Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan
anugerah yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga Buku panduan
Manajemen Resiko Rumah Sakit Harum Sisma Medika ini dapat selesai disusun.

Buku panduan ini merupakan panduan kerja bagi semua pihak yang memberikan
pelayanan kepada pasien di Rumah Sakit harum Sisma Medika.

Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam dalamnya atas
bantuan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan panduan
Manajemen Resiko Rumah Sakit harum Sisma Medika.

Jakarta, 2015

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. RISIKO
Setiap upaya medik umumnya mengandung risiko, sebagian diantaranya
yang memberikan konsekuensi medik yang cukup berat.
Risiko diidentifikasikan sebagai kemungkinan sesuatu terjadi atau potensi
bahaya yang terjadi yang dapat memberikan pengaruh kepada hasil akhir.
Resiko yang dicegah berupa risiko klinis dan risiko non klinis. Risiko klinis adalah
risiko yang dikaitkan langsung dengan layanan medis maupun layanan lain yang
dialami pasien selama di Rumah Sakit harum Sisma Medika. Sementara risiko
non medis ada yang berupa risiko bagi organisasi maupun risiko finansial.Risiko
organisasi adalah yang berhubungan langsung dengan komunikasi, produk
layanan, proteksi data, sistem informasi dan semua risiko yang dapat
mempengaruhi pencapaian organisasi. Risiko finansial adalah risiko yang dapat
mengganggu kontrol finansial yang efektif, salah satunya adalah system yang
harusnya dapat menyediakan pencatatan yang baik (Bury PCT, 2007).
Menurut dwipraharso (2004) risiko medis dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
1. Tingkat probabilitas dan keparahannya minimal (umumnya bersifat
foreseeable but unavoidable, calculated, controllable).
2. Risiko “bermakna” tetapi harus diambil karena “the only way”
(unavoidable)
Risiko 1 dan 2 memerlukan informed consent sehingga bila terjadi dokter tidak
bertanggung jawab secara hukum.
3. Risiko yang foreseeable = Untoward results
Faktor – faktor berpengaruh dalam terjadinya risiko adalah :

Faktor Komponen yang berperan


Organisasi dan Manajemen  Sumber dan keterbatasan keuangan
 Struktur organisasi
 Standar dan tujuan kebijakan
 Safety culture
Lingkungan pekerjaan  Kualifikasi staf dan tingkat keahlian
 Beban kerja dan pola shift
 Desain, ketersediaan dan pemeliharaan
alkes
 Dukungan administrative dan manajerial
Tim  Komunikasi verbal
 Komunikasi tulisan
 Supervisi dan pemanduan
 Struktur tim
Individu dan staf  Kemampuan dan ketrampilan
 Motivasi
 Kesehatan mental dan fisik
Penugasan  Desain penugasan dan kejelasan struktur
penugasan
 Ketersediaan dan pemanfaatan prosedur
yang ada
 Ketersediaan dan akurasi hasil tes
Karakteristik pasien  Kondisi (keparahan dan kegawatan)
 Bahasa dan komunikasi
 Faktor sosial dan personal
Langkah – langkah untuk meminimalkan risiko :
 Meningkatkan peran RS dan manajemen dalam mencegah eror dengan cara
mengembangkan system yang selain bertujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan juga menjamin bahwa setiap upaya, prosedur dan
system pelayanan yang dilakukan aman untuk pasien, petugas dan
lingkungan. Hal tersebut dipresentasikan dalam bentuk SPO, clinical practice
guidelines, clinical pathway dll.
 Meningkatkan peran staf RS agar terlibat langsung maupun tidak langsung
dalam pelayanan kesehatan di RS untuk mampu mengenali,
mengidentifikasi dan menganalisis kejadian medical eror yang sudah
terlanjur terjadi.
 Setiap staf harus menyadari bahwa mereka adalah bagian dari tim yang
bekerja dalam satu system. Kerja tim yang baik juga sangat ditentukan oleh
kinerja manajemen rumah sakit yang baik, mulai dari dukungan moral,
finansial, teknis dan operasional hingga terjadinya komunikasi yang baik
antar pihak manajemen dengan pihak praktisi.
Dengan setiap pusat pelayanan kesehatan harus dibangun system yang dapat
menjamin bahwa setiap tindakan medik yang dilakukan haruslah aman bagi
pasien maupun petugas dan lingkungan sekitar.Pendekatan yang dapat
dilakukan disebut dengan manajemen resiko.
B. Manajemen Risiko
Manajemen risiko menurut The Joint Commission On Acreditation Of
Healthcare Organizations adalah aktivitas klinik dan administratif yang
dilakukan oleh RS untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan
risiko terjadinya cedera atau kerugian pada pasien, pengunjung dan institusi RS.
Manajemen risiko dapat digambarkan sebagai proses berkelanjutan dari
identifikasi secara sistemik, evaluasi dan penatalaksanaan risiko dengan tujuan
mengurangi dampak buruk bagi organisasi maupun individu.
Rumah Sakit perlu menggunakan pendekatan proaktif dalam melaksanakan
manajemen risiko. Upaya manajemen adalah : (RR, Balsamo dan MD, Brown,
1998)
Manajemen risiko dilakukan berdasarkan Risk Managemen Logic (Dwipraharso,
2004), yaitu :
What are the hazards (identifikasi risiko)

