DEFINISI
1.1. Pengertian
1. Rumah Sakit adalah RSUD Caruban yang terletak di jalan Ahmad Yani Km. 2
Caruban Kabupaten Madiun
2. K3 adalah singkatan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah kondisi yang harus diwujudkan ditempat kerja dengan segala daya
upaya berdasarkan ilmu pengetahuan dan pemikiran mendalam guna
melindungi tenaga kerja, manusia serta karya dan budayanya melalui
penerapan teknologi pencegahan kecelakaan yang dilaksanakan secara
konsisten sesuai dengan peraturan perundangan dan standar yang
berlaku.
3. Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan sesuatu terjadi atau potensi
bahaya yang terjadi yang dapat memberikan pengaruh kepada hasil akhir.
4. Risiko klinis adalah risiko yang dikaitkan langsung dengan layanan medis
maupun layanan lain yang dialami pasien selama di RS. Sementara risiko
non medis ada yang berupa risiko bagi organisasi maupun risiko finansial
5. Risiko finansial adalah risiko yang dapat mengganggu kontrol finansial
yang efektif, salah satunya adalah sistem yang harusnya dapat
menyediakan pencatatan akuntansi yang baik (Bury PCT, 2007).
6. Risiko organisasi adalah yang berhubungan langsung dengan komunikasi,
produk layanan, proteksi data, sistem informasi dan semua risiko yang
dapat mempengaruhi pencapaian organisasi.
7. Manajemen risiko menurut The Joint Commission On Acreditation Of
Healthcare Organizations adalah aktivitas klinik dan administratif yang
dilakukan oleh RS untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan
risiko terjadinya cedera atau kerugian pada pasien, pengunjung dan
institusi RS.
8. Manajemen risiko di RSUD Caruban
Manajemen risiko di RSUD CARUBAN adalah upaya-upaya yang
dilakukan RS yang dirancang untuk mencegah cedera pada
pasien,mencegah terjadinya kecelakaan kerja pada staf me dik/ karyawan/
peserta didik/ pengunjung atau tamu/ tenaga outsourcing, kerusakan pada
peralatan dan bangunan atau meminimalkan kehilangan finansial.
Manajemen risiko dilakukan dengan mengenali kelemahan dalam sistem
dan memperbaiki kelemahan tersebut (dilakukan dengan menerapkan no
blame culture)
Manajemen risiko dapat digambarkan sebagai proses berkelanjutan
dari identifikasi secara sistemik, evaluasi dan penatalaksanaan risiko
dengan tujuan mengurangi dampak buruk bagi organisasi maupun
individu.
Rumah Sakit perlu menggunakan pendekatan proaktif dalam
melaksanakan manajemen risiko. Upaya manajemen risiko menurut (RR,
Balsamo dan MD, Brown., 1998)
1
Manajemen risiko dilakukan berdasarkan Risk Management Logic
(Dwipraharso, 2004), yaitu:
Level of risk ?
Yes Acceptable? No
2
Dari sisi sumber daya manusia, manajemen risiko dimulai dari pembuatan
standar (set standards), patuhi standar tersebut (comply with them),
kenali bahaya (identify hazards), dan cari pemecahannya (resolve them).
3
Faktor Komponen yang berperan
Ketersediaan dan akurasi hasil tes
Karakteristik Kondisi ( Keparahan dan kegawatan)
pasien Bahasa dan komunikasi
Faktor sosial dan personal
4
2. Masalah SDM
Gagal mengikuti kebijakan, SOP dan proses-proses, dokumentasi
suboptimal dan labeling specimen yang buruk, kesalahan berbasis
pengetahuan, staf tidak punya pengetahuan yang adekuat, untuk setiap
pasien pada saat diperlukan hal-hal yang berhubungan dengan pasien.
