Anda di halaman 1dari 19

BAB I

DEFINISI

1.1. Pengertian

1. Rumah Sakit adalah RSUD Caruban yang terletak di jalan Ahmad Yani Km. 2
Caruban Kabupaten Madiun
2. K3 adalah singkatan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah kondisi yang harus diwujudkan ditempat kerja dengan segala daya
upaya berdasarkan ilmu pengetahuan dan pemikiran mendalam guna
melindungi tenaga kerja, manusia serta karya dan budayanya melalui
penerapan teknologi pencegahan kecelakaan yang dilaksanakan secara
konsisten sesuai dengan peraturan perundangan dan standar yang
berlaku.
3. Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan sesuatu terjadi atau potensi
bahaya yang terjadi yang dapat memberikan pengaruh kepada hasil akhir.
4. Risiko klinis adalah risiko yang dikaitkan langsung dengan layanan medis
maupun layanan lain yang dialami pasien selama di RS. Sementara risiko
non medis ada yang berupa risiko bagi organisasi maupun risiko finansial
5. Risiko finansial adalah risiko yang dapat mengganggu kontrol finansial
yang efektif, salah satunya adalah sistem yang harusnya dapat
menyediakan pencatatan akuntansi yang baik (Bury PCT, 2007).
6. Risiko organisasi adalah yang berhubungan langsung dengan komunikasi,
produk layanan, proteksi data, sistem informasi dan semua risiko yang
dapat mempengaruhi pencapaian organisasi.
7. Manajemen risiko menurut The Joint Commission On Acreditation Of
Healthcare Organizations adalah aktivitas klinik dan administratif yang
dilakukan oleh RS untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan
risiko terjadinya cedera atau kerugian pada pasien, pengunjung dan
institusi RS.
8. Manajemen risiko di RSUD Caruban
Manajemen risiko di RSUD CARUBAN adalah upaya-upaya yang
dilakukan RS yang dirancang untuk mencegah cedera pada
pasien,mencegah terjadinya kecelakaan kerja pada staf me dik/ karyawan/
peserta didik/ pengunjung atau tamu/ tenaga outsourcing, kerusakan pada
peralatan dan bangunan atau meminimalkan kehilangan finansial.
Manajemen risiko dilakukan dengan mengenali kelemahan dalam sistem
dan memperbaiki kelemahan tersebut (dilakukan dengan menerapkan no
blame culture)
Manajemen risiko dapat digambarkan sebagai proses berkelanjutan
dari identifikasi secara sistemik, evaluasi dan penatalaksanaan risiko
dengan tujuan mengurangi dampak buruk bagi organisasi maupun
individu.
Rumah Sakit perlu menggunakan pendekatan proaktif dalam
melaksanakan manajemen risiko. Upaya manajemen risiko menurut (RR,
Balsamo dan MD, Brown., 1998)

1
Manajemen risiko dilakukan berdasarkan Risk Management Logic
(Dwipraharso, 2004), yaitu:

What are the hazards (identifikasi risiko)

Probability, Severity , Exposure

Level of risk ?

Yes Acceptable? No

Accept the risk Can it be eliminated?


- Eliminated Can it be reduced?
- Reduced Cancel the mission?

Manajemen risiko merupakan upaya yang proaktif untuk mencegah


masalah dikemudian hari, dilakukan terus menerus dan dalam suasana no
blame culture.
Tahapan manajemen risiko adalah:
1. Risk Awareness. Seluruh staf RS harus menyadari risiko yang mungkin
terjadi di unit kerjanya masing-masing, baik medis maupun non medis.
Metode yang digunakan untuk mengenali risiko antara lain: Self-
assessment, sistem pelaporan kejadian yang berpotensi menimbulkan
risiko (laporan insiden) dan audit klinis.
2. Risk control (and or Risk Prevention). Langkah-langkah yang diambil
manajemen untuk mengendalikan risiko. Upaya yang dilakukan:
 Mencari jalan untuk menghilangkan risiko (engineering solution)
 Mengurangi risiko (control solution) baik terhadap probabilitasnya
maupun terhadap derajat keparahannya.
 Mengurangi dampaknya.
3. Risk containment. Dalam hal telah terjadi suatu insiden, baik akibat
suatu tindakan atau kelalaian ataupun akibat dari suatu kecelakaan
yang tidak terprediksikan sebelumnya, maka sikap yang terpenting
adalah mengurangi besarnya risiko dengan melakukan langkah-langkah
yang tepat dalam mengelola pasien dan insidennya. Unsur utamanya
biasanya adalah respons yang cepat dan tepat terhadap setiap
kepentingan pasien, dengan didasari oleh komunikasi yang efektif.
4. Risk transfer. Akhirnya apabila risiko itu akhirnya terjadi juga dan
menimbulkan kerugian, maka diperlukan pengalihan penanganan risiko
tersebut kepada pihak yang sesuai, misalnya menyerahkannya kepada
sistem asuransi.

2
Dari sisi sumber daya manusia, manajemen risiko dimulai dari pembuatan
standar (set standards), patuhi standar tersebut (comply with them),
kenali bahaya (identify hazards), dan cari pemecahannya (resolve them).

Alur Pelaksanaan Manajemen Resiko

9. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya risiko adalah :

Faktor Komponen yang berperan


Organisasi dan  Sumber dan keterbatasan keuangan
Manajemen  Struktur organisasi
 Standar dan tujuan kebijakan
 Safety culture
Lingkungan  Kualifikasi staf dan tingkat keahlian
pekerjaan  Beban kerja dan pola shift
 Desain, ketersediaan dan pemeliharaan alkes
 Dukungan administratif dan manajerial
Tim  Komunikasi verbal
 Komunikasi tulisan
 Supervisi dan pemanduan
 Struktur tim
Individu dan staf  Kemampuan dan ketrampilan
 Motivasi
 Kesehatan mental dan fisik
Penugasan  Desain penugasan dan kejelasan struktur
penugasan
 Ketersediaan dan pemanfaatan prosedur yang
ada

3
Faktor Komponen yang berperan
 Ketersediaan dan akurasi hasil tes
Karakteristik  Kondisi ( Keparahan dan kegawatan)
pasien  Bahasa dan komunikasi
 Faktor sosial dan personal

10. Langkah-langkah untuk meminimalkan risiko:


 Meningkatkan peran RS dan manajemen dalam mencegah error dengan
cara mengembangkan sistem yang selain bertujuan untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan juga menjamin bahwa setiap upaya, prosedur
dan sistem pelayanan yang dilakukan aman untuk pasien, petugas dan
lingkungan. Hal tersebut dipresentasikan dalam bentuk SPO, clinical
practice guidelines, clinical pathway dll.
 Meningkatkan peran staf RS agar terlibat langsung maupun tidak
langsung dalam pelayanan kesehatan di RS untuk mampu mengenali,
mengidentifikasi dan menganalisis kejadian medical error dan melakukan
upaya yang adekuat untuk mengatasi error yang sudah terlanjur terjadi.
 Setiap staf harus menyadari bahwa mereka adalah bagian dari tim yang
bekerja dalam satu sistem. Kerja tim yang baik juga sangat ditentukan
oleh kinerja manajemen rumah sakit yang baik, mulai dari dukungan
moral, finansial, teknis dan operasional hingga terjalinnya komunikasi
yang baik antara pihak manajemen dengan pihak praktisi.
Dalam setiap pusat pelayanan kesehatan harus dibangun sistem yang dapat
menjamin bahwa setiap tindakan medik yang dilakukan haruslah aman bagi
pasien maupun petugas dan lingkungan sekitar. Pendekatan yang dapat
dilakukan disebut dengan manajemen risiko.

11. Hubungan Manajemen Risiko dan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)


Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan
pada pasien Karen suatu tindakan (commission) atau karena tidak bertindak
(ommision), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien. KTD
yang tidak dapat dicegah (unpreventable adverse event) adalah suatu KTD
akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan mutakhir.
Masalah KTD bisa terjadi akibat hal-hal berikut:
1. Masalah komunikasi
Penyebab yang paling umum terjadi medical errors. Kegagalan
komunikasi: verbal/tertulis, miskomunikasi antar staf, antar shift, informasi
tidak didoku-mentasikan dengan baik/ hilang, masalah-masalah komunikasi:
tim layanan kesehatan di satu lokasi, antar berbagai lokasi, antar tim layanan
dengan pekerja non klinis, dan antar staf dengan pasien.Arus informasi yang
tidak adekuat. Ketersediaan informasi yang kritis saat akan merumuskan
keputusan penting, komunikasi tepat waktu dan dapat diandalkan saat
pemberian hasil pemeriksaan kritis, koordinasi instruksi obat saat transfer
antara unit, informasi penting tidak desertakan saat pasien ditransfer ke unit
lain/dirujuk ke RS lain.