Probability, Severity, Exposure

Level of risk :

Yes Acceptable? No

Accept the risk Can it be eliminated ?


- Eliminated Can it be reduced ?
- Reduced Cancel the mission ?
Manajemen risiko merupakan upaya yang proaktif untuk mencegah masalah
dikemudian hari, dilakukan terus-menerus dan dalam suasana no blame
culture.
Tahapan manajemen risiko adalah :
1. Risk Awareness Seluruh staf RS harus menyadari risiko yang mungkin
terjadi diunit kerjanya masing-masing, baik medis maupun non medis.
Metode yang digunakan untuk mengenali risiko antara lain : Self –
assesment, system pelaporan kejadian yang berpotensi menimbulkan
risiko (laporan insiden), pengamatan KPC (Kondisi Potensi Cidera) dan
audit klinis.
2. Risk control (and or risk prevention), langkah – langkah yang diambil
manajemen untuk mengendalikan risiko. Upaya yang dilakukan :
 Mencari jalan untuk menghilangkan risiko (engineering solution)
 Mengurangi risiko (control solution) baik terhadap probobalitasnya
maupun terhadap derajat keparahannya
 Mengurangi dampaknya
3. Risk containment. Dalam hal terjadi suatu insiden, baik akibat suatu
tindakan atau kelalaian ataupun akibat dari suatu kecelakaan yang tidak
terprediksikan sebelumnya, maka sikap yang terpenting adalah
mengurangi besarnya risiko dengan melakukan langkah-langkah yang tepat
dalam mengelola pasien dan insidennya. Unsur utamanya adalah respon
yang cepat dan tepat terhadap setiap kepentingan pasien, dengan didasari
oleh komunikasi yang efektif.
4. Risk transfer. Akhirnya apabila risiko itu akhirnya terjadi juga dan
menimbulkan kerugian, maka diperlukan pengalihan penanganan risiko
tersebut kepada pihak yang sesuai, misalnya menyerahkannya kepada
system asuransi.
Dari sisi sumber daya manusia, manajemen risiko dimulai dari pembuatan
standar (set standards), patuhi standar tersebut (comply with them), kenali
bahaya (identify hazards), dan cari pemecahannya (resolve them)
MENENTUKAN KONTEKS

