Anda di halaman 1dari 21

Manajemen Mutu dalam

Pelayanan Kesehatan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapaian tujuan

dan efek dari ketidakpastian tujuan merupakan makna dari Risiko, sedangkan budaya,

proses dan struktur yang diarahkan untuk mewujudkan peluang peluang sambil mengelola

efek yang tidak diharapkan disebut dengan manajemen risiko (Mannan, 2005).

Salah satu sekutu paling kuat yang dimiliki perawat dalam pengaturan perawatan

kesehatan apa pun untuk memfasilitasi perubahan positif dan mengurangi tanggung jawab

pribadi dan perusahaan adalah manajer risiko. Manajer risiko adalah seorang profesional

yang melacak kecelakaan dan cedera yang terjadi di fasilitas. Tugas manajer risiko adalah

membangun dan memperkuat sistem di dalam lembaga untuk mengurangi cedera atau

kematian pasien yang dapat dicegah dan untuk menghilangkan hilangnya pendapatan

sebagai denda atau pembayaran kerusakan melalui perusahaan asuransi. Manajer risiko

juga memiliki pengetahuan tentang peraturan dan peraturan administrasi federal dan negara

bagian yang mempengaruhi sistem perawatan kesehatan, undang-undang perizinan

perawatan kesehatan, dan hukum kasus perawatan kesehatan. Pengetahuan ini sangat

penting untuk mencegah pelanggaran undang-undang perawatan kesehatan dan untuk

mengurangi klaim kelalaian dan malpraktek di dalam institusi (Cherry & Jacob, 2014).

Manajemen risiko merupakan penilaian keselamatan pasien untuk melindungi

perawat dari tindakan yang lalai. Hal ini menekankan pada keadaan klien yang memiliki

peluang risiko terjadinya perlukaan atau kecacatan. Catatan tentang kejadian, perintah

verbal dan non verbal, informed concent serta catatan penolakan klien terhadap tindakan

merupakan dokumentasi yang paling penting untuk diperhatikan (Ollah & Ghofur, 2016).

Manajemen risiko bukanlah sesuatu yang berjalan begitu saja, melainkan suatu upaya

yang sistematik dan terstruktur serta terus menerus.

1
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat kami susun berdasarkan latar belakang tersebut diatas

adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep managing risk dalam pelayanan kesehatan?

2. Apa sajakah metode untuk menganalisa risiko dalam pelayanan kesehatan?

C. Tujuan

Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mampu mengetahui dan memahami konsep managing risk

2. Mampu mengidentifikasi metode untuk menganalisa risiko dalam pelayanan kesehatan

2
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Managing Risk

1. Definisi Manajemen resiko

Manajemen risiko adalah komponen manajemen kualitas, tetapi tujuannya adalah

untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi risiko dan kemudian

mengembangkan rencana untuk mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan

kecelakaan dan cedera. Manajemen risiko adalah program deteksi, pendidikan, dan

intervensi harian yang berkesinambungan (Sullivan, 2013).

Manajemen risiko menurut Cherry & Jacob (2014) adalah proses mengidentifikasi,

menganalisis, dan mengendalikan risiko yang ditimbulkan pada pasien; melibatkan

faktor manusia dan analisis insiden, perubahan sistem operasi, dan pengendalian

kehilangan dan pencegahan.

Manajemen risiko berupaya mengidentifikasi dan menghilangkan potensi bahaya

keselamatan, sehingga mengurangi cedera pasien dan staf. Area umum risiko termasuk

jatuh pasien, kegagalan untuk memantau, kegagalan untuk memastikan keselamatan

pasien, kinerja pengobatan yang tidak tepat, kegagalan untuk menanggapi pasien,

kesalahan pengobatan, kegagalan untuk mengikuti prosedur agensi, teknik yang tidak

tepat, dan kegagalan pengobatan (Black, 2014).

2. Laporan Insiden atau Laporan Kejadian Tidak Biasa

Manajemen Resiko dalam Pelayanan Kesehatan merupakan upaya untuk

mereduksi KTD yang dalam pelayanan kesehatan apabila hal ini terjadi akan

merupakan beban tersendiri, terlepas dari KTD tersebut karena resiko yang melekat

ataupun memang setelah dianalisis karena adanya error atau negligence dalam

pelayanan. Apabila KTD sudah terjadi, beban pelayanan tidak hanya pada sisi finansial

semata, namun beban psikologis dan sosial kadang-kadang terasa lebih berat.