4
2. Masalah SDM
Gagal mengikuti kebijakan, SOP dan proses-proses, dokumentasi
suboptimal dan labeling specimen yang buruk, kesalahan berbasis
pengetahuan, staf tidak punya pengetahuan yang adekuat, untuk setiap
pasien pada saat diperlukan hal-hal yang berhubungan dengan pasien.
Identifikasi pasien yang tepat, asesmen pasien yang tidak lengkap, kegagalan
memperoleh consent, pendidikan pasien yang tidak adekuat transfer
pengetahuan di rumah sakit. Kekurangan pada orientasi atau training, tingkat
pengetahuan staf untuk jalankan tugasnya, transfer pengetahuan di RS
pendidikan. Pola SDM/alur kerja. Para dokter, perawat, dan staf lain sibuk
karena SDM tidak memadai, pengawasan/supervisi yang tidak adekuat.
3. Kegagalan-kegagalan teknis
Kegagalan alat/perlengkapan: pompa infuse, monitor.
Komplikasi/kegagalan implant atau grafts. Instruksi tidak adekuat, peralatan
dirancang secara buruk bisa sebabkan pasien cedera. Kegagalan alat tidak
teridentifikasi secara tepat sebagai dasar cederanya pasien, dan diasumsikan
staf yang buat salah. RCA yang lengkap, sering tampilkan kegagalan teknis,
yang mula-mula tidak tamkpak, terjadi pada suatu KTD.
4. Kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat
Pedoman cara pelayanan dapat merupakan faktor penentu terjadinya
banyak medical errors. Kegagalan dalam proses layanan dapat ditelusuri
sebabnya pada buruknya dokumentasi, bahkan tidak ada pencatatan, atau
SOP klinis yang adekuat.
KTD pada dasarnya adalah resiko yang melekat dari tindakan
pelayanan kesehatan. Hal ini mengingat bahwa dalam pelayanan kesehatan
yang diukur adalah upaya yang dilakukan (inspaning verbentenis), bukanlah
hasil akhirnya (resultante verbintenis). KTD baru dikatakan malpraktik medik
apabila terbukti nantinya upaya yang dilakukan tersebut memang salah. KTD
tidak dapat dikatakan malpraktik medik apabila terbukti nantinya upaya yang
dilakukan sudah benar walaupun kenyataannya hasil pelayanan tersebut bisa
saja menyebabkan kecacatan bahkan kematian.
KTD pada dasarnya output dari error. Error secara garis besar terbagi
dua, yaitu: human error dan Organizational error. Human error sendiri dapat
berasal dari factor pasien dan faktor tenaga kesehatan. Organizational error
sendiri seringkali diistilahkan sebagai system error, atau dalam konteks
pelayanan kesehatan di rumah sakit diistilahkan sebagai hospital error.
Manajemen Resiko dalam Pelayanan Kesehatan merupakan upaya
untuk mereduksi KTD yang dalam pelayanan kesehatan apabila hal ini terjadi
akan merupakan beban tersendiri, terlepas dari KTD tersebut karena resiko
yang melekat ataupun memang setelah dianalisis karena adanya error atau
negligence dalam pelayanan. Apabila KTD sudah terjadi, beban pelayanan
tidak hanya pada sisi finansial semata, namun beban psikologis dan sosial
kadang-kadang terasa lebih berat.
Untuk mencegah KTD dan menempatkan resiko KTD secara
proposional beberapa pendekatan dapat dilakukan pada sumber penyebab itu
sendiri, baik pada factor manusianya (pasien dan tenaga kesehatannya),

5
maupun dari sisi organisasinya. Dari sisi organisasi, konsep intervensi
organisasi – pendekatan pada sistem (sarana) pelayanan kesehatan
memerlukan penanganan khusus namun akan jauh lebih antisipatif dalam
mengelola resiko kemungkinan terjadinya KTD. Sehingga akhir-akhir ini
manajemen resiko melalui konsep pengelolaan pada sistem pelayanan
kesehatan merupakan metode yang banyak dikembangkan akhir-akhir ini.

2.2. Maksud dan Tujuan Manajemen Risiko


2.2.1. Maksud dilakukannya manajemen risiko
1. Terciptanya budaya keselamatan pada pasien, staf medik/ karyawan/
peserta didik/ pengunjung atau tamu/ tenaga outsourcing di
lingkungan RSUD Caruban
2. Meningkatkan akuntabilitas.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD).
4. Terlaksananya program-program pencegahan, sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian yang tidak diharapkan.
5. Meminimalisir risiko yang mungkin terjadi dimasa mendatang. Dengan
adanya antisipasi risiko, apabila terjadi insiden sudah terdapat alternatif
penyelesaiannya.

2.2.2. Tujuan Umum


Mengembangkan pelaksanaan manajemen resiko yang diintegrasikan
dengan Clinical Governance sehingga memberikan suatu kepastian
diberlakukannya Corporate Governance dan Clinical Governance dengan
baik.

2.2.3. Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dari manajemen resiko adalah sebagai berikut :
a. Memperjelas peran, tugas, dan tanggung jawab seluruh staf rumah
sakit dalam hal pelaksanaan manajemen resiko.
b. Dapat mengenali secara pasti potensi resiko yang mungkin dan akan
terjadi, baik pada orang maupun bagi organisasi.
c. Dapat menilai resiko dengan mempertimbangkan besarnya
kemungkinan terjadi dan besarnya kerugian maksimum yang tidak
diinginkan.
d. Mempunyai teknik manajemen resiko atau cara – cara tertentu yang
dapat dipakai dalam mengatasi atau mengurangi resiko yang terjadi.
e. Mengimplementasikan manajemen resiko dan mengkaji ulang
keputusan – keputusan yang telah diambil berdasarkan metode yang
telah dipilih untuk kemudian dikaji ulang secara teratur.

