Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi
asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan
akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan
Pasien).
Depkes (2006) yang menyatakan bahwa program keselamatan pasien dapat berjalan dengan baik
apabila pemimpin mempunyai visi, misi dan kebijakan yang jelas mengenai keselamatan pasien.
Berdasarkan hasil observasi peneliti didapatkan bahwa PMKP membuat laporan insiden setiap
triwulan dan dilaporkan langsung ke direksi.
Teori Trevor dalam Cahyono (2008) yang menyatakan bahwa perubahan memerlukan
kepemimpinan, komitmen, visi yang kuat dan kemampuan mengkomunikasikan visi dan
kemampuan membentuk serta melatih agen perubahan. Pimpinan rumah sakit harus mampu
menciptakan budaya yang tidak menyalahkan pada setiap kejadian kesalahan, sehingga staf
merasa aman ketika melaporkan kejadian kesalahan dan belajar dari setiap kesalahan yang terjadi
dan juga pada pernyataan Depkes (2006) dalam langkah menuju keselamatan pasien yang yaitu
memprioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat direksi atau manajemen.
Membangun sistem dan proses manajemen resiko serta melakukan identifikasi dan
penilaian terhadap potensial masalah.
MANAJEMEN RESIKO
Manajemen risiko melibatkan kultural, proses, dan struktur yang ditujukan ke arah manajemen
efektif dan pengendalian efek samping. Keuntungan diterapkannya sistem manajemen risiko ini
adalah terciptanya keamanan dan efektivitas. Terdapat beberapa dasar mengapa sistem manajemen
risiko itu sangat penting, yaitu bahwa:1,2,9
Prinsip dalam manajemen risiko adalah dibutuhkannya personil untuk mengidentifikasi dan
menganalisis akar permasalahan. Penelitian ini meliputi: pengumpulan data-data kejadian,
pembahasan dan pengambilan kesimpulan dari informasi yang ada, penetapan penyebab, kriteria,
dan teknik investigasi, pengurangan risiko untuk pasien yang akan datang dan organisasi/rumah
sakit, pembuatan keputusan, implementasi, dan pelaksanaan strategi perbaikan. Hal ini mengarah
pada penilaian risiko medik dalam situasi klinik untuk dapat mengambil langkah yang rasional
serta beralasan, dalam rangka mengontrol risiko. Dalam menerapkan suatu manajemen risiko,
terdapat tahap-tahap yang harus dilakukan (lihat Gambar 1).2
Pada analisis risiko, kasus yang dilaporkan harus dibuat dokumen (tertulis). Proses ini tidak
ditujukan untuk memarahi teman sejawat. Pada umumnya kesalahan berkaitan dengan faktor
manusia. Dalam hal pengendalian risiko, lakukan langkah untuk memperbaiki risiko/kesalahan.
Pada dasarnya, tahapan-tahapan tersebut berlaku dalam setiap kasus medis, namun pada situasi
gawat darurat, diperlukan kecepatan dan kecermatan yang tinggi untuk memecahkan masalah
klinik dan menentukan tindakan dan terapi yang tepat dalam rangka menurunkan angka morbiditas
dan mortalitas pasien serta kepuasan pasien seoptimal mungkin dalam situasi yang terbatas (lihat
Gambar 2).
Suatu manajemen risiko klinik diwujudkan sebagai upaya terorganisir untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan risiko/kecelakaan medik pada kasus-kasus kedokteran medik. Tujuannya adalah
untuk menurunkan kecelakaan di masa depan, mengurangi tuntutan, dan meningkatkan mutu
praktik kedokteran. Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai etika dalam pelayanan kedokteran
Manajemen resiko klinik adalah manajemen klinik di pelayanan kesehatan. Manajemen risiko
klinik adalah suatu upaya sistematis rumah sakit dalam rangka mengurangi risiko akibat
pelaksanaan pelayanan medik. Manajemen resiko klinis merupakan perilaku dan intervensi
proaktif untuk mengurangi kemungkinan cidera dan kehilangan.
Proaktif : melalui program program yang dirancang untuk mencegah ,mengendalikan, dan
membuat sedikit mungkin keterbukaan pasien terhadap resiko klinis. Reaktif : proses sistematis
melakukan identifikasi, evaluasi, dan penanganan resiko klinis jika sudah terjadi (termasuk
negosiasi besaran ganti rugi).
Risiko yang dicegah dalam pengelolaan manajemen risiko berupa risiko klinis dan non klinis.
