UNIT
1. PENDAHULUAN
Menurut WHO, dari 35 juta petugas kesehatan, ternyata 3 juta diantaranya terpajan oleh
bloodborne pathogen, dengan 2 juta diantaranya tertular virus hepatitis B, dan 170.000 diantaranya
tertular virus HIV/AIDS.
Menurut NIOSH, untuk kasus-kasus yang non-fatal baik injury maupun penyakit akibat kerja,
sarana kesehatan sekarang semakin meningkat, berbanding terbalik dengan sektor konstruksi dan
agriculture yang dulu paling tinggi, sekarang sudah sangat menurun.
Selain itu Infeksi nosokomial masih menjadi isu cukup signifikan dikalangan pelayanan
kesehatan, sehingga pengembangan program patient safety sangat relevan untuk dilakukan.Karena itu
pengembangan program keselamatan dan kesehatan kerja di sarana kesehatan seperti rumah sakit dan
sarana kesehatan lainnya harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dalam upaya melindungi baik
tenaga kesehatan sendiri maupun pasien.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah suatu program yang dibuat sebagai upaya
mencegah timbulnya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan cara mengenali hal-hal yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif apabila
terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Upaya penanganan faktor potensi berbahaya yang ada di rumah sakit serta metode
pengembangan program kesehatan dan keselamatan kerja perlu dilaksanakan, seperti misalnya :
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa
upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di semua tempat kerja,
khususnya tempat kerja yang : mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang.
Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke
dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak
kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien
maupun pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan upaya-upaya
penanganan resiko-resiko di Rumah Sakit.
Menindak lanjuti peraturan rumah sakit untuk melaksanakan program manajemen risiko di
tiap unit maka sebagai bagian dari unit di rsud dr iskak (unit terkait) menyusun daftar risiko Daftar ini
disusun melalui tahapan : Identifikasi risiko, Penyusunan ranking risiko, Analisa risiko, Evaluasi
risiko
2. TUJUAN
Tujuan program manajemen risiko adalah meningkatkan keselamatan pasien Rumah Sakit Dr
Iskak melalui pendekatan proaktif dan pengendalian risiko-risiko yang ada di lingkungan kerja rumah
sakit.
3. KEGIATAN
Kegiatan manajemen resiko RSUD dr Iskak Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif
untuk mengidentifikasi, menilai (risk assesment) dan menyusun prioritas risiko, dengan tujuan untuk
menghilangkan atau meminimalkan dampaknya.
Proses identifikasi adalah usaha mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan
cedera, tuntutan atau kerugian secara finansial. Identifikasi akan membantu langkah-langkah
yang akan diambil manajemen terhadap risiko tersebut. Identifikasi resiko bisa diperoleh dari
• Laporan Kejadian (KTD, KNC, Kejadian Sentinel, dan lain-lain)
• Review Rekam Medik (Penyaringan Kejadian untuk memeriksa dan mencari
penyimpangan-penyimpangan pada praktik dan prosedur)
• Pengaduan (Complaint) pelanggan
• Survey atau Self Assesment, dan lain-lain
Penilaian risiko harus dilakukan oleh seluruh staf dan semua pihak yang terlibat termasuk
Pasien dan publik dapat terlibat bila memungkinkan.
Area yang dinilai/diasesmen meliputi
1. Operasional
2. Finansial
3. Sumber daya manusia
4. Strategik
5. Hukum/Regulasi
6. Teknologi
Setelah tahap penilaian resiko, maka tahap berikutnya adalah enyusun prioritas risiko dengan
menggunakan alat bantu yang dipilih. Pada umumnya digunakan risk matrix grading. Dilakukan
pendekatan dengan menentukan prioritas resiko pada proses-proses resiko tinggi, mengutamakan
keselamatan pasien dan staf untuk kemudian secara proaktif melakukan analisis resiko dengan FMEA
(Failure Mode and Effect Analysis).
Dengan mengikuti analisa dan hasil yang didapatkan rumah sakit menentukan rancang ulang
proses atau tindakan yang sama untuk mengurangi resiko dalam proses tersebut.
Keseluruhan tahapan manajemen resiko ini dilaksanakan paling sedikit satu kali dalam satu
tahun disertai dengan pendokumentasian kegiatan yang baik.