Identifikasi pasien yang tepat, asesmen pasien yang tidak lengkap, kegagalan
memperoleh consent, pendidikan pasien yang tidak adekuat transfer
pengetahuan di rumah sakit. Kekurangan pada orientasi atau training, tingkat
pengetahuan staf untuk jalankan tugasnya, transfer pengetahuan di RS
pendidikan. Pola SDM/alur kerja. Para dokter, perawat, dan staf lain sibuk
karena SDM tidak memadai, pengawasan/supervisi yang tidak adekuat.
3. Kegagalan-kegagalan teknis
Kegagalan alat/perlengkapan: pompa infuse, monitor.
Komplikasi/kegagalan implant atau grafts. Instruksi tidak adekuat, peralatan
dirancang secara buruk bisa sebabkan pasien cedera. Kegagalan alat tidak
teridentifikasi secara tepat sebagai dasar cederanya pasien, dan diasumsikan
staf yang buat salah. RCA yang lengkap, sering tampilkan kegagalan teknis,
yang mula-mula tidak tamkpak, terjadi pada suatu KTD.
4. Kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat
Pedoman cara pelayanan dapat merupakan faktor penentu terjadinya
banyak medical errors. Kegagalan dalam proses layanan dapat ditelusuri
sebabnya pada buruknya dokumentasi, bahkan tidak ada pencatatan, atau
SOP klinis yang adekuat.
KTD pada dasarnya adalah resiko yang melekat dari tindakan
pelayanan kesehatan. Hal ini mengingat bahwa dalam pelayanan kesehatan
yang diukur adalah upaya yang dilakukan (inspaning verbentenis), bukanlah
hasil akhirnya (resultante verbintenis). KTD baru dikatakan malpraktik medik
apabila terbukti nantinya upaya yang dilakukan tersebut memang salah. KTD
tidak dapat dikatakan malpraktik medik apabila terbukti nantinya upaya yang
dilakukan sudah benar walaupun kenyataannya hasil pelayanan tersebut bisa
saja menyebabkan kecacatan bahkan kematian.
KTD pada dasarnya output dari error. Error secara garis besar terbagi
dua, yaitu: human error dan Organizational error. Human error sendiri dapat
berasal dari factor pasien dan faktor tenaga kesehatan. Organizational error
sendiri seringkali diistilahkan sebagai system error, atau dalam konteks
pelayanan kesehatan di rumah sakit diistilahkan sebagai hospital error.
Manajemen Resiko dalam Pelayanan Kesehatan merupakan upaya
untuk mereduksi KTD yang dalam pelayanan kesehatan apabila hal ini terjadi
akan merupakan beban tersendiri, terlepas dari KTD tersebut karena resiko
yang melekat ataupun memang setelah dianalisis karena adanya error atau
negligence dalam pelayanan. Apabila KTD sudah terjadi, beban pelayanan
tidak hanya pada sisi finansial semata, namun beban psikologis dan sosial
kadang-kadang terasa lebih berat.
Untuk mencegah KTD dan menempatkan resiko KTD secara
proposional beberapa pendekatan dapat dilakukan pada sumber penyebab itu
sendiri, baik pada factor manusianya (pasien dan tenaga kesehatannya),
5
maupun dari sisi organisasinya. Dari sisi organisasi, konsep intervensi
organisasi – pendekatan pada sistem (sarana) pelayanan kesehatan
memerlukan penanganan khusus namun akan jauh lebih antisipatif dalam
mengelola resiko kemungkinan terjadinya KTD. Sehingga akhir-akhir ini
manajemen resiko melalui konsep pengelolaan pada sistem pelayanan
kesehatan merupakan metode yang banyak dikembangkan akhir-akhir ini.