Risiko klinis adalah seluruh risiko yang dapat dikaitkan langsung dengan layanan medis, maupun
layanan lain yang dialami pasien selama dalam institusi kesehatan. Risiko non medis ada yang
berupa risiko bagi organisasi, maupun risiko finansial. Tujuan Manajemen Resiko Klinik Terhadap
pasien : Membuat sekecil mungkin cidera yang tidak diinginkan. Meningkatkan keamanan pasien
dan mutu asuhan. Terhadap staff : Meningkatkan kesehatan, kesejahteraan dan keamanan staf.
Terhadap institusi : Menjaga reputasi Meminimumkan risiko financial dengan manajemen yang
lebih baik Memenuhi objektif secara optimal dengan pemanfaatan sumber daya yang ada dengan
sebaik baiknya Terhadap publik : Meningkatkan kepercayaan public bahwa dengan program
manajemen risiko klinik yang baik keamanan mereka lebih terjamin.
Proses Manajemen Resiko Identifikasi resiko -> adalah usaha mengidentifikasi situasi yang dapat
menyebabkan cedera, tuntutan atau kerugian secara finansial Instrument: Laporan Kejadian
Review Rekam Medik (Penyaringan Kejadian untuk memeriksa dan mencari penyimpangan-
penyimpangan pada praktik dan prosedur) Pengaduan (Complaint) pelanggan Survey/Self
Assesment, dan lain-lain
Hal yang harus diperhatikan dalam Manajemen Risiko Klinik Standar Operasional Prosedur
(SOP) dan menetapkan standard kinerja (performance standards) untuk keamanan pasien Program
Peningkatan Mutu Rumah Sakit Dan Pengukuran Kinerja Peraturan Internal Rumah Sakit
Persetujuan Tindakan Medik
MANAJEMEN RESIKO KLINIK : ASUHAN KEPERAWATAN
Prinsip manajemen resiko klinik merupakan bagian penting dari proses asuhan keperawatan.
Asuhan keperawatan profesional mensyarakatkan pengkajian tentang kondisi pasien,
kebutuhannya dan menentukan tujuan-tujuan yang harus di capai. Perencanaan dalam asuhan
keperawatan harus berdasarkan kebutuhan tersebut. Proses ini termasuk mengkaji resiko dari
kemungkinan terjadinya bahaya. Area praktek keperawatan untuk manajemen resiko klinik dan
keselamatan pasien didasarkan pada proses keperawatan, yaitu :
Assesment/pengkajian : status kesehatan pasien, saat ini dan masa lalu potensi resiko
keselamatan pasien
Diagnosa Planning/rencana tindakan : rencana asuhan
Implementasi : pelakasanaan asuhan sesuai rencana
Evaluation : evaluasi terhadap respon pasien dan outcome
Kesalahan (error) dalam keperawatan dapat diartikan sebagai kesalahan atau kekeliruan dalam
melakukan praktek keperawatan atau memberikan pelayanan/asuhan keperawatan
Pada tahap Pengkajian Pengkajian yg menghasilkan yg kurang lengkap, kurang akurat dan
kurang relevan dgn status kesehatan pasien dapat terjadi karena kegagalan menggunakan
teknik wawancara pemecahan masalah , ketidaktrampilan, kegagalan mengenali gejala atau
tanda mengancam pasien.
Pada tahap diagnosa Kesalahan akibat gagal mengidentifikasi masalah asuhan keperawatan
karena data yg dikumpulkan tidak lengkap sehingga interpretasi terhadap data yg
terkumpul tidak tepat Over-diagnosis atau mendiagnosis masalah asuhan keperawatan yg
sesungguhnya tidak ada.
Pada tahap pelaksanaan kesalahan memberikan obat, kegagalan menjaga keamanan pasien ,
kelalaian menggunakan aling-aling tempat tidur dan restrain dengan tepat sehingga terjadi
luka lecet atau bahkan jatuh,gagal berespon terhadap permohonan bantuan pasien terjadi
dekubitus, kegagalan menjaga rahasia pasien.
Standar praktek keperawatan klinik : Ketrampilan yang memadai Pengetahuan yang memadai
Bukti dari ilmu pengetahuan-keperawatan dasar Dokumentasi : kelengkapan, ketepatan ,dan
komprehensif, konsistensi pencatatan semua intervensi keperwatan-pelaporan Tim kerja
multidisiplin/professional Promosi/pendidikan kesehatan Memelihara & mengembangkan
lingkungan terapeutik AK & SOP