ASESMEN RISIKO

IDENTIFIKASI RISIKO

KOMUNIKASI MONITORING
ANALISA RISIKO
DAN DAN
KONSULTASI REVIU

EVALUASI RISIKO

PERLAKUAN RISIKO

C. MAKSUD
Maksud manajemen risiko di Rumah Sakit Harum Sisma Medika adalah upaya-
upaya dilakukan RS yang dirancang untuk mencegah cidera pada pasien atau
meminimalkan kehilangan finansial. Manajemen risiko dilakukan dengan
mengenali kelemahan dalam system dan memperbaiki kelemahan tersebut
(dilakukan dengan menerapkan no blame culture)
D. Tujuan dilakukan manajemen risiko :
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit Harum Sisma
Medika
b. Meningkatkan akuntabilitas
c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD)
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian yang tidak diharapkan
e. Meminimalisir risiko yang mungkin dimasa mendatang. Dengan adanya
antisipasi risiko, apabila terjadi insiden sudah terdapat alternative
penyelesaiannya.
f. Melindungi pasien, karyawan, pengunjung dan pemangku kepentingan
lainnya.
E. Pelaksana :
Panitia Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
BAB II
TATACARA PELAKSANAAN
1. Identifikasi risiko
Proses sistematis dan terstruktur untuk menemukan dan mengenali risiko.
Kemudian dibuat daftar risiko.Daftar risiko dilengkapi dengan deskripsi risiko
termasuk menjelaskan kejadian dan peristiwa yang mungkin terjadi dan dampak
yang ditimbulkannya.
Identifikasi dilakukan pada sumber risiko, area risiko, peristiwa dan
penyebabnya dan potensi akibatnya.Metode identifikasi risiko dilakukan denagn
proaktif melalui self assesmen, incident reporting system dan clinical audit,
pengamatan KPC (Kondisi Potensi Cidera) dan dilakukan menyeluruh terhadap
medis dan non medis.
2. Urutkan prioritas risiko dengan mengukur tingkat risiko
Pengelolaan risiko diawali dengan menilai konsekuensi yang dapat diakibatkan
sebuah insiden dan kemungkinan terjadinya risiko setelah
teridentifikasi.Kemudian risiko dievaluasi lalu diberikan skor untuk menentukan
bobot dan prioritas risiko yang telah terjadi. Sesuai dengan bobotnya ditentukan
tindakan yang akan diberlakukan terhadap masing-masing risiko. Bila bobotnya
ringan dan tidak prioritas tindakannya dapat hanya mentoleransi saja dan
menjadikannya catatan.Namun bila risiko yang terjadi memiliki bobot besar dan
mengganggu pencapaian tujuan RS, maka ditentukan sebagai prioritas utama
dan harus diatasi atau ditransfer, atau bahkan menghentikan kegiatan yang
meningkatkan terjadinya risiko.
Tujuan menentukan prioritas risiko adalah membantu proses pengambilan
keputusan berdasarkan hasil analisis risiko.
Menentukan prioritas risiko dengan menggunakan rumus :
TINGKAT RISIKO =
PELUANG X FREKUENSI X DAMPAK AKIBAT

Kriteria peluang (P)

Kriteria Peluang Nilai


Sangat besar Hampir pasti / sangat mungkin akan terjadi 5
Besar Mungkin terjadi (50 – 50 kesempatan 4
Substantial Tidak biasa namun dapat terjadi 3
Menengah Kecil kemungkinannya untuk terjadi 2
Kecil Sangat kecil kemungkinannya 1

Kriteria Frekuensi (F)

Kriteria Frekuensi Nilai


Sangat besar Terus menerus (terjadi beberapa kali dalam sehari) 5
Besar Sering : terjadi harian/minimal sekali dalam sehari 4
Substantial Kadang-kadang : terjadi seminggu sekali 3
Menengah Tidak sering : terjadi sekali antara seminggu sampai 2
sebulan
Kecil Jarang : beberapa kali dalam setahun

Kriteria Dampak (A)

Aspek Sangat Ringan Sedang Berat Sangat


(Nilai) ringan berat
(1) (2) (3) (4) (5)
Keuangan Sd Rp 10 >Rp 10 juta sd >Rp 50 Juta sd >Rp 100 Juta >Rp 1
juta 50 Juta Rp 100 Juta sd Rp 1 Milyar Milyar
Keselamatan Cidera tidak menyebabkan Menyebabkan Menyebabkan Beberapa
dan serius/minor cidera/penyakit cidera serius satu kematian, kematian
kesehatan , misalnya : yang seperti cacat memperberat dan
lecet, luka memerlukan atau kehilangan atau menyebab
kecil, hanya perawatan anggota tubuh menambah kan
perlu medis lebih dari permanen, penyakit pada penyakit
penanganan 7 hari dan dapat menyebabkan pasien atau yang
P3K disembuhkan penyakit yang karyawannya bersifat
memerlukan menyebabkan
perawatan penyakit yang
medis lebih dari bersifat kronis
7 hari dan dapat atau permanen
disembuhkan (HIV, hepatitis,
tuli, gangguan
fungsi organ
menetap)
Operasional Pelayanan Pelayanan Pelayanan Sebagian Berhenti
tidak terhambat terhambat lebih proses total
terhambat kurang dari 30 dari 30 menit berhenti dan
menit pelayanan
terhambat
hingga lebih
dari 1 hari
Keluhan Adanya Adanya keluhan Adanya keluhan Adanya Adanya
pelanggan keluhan tertulis tertulis dan keluhan keluhan
yang sebanyak > 5 tuntutan pasien tertulis dan tertulis
disampaikan kasus dalam < Rp 10 Juta tuntutan dan
secara lisan sebulan pasien Rp 10 tuntutan
juta sd 50 Juta pasien Rp
1 Milyar
3. Tentukan respon RS
Respon RS ditentukan melalui assesmen risiko atau pengelolaan risiko, yang
meliputi :
- Identifikasi potensial risiko dan hazard
- Menelusuri siapa dan apa yang dapat dirugikan serta bagaimana caranya
- Evaluasi temuan resiko, analisa apakah pengelolaannya sudah cukup atau
perlu diubah untuk mencegah terjadinya insiden
- Catat temuan lalu buat rencana pengelolaannya
- Evaluasi pengelolaan secara menyeluruh dan perbaiki bila perlu.

Proses menganalisa risiko yang perlu dipertimbangkan adalah dampak dari risiko
tersebut bila benar terjadi :
1. Risiko yang dampaknya besar harus segera ditindaklanjuti dan mendapat
perhatian dari pimpinan
2. Risiko yang dampaknya menengah-ringan akan dikelola oleh panitia PMKP
bersama kepala unit kerja untuk membuat rencana tindak lanjut dan
pengawasan.

Kriteria Skor Risiko (R)


Skor Kriteria Keterangan
20 – 25 Sangat tinggi Hentikan kegiatan dan perlu perhatian
manajemen puncak
14 – 16 Tinggi Perlu mendapat perhatian dari
manajemen puncak dan tindakan
perbaikan segera dilakukan
10 – 13 Menengah Lakukan perbaikan secepatnya dan tidak
diperlukan keterlibatan pihak manajemen
puncak
5–9 Rendah Tindakan perbaikan dapat dijadwalkan
kemudian dan penanganan cukup
dilakukan dengan prosedur yang ada
1–3 Rendah Risiko dapat diterima

4. Kelola kasus risiko untuk meminimalkan kerugian (Risk Control)


Perlakukan risiko adalah upaya untuk menyeleksi pilihan-pilihan yang dapat
mengurangi atau meniadakan dampak serta kemungkinan terjadi risiko.
Perlakukan yang dapat dipilih adalah :
 Pengendalian = upaya-upaya untuk mengubah risiko yang merupakan
langkah-langkah antisipatif yang direncanakan dan dilakukan secara rutin
untuk mengurangi risiko
 Penanganan = langkah-langkah yang diambil untuk mengurangi risiko jika
tindakan pengendalian belum memadai. Dapat juga bermakna langkah-
langkah yang telah direncanakan dan akan dilakukan apabila risiko benar-
benar terjadi

Sementara menurut NHS (National Health System) pengelolaan risiko adalah :


1. Mengambil kesempatan dengan kondisi yang ada dengan
mempertimbangkan keuntungan lebih besar daripada kerugian
2. Mentoleransi risiko
3. Mentransfer risiko pada pihak ke 3 seperti asuransi
4. Menghentikan aktivitas yang menimbulkan risiko