BAB II
RUANG LINGKUP
6
Ruang Lingkup manajemen resiko di Rumah Sakit Umum Daerah Caruban
mencakup upaya-upaya yang dilakukan RS yang dirancang untuk mencegah cedera
pada pasien, mencegah terjadinya kecelakaan kerja pada staf medik / karyawan /
peserta didik / pengunjung atau tamu / tenaga outsourcing, kerusakan pada
peralatan dan bangunan atau meminimalkan kehilangan finansial. Manajemen risiko
dilakukan dengan mengenali kelemahan dalam sistem dan memperbaiki kelemahan
tersebut (dilakukan dengan menerapkan no blame culture).
Ruang lingkup kegiatan manajemen resiko meliputi kegiatan manajemen
resiko klinis, non klinis serta FMEA ( failure mode and effect analysis ) yang harus
dilakukan masing masing unit yang ada di RSUD Caruban Kabupaten Madiun yang
dilakukan minimal 1 tahun sekali.
Kegiatan manajemen resiko dan FMEA yang dilakukan oleh seluruh unit kerja
minimal tiap tahun sekali akan menjadi suatu langkah perencanaan strategis rumah
sakit dalam 1 tahun kedepan dan menjadi fokus kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien (PMKP) dalam bentuk laporan manajemen resiko yang
selanjutnya akan dilakukan koordinasi untuk informasi kepada seluruh unit.
Risiko yang dicegah berupa risiko klinis dan risiko non klinis.
Menurut Dwipraharso (2004) risiko medis dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:
1. Tingkat probabilitas dan keparahannya minimal (umumnya bersifat foreseeable
but unavoidable, calculated, controllable).
2. Risiko ‘bermakna’ tetapi harus diambil karena ‘the only way’ (unavoidable).
Risiko 1 dan 2 memerlukan informed consent, sehingga bila terjadi dokter tidak
bertanggung jawab secara hukum.
3. Risiko yang unforeseeable = untoward results
BAB III
TATA LAKSANA
7
3.1.TATA CARA PELAKSANAAN
Kegiatan manajemen risiko dilaksanakan oleh Sub Komite Manajemen Risiko
untuk mengidentifikasi, menilai dan menyusun prioritas risiko, meliputi :
1. Risiko yang berhubungan dengan pasien (Patient care-related
risks)
2. Risiko yang berhubungan dengan tenaga kesehatan (Medical
staff-related risks)
3. Risiko yang berhubungan dengan karyawan (Employee-
related risks)
4. Risiko yang berhubungan dengan sarana dan prasarana
(Property-related risks)
5. Risiko keuangan (Financial risks)
6. Risiko-risiko lain (Other risks)
B. Identifikasi Risiko
Adalah proses untuk mengidentifikasi apa yang bisa terjadi, mengapa,
dan bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Identifikasi dilakukan melalui
laporan insiden, complain dan litigasi, risk profiling, dan survey.
8
yang terjadi memiliki bobot besar dan mengganggu pencapaian tujuan
RS, maka ditentukan sebagai prioritas utama dan harus diatasi atau
ditransfer, atau bahkan menghentikan kegiatan yang meningkatkan
terjadinya risiko.
Tujuan menentukan prioritas risiko adalah membantu proses
pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis risiko.
Menentukan prioritas risiko dengan mempertimbangkan 3 faktor
yaitu frekuensi/peluang paparan, akibat dan pengontrolan,, seperti yang
disajikan sebagai berikut :
TINGKAT
DESKRIPSI
RESIKO
1 - Sangat jarang terjadi (5 tahun/kali)
- Hampir tidak mungkin terjadi
2 - Jarang terjadi (>2-<5 tahun/kali)
- Jarang tapi bukan tidak mungkin terjadi
3 - Mungkin terjadi / possible (1-2 tahun/kali)
- Mungkin terjadi/bisa terjadi
4 - Sering / Likely (Beberapa kali / tahun)
- Sangat mungkin
5 - Sangat sering terjadi (tiap minggu/bulan)
- Hampir pasti akan terjadi
9
% anggaran
- Dipublikasikan di media lokal dalam
waktu singkat
- Menimbulkan dampak kecil terhadap
moril karyawan dan kepercayaan
masyarakat ( reputasi )
D. Tentukan Risiko
Proses menganalisa risiko yang perlu dipertimbangkan adalah dampak
dari risiko tersebut bila benar terjadi. Risiko yang dampaknya besar harus
segera ditindaklanjuti dan mendapat perhatian dari pimpinan. Risiko yang
dampaknya medium-rendah akan dikelola oleh Komite Manajemen Risiko
bersama Kepala Unit Kerja untuk membuat rencana tindak lanjut dan
pengawasan.
