Kelola pembiayaanrisiko (Risk Financing)


Biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian atau penanganan
yang dilakukan.

8
BAB III

MANAJEMEN RISIKO KHUSUS


Infection Control Risk Assessment (ICRA)

Infection Control Risk Assessment (ICRA) Adalah alat untuk menilai


tingkat risiko infeksi pada sebuah aktivitas. ICRA dapat digunakan pada
kegiatan pembangunan dan renovasi bangunan Manajemen risiko ICRA
dilakukan oleh Panitia PPI. Tatacara kajian risiko pengendalian infeksi untuk
pembangunan dan renovasi :

Langkah Pertama :
Type Aktifitas inspeksi dan non invasive
A Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada):
 Pelepasan atau pemasangan plafon untuk pemeriksaan visual
saja, maksimal 1 plafon per 50 m2
 Pengecatan ( tanpa proses penggosokan)
 Pemasangan wallpaper, pekerjaan trim listrik, perbaikan ledeng
ringan , dan aktifitas yang tidak menyebabkan debu atau
membutuhkan pembongkaran dinding atau akses ke langit-
langit selain untuk pemeriksaan visual.
Type Skala kecil, durasi aktifitas tidak lama yang menghasilkan debu
B minimal.
Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada):
 Instalasi kabel telepon dan computer
 Pembongkaran dinding atau langit- langit dimana perpindahan
debu dapat dikontrol
Type Pekerjaan yang menyebabkan Timbulnya debu dalam jumlah sedang
C dan besar atau membutuhkan pembongkaran terhadap komponen
gedung yang tetap atau telah dirakit.
Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada):
 Pengampelasan dinding untuk pengecatan atau pemasangan
wallpaper
 Pembongkaran lantai , langit-langit(plafon), dan kusen
 Pembangunan dinding baru
 Pembuatan saluran atau instalasi listrik diatas plafon.
 Pekerjaan pemasangan kabel dalam jumlah besar
 Semua aktifitas ytidak dapat diselesaikan dalam 1 shift jam
kerja
Type Proyek pembongkaran dan konstruksi mayor.
D Meliputi(tidak hanya terbatas pada):
 Aktifitas yang membutuhkan lebih dari 1 shift jam Kerja
 Membutuhkan pembongkaran berat atau pembuangan seluruh
system kabel
 Konstruksi baru

9
Langkah Kedua :

Identifikasi Kelompok Rasio Pasien yang akan terpengaruh. Apabila dari 1


kelompok resiko, pilih kelompok dengan resiko terbesar:

Resiko Resiko Sedang Resiko Tinggi Resiko Sangat


Rendah Tinggi
Area  Cardiology  Instalasi  Area dengan
perkantoran  Echocardiography Gawat pasien
 Endoscopy Darurat immunocompromi
 Fisioterapi  Kamar sed
 Radiologi Bersalin  Perawatan Luka
 Laboratorium Bakar
 Kamar  Cath Lab Jantung
Perawatan  CSSD
 Perinatologi  ICU
 Poli Bedah  Kamar Isolasi
 Poli Anak Bertekanan
 Farmasi Negatif
 Kamar  Perawatan
Pemulihan Onkologi
(Recovery  Kamar Operasi
Room)

Langkah Ketiga :

Padankan anatara Kelompok Resiko Pasien dengan Tipe Proyek Konstruksi


pada matrix berikut, untuk mendapatkan Kelas Pencegahan atau Level
Aktifitas Pencegahan Infeksi yang diperlukan.

Kelompok Tipe Proyek Konstruksi


Resiko Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D
Pasien
Resiko I II II III/IV
Rendah
Resiko I II III IV
Sedang
Resiko I II III/IV IV
Tinggi
Resiko II III/IV III/IV IV
Sangat
Tinggi

Persetujuan daru Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi diperlukan bila


aktifitas konstruksi dan level resiko mencapai Kelas III atau Kelas IV dan
membutuhkan prosedur pencegahan infeksi.

10
Aktifitas Pencegahan Infeksi yang Dibutuhkan Berdasarkan Kelas
Kelas Selama Proyek Konstuksi Setelah Proyek Konstruksi
Selesai
I 1. Lakukan pekerjaan dengan 1. Bersihkan area kerja
metode meminimalisir setelah pekerjaan selesai
timbulnya debu dari
pekerjaan konstruksi
2. Segera mengganti plaforn
yang diambil untuk
pemeriksaan visual
II 1. Lakukan tindakan aktif 1. Usap permukaan kerja
untuk mencegah debu dengan cairan pembersih
terdispersi ke atmosfer desinfektan
2. Lakukan penguapan pada 2. Sebelum
permukaan kerja untuk ditransportasikan, tempat-
mengontrol debu pada saat kan sampah konstruksi
memotong/membongkar dalam wadah tertutup
3. Segel pintu yang tidak rapat
digunakan dengan tape 3. Lap dengan menggunakan
4. Segel dan tutup ventilasi lap basah atau sedot
udara dengn HEPA filter vacum
5. Pindahkan atau isolasi sebelum meninggalkan
sistem HVAC di area kerja area kerja
4. Setelah selesai, perbaiki
sistem HVAC di area kerja
III 1. Pindahkan atau isolasi 1. Jangan melepas
sistem HVAC di area kerja penghalang dari area kerja
untuk mencegah kontaminasi sampai dengan proyek
pada sistem saluran yang sudah selesai
2. Lengkapi semua barrier diinspeksi oleh Panita K3
kritikial seperti gipsum, dan Panitia PPI, serta telah
triplek, plastik, untuk dibersihkan seluruhnya
menyegel area kerja dari area oleh Unit Kebersihan
perawatan atau gunakan 2. Lepaskan behan
metode kubik kontrol penghalang secara hati-
(keranjang dilapisi plastik dan hati untuk
disegel koneksinya dengan meminimalisirkan
area kerja menggunakan penyebaran debu dan
HEPA vacum untuk debris sehubungan dengan
memvacum bila keluar) proyek konstruksi
sebelum konstruksi dimulai 3. Sedot area kerja dengan
3. Pertahankan tekanan udara HEPA filter vacum
negatif didalam area kerja 4. Usap permukaan kerja
menggunakan unit filtrasi dengan cairan pembersih
udara dengan HEPA atau disinfektan
4. Angkut sampah konstruksi di 5. Setelah selesai, perbaiki
dalam kontainer tertutup sistem HVAC di area kerja
rapat
5. Pada saat pemindahan,
tutupi wadah atau troli segel
dengan tape kecuali memiliki
tutup solid
IV 1. Isolasi sistem HVAC di area 1. Jangan melepas
kerja untuk mencegah penghalang dari area kerja
kontaminasi pada sistem sampai dengan proyek