Opsi perlakukan Risiko


Klasifikasi Jenis Pengendalian
Menghindari risiko 1 Menghentikan kegiatan
2 Tidak melakukan kegiatan
Mengurangi risiko 1 Membuat kebijakan/SPO (pembuatan dan
pembaruan prosedur, standar dan
2 Check-list)
3 Mengganti atau membeli alat :
Mengembangkan system informasi
4 (IT), pelatihan penyegaran bagi personil,
seminar, pembahasan kasus : Melaksanakan
prosedur (Pengadaan, perbaikan dan
pemeliharaan bangunan dan instrument yang
sesuai dengan persyaratan : pengadaan bahan
habis pakai sesuai dengan prosedur dan
persyaratan.
Mentransfer risiko 1 Asuransi
2 Alih dayakan pekerjaan
Menerima risiko

5. Membangun upaya pencegahan


Dalam hal ini adalah monitoring dan tinjauan. Monitoring adalah
pemantauan rutin terhadap kinerja aktual proses manajemen risiko
dibandingkan dengan rencana atau harapan yang akan dihasilkan. Tinjauan
atau pengkajian berkala atas kondisi saat ini dan dengan focus tertentu.
6. Kelola pembiayaan risiko (Risk Financing)
Biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian untuk penanganan yang
dilakukan.

BAB III
MANAJEMEN RISIKO KHUSUS
Infection Control Risk Assesment (ICRA)
Adalah alat untuk menilai tingkat risiko infeksi pada sebuah aktivitas. ICRA dapat
digunakan pada kegiatan pembangunan dan renovasi bangunan.
Manajemen risiko ICRA dilakukan oleh panitia PPI
Tatacara kajian risiko pengendalian infeksi untuk pembangunan dan renovasi :

Langkah Pertama :
Identifikasi tipe aktivitas proyek konstruksi (Tipe A-D)
Type A Aktifitas inspeksi dan non invasif
Meliputi (Tetapi tidak hanya terbatas pada)
 Pelepasan atau pemasangan plafon untuk pemeriksaan visual saja,
maksimal 1 plafon per 50 m2
 Pengecatan (tanpa proses penggosokan)
 Pemasangan wallpaper, pekerjaan trim listrik, perbaikan ledeng ringan,
dan aktivitas yang tidak menyebabkan debu atau membutuhkan
pembongkaran dinding atau akses ke langit-langit selain untuk
pemeriksaan visual
Type B Skala kecil, durasi aktifitas tidak lama yang menghasilkan debu minimal
Meliputi (tetap, tidak hanya terbatas pada) :
 Instalasi kabel telepon dan computer
 Pembongkaran dinding atau langit-langit dimana perpindahan debu
dapat dikontrol
Type C Pekerjaan yang menyebabkan timbulnya debu dalam jumlah sedang dan
besar atau membutuhkan pembongkaran terhadap komponen gedung
yang tetap atau telah dirakit
Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) :
 Pengampelasan dinding untuk pengecatan atau pemasangan wallpaper
 Pembongkaran lantai, langit-langit (plafon) dan kusen
 Pembangunan dinding baru
 Pembuangan saluran atau instalasi listrik diatas plafon
 Pekerjaan pemasangan kabel dalam jumlah besar
 Semua aktifitas yang tidak dapat diselesaikan dalam 1 shift jam kerja
Type D Proyek pembongkaran dan konstruksi mayor
Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) :
 Aktifitas yang membutuhkan lebih dari 1 shift jam kerja
 Membutuhkan pembongkaran berat atau pembuangan seluruh sistem
kabel
 Konstruksi baru
Langkah kedua :
Identifikasi kelompok resiko pasien yang terpengaruh. Apabila lebih dari 1
kelompok resiko, pilih kelompok dengan resiko terbesar :
Resiko Rendah Resiko Sedang Resiko Tinggi Resiko Sangat
Tinggi
 Area  Kardiologi  Unit Gawat  Area dengan
perkantoran  Echocardiography Darurat pasien
 Endoscopy  Kamar Bersalin immuno-
 Fisiotherapi  Laboratorium compromised

 Radiologi  Kamar  Perawatan


Perawatan luka bakar
 Perinatologi  Cath lab
 Klinik Bedah jantung

 Klinik Anak  CSSD

 Farmasi  ICU

 Kamar  Kamar isolasi

Pemulihan bertekanan

(Recovery Room) negative


 Perawatan
onkologi
 Kamar operasi
Langkah ketiga
Padankan antara kelompok resiko pasien dengan type proyek konstruksi pada
matrix berikut, untuk mendapatkan kelas pencegahan atau level aktivitas
pencegahan infeksi yang diperlukan
Type proyek konstruksi
Kelompok resiko Type A Type B Type C Type D
pasien

Resiko rendah I II II III/IV


Resiko sedang I II III IV
Resiko tinggi I II III/IV IV
Resiko sangat tinggi II III/IV III/IV IV
Persetujuan dari panitia pencegahan dan pengendalian infeksi diperlukan bila
aktivitas konstruksi dan level resiko mencapai kelas
III atau kelas IV dan membutuhkan prosedur pencegahan infeksi
Aktifitas pencegahan infeksi yang dibutuhkan berdasarkan kelas
Selama proyek konstruksi Setelah proyek konstruksi selesai
Kelas 1 1. Lakukan pekerjaan dengan 1. Bersihkan area kerja setelah
metode meminimalisir pekerjaan selesai
timbulnya debu dari pekerjaan
konstruksi
2. Segera mengganti plafon yang
diambil untuk pemeriksaan
visual
Kelas II 1. Lakukan tindakan aktif untuk 1. Usap permukaan kerja dengan
mencegah debu terdisoresi ke cairan pembersih / desinfektan
atmosfer 2. Sebelum ditransportasikan,
2. Lakukan penguapan pada tempatkan sampah konstruksi
permukaan kerja untuk dalam wadah tertutup rapat
mengontrol debu pada saat 3. Lap dengan lap basah
memotong / membongkar permukaan atau sedot dengan
3. Segel pintu yang tidak HEPA filter vacuum sebelum
digunakan dengan tape meninggalkan area kerja
4. Segel dan tutup ventilasi udara 4. Setelah selesai, perbaiki sistem
5. Pindahkan atau lokasi sistem HVAC diarea kerja
HVAC diarea kerja
Kelas III 1. Pindahkan atau isolasi sistem 1. Jangan melepas penghalang
HVAC diarea kerja untuk dari area kerja sampai dengan
mencegah kontaminasi pada proyek yang sudah selesai
sistem saluran diinspeksi oleh panitia k3 dan
2. Lengkapi semua barrier kritikal panitia PPI serta telah
seperti : gypsum, triplek, plastik, dibersihkan seluruhnya oleh
untuk menyegel area kerja dari unit kebersihan
area perawatan atau gunakan 2. Lepaskan bahan penghalang
metode kubik control secara hati-hati untuk
(keranjang dilapisi plastik dan meninimalisir penyebaran
disegel koneksinya dengan area debu dan debris sehubungan
kerja menggunakan HEPA dengan proyek konstruksi
vacuum untuk memvacum bila 3. Sedot area kerja dengan HEPA
keluar) sebelum konstruksi filter vacum
dimulai 4. Usap permukaan kerja dengan
3. Pertahankan tekanan udara cairan pembersih /
negative didalam area kerja desinfektan
menggunakan unit filtrasi udara 5. Setelah selesai, perbaiki
dengan HEPA sistem HVAC diarea kerja
4. Angkut sampah konstruksi
didalamkontainer tertutup rapat
5. Pada saat pemindahan,tutupi
wadah atau troli, segel dengan
tape kecuali memiliki tutup yang
solid
Kelas IV 1. Isolasi sistem HVAC di area 1. Jangan melepas penghalang
kerja untuk mencegah dari area kerja sampai dengan
kontaminasi pada sistem proyek yang sudah selesai
saluran diinspeksi oleh panitia k3 dan
2. Lengkapi semua barrier kritikal panitia PPI, serta telah
seperti, gypsum, triplek, dibersihkan seluruhnya oleh
plastik, untuk menyegel area unit kebersihan
kerja dari area perawatan atau 2. Lepaskan bahan penghalang
gunakan metode kubik kontrol secara hati-hati untuk
(keranjang dilapisi plastik dan meminimalisir penyebaran
disegel koneksinya dengan debu dan debris sehubungan
area kerja menggunakan HEPA dengan proyek konstruksi
vacum untuk memnacum bila 3. Sebelum ditransportasikan,
keluar) sebelum kontruksi tempatkan sampah konstruksi
dimulai dalam wadah tertutup
3. Pertahakankan tekanan negatif 4. Pada saat pemindahan, tutupi
didalam area kerja wadah atau troli, segel dengan
menggunakan unit filtrasi tape kecuali memiliki tutup
udara dengan HEPA yang solid
4. Segel lubang, pipa, saluran dan 5. Sedot area kerja dengan HEPA
tusukkan filter vacum
5. Bangun anteroom (ruang 6. Usap permukaan kerja dengan
antara) dan meminta semua cairan pembersih /
personil untuk melewati desinfektan
ruangan ini sehingga bisa 7. Setelah selesai, perbaiki
divacum dengan HEPA filter sistem HVAC diarea kerja
sebelum meninggalkan area
kerja atau mereka dapat
menggunakan baju kerja yang
dilepas setiap meninggalkan
area kerja
6. Semua personil yang
memasuki area kerja diminta
untuk menggunakan sepatu
kerja. Sepatu kerja harus
dilepas setiap kali pekerja
meninggalkan area kerja

Langkah keempat
Identifikasi hal-hal lain terkait proyek konstruksi, antara lain :
1. Identifikasi area sekeliling area proyek, kaji potensi akibat yang dapat timbul
akibat proyek konstruksi
Unit di Unit di Samping Samping Belakang Depan
Bawah Atas Kiri Kanan

Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok


resiko resiko resiko resiko resiko resiko
2. Identifikasi lokasi aktifitas spesifik, contoh kamar pasien, ruangan obat, dll
3. Identifikasi masalah yang berkaitan dengan :
 Ventilasi
 Pipa air
 Instalasi listrik dengan kemungkinan terjadinya pemadaman listrik
4. Identifikasi penghalang yang diperlukan dengan menggunakan kajian
pencegahan infeksi sebelumnya. Tipe penghalang apa yang diperlukan (gypsum,
plastik, triplek, tembok, dll), perlukah penggunaan HEPA filter?
5. Pertimbangkan potensial resiko kerusakan akibat air. Apakah ada resiko terkait
dengan ketahanan struktur (dinding, atap, langit-langit)
6. Jam kerja : Apakah pekerjaan konstruksi dikerjakan diluar jam pelayanan
pasien?
7. Lakukan perencanaan terkait kebutuhan jumlah kamar isolasi atau kamar
dengan tekanan udara negatif
8. Lakukan perencanaan terkait dengan jumlah dan tipe wastafel sarana cuci
tangan
9. Apakah panitia PPI setuju dengan jumlah minimal wastafel pada proyek ini?
10. Apakah panitia PPI setuju dengan rencana pembersihan area kerja
11. Lakukan perencanaan pembuangan limbah konstruksi dengan tim proyek,
seperti jalur keluar-masuk, pembersihan, pembuangan debris, dll
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Balsamo RR and Brown MD, Risk Management. In : Sanbar SS, Gibolsky A,
Firestone MH, LeBlang TR (eds) Legal medicine. Fourth ed, St Louis (Mosby),
1998.
2. Corporate risk management policy. NHS Direct. 2008
3. UGM, Materi kuliah MMR FK UGM, 2009
4. SNI ISO 31000
5. Risk management PT Pupuk Kaltim, 2012

Anda mungkin juga menyukai