3
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
Perawat secara hukum terikat untuk melaporkan insiden kritis kepada manajer

perawat mereka, administrasi agensi, dan manajer risiko melalui dokumen intra-agensi

resmi berjudul "Laporan Kejadian Tidak Biasa" atau "Laporan Insiden." Formulir ini

sering diarahkan ke departemen manajemen risiko melalui manajer langsung perawat.

Perawat manajer memiliki kesempatan untuk meninjau laporan tertulis dan memulai

proses pengumpulan informasi dan mengurangi cacat sistem yang diidentifikasi secara

tepat waktu, tergantung pada sifat insiden. Laporan tersebut kemudian diteruskan

(biasanya dalam 24 jam) ke manajer risiko. Jika masalah yang sedang berlangsung

tampaknya tidak mendekati resolusi karena perawat bekerja melalui rantai komando

formal, perawat dapat berbicara langsung dengan manajer risiko untuk mendapatkan

panduan dan nasihat. Namun, dalam peristiwa yang biasa terjadi, perawat pertama-tama

akan membahas masalah dengan manajer perawat langsungnya (Cherry & Jacob,

2014).

3. Program Manajemen Risiko

a. Mengidentifikasi potensi risiko kecelakaan, cedera, atau kerugian finansial.

Komunikasi formal dan informal dengan semua departemen organisasi dan inspeksi

fasilitas sangat penting untuk mengidentifikasi area masalah.

b. Meninjau sistem pemantauan organisasi saat ini (laporan kejadian, audit, risalah

komite, keluhan lisan, kuesioner pasien), mengevaluasi kelengkapan, dan

menentukan sistem tambahan yang diperlukan untuk menyediakan data faktual

yang penting untuk pengendalian manajemen risiko.

c. Menganalisis frekuensi, tingkat keparahan, dan penyebab kategori umum dan jenis

insiden spesifik yang menyebabkan cedera atau akibat buruk pada pasien. Untuk

merencanakan strategi intervensi risiko, perlu memperkirakan hasil yang terkait

dengan berbagai jenis insiden.

4
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
d. Meninjau dan menilai aspek keselamatan dan risiko dari prosedur perawatan pasien

dan program baru.

e. Memantau hukum dan kode yang terkait dengan keselamatan, persetujuan, dan

perawatan pasien.

f. Menghilangkan atau mengurangi risiko sebanyak mungkin.

g. Meninjau pekerjaan komite lain untuk menentukan potensi pertanggungjawaban

dan merekomendasikan pencegahan atau tindakan korektif. Contoh komite tersebut

adalah infeksi, audit medis, keselamatan / keamanan, farmasi, audit keperawatan,

dan produktivitas.

h. Mengidentifikasi kebutuhan akan pendidikan pasien, keluarga, dan personel yang

disarankan oleh semua yang disebutkan sebelumnya dan mengimplementasikan

program pendidikan yang sesuai.

i. Mengevaluasi hasil program manajemen risiko.

j. Memberikan laporan berkala kepada administrasi, staf medis, dan dewan direksi.

4. Pendekatan pada Sistem (Sarana) Pelayanan Kesehatan

Filosofi dari risk management melalui intervensi organisasi dilakukan melalui 5

pendekatan, yaitu (Idris, 2007):

a. Recognition of Organizational Disease;

b. Commitment to Produce Results;

c. Managing Risk by Objectives;

d. Organizational Acceptance; dan

e. Staff management.

Dalam perjalanannya menurut Idris (2007), dilakukan langkah-langkah yang bersifat:

a. Preventif yang berupa patient relations the product is patient service, public

relations image building;

5
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
b. Korektif yaitu identification of risks, monitoring and audit;

c. Dokumentasi, yang terdiri atas patient and medical records, medical staff records;

administrative records;

d. Edukatif pada staf dan pasien;

e. Administratif, yaitu administration as an active process, action based on

principles;

f. Penanganan problem potensial, yaitu dengan identification of problems,

centralization of information (Idris, 2007).

5. Jenis dan Pelaksanaan Manajemen Risiko

Setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau

berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien disebut insiden

keselamatan pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris

Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), dan Kejadian Potensial Cedera (KPC)

(Kemenkes RI & KARS, 2011).

Area berisiko tinggi dalam perawatan kesehatan terbagi dalam lima kategori umum

(Sullivan, 2013):

a. Kesalahan pengobatan

Insiden yang dilaporkan terjadi ketika obat atau cairan dihilangkan, obat atau

cairan yang salah diberikan, atau obat diberikan kepada pasien yang salah, pada

waktu yang salah, dalam dosis yang salah, atau dengan rute yang salah.

b. Komplikasi dari prosedur diagnostik atau perawatan

Setiap insiden yang terjadi sebelum, selama, atau setelah prosedur seperti

tongkat sampel darah, biopsi, pemeriksaan rontgen, pungsi lumbal, atau prosedur

invasif lainnya dikategorikan sebagai insiden prosedur diagnostik.

c. Jatuh

6
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
d. Pasien atau keluarga tidak puas dengan perawatan

Ketika seorang pasien atau keluarga menunjukkan ketidakpuasan umum

dengan perawatan dan situasi tidak dapat atau belum diselesaikan, maka laporan

insiden diajukan

6. Evaluasi serta Tindak Lanjut Pelaksanaan Manajemen Risiko

Membandingkan tingkat risiko yang telah ada dengan kriteria standar adalah

evaluasi manajemen risiko (Ismail, 2016). Hasil wawancara tentang evaluasi dan tindak

lanjut manajemen risiko di ruang oerawatan anak, bahwa selalu melihat kebelakang

pelaksanaan manajemen risiko dan menganalisis jika ada jenis manajemen resiko yang

7
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
belum optimal pelaksanaannya. Perawat R memiliki harapan kedepan bahwa

manajemen risiko di ruang anak selalu seperti sekarang jika perlu ditingkatkan.

Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko masuk ke dalam kategori

yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus

melakukan pengendalian. Hal ini persis yang dilakukan oleh Perawat R karena

berdasarkan analisisnya tingkat risiko di ruangan anak tergolong rendah. Perawat R

juga menyadari perannya jika terjadi insiden maka harus melakukan analisis penyebab

dan tindak lanjut termasuk melaporkan ke tim KKPRS sesuai ketentuan (Komite

Keselamatan Pasien, 2015).

7. Penanganan Risiko

Penanganan risiko adalah proses untuk memodifikasi risiko (ISO 31000:2009,

2009) Bentuk - bentuk penanganan risiko diantaranya: Menghindari risiko dengan

memutuskan untuk tidak memulai atau melanjutkan aktivitas yang menimbulkan risiko

(Idris, 2007);

a. Mengambil atau meningkatkan risiko untuk mendapat peluang (lebih baik, lebih

menguntungkan);

b. Menghilangkan sumber risiko;

c. Mengubah kemungkinan;

d. Mengubah konsekuensi;

e. Berbagi risiko dengan pihak lain (termasuk kontrak dan pembiayaan risiko);

f. Mempertahankan risiko dengan informasi pilihan.

8. Pengawasan (Monitor) dan Tinjauan (Review)

Pengawasan dan tinjauan memang merupakan kegiatan yang umum dilakukan oleh

organisasi manapun. Namun, untuk manajemen risiko ini perlu dibahas, karena ada alat

bantu yang sangat berguna. Alat bantu itu adalah Risk Register (daftar risiko). Risk

8
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
Register adalah pusat dari proses manajemen resiko organisasi (NHS). Alat manajemen

yang memungkinkan suatu organisasi memahami profil resiko secara menyeluruh. Ini

merupakan sebuah tempat penyimpanan untuk semua informasi resiko (Cornell, 2012).

Catatan segala jenis resiko yang mengancam keberhasilan organisasi dalam

mencapai tujuannya. Ini adalah ‘dokumen hidup’ yang dinamis, yang dikumpulkan

melalui proses penilaian dan evaluasi resiko organisasi (Cornell, 2012). Risk register

dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Risk register korporat, digunakan untuk risiko ekstrim (peringkat 15 –25)

b. Risk register divisi, digunakan untuk risiko dengan peringkat lebih rendah atau

risiko yang diturunkan dari risk register korporat karena peringkatnya sudah turun.

Untuk mengurangi beban administrasi, risiko rendah (peringkat 1 –3) tidak perlu

dimasukkan ke dalam daftar

Risk Register ini bersifat sangat dinamis. Setiap bulan bisa saja berubah.

Perubahan itu dapat berupa:

a. Jumlahnya berubah karena ada risiko baru teridentifikasi

b. Tindakan pengendalian risikonya berubah karena terbukti tindakan pengendalian

risiko yang ada tidak cukup efektif.

c. Peringkat risikonya berubah karena dampak dan peluangnya berubah.

d. Ada risiko yang dihilangkan dari daftar risiko korporat, karena peringkatnya sudah

lebih rendah dari 15 (dipindahkan ke risk register divisi).

B. Metode Analisis Risiko dalam Pelayanan Kesehatan

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kejadian buruk pada

pasien di area klinis menurut Carroll, (2009) awalnya dikembangkan oleh Joyce Craddick

dari Medical Management Analysis International. Sistem ini, dan banyak lainnya seperti

9
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
itu yang mengikuti, menggunakan daftar kejadian pasien yang jelas terhadap rekam medis

pasien. Beberapa metode tersebut diantaranya:

1. Failure Mode and Effects Analysis (FMEA)

Sebuah teknik pengendalian risiko yang digunakan untuk mencegah terjadinya

kerugian dengan menganalisis situasi yang mungkin menimbulkan risiko di lain waktu.

Tujuan FMEA adalah untuk mengidentifikasi cara-cara di mana proses itu berpotensi

gagal sehingga menghilangkan atau mengurangi kemungkinan atau tingkat keparahan

akibat kegagalan tersebut. FMEA digunakan sebelum peristiwa atau insiden buruk

terjadi, dan dianggap sebagai teknik yang berhasil untuk manajemen risiko proaktif

(Carroll, 2009).

2. Root Cause Analysis (RCA)

Organisasi perawatan kesehatan yang diakreditasi oleh Joint Commission

diharuskan untuk melakukan analisis akar masalah sebagai tanggapan atas setiap

kejadian sentinel.

Root Cause Analysis oleh Joint Commission on Accreditation of Healthcare

Organizations (JCAHO) pada tahun 1996 dalam Berry & Krizek (2000), adalah sebuah

proses untuk mengidentifikasi faktor atau faktor paling mendasar atau penyebab yang

mendasari variasi ketika mereka melakukan suatu tindakan, yang biasanya terjadi pada

peristiwa sentinel yang merugikan.

RCA menurut Sullivan (2013) adalah metode untuk bekerja mundur melalui suatu

peristiwa untuk memeriksa setiap tindakan yang menyebabkan kesalahan atau peristiwa

yang terjadi.

10
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan

RCA adalah proses yang cukup rumit sehingga membutuhkan beberpa teknik

dalam pelaksanaannya. Fase pertama menurut Berry & Krizek (2000) dalam

pengembangan dan penerapan awal dari program RCA yang efektif terdiri dari kegiatan-

kegiatan berikut:

a. Setting up reporting mechanisms

Organisasi membutuhkan metode harus menerima informasi tentang apa yang

dilakukan dengan benar atau salah atau memiliki peluang untuk perbaikan. Sistem

pelaporan masalah atau kekurangan perlu dirancang agar dapat digunakan. Mulailah

dari yang sederhana dan pertahankan seperti itu, kecuali jika tidak menyediakan

sebagian besar informasi yang diperlukan. Proposal komputer mungkin tidak

memberikan semua informasi yang diperlukan menurut Wilson, Dell, & Australia

(1993) dalam Berry & Krizek (2000). Survei kepuasan pasien atau pertanyaan pasien

dapat memberikan wawasan tentang area masalah potensial atau nyata sebelum

peristiwa sentinel terjadi. Sistem pengelolaan waktu berjalan yang terhormat dapat

menjadi metode yang berguna untuk menemukan apa yang terjadi dalam organisasi.

Di bidang yang membutuhkan perhatian, karyawan adalah sumber informasi yang

andal.

11
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
b. Identifying criteria for problem selection

Kriteria ini ditentukan oleh Komisi Gabungan (1996) definisi kejadian sentinel

atau lingkungan yang mungkin mendukung terjadinya kejadian sentinel

c. Selecting problems for analysis

Langkah ini mungkin bisa diperdebatkan penyebab kendala waktu yang

diberlakukan oleh proses pelaporan acara sentinel. Namun, berdasarkan analisis akar

penyebab sebelumnya, sebuah pola dapat terjadi. Akar penyebab yang sama mungkin

telah memicu masalah lain, yang kemudian mungkin perlu ditangani secara proaktif

untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

d. Selecting analysis techniques

Pemilihan teknik yang akan digunakan didasarkan pada masalah khusus untuk

dianalisis. Menurut Wilson, Dell, dan Andetson (1993) dalam Berry & Krizek (2000)

bahwa selalu ada bahaya dalam menyarankan teknik analisis mana yang lebih tepat.

Jumlah data yang diperlukan untuk membentuk solusi defensif yang akurat dan

defensif akan sesuai dengan masalah dan konsekuensinya.

Wilson, Dell, dan Anderson dan Joint Commission (1996) dalam Berry &

Krizek (2000) sepakat bahwa alat statistik dan nonstatistik dapat dimasukkan dalam

analisis dan teknik juru tulis dc untuk diagram sebab-akibat, diagun pohon, analisis

barier, dan diagram Pareto.

Wilson, Dell, dan Anderson Berry & Krizek (2000) juga merujuk pada intuisi

sebagai teknik analisis yang bermanfaat dan tidak tersirat. Mereka yang memiliki

pengalaman dalam analisis akar penyebab mendapatkan wawasan tentang

pemecahan masalah. Dari waktu ke waktu dan dengan lebih banyak pengalaman,

mereka sering dapat memusatkan perhatian pada penyebab dasar. Mengumpulkan

12
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
jumlah yang tepat dari data yang tepat sebagian besar akan datang dari pengalaman.

Teknik lain yang digunakan dalam proses analisis akar penyebab

termasuk brainstorming untuk mendapatkan ide-ide mengalir bebas tentang

penyebab acara, flowchart untuk memvisualisasikan proses yang mengarah ke acara

tersebut, menyebar diagram untuk menunjukkan korelasi antara dua variabel, dan

analisis perubahan, yang merupakan pendekatan sistematis untuk pemecahan

masalah dengan memeriksa efek perubahan

Sedangkan dalam Nurzakiah (2016) berikut beberapa langkah-langkah untuk

melakukan RCA:

a. Identifikasi Insiden: RCA digunakan untuk menganalisa dan mengevaluasi Insiden

Keselamatan Pasien (IKP) pada derajat ungu dan merah.

b. Tentukan tim investigator yang mewakili berbagai komponen:

1) Subkomite keselamatan pasien

2) Subkomite mutu dan manajemen risiko

3) Bidang keperawatan dan perwakilan kepala ruang

4) Perwakilan kepala instalasi/kepala bagian

5) Perwakilan klinisi

6) Personil lain yang dinilai perlu (misal dari komponen K3, PPI, administrasi

keuangan, kepegawaian, farmasi, logistik dll sesuai IKP yang terjadi)

c. Pengumpulan data dan informasi dilakukan di lapangan dengan berbagai cara:

1) Observasi

Observasi langsung kepada praktek di lapangan dan tempat kejadian

2) Telaah Dokumentasi

Meliputi penelusuran kepada rekam medik pasien dan seluruh

pedoman/panduan/SPO terkait dengan insiden untuk korelasi keduanya.

13
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
3) Wawancara

Dilakukan dalam sesi tertutup kepada setiap personil terkait secara terpisah

termasuk kepada pihak yang dirugikan / pasien dalam insiden tersebut.

d. Pemetaan kronologi kejadian dilakukan dengan cara:

1) Kronologi naratif : berguna pada laporan akhir insiden

2) Timeline: menelusuri rantai insiden secara kronologis dan berguna untuk

menemukan bagian dalan proses dimana insiden terjadi

3) Tubular Timeline: seperti timeline tapi lebih detail terutama dalam hal good

practice dan CMP (Care Management Problem), berguna untuk kejadian yang

berlangsung lama

4) Time-Person Grid: untuk mengetahui pergerakan dan keberadaan seseorang

sebelum, selama, dan sesudah kejadian. Berguna pada kejadian yang melibatkan

banyak orang namun dalam periode waktu pendek.

e. Analisa Informasi

1) Tehnik 5 Why’s (atau tehnik why – why)

Bertanya secara berlapis dengan tujuan menemukan akar penyebab masalah,

dengan mengidentifikasi gejala, penyebab langsung, faktor kontributor, dan

akhirnya akar masalah. Dengan tehnik ini, investigator tidak boleh berhenti

bertanya walaupun sudah menemukan penyebab langsung sebelum menemukan

akar penyebab masalah.

2) Analisis perubahan

Digunakan bila dicurigai adanya perubahan praktek daripada prosedur yang

seharusnya

3) Analisis Barrier

4) Analisis Fish Bone

14
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
3. Metode Pelaporan Internal Informal dan Pelaporan Eksternal

Sistem Pelaporan Internal Informal biasanya diterapkan untuk mematuhi

persyaratan oleh perusahaan asuransi komersial sebagai persyaratan untuk

pertanggungan, pengaturan pembiayaan risiko alternatif seperti program asuransi diri

(tawanan, kelompok retensi risiko, perwalian, dan sebagainya), kepatuhan dengan

undang-undang negara dan persyaratan peraturan lainnya, dan untuk memenuhi standar

seperti yang diumumkan oleh The Joint Commission, Utilization Review Accreditation

Committee (URAC), Commission for Accreditation of Rehabilitation Facilities

(CARF), dan National Committee for Quality Assurance (NCQA) (Carroll, 2009).

Para profesional manajemen risiko memiliki banyak informasi yang tersedia di

mana mereka dapat mengembangkan kegiatan manajemen risiko untuk menghilangkan

atau mengurangi kerugian. Banyak dari informasi ini dihasilkan secara internal dan

digunakan secara internal. Namun, banyak kelompok di luar organisasi juga

memerlukan informasi. Pengguna data internal organisasi luar ini sangat beragam

seperti informasi yang mereka butuhkan atau inginkan. Beberapa laporan eksternal

dibuat untuk mematuhi mandat hukum, sementara informasi lain dilaporkan secara

sukarela sebagai bagian dari upaya kolaboratif untuk meningkatkan keselamatan pasien.

Lebih jelas Komite Keselamatan Pasien (2015) di Indonesia menggambarkan

pelaporan internal dalam hal ini rumah sakit dan pelaporan eksternal kepada Komite

Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) dalam suatu bagan.

15
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan

4. Sistem Pelaporan Wajib

Pelaporan kejadian buruk oleh rumah sakit diatur di dua puluh negara bagian.

Dalam semua kecuali satu, pelaporan adalah wajib. Sebanyak 13 negara telah

mengembangkan pedoman interpretatif untuk memperjelas persyaratan pelaporan.

Negara-negara dengan pedoman pelaporan elektronik mungkin telah mengembangkan

panduan pengguna internet untuk sistem mereka. Menurut pejabat negara, sistem

pelaporan wajib memainkan peran penting dalam pengawasan rumah sakit dengan

memberikan informasi tentang praktik keselamatan pasien di rumah sakit. Negara

menggunakan data untuk menyelidiki peristiwa individu dan memastikan bahwa

tindakan korektif diambil.

16
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
5. Pengaturan Kolaboratif

Publication of the 1999 Institute of Medicine oleh Joint Commission pada tahun

2003, dan beberpa lembaga lain mengembangkan sistem pelengkap untuk identifikasi

risiko, terutama di bidang kesalahan pengobatan. Sistem pelengkap ini memperluas

pelaporan kejadian tradisional untuk melibatkan profesional lain yang sebelumnya tidak

termasuk dalam hierarki pelaporan dan analisis, seperti apoteker rumah sakit.

Penggunaan teknologi seperti bar coding, robotika untuk pengeluaran dan pengemasan

obat-obatan, dan sistem entri pesanan dokter (penyedia) yang terkomputerisasi (CPOE)

semuanya memiliki potensi untuk menurunkan profil risiko yang terkait dengan

pemberian obat.

Beberapa metode juga yang diidentifikasi sebagai Risk Assessment Tools untuk

menganalisa risiko dalam pelayanan kesehatan dalam Nurzakiah (2016) selain Root Cause

Analysis (RCA) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah Risk Matrix Grading.

Risk Matrix Grading

Risiko atau insiden yang sudah teridentifikasi dalam metode Risk Matrix Grading bahwa

harus ditentukan peringkatnya (grading) dengan memperhatikan:

a. Tingkat peluang/frekwensi kejadian (probability/likelyhood)

b. Tingkat dampak yang dapat/sudah ditimbulkan (consequences)

17
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan

Warna Bands : Hasil pertemuan antara nilai dampak yang diurut ke bawah dan nilai

probabilitas yang diurut ke samping.

18
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Risiko berkaitan dengan kondisi yang menyebabkan kerugian. Kondisi ini senantiasa

ada dan menuntut perhatian manajemen untuk mengelolanya dengan tepat. Manajemen

risiko adalah suatu pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian

yang berkaitan dengan ancaman, suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian

risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan

menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumber daya. Strategi yang dapat diambil antara

lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek

negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu.

B. Saran

19
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
DAFTAR PUSTAKA

Berry, K., & Krizek, B. (2000). Root Cause Analysis in Response to a “Near Miss”. Journal

for Healthcare Quality: Official Publication of the National Association for Healthcare

Quality, 22(2), 16–18. https://doi.org/10.1111/j.1945-1474.2000.tb00110.x

Black, B. P. (2014). Professional Nursing; Consepts & Challenges (7th ed.; Y. Alexopoulos,

Ed.). China: Elsevier.

Carroll, R. L. (2009). Risk Management Handbook for Health Care Organizations (Student;

R. L. Carroll, Ed.). San Fransisco: Jossey-Bass.

Cherry, B., & Jacob, S. R. (2014). Contemporary Nursing Issues, Trends, & Management

(Sixth Edit; A. Buxton, Ed.). Retrieved from

http://gen.lib.rus.ec/search.php?req=contemporary+issue+in+nursing&lg_topic=libgen&

open=0&view=simple&res= 25&phrase=0&column=def

Cornell, D. (2012). NHS South Tyneside Clinical Commissioning Group-Risk Register Policy.

Idris, F. (2007). Manajemen Resiko dalam Pelayanan Kesehatan: Konsep dalam Sistem

Pelayanan Kesehatan.

Ismail, I. P. (2016). Manajemen Risiko dalam Pelayanan Kesehatan di Instalasi Farmasi

RSUD Tebing Tinggi Kab. Empat Lawang. https://doi.org/10.13140/RG.2.1.1674.4087

ISO 31000:2009. (2009). Risk Management-Principles and Guidelines.

Kemenkes RI, & KARS. (2011). Standar akreditasi rumah sakit JCI. (September), 260.

Retrieved from

dinus.ac.id/repository/docs/ajar/STANDAR_AKREDITASI_RS_2012.pdf%0A

Komite Keselamatan Pasien, R. sakit. (2015). Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan

Pasien (IKP). Retrieved from

www.pdpersi.co.id/kanalpersi/website_ikprs/content/pedoman_pelaporan.pdf%0A

Mannan, S. (2005). Lees’ Loss Prevention in the Process IndustriesLees’ Loss Prevention in

20
Manajemen Mutu dalam
Pelayanan Kesehatan
the Process Industries; Hazard Identification, Assessment and Control (5rd ed.; S.

Mannan, Ed.). Texas: Science Direct.

Nurzakiah, A. (2016). Manajemen Risiko di Rumah Sakit (p. 21). p. 21.

https://doi.org/10.13140/RG.2.1.1019.0484

Ollah, Y., & Ghofur, A. (2016). Dokumentasi keperawatan, Kemenkes RI.

Sullivan, E. J. (2013). Effective Leadership and Management in Nursing (8th ed.; P. Fuller,

Ed.). Boston: Pearson.

21

Anda mungkin juga menyukai