BAB II
RUANG LINGKUP

6
Ruang Lingkup manajemen resiko di Rumah Sakit Umum Daerah Caruban
mencakup upaya-upaya yang dilakukan RS yang dirancang untuk mencegah cedera
pada pasien, mencegah terjadinya kecelakaan kerja pada staf medik / karyawan /
peserta didik / pengunjung atau tamu / tenaga outsourcing, kerusakan pada
peralatan dan bangunan atau meminimalkan kehilangan finansial. Manajemen risiko
dilakukan dengan mengenali kelemahan dalam sistem dan memperbaiki kelemahan
tersebut (dilakukan dengan menerapkan no blame culture).
Ruang lingkup kegiatan manajemen resiko meliputi kegiatan manajemen
resiko klinis, non klinis serta FMEA ( failure mode and effect analysis ) yang harus
dilakukan masing masing unit yang ada di RSUD Caruban Kabupaten Madiun yang
dilakukan minimal 1 tahun sekali.

Kegiatan manajemen resiko dan FMEA yang dilakukan oleh seluruh unit kerja
minimal tiap tahun sekali akan menjadi suatu langkah perencanaan strategis rumah
sakit dalam 1 tahun kedepan dan menjadi fokus kegiatan peningkatan mutu dan
keselamatan pasien (PMKP) dalam bentuk laporan manajemen resiko yang
selanjutnya akan dilakukan koordinasi untuk informasi kepada seluruh unit.

Risiko yang dicegah berupa risiko klinis dan risiko non klinis.
Menurut Dwipraharso (2004) risiko medis dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu:
1. Tingkat probabilitas dan keparahannya minimal (umumnya bersifat foreseeable
but unavoidable, calculated, controllable).
2. Risiko ‘bermakna’ tetapi harus diambil karena ‘the only way’ (unavoidable).
Risiko 1 dan 2 memerlukan informed consent, sehingga bila terjadi dokter tidak
bertanggung jawab secara hukum.
3. Risiko yang unforeseeable = untoward results

BAB III
TATA LAKSANA

7
3.1.TATA CARA PELAKSANAAN
Kegiatan manajemen risiko dilaksanakan oleh Sub Komite Manajemen Risiko
untuk mengidentifikasi, menilai dan menyusun prioritas risiko, meliputi :
1. Risiko yang berhubungan dengan pasien (Patient care-related
risks)
2. Risiko yang berhubungan dengan tenaga kesehatan (Medical
staff-related risks)
3. Risiko yang berhubungan dengan karyawan (Employee-
related risks)
4. Risiko yang berhubungan dengan sarana dan prasarana
(Property-related risks)
5. Risiko keuangan (Financial risks)
6. Risiko-risiko lain (Other risks)

Hasil identifikasi risiko-risiko tersebut kemudian dilakukan analisis oleh Sub


Komite manajemen risiko untuk dilakukan evaluasi. Evaluasi risiko dilakukan
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Tingkat risiko atau kejadian yang
ditemukan saat analisis menjadi acuan untuk menetapkan prioritas risiko dan
pelaksanaan kegiatan RCA atau FMEA. Monitoring dan evaluasi program
manajemen risiko dilaksanakan oleh Sub Komite Manajemen Resiko
berkoordinasi dengan Sub Komite Mutu dan dan KPRS. Laporan Program
ditujukan kepada Direktur RSUD CARUBAN Kabupaten Madiun ditembuskan
kepada Komite PMKP.
Secara umum, proses manajemen risiko terdiri dari langkah-langkah sebagai
berikut:
A. Menetapkan Konteks
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menetapkan konteks yaitu:
1. Identifikasi tujuan dan sasaran kegiatan manajemen risiko
2. Definisikan tanggung jawab dan ruang lingkup
3. Deskripsikan factor penghambat dan pendukung
4. Struktur organisasi manajemen risiko

B. Identifikasi Risiko
Adalah proses untuk mengidentifikasi apa yang bisa terjadi, mengapa,
dan bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Identifikasi dilakukan melalui
laporan insiden, complain dan litigasi, risk profiling, dan survey.

C. Urutkan prioritas risiko dengan mengukur tingkat risiko.


Pengelolaan risiko diawali dengan menilai konsekuensi yang dapat
diakibatkan sebuah insiden dan kemungkinan terjadinya risiko setelah
teridentifikasi. Kemudian risiko dievaluasi lalu diberikan skor untuk
menentukan bobot dan prioritas risiko yang telah terjadi. Sesuai dengan
bobotnya ditentukan tindakan yang akan diberlakukan terhadap masing-
masing risiko. Bila bobotnya ringan dan tidak prioritas tindakannya dapat
hanya mentoleransi saja dan menjadikannya catatan. Namun bila risiko

8
yang terjadi memiliki bobot besar dan mengganggu pencapaian tujuan
RS, maka ditentukan sebagai prioritas utama dan harus diatasi atau
ditransfer, atau bahkan menghentikan kegiatan yang meningkatkan
terjadinya risiko.
Tujuan menentukan prioritas risiko adalah membantu proses
pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis risiko.
Menentukan prioritas risiko dengan mempertimbangkan 3 faktor
yaitu frekuensi/peluang paparan, akibat dan pengontrolan,, seperti yang
disajikan sebagai berikut :

TINGKAT RISIKO = PELUANG / FREKUENSI PAPARAN X


AKIBAT X PENGONTROLAN

1. Probabilitas terdiri dari 5 (lima) level, dengan scala probalitas bisa


didapatkan dari tabel berikut :

TINGKAT
DESKRIPSI
RESIKO
1 - Sangat jarang terjadi (5 tahun/kali)
- Hampir tidak mungkin terjadi
2 - Jarang terjadi (>2-<5 tahun/kali)
- Jarang tapi bukan tidak mungkin terjadi
3 - Mungkin terjadi / possible (1-2 tahun/kali)
- Mungkin terjadi/bisa terjadi
4 - Sering / Likely (Beberapa kali / tahun)
- Sangat mungkin
5 - Sangat sering terjadi (tiap minggu/bulan)
- Hampir pasti akan terjadi

2. Dampak atau potensi konsekuensi terdiri dari:


TINGKAT
DESKRIPSI DAMPAK
RESIKO
1 Tidak - Tidak ada cidera
signifikan - Pelayanan /Operasional
terhenti lebih dari 1 jam
- Menimbulkan kerugian
kecil
- Menimbulkan rumor
baik publikasi dan reputasi

2 Minor - Cidera ringan, missal : luka lecet


- Dapat diatasi dengan pertolongan
pertama
- Pelayanan /Operasional terhenti lebih
dari 8 jam
- Menimbulkan kerugian lebih dari 0,1

9
% anggaran
- Dipublikasikan di media lokal dalam
waktu singkat
- Menimbulkan dampak kecil terhadap
moril karyawan dan kepercayaan
masyarakat ( reputasi )

3 Moderat - Cidera sedang, missal : luka robek


- Berkurangnya fungsi motorik /
sensorik / psikologis atau intelektual
(reversible), tidak berhubungan
dengan penyakit
- Setiap kasus yang memeperpanjang
perawatan
- Pelayanan/operasional terhenti lebih
dari 1 hari
- Menimbulkan kerugian lebih dari 0,25
% anggaran
- Dipublikasikan di media local dan
dalam waktu lama
- Menimbulkan dampak bermakna
terhadap moril karyawan dan
kepercayaan masyarakat ( reputasi )

3. Pengontrolan ( Kemudahan dalam menangani risiko )


Tingkat
DESKRIPSI
Pengontrolan
1 - Sulit dalam menangani risiko

2 - Agak sulit dalam menangani risiko

3 - Agak mudah dalam menangani risiko

4 - Mudah dalam menangani risiko

D. Tentukan Risiko
Proses menganalisa risiko yang perlu dipertimbangkan adalah dampak
dari risiko tersebut bila benar terjadi. Risiko yang dampaknya besar harus
segera ditindaklanjuti dan mendapat perhatian dari pimpinan. Risiko yang
dampaknya medium-rendah akan dikelola oleh Komite Manajemen Risiko
bersama Kepala Unit Kerja untuk membuat rencana tindak lanjut dan
pengawasan.
KRITERIA SKOR RISIKO (R) ( 1-25 )
Skor Kriteria Keterangan
21-25 Sangat tinggi Hentikan kegiatan dan perlu

10
perhatian manajemen puncak.
16-20 Tinggi Perlu mendapat perhatian dari
manjemen puncak dan tindakan
perbaikan segera di lakukan.
11-15 Substantial Lakukan perbaikan secepatnya dan
tidak diperlukan keterlibatan pihak
manajemen puncak.
6-10 Menengah; Tindakan perbaikan dapat
dijadwalkan kemudian dan
penanganan cukup dilakukan
dengan prosedur yang ada
1-5 Rendah Risiko dapat diterima

Respon RS ditentukan melalui asesmen risiko atau pengelolaan risiko, yang


meliputi :
 Identifikasi potensial risiko dan hazard.
 Menelusuri siapa dan apa yang dapat dirugikan serta bagaimana caranya.
 Evaluasi temuan risiko, analisa apakah pengelolaannya sudah cukup atau
perlu diubah untuk mencegah terjadinya insiden.
 Catat temuan lalu buat rencana pengelolaanya.
Evaluasi pengelolaan secara menyeluruh dan perbaiki bila perlu

E. Analisa Risiko
Terdiri dari Risk Grading Matrix (RGM), Root Cause Analysis (RCA), dan
Failure Mode Effect Analysis (FMEA).
Resiko dinilai dengan mengalikan probabilitas dari suatu kejadian yang
tidak diinginkan dengan dampak dari kejadian tersebut.
1. Probabilitas terdiri dari 5 (lima) level, dengan scala probalitas bisa
didapatkan dari tabel berikut :