11
saluran yang sudah selesai
2. Lengkapi semua barier diinspeksi oleh Panitia K3
kritikal seperti gipsum, dan Panitia PPI, serta telah
triplek, plastik, untuk dibersihkan seluruhnya
menyegel area kerja dari area oleh Unit Kebersihan
perawatan atau gunakan 2. Lepaskan behan
metode kubik kontrol penghalang secara hati-
(keranjang dilapisi plastik dan hati untuk
disegel koneksinya dengan meminimalisirkan
area kerja menggunakan penyebaran debu dan
HEPA vacum untuk debris sehubungan dengan
memvacum bila keluar) proyek konstruksi
sebelum konstruksi dimulai 3. Sebbelum
3. Pertahankan tekanan udara ditrasportasikan,
negatif didalam area kerja tempatkan sampah
menggunakan unit filtrasi konstruksi dalam wadah
udara dengan HEPA tertutup
4. Segel lubang pipa, saluran 4. Pada saat pemindahan.
dan tusukkan Tutupi wdah atau troli,
5. Bangun anteroom (ruang segel dengan tape kecuali
antara) dan minta semua memiliki tutup yang solid
personil untuk melewati 5. Sedot area kerja dengan
ruangan ini sehingga bisa HEPA filter vacum
divacum dengan 6. Usap permukaan kerja
menggunakan HEPA filter dengan cairan
sebelum meninggalkan area pembersih/desinfektan
kerja atau mereka dapat 7. Setelah selesai, perbaiki
menggunakan baju kerja yang sistem HVAC di area kerja
dilepas setiap meninggalkan
area kerja
6. Semua personil yang
memasuki area kerja diminta
untuk menggunakan sepatu
kerja. Sepatu kerja harus
dilepas setiap kali pekerja
meninggalkan area kerja

Langkah keempat :

Identifikasi hal-hal lain terkait proyek konstruksi, antara lain:


1. Identifikasi area sekeliling area proyek, kaji potensi akibat yang dapat
timbul akibat proyek konstruksi

Unit di Unit di Samping Samping Belakang Depan


Bawah Atas Kiri Kanan

Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok


Resiko Resiko Resiko Resiko Resiko Resiko

2. Identifiasi lokasi aktifitas spesifik, contoh kamar pasien, ruangan obat,


dll

12
3. Identifikasi masalah yang berkaitan dengan :
 Ventilasi
 Pipa air
 Instalasi listrik dengan kemungkinan terjadinya pemadaman listrik
4. Identifikasi penghalang yang kemungkinan terjadinya pemadaman
listrik pencegahan infeksi sebelumnya. Tipe penghalang apa yang
diperlukan (gipsum, triplek, tembok, dll), perlukan penggunaan HEPA
filter?
5. Pertimbangkan potensial resiko kerusakan akibat air. Apakah ada
resiko terkait dengan ketahanan struktur (dinding, atap, langit-langit)
6. Jam kerja : apakah pekerjaan konstruksi dikerjakan diluar jam
pelayanan pasien?
7. Lakukan perencanaan terkait kebutuhan jumlah kamar isolasi atau
kamar dengan tekanan udara negatif
8. Lakukan perencanaan terkait dengan jumlah dan tipe wastafel sarana
cuci tangan
9. Apakah panitia PPI setuju dengan jumlah minimal wastafel pada proyek
ini?
10. Apakah panitia PPI setuju dengan rencana pembersihan area kerja?
11. Lakukan perencanaan pembuangan limbah konstruksi dengan tim
proyek, seperti jalur keluar-masuk, pembersihan, pembuangan debris,
dll.

13
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Balasamo RR and Brown MD, Risk Management. In: Sanbar SS,


Gibolsky A, Firestone MH, LeBlang TR. (eds) Legal Medicine. Fourth
ed, St Louis (Mosby), 1998
2. Corporate risk management policy. NHS Direct. 2008
3. UGM, Materi kuliah MMR FK UGM, 2009
4. SNI ISO 31000
5. Risk Management PT Pupuk Kaltim, 2012

14

Anda mungkin juga menyukai