KRITERIA SKOR RISIKO (R) ( 1-25 )
Skor Kriteria Keterangan
21-25 Sangat tinggi Hentikan kegiatan dan perlu
10
perhatian manajemen puncak.
16-20 Tinggi Perlu mendapat perhatian dari
manjemen puncak dan tindakan
perbaikan segera di lakukan.
11-15 Substantial Lakukan perbaikan secepatnya dan
tidak diperlukan keterlibatan pihak
manajemen puncak.
6-10 Menengah; Tindakan perbaikan dapat
dijadwalkan kemudian dan
penanganan cukup dilakukan
dengan prosedur yang ada
1-5 Rendah Risiko dapat diterima
E. Analisa Risiko
Terdiri dari Risk Grading Matrix (RGM), Root Cause Analysis (RCA), dan
Failure Mode Effect Analysis (FMEA).
Resiko dinilai dengan mengalikan probabilitas dari suatu kejadian yang
tidak diinginkan dengan dampak dari kejadian tersebut.
1. Probabilitas terdiri dari 5 (lima) level, dengan scala probalitas bisa
didapatkan dari tabel berikut :
TINGKAT
DESKRIPSI
RESIKO
1 - Sangat jarang terjadi (5 tahun/kali)
- Hampir tidak mungkin terjadi
2 - Jarang terjadi (>2-<5 tahun/kali)
- Jarang tapi bukan tidak mungkin terjadi
3 - Mungkin terjadi / possible (1-2 tahun/kali)
- Mungkin terjadi/bisa terjadi
4 - Sering / Likely (Beberapa kali / tahun)
- Sangat mungkin
5 - Sangat sering terjadi (tiap minggu/bulan)
- Hampir pasti akan terjadi
11
1 Tidak a. Tidak ada cidera
signifikan b. Pelayanan /Operasional terhenti lebih
dari 1 jam
c. Menimbulkan kerugian kecil
d. Menimbulkan rumor baik publikasi
dan reputasi
12
- Dipublikasikan di media nasional
kurang dari 3 hari
- Menimbulkan dampak serius terhadap
moril karyawan dan kepercayaan
masyarakat ( reputasi )
13
mungkin terjadi
1 Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
- Sangat jarang
terjadi (5
tahun/kali),
- Hampir tidak
mungkin terjadi
F. Evaluasi risiko
Terdiri dari ranking resiko, prioritas resiko, analisis cost benefit, dan tentukan
apakah resiko akan diterima atau tidak. Keputusan untuk menerima resiko dan
pengelolaannya berdasarkan pertimbangan berikut:
1. Kriteria klinis, operasional, teknis, kemanusiaan, kebijakan, dan tujuan
2. Sasaran dan kepentingan stake holder, keuangan, hokum, dan social.
2. Penanganan
Merupakan langkah-langkah yang diambil untuk mengurangi risiko jika
tindakan pengendalian belum memadai. Dapat juga bermakna langkah-
langkah yang telah direncanakan dan akan dilakukan apabila risiko benar-
benar terjadi.
Sementara menurut NHS (National Health System) pengelolaan risiko
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Mengambil kesempatan dengan kondisi yang ada dengan
mempertimbangkan keuntungan lebih besar daripada kerugian
2. Mentoleransi risiko
3. Mentransfer risiko pada pihak ke – 3 seperti asuransi
14
4. Menghentikan aktivitas yang menimbulkan risiko
15
3. Penanggung jawab kegiatan
Kegiatan manajemen resiko dilaksanakan oleh masing – masing unit dan
kepala unit berperan sebagai pimpinan pelaksanaan proses kegiatan serta akan
dilakukan monitoring dan evaluasi tentang jalannya proses tersebut oleh atasan
langsung unit. Setiap tahun Komite PMKP Rumah Sakit akan melakukan
rekapitulasi dan melakukan prioritas dari seluruh manajemen resiko masing –
masing unit tersebut untuk dijadikan manajemen resiko rumah sakit.
1. Peran dan Tanggung Jawab Kolektif
Seluruh staf RSUD Caruban Kabupaten Madiun, masing – masing
memiliki tanggung jawab pribadi dalam pelaksanaan penerapan
manajemen resiko, dan seluruh tingkatan manajemen di dalam rumah
sakit harus mengerti dan mengimplementasikan strategi dan kebijakan
manajemen resiko.
16
analysis, mengelola dukungan biaya manajemen resiko, dan faktor
resiko lainnya.
b) Bertanggung jawab langsung kepada Direktur dalam implementasi
dan pengembangan manajemen resiko keuangan, operasional, hukum
dan resiko non klinis.
c) Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
manajemen resiko keuangan, operasional, hukum dan peraturan non
klinis.
d) Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
pelaporan insiden.
e) Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja pelayanan dan penunjang
terutama yang berkaitan dengan resiko keuangan, operasional, hukum
dan peraturan non klinis.
f) Melakukan identifikasi resiko SDM dan orientasi manajemen resiko
untuk pegawai baru, K3 dan infrastruktur rumah sakit.
g) Berperan serta aktif dalam perumusan dan penyusunan kebijakan
dan strategi manajemen resiko SDM, K3, dan Infrastruktur Rumah
Sakit.
h) Bertanggung jawab kepada Direktur dalam implementasi dan
pengembangan manajemen resiko SDM, K3, dan Infrastruktur Rumah
Sakit.
i) Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
manajemen resiko SDM, K3, dan Infrastruktur Rumah Sakit.
j) Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaa
pelaporan insiden.
k) Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja penunjang dibidangnya
yang berkaitan dengan resiko SDM, K3, dan Infrastruktur Rumah
Sakit.
l) Melakukan koordinasi dengan yang lain dalam rangka pelaksanaan
manajemen resiko SDM, K3, dan Infrastruktur Rumah Sakit.
17
6. Peran dan Tanggung Jawab Tim Keselamatan Pasien dan
Manajemen Resiko
a) Mengkoordinasi pelaksanaan manajemen resiko secara terintegrasi
(integrated risk management; financial risk, complaints, litigation,
environmental risk, safety, QA, dan lain sebagainya)
b) Menghimpun laporan insiden/kejadian.
c) Melakukan analisis terhadap laporan insiden yang disampaikan
d) Menyusun / membuat rekomendasi
e) Menyusun daftar resiko (risk register)
f) Memberikan saran atau koreksi dalam rangka perbaikan metode atau
perubahan konsep manajemen resiko yang lebih baik.
BAB IV
DOKUMENTASI
18
3. Analisa resiko (skor dampak frekuensi dan pengontrolan)
4. Evaluasi resiko
5. Kelola resiko (plan off action)
Hasil pencatatan dan pelaporan manajemen resiko dilaporkan kepada atasan
langsung masing – masing unit kerja tiap tahun, dan komite PMKP RSUD Caruban
Kabupaten Madiun dan evaluasi serta monitoring status resiko dilakukan minimal
setiap bulan sekali atau sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditetapkan. Format
investigasi sederhana managemen resiko, format program managemen resiko,
pencatatan pelaporan managemen resiko dan risk register managemen resiko
terlampir.
19