TINGKAT
DESKRIPSI
RESIKO
1 - Sangat jarang terjadi (5 tahun/kali)
- Hampir tidak mungkin terjadi
2 - Jarang terjadi (>2-<5 tahun/kali)
- Jarang tapi bukan tidak mungkin terjadi
3 - Mungkin terjadi / possible (1-2 tahun/kali)
- Mungkin terjadi/bisa terjadi
4 - Sering / Likely (Beberapa kali / tahun)
- Sangat mungkin
5 - Sangat sering terjadi (tiap minggu/bulan)
- Hampir pasti akan terjadi

2. Dampak atau potensi konsekuensi terdiri dari:


TINGKAT
DESKRIPSI DAMPAK
RESIKO

11
1 Tidak a. Tidak ada cidera
signifikan b. Pelayanan /Operasional terhenti lebih
dari 1 jam
c. Menimbulkan kerugian kecil
d. Menimbulkan rumor baik publikasi
dan reputasi

2 Minor - Cidera ringan, missal : luka lecet


- Dapat diatasi dengan pertolongan
pertama
- Pelayanan /Operasional terhenti lebih
dari 8 jam
- Menimbulkan kerugian lebih dari 0,1
% anggaran
- Dipublikasikan di media lokal dalam
waktu singkat
- Menimbulkan dampak kecil terhadap
moril karyawan dan kepercayaan
masyarakat ( reputasi )

3 Moderat - Cidera sedang, missal : luka robek


- Berkurangnya fungsi motorik /
sensorik / psikologis atau intelektual
(reversible), tidak berhubungan
dengan penyakit
- Setiap kasus yang memeperpanjang
perawatan
- Pelayanan/operasional terhenti lebih
dari 1 hari
- Menimbulkan kerugian lebih dari 0,25
% anggaran
- Dipublikasikan di media local dan
dalam waktu lama
- Menimbulkan dampak bermakna
terhadap moril karyawan dan
kepercayaan masyarakat ( reputasi )

4 Mayor - Cidera luas, misal : cacat lumpuh


- Kehilangan fungsi utama permanen
motorik / sensorik / psikologis atau
intelektual (ireversible), tidak
berhubungan dengan penyakit
- Pelayanan/operasional terhenti lebih
dari 1 minggu
- Menimbulkan kerugian lebih dari 0,5
% anggaran

12
- Dipublikasikan di media nasional
kurang dari 3 hari
- Menimbulkan dampak serius terhadap
moril karyawan dan kepercayaan
masyarakat ( reputasi )

5 Katastropik - Kematian yang tidak berhubungan


dengan perjalanan penyakit yang
mendasari
- Pelayanan/operasional terhenti
permanen
- Menimbulkan kerugian lebih dari 1 %
anggaran
- Dipublikasikan di media nasional lebih
dari 3 hari
- Menimbulkan masalah berat
( reputasi)

3. Hubungan probabilitas dengan dampak dalam matriks asesmen resiko

Probabilitas Tidak Minor Moderat Mayor Katastropik


Signifikan
1 2 3 4 5
5 Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
- Sangat sering
terjadi (tiap
minggu/bulan),
- Hampir pasti
akan terjadi
4 Moderat Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
- Sering terjadi
(beberapakali /
tahun)
- Sangat mungkin
terjadi
3 Rendah Moderat Tinggi Ekstrim Ekstrim
Mungkin terjadi (1-
<2 kali / tahun)

2 Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim


- Jarang terjadi
(>2-<5 kali /
tahun),
- Jarang tapi
bukan tidak

13
mungkin terjadi
1 Rendah Rendah Moderat Tinggi Ekstrim
- Sangat jarang
terjadi (5
tahun/kali),
- Hampir tidak
mungkin terjadi

Keterangan dampak potensial:


a. Low – risiko rendah, dilakukan investigasi sederhana, paling lama 1
minggu, dan dilakukan dengan prosedur rutin
b. Moderate – Risiko sedang, dilakukan investigasi sederhana, dan paling lama
2 minggu. Pimpinan klinis sebaiknya menilai dampak terhadap biaya dan
kelola risiko.
c. High – risiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari, kaji dengan detil
dan perlu tindakan segera serta membutuhkan perhatian top manajemen.
d. Extreme – risiko ekstrim, dilakukan RCA paling lama 45 hari, membutuhkan
tindakan segera dan perhatian direktur

F. Evaluasi risiko
Terdiri dari ranking resiko, prioritas resiko, analisis cost benefit, dan tentukan
apakah resiko akan diterima atau tidak. Keputusan untuk menerima resiko dan
pengelolaannya berdasarkan pertimbangan berikut:
1. Kriteria klinis, operasional, teknis, kemanusiaan, kebijakan, dan tujuan
2. Sasaran dan kepentingan stake holder, keuangan, hokum, dan social.

G. Pengelolaan Risiko Untuk Meminimalkan Kerugian (Risk Control)


Perlakuan risiko adalah upaya untuk menyeleksi pilihan-pilihan yang dapat
mengurangi atau meniadakan dampak serta kemungkinan terjadi risiko. Teknik
penanganan risiko antara lain:
1. Pengendalian
Merupakan upaya-upaya untuk mengubah risiko yang merupakan
langkah-langkah antisipatif yang direncanakan dan dilakukan secara rutin
untuk mengurangi risiko.

