Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Manajemen risiko merupakan disiplin ilmu yang luas. Seluruh bidang


pekerjaan di dunia ini pasti menerapkannya sebagai sesuatu yang sangat
penting. Makin besar risiko suatu pekerjaan, makin besar pula perhatian yang
diberikan kepada aspek manajemen risiko ini. Rumah sakit sebagai sebuah
institusi dengan aktifitas yang penuh dengan berbagai risiko keselamatan, juga
sudah selayaknya menerapkan hal ini.
Pemahaman manajemen risiko sangat bergantung kepada dari sudut
pandang mana seseorang melihatnya. Dalam bidang kesehatan dan
keselamatan lebih diartikan sebagai pengendalian risiko salah satu pihak
(pasien atau masyarakat) oleh pihak yang lain (pemberi layanan). Sementara
di dalam suatu komunitas pemberi layanan kesehatan itu sendiri, yaitu
pengelola rumah sakit dan para tenaga kesehatannya, harus diartikan sebagai
suatu upaya kerjasama berbagai pihak untuk mengendalikan risiko bersama.
The Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations
(JCAHO) memberikan pengertian manajemen risiko sebagai aktivitas klinik
dan administratif yang dilakukan oleh rumah sakit untuk melakukan
identifikasi, evaluasi dan pengurangan risiko terjadinya cedera atau kerugian
pada pasien, personil, pengunjung dan rumah sakit itu sendiri. Kegiatan
tersebut meliputi identifikasi risiko hukum (legal risk), memprioritaskan risiko
yang teridentifikasi, menentukan respons rumah sakit terhadap risiko,
mengelola suatu kasus risiko dengan tujuan meminimalkan kerugian (risk
control), membangun upaya pencegahan risiko yang efektif, dan mengelola
pembiayaan risiko yang adekuat (risk financing).
Manajemen risiko yang komprehensif meliputi seluruh aktivitas
rumah sakit, baik operasional maupun yang bersifat klinis, oleh karena risiko
dapat muncul dari kedua bidang tersebut. Bahkan akhir-akhir ini meliputi pula
risiko yang berkaitan dengan managed care dan risiko kapitasi, merger dan

1
akuisisi, risiko kompensasi ketenagakerjaan, corporate compliance dan etik
organisasi.
Setiap upaya medik umumnya mengandung risiko, sebagian di
antaranya berisiko ringan atau hampir tidak berarti secara klinis. Namun tidak
sedikit pula yang memberikan konsekuensi medik yang cukup berat.
Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan sesuatu terjadi atau potensi
bahaya yang terjadi yang dapat memberikan pengaruh kepada hasil akhir.
Risiko yang dicegah berupa risiko klinis dan risiko non klinis. Risiko klinis
adalah risiko yang dikaitkan langsung dengan layanan medis maupun layanan
lain yang dialami pasien selama di RS. Sementara risiko non medis ada yang
berupa risiko bagi organisasi maupun risiko finansial. Risiko organisasi adalah
yang berhubungan langsung dengan komunikasi, produk layanan, proteksi
data, sistem informasi dan semua risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian
organisasi. Risiko finansial adalah risiko yang dapat mengganggu kontrol
finansial yang efektif, salah satunya adalah sistem yang harusnya dapat
menyediakan pencatatan akuntansi yang baik.

BAB II

2
LATAR BELAKANG

Maksud manajemen risiko di RSU Prima Medika Kota Denpasar


adalah upaya-upaya yang dilakukan rumah sakit yang dirancang untuk
mencegah cedera pada pasien atau meminimalkan kehilangan finansial.
Manajemen risiko dilakukan dengan mengenali kelemahan dalam sistem dan
memperbaiki kelemahan tersebut (dilakukan dengan menerapkan no blame
culture).

3
BAB III
TUJUAN

1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RSU Prima Medika Kota


Denpasar.
2. Meningkatkan akuntabilitas.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD).
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian yang tidak diharapkan.
5. Meminimalisir risiko yang mungkin terjadi dimasa mendatang. Dengan
adanya antisipasi risiko, apabila terjadi insiden sudah terdapat alternatif
penyelesaiannya.
6. Melindungi pasien, karyawan, pengunjung dan pemangku kepentingan
lainnya.

4
BAB IV
KONSEP MANAJEMEN RISIKO

A. Definisi Risiko
Menurut Dwipraharso (2004) risiko medis dibagi menjadi 3 tingkatan,
yaitu:
1. Tingkat probabilitas dan keparahannya minimal (umumnya bersifat
foreseeable but unavoidable, calculated, controllable).
2. