Anda di halaman 1dari 33

Pemusnahan, Penarikan,

Pengendalian, Administrasi
dan Manajemen Resiko
Pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alkes dan BMHP
Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
1. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

2. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan


Bahan Medis Habis Pakai bila:
a. produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. telah kadaluwarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan
d. dicabut izin edarnya.
Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
3. Tahapan pemusnahan Obat terdiri dari:
a. membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang akan dimusnahkan;
b. menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c. mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan
kepada pihak terkait;
d. menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e. melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk
sediaan serta peraturan yang berlaku.

4. Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis


Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penarikan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan oleh
BPOM atau pabrikan asal. Rumah Sakit harus mempunyai sistem
pencatatan terhadap kegiatan penarikan.
Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus
bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit.
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai adalah untuk:
a. penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b. penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi;
c. memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan
kehilangan serta pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah:
a. melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow
moving);
b. melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu
tiga bulan berturut-turut (death stock);
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.

Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk
memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.

• Kegiatan administrasi terdiri dari:


a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian
persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik
yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan,
triwulanan, semester atau pertahun).

Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang


berlaku.
Pencatatan dilakukan untuk:
1) persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM;
2) dasar akreditasi Rumah Sakit;
3) dasar audit Rumah Sakit; dan
4) dokumentasi farmasi.
Administrasi
b. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus
mengelola keuangan maka perlu
menyelenggarakan administrasi keuangan.
Administrasi keuangan merupakan
pengaturan anggaran, pengendalian dan
analisa biaya, pengumpulan informasi
keuangan, penyiapan laporan, penggunaan
laporan yang berkaitan dengan semua
kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara rutin
atau tidak rutin dalam periode bulanan,
Setiap upaya medik umumnya mengandung
risiko , sebagian di antaranya berisiko ringan atau
hampir tidak berarti secara klinis. Namun tidak
sedikit pula yang memberikan konsekuensi medik
yang cukup berat.
Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan
sesuatu terjadi atau potensi bahaya yang terjadi
yang dapat memberikan pengaruh kepada hasil
akhir.
Risiko yang dicegah berupa risiko klinis dan risiko
non klinis . Risiko klinis adalah risiko yang dikaitkan
langsung dengan layanan medis maupun layanan lain yang
dialami pasien selama di RS. Sementara risiko non medis
ada yang berupa risiko bagi organisasi maupun risiko
finansial. Risiko organisasi adalah yang berhubungan
langsung dengan komunikasi, produk layanan, proteksi
data, sistem informasi dan semua risiko yang dapat
mempengaruhi pencapaian organisasi. Risiko finansial
adalah risiko yang dapat mengganggu kontrol finansial
yang efektif, salah satunya adalah sistem yang harusnya
dapat menyediakan pencatatan akuntansi yang baik (Bury
PCT, 2007).
Menurut Dwipraharso (2004) risiko medis dibagi menjadi 3
tingkatan, yaitu:
1. Tingkat probabilitas dan keparahannya minimal
(umumnya bersifat foreseeable but unavoidable,
calculated, controllable).
2. Risiko ‘bermakna’ tetapi harus diambil karena ‘the
only way’ (unavoidable).
Risiko 1 dan 2 memerlukan informed consent sehingga bila
terjadi dokter tidak bertanggung jawab secara hukum.
3. Risiko yang unforeseeable = untoward results
Faktor Komponen yang berperan
Organisasi dan Manajemen  Sumber dan keterbatasan keuangan
 Struktur organisasi
 Standar dan tujuan kebijakan
 Safety culture
Lingkungan pekerjaan  Kualifikasi staf dan tingkat keahlian
 Beban kerja dan pola shift
 Desain, ketersediaan dan pemeliharaan alkes
 Dukungan administratif dan manajerial
Tim  Komunikasi verbal
 Komunikasi tulisan
 Supervisi dan pemanduan
 Struktur tim
Individu dan staf  Kemampuan dan ketrampilan
 Motivasi
 Kesehatan mental dan fisik
Penugasan  Desain penugasan dan kejelasan struktur penugasan
 Ketersediaan dan pemanfaatan prosedur yang ada
 Ketersediaan dan akurasi hasil tes
Karakteristik pasien  Kondisi ( Keparahan dan kegawatan)
 Bahasa dan komunikasi
 Faktor sosial dan personal
• Meningkatkan peran RS dan manajemen dalam mencegah error
dengan cara mengembangkan sistem yang selain bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan juga menjamin bahwa setiap
upaya, prosedur dan sistem pelayanan yang dilakukan aman untuk
pasien, petugas dan lingkungan. Hal tersebut dipresentasikan dalam
bentuk SPO, clinical practice guidelines, clinical pathway dll.
• Meningkatkan peran staf RS agar terlibat langsung maupun tidak
langsung dalam pelayanan kesehatan di RS untuk mampu mengenali,
mengidentifikasi dan menganalisis kejadian medical error dan
melakukan upaya yang adekuat untuk mengatasi error yang sudah
terlanjur terjadi.
• Setiap staf harus menyadari bahwa mereka adalah bagian dari tim
yang bekerja dalam satu sistem. Kerja tim yang baik juga sangat
ditentukan oleh kinerja manajemen rumah sakit yang baik, mulai dari
dukungan moral, finansial, ,teknis dan oprasional hingga terjalinnya
komunikasi yang baik antara pihak manajemen dengan pihak praktisi.
Manajemen risiko menurut The Joint
Commission On Acreditation Of Healthcare
Organizations adalah aktivitas klinik dan
administratif yang dilakukan oleh RS untuk
melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan
risiko terjadinya cedera atau kerugian pada pasien,
pengunjung dan institusi RS.

Manajemen risiko dapat digambarkan sebagai


proses berkelanjutan dari identifikasi secara
sistemik, evaluasi dan penatalaksanaan risiko
dengan tujuan mengurangi dampak buruk bagi
organisasi maupun individu.
What are the hazards
(identifikasi risiko)

Probability, Severity ,
Exposure

Accept the Can it be


Level of risk ? eliminated?
risk

Can it be
Eliminated Yes Acceptable? No
reduced?

Reduced Cancel the


mission?
• Risk Awareness. Seluruh staf RS harus menyadari risiko yang mungkin
terjadi di unit kerjanya masing-masing, baik medis maupun non medis.
Metode yang digunakan untuk mengenali risiko antara lain: Self-assessment,
sistem pelaporan kejadian yang berpotensi menimbulkan risiko (laporan
insiden) dan audit klinis.
• Risk control (and or Risk Prevention). Langkah-langkah yang diambil
manajemen untuk mengendalikan risiko. Upaya yang dilakukan:
 Mencari jalan untuk menghilangkan risiko (engineering
solution)
 Mengurangi risiko (control solution) baik terhadap
probabilitasnya maupun terhadap derajat keparahannya.
 Mengurangi dampaknya.
• Risk containment. Dalam hal telah terjadi suatu insiden, baik akibat
suatu tindakan atau kelalaian ataupun akibat dari suatu kecelakaan yang
tidak terprediksikan sebelumnya, maka sikap yang terpenting adalah
mengurangi besarnya risiko dengan melakukan langkah-langkah yang tepat
dalam mengelola pasien dan insidennya. Unsur utamanya biasanya adalah
respons yang cepat dan tepat terhadap setiap kepentingan pasien, dengan
didasari oleh komunikasi yang efektif.
• Risk transfer. Akhirnya apabila risiko itu akhirnya terjadi juga dan
menimbulkan kerugian, maka diperlukan pengalihan penanganan risiko
tersebut kepada pihak yang sesuai, misalnya menyerahkannya kepada
sistem asuransi.
Dari sisi sumber daya manusia, manajemen risiko dimulai dari
pembuatan standar (set standards), patuhi standar tersebut (comply
with them), kenali bahaya (identify hazards), dan cari pemecahannya
(resolve them).
Maksud manajemen risiko adalah upaya-upaya yang
dilakukan RS yang dirancang untuk mencegah cedera
pada pasien atau meminimalkan kehilangan finansial.
Manajemen risiko dilakukan dengan mengenali kelemahan
dalam sistem dan memperbaiki kelemahan tersebut
(dilakukan dengan menerapkan no blame culture)
Tujuan dilakukannya manajemen risiko :
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS.
b. Meningkatkan akuntabilitas.
c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD).
d. Terlaksananya program-program pencegahan
sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian yang
tidak diharapkan.
e. Meminimalisir risiko yang mungkin terjadi dimasa
mendatang. Dengan adanya antisipasi risiko,
apabila terjadi insiden sudah terdapat alternatif
penyelesaiannya.
f. Melindungi pasien, karyawan, pengunjung dan
pemangku kepentingan lainnya.
1. Identifikasi risiko.
Proses sistematis dan terstruktur untuk
menemukan dan mengenali risiko, kemudian dibuat
daftar risiko. Daftar risiko dilengkapi dengan
deskripsi risiko termasuk menjelaskan kejadian dan
persitiwa yang mungking terjadi dan dampak yang
ditimbulkannya.
Identifikasi dilakukan pada: Sumber risiko, area
risiko, peristiwa dan penyebabnya dan potensi
akibatnya. Metode identifikasi risiko dilakukan
dengan proaktif melalui self asessment, incident
reporting sistem dan clinical audit dan dilakukan
menyeluruh terhadap medis dan non medis.
2. Urutkan prioritas risiko dengan mengukur tingkat
risiko.
Pengelolaan risiko diawali dengan menilai konsekuensi
yang dapat diakibatkan sebuah insiden dan kemungkinan
terjadinya risiko setelah teridentifikasi. Kemudian risiko
dievaluasi lalu diberikan skor untuk menentukan bobot
dan prioritas risiko yang telah terjadi. Sesuai dengan
bobotnya ditentukan tindakan yang akan diberlakukan
terhadap masing-masing risiko. Bila bobotnya ringan dan
tidak prioritas tindakannya dapat hanya mentoleransi saja
dan menjadikannya catatan. Namun bila risiko yang terjadi
memiliki bobot besar dan mengganggu pencapaian tujuan
RS, maka ditentukan sebagai prioritas utama dan harus
diatasi atau ditransfer, atau bahkan menghentikan kegiatan
yang meningkatkan terjadinya risiko.
Tujuan menentukan prioritas risiko adalah membantu
proses pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis
risiko.
Menentukan prioritas risiko dengan menggunakan rumus:
TINGKAT RISIKO = PELUANG X FREKUENSI PAJANAN X
AKIBAT
3. Tentukan respon RS.
Respon RS ditentukan melalui asesmen risiko atau
pengelolaan risiko, yang meliputi :
 Identifikasi potensial risiko dan hazard.
 Menelusuri siapa dan apa yang dapat dirugikan
serta bagaimana caranya.
 Evaluasi temuan risiko, analisa apakah
pengelolaannya sudah cukup atau perlu diubah
untuk mencegah terjadinya insiden.
 Catat temuan lalu buat rencana pengelolaanya.
 Evaluasi pengelolaan secara menyeluruh dan
perbaiki bila perlu.
3. Tentukan respon RS.
Respon RS ditentukan melalui asesmen risiko atau
pengelolaan risiko, yang meliputi :
 Identifikasi potensial risiko dan hazard.
 Menelusuri siapa dan apa yang dapat dirugikan
serta bagaimana caranya.
 Evaluasi temuan risiko, analisa apakah
pengelolaannya sudah cukup atau perlu diubah
untuk mencegah terjadinya insiden.
 Catat temuan lalu buat rencana pengelolaanya.
 Evaluasi pengelolaan secara menyeluruh dan
perbaiki bila perlu.
4. Kelola kasus risiko untuk meminimalkan kerugian
(Risk Control).
Perlakukan risiko adalah upaya untuk menyeleksi pilihan-
pilihan yang dapat mengurangi atau meniadakan dampak
serta kemungkinan terjadi risiko. Perlakuan yang dapat
dipilih adalah;
 Pengendalian = upaya-upaya untuk mengubah risiko
yang merupakan langkah-langkah antisipatif yang
direncanakan dan dilakukan secara rutin untuk
mengurangi risiko.
 Penanganan = langkah-langkah yang diambil untuk
mengurangi risiko jika tindakan pengendalian belum
memadai. Dapat juga bermakna langkah-langkah yang
telah direncanakan dan akan dilakukan apabila risiko
benar-benar terjadi.
Sementara menurut NHS (National Health System)
pengelolaan risiko adalah:
 Mengambil kesempatan dengan kondisi yang
ada dengan mempertimbangkan keuntungan lebih
besar daripada kerugian
 Mentolerasi risiko
 Mentransfer risiko pada pihak ke 3 seperti
asuransi
 Menghentikan aktivitas yang menimbulkan
risiko
Klasifikasi Jenis Pengendalian
Menghindari risiko Menghentikan kegiatan

Tidak melakukan kegiatan


Mengurangi risiko Membuat Kebijakan

Membuat SPO
Mengganti atau membeli alat

Mengembangkan sistem informasi

Melaksanakan prosedur

pengadaan, perbaikan dan pemeliharaan


bangunan dan instrumen yang sesuai dengan
persyaratan; pengadaan bahan habis pakai sesuai
dengan prosedur dan persyaratan; pembuatan dan
pembaruan prosedur, standar dan check-list;
pelatihan penyegaran bagi personil, seminar,
pembahasan kasus, poster, stiker
Mentransfer risiko Asuransi

Mengeksploitasi risiko Mengambil kesempatan dengan kondisi yang ada


dengan mempertimbangkan keuntungan lebih
besar daripada kerugian
Menerima risiko
5. Membangun upaya pencegahan.
Dalam hal ini adalah monitoring dan reviu. Monitoring
adalah pemantauan rutin terhadap kinerja aktual proses
manajemen risiko dibandingkan dengan rencana atau
harapan yang akan dihasilkan. Reviu adalah peninjauan
atau pengkajian berkala atas kondisi saat ini dan dengan
fokus tertentu.

6. Kelola pembiayaan risiko (Risk Financing).


Biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian atau
penanganan yang dilakukan.
Pelaksanaan Identifikasi Risiko dilakukan dengan
melihat potensi adanya suatu kejadian yang berdampak
negatif dan mempengaruhi pencapaian tujuan yang ingin
dicapai . Kemudian ditentukan prioritas risiko untuk
membantu proses pengambilan keputusan berdasarkan
hasil analisis risiko. Analisis risiko dilakukan dengan
menghitung asumsi probabilitas kejadian (PELUANG) ,
besaran dampak (AKIBAT) dan asumsi frekuensi terjadi
(FREKUENSI) serta score/tingkat risiko adalah hasil
perkalian P x F x A.
UNIT PENGENDALIAN
RISIKO DAMPAK P F A R KRITERIA KETERANGAN
KERJA RISIKO
Farmasi Insiden Kerugian pada 3 1 1 3 Rendah risiko dapat Melakukan
penggunaan pasien diterima prosedur sesuai
antibiotika double dengan SPO
Farmasi Insiden kesalahan Kerugian pada 3 1 3 9 Rendah risiko dapat Melakukan
penyerahan obat pasien diterima prosedur sesuai
pada pasien IRJA dengan SPO
Farmasi Insiden kesalahan Kerugian pada 3 1 7 21Menengah tindakan Mereview SPO
penyerahan obat pasien perbaikan dapat yang sudah ada
pada pasien IRNA dijadwalkan kemudian
kemudian dan melakukan
penanganan prosedur sesuai
cukup dilakukan dengan SPO
dengan prosedur
yang ada
UNIT PENGENDALIAN
RISIKO DAMPAK P F A R KRITERIA KETERANGAN
KERJA RISIKO
Farmasi Insiden kelebihan Kerugian pada 3 1 7 21 Menengah tindakan Mereview SPO
penyerahan obat pasien perbaikan dapat yang sudah ada
pada pasien IRJA dijadwalkan kemudian
kemudian dan melakukan
penanganan prosedur sesuai
cukup dilakukan dengan SPO
dengan prosedur
yang ada
Farmasi Insiden kelebihan Kerugian pada 3 1 7 21 Menengah tindakan Mereview SPO
penyerahan obat pasien perbaikan dapat yang sudah ada
pada pasien IRNA dijadwalkan kemudian
kemudian dan melakukan
penanganan prosedur sesuai
cukup dilakukan dengan SPO
dengan prosedur
yang ada
Farmasi Insiden kekurangan Kerugian pada 3 1 7 21 Menengah tindakan Mereview SPO
penyerahan obat pasien perbaikan dapat yang sudah ada
pada pasien IRJA dijadwalkan kemudian
PENGENDALIAN
UNIT KERJA RISIKO DAMPAK P F A R KRITERIA KETERANGAN
RISIKO
Farmasi Insiden kekurangan Kerugian pada 3 1 7 21 Menengah tindakan Mereview SPO
penyerahan obat pasien perbaikan dapat yang sudah ada
pada pasien IRNA dijadwalkan kemudian
kemudian dan melakukan
penanganan prosedur sesuai
cukup dilakukan dengan SPO
dengan prosedur
yang ada
Farmasi Insiden kesalahan Kerugian pada 3 1 7 21 Menengah tindakan Mereview SPO
dosis obat pasien perbaikan dapat yang sudah ada
dijadwalkan kemudian
kemudian dan melakukan
penanganan prosedur sesuai
cukup dilakukan dengan SPO
dengan prosedur
yang ada
Manajemen risiko pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan melalui
beberapa langkah yaitu:

1. Menentukan konteks manajemen risiko pada proses


pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai.
2. Mengidentifikasi Risiko
Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai antara lain:
a. ketidaktepatan perencanaan kebutuhan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
selama periode tertentu;
b. pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai tidak melalui jalur resmi;
c. pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang belum/tidak teregistrasi;
d. keterlambatan pemenuhan kebutuhan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
e. kesalahan pemesanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai seperti
spesifikasi (merek, dosis, bentuk sediaan) dan kuantitas;
f. ketidaktepatan pengalokasian dana yang berdampak
terhadap pemenuhan/ketersediaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai;
g. ketidaktepatan penyimpanan yang berpotensi
terjadinya kerusakan dan kesalahan dalam pemberian;
h. kehilangan fisik yang tidak mampu telusur;
i. pemberian label yang tidak jelas atau tidak lengkap;
dan
j. kesalahan dalam pendistribusian.
3. Menganalisa Risiko
Analisa risiko dapat dilakukan kualitatif, semi
kuantitatif, dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan
dengan memberikan deskripsi dari risiko yang terjadi.
Pendekatan kuantitatif memberikan paparan secara statistik
berdasarkan data sesungguhnya.

4. Mengevaluasi Risiko
Membandingkan risiko yang telah dianalisis dengan
kebijakan pimpinan Rumah Sakit (contoh peraturan
perundang-undangan, Standar Operasional Prosedur, Surat
Keputusan Direktur) serta menentukan prioritas masalah
yang harus segera diatasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan
pengukuran berdasarkan target yang telah disepakati.
5. Mengatasi Risiko
Mengatasi risiko dilakukan dengan cara:
a. melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan
Rumah Sakit;
b. mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi
risiko;
c. menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit
analysis);
d. menganalisa risiko yang mungkin masih ada; dan
e. mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi
menghindari risiko, mengurangi risiko,
memindahkan risiko, menahan risiko, dan
mengendalikan risiko.

Anda mungkin juga menyukai