2. Penanganan
Merupakan langkah-langkah yang diambil untuk mengurangi risiko jika
tindakan pengendalian belum memadai. Dapat juga bermakna langkah-
langkah yang telah direncanakan dan akan dilakukan apabila risiko benar-
benar terjadi.
Sementara menurut NHS (National Health System) pengelolaan risiko
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Mengambil kesempatan dengan kondisi yang ada dengan
mempertimbangkan keuntungan lebih besar daripada kerugian
2. Mentoleransi risiko
3. Mentransfer risiko pada pihak ke – 3 seperti asuransi

14
4. Menghentikan aktivitas yang menimbulkan risiko

Opsi Perlakuan Risiko


Klasifikasi Jenis Pengendalian

Menghindari risiko  Menghentikan kegiatan


 Tidak melakukan kegiatan
 Membuat kebijakan
 Membuat SPO
 Mengganti atau membeli alat
 Mengembangkan sistem informasi
 Melaksanakan prosedur
Mengurangi risiko  Pengadaan, Perbaikan dan pemeliharaan bangunan
dan instrument yang sesuai dengan persyaratan
 Pengadaan bahan habis pakai sesuai dengan
prosedur dan persyaratan
 Pembuatan dan pembaruan prosedur, standar dan
chek –list, Pelatihan penyegaran bagi personil,
seminar, pembahasan kasus, poster, stiker
Mentransfer risiko  Asuransi

Mengeksploitasi  Mengambil kesempatan dengan kondisi yang ada


risiko dengan mempertimbangkan keuntungan lebih besar
daripada kerugian
Menerima risiko -

H. Membangun Upaya Pencegahan


Dalam hal ini adalah monitoring dan review. Monitoring adalah
pemantauan rutin terhadap kinerja actual proses manajemen risiko dibandingkan
dengan rencana atau harapan yang akan dihasilkan . Review adalah peninjauan
atau pengkajian berkala atas kondisi saat ini dan dengan focus tertentu.

I. Kelola Pembiayaan Risiko (Risk Financing)


Merupakan pengelolaan biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian atau
penanganan yang dilakukan.

J. Tindak lanjut pelaksanaan manajemen risiko


 Hasil pelaksanaan penilaian risiko yang telah di susun dalam bentuk laporan
di sampaikan kepada Direktur
 Laporan hasil pelaksanaan penilaian risiko di sampaikan kepada Direktur 1
tahun sekali

2. Format manajemen resiko


(terlampir)

15
3. Penanggung jawab kegiatan
Kegiatan manajemen resiko dilaksanakan oleh masing – masing unit dan
kepala unit berperan sebagai pimpinan pelaksanaan proses kegiatan serta akan
dilakukan monitoring dan evaluasi tentang jalannya proses tersebut oleh atasan
langsung unit. Setiap tahun Komite PMKP Rumah Sakit akan melakukan
rekapitulasi dan melakukan prioritas dari seluruh manajemen resiko masing –
masing unit tersebut untuk dijadikan manajemen resiko rumah sakit.
1. Peran dan Tanggung Jawab Kolektif
Seluruh staf RSUD Caruban Kabupaten Madiun, masing – masing
memiliki tanggung jawab pribadi dalam pelaksanaan penerapan
manajemen resiko, dan seluruh tingkatan manajemen di dalam rumah
sakit harus mengerti dan mengimplementasikan strategi dan kebijakan
manajemen resiko.

2. Peran dan Tanggung Jawab Direktur


a) Memiliki tanggung jawab menyeluruh sesuai dengan Hospital Bylaws
yang telah ditetapkan.
b) Memastikan bahwa tanggung jawab dan koordinasi dalam hal
manajemen resiko dilaksanakan dengan baik.
c) Dalam hal mengembangkan strategi manajemen resiko ini Direktur
mendelegasikan tanggung jawabnya kepada seluruh pejabat struktural
/ fungsional dibawahnya secara berjenjang sesuai dengan bidang
tugas pokok dan fungsinya.

3. Peran dan Tanggung Jawab Kepala Bagian Pelayanan


a) Melakukan identifikasi resiko klinis dan keselamatan pasien.
b) Berperan serta aktif dalam perumusan dan penyusunan kebijakan
dan strategi manajemen resiko, khususnya yang berkaitan dengan
resiko klinis dan keselamatan pasien.
c) Bertanggung jawab langsung kepada Direktur dalam hal
implementasi dan pengembangan manajemen resiko dan keselamatan
pasien.
d) Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
manajemen resiko klinis dan keselamatan pasien.
e) Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
pelaoopran insiden.
f) Melaksanakan koordinasi secara rutin dengan Unit Kerja Pelayanan
dibidangnya, terutama yang berkaitan dengan resiko klinis dan
keselamatan pasien.

4. Peran dan Tanggung Jawab Kepala Bagian Tata Usaha dan


Bidang Keuangan
a) Berperan serta aktif dalam perumusan dan penyusunan kebijakan
dan strategi manajemen resiko, khususnya yang berkaitan dengan
resiko keuangan, operasional, hukum dan resiko non klinis. Kegiatan
tersebut antara lain : identifikasi resiko keuangan, cost benefit

16
analysis, mengelola dukungan biaya manajemen resiko, dan faktor
resiko lainnya.
b) Bertanggung jawab langsung kepada Direktur dalam implementasi
dan pengembangan manajemen resiko keuangan, operasional, hukum
dan resiko non klinis.
c) Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
manajemen resiko keuangan, operasional, hukum dan peraturan non
klinis.
d) Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
pelaporan insiden.
e) Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja pelayanan dan penunjang
terutama yang berkaitan dengan resiko keuangan, operasional, hukum
dan peraturan non klinis.
f) Melakukan identifikasi resiko SDM dan orientasi manajemen resiko
untuk pegawai baru, K3 dan infrastruktur rumah sakit.
g) Berperan serta aktif dalam perumusan dan penyusunan kebijakan
dan strategi manajemen resiko SDM, K3, dan Infrastruktur Rumah
Sakit.
h) Bertanggung jawab kepada Direktur dalam implementasi dan
pengembangan manajemen resiko SDM, K3, dan Infrastruktur Rumah
Sakit.
i) Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
manajemen resiko SDM, K3, dan Infrastruktur Rumah Sakit.
j) Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaa
pelaporan insiden.
k) Melaksanakan koordinasi dengan unit kerja penunjang dibidangnya
yang berkaitan dengan resiko SDM, K3, dan Infrastruktur Rumah
Sakit.
l) Melakukan koordinasi dengan yang lain dalam rangka pelaksanaan
manajemen resiko SDM, K3, dan Infrastruktur Rumah Sakit.

5. Peran dan Tanggung Jawab Kepala Bidang Pelayanan, bidang


penunjang, bagian Tata Usaha, bidang Keuangan.
a) Melakukan idetifikasi resiko bidang masing – masing
b) Berperan serta aktif dalam perumusan kebijakan dan strategi
manajemen resiko, khususnya yang berkaitan dengan resiko bidang
masing – masing.
c) Bertanggung jawab kepada Direktur dalam implementasi dan
pengembangan manajemen resiko.
d) Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
manajemen resiko dibidang masing – masing.
e) Menyampaikan / memberikan laporan atas insiden yang terjadi.
f) Melaksanakan koordinasi dengan Unit kerja/Ruang Perawatan /
Instalasi yang berkaitan dengan resiko pelayanan.
g) Melaksanakan koordinasi dengan Unit kerja/ruang perawatan/isntalasi
yang berkaitan dengan resiko pelayanan.

17
6. Peran dan Tanggung Jawab Tim Keselamatan Pasien dan
Manajemen Resiko
a) Mengkoordinasi pelaksanaan manajemen resiko secara terintegrasi
(integrated risk management; financial risk, complaints, litigation,
environmental risk, safety, QA, dan lain sebagainya)
b) Menghimpun laporan insiden/kejadian.
c) Melakukan analisis terhadap laporan insiden yang disampaikan
d) Menyusun / membuat rekomendasi
e) Menyusun daftar resiko (risk register)
f) Memberikan saran atau koreksi dalam rangka perbaikan metode atau
perubahan konsep manajemen resiko yang lebih baik.

7. Peran dan Tanggung Jawab Staf


a) Menjalankan kebijakan dan strategi manajemen resiko rumah sakit
dengan konsisten dan penuh tanggung jawab.
b) Memberikan laporan atas adanya insiden dan memberikan saran
dalam rangka koreksi dan perbaikan metode yang telah ada.

BAB IV
DOKUMENTASI

Pencatatan dan pelaporan pelaksanaan manajemen resiko diseluruh unit kerja


di Rumah Sakit Umum Daerah Caruban Kabupaten Madiun menggunakan format
pencatatan dan pelaporan yang berlaku di RSUD Caruban hal – hal yang dicatat
adalah:

1. Pengumpulan data : data resiko klinis dan non klinis


2. Proses identifikasi resiko (kategori resiko, dampak dan penyebab)

18
3. Analisa resiko (skor dampak frekuensi dan pengontrolan)
4. Evaluasi resiko
5. Kelola resiko (plan off action)
Hasil pencatatan dan pelaporan manajemen resiko dilaporkan kepada atasan
langsung masing – masing unit kerja tiap tahun, dan komite PMKP RSUD Caruban
Kabupaten Madiun dan evaluasi serta monitoring status resiko dilakukan minimal
setiap bulan sekali atau sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditetapkan. Format
investigasi sederhana managemen resiko, format program managemen resiko,
pencatatan pelaporan managemen resiko dan risk register managemen resiko
terlampir.

19

Anda mungkin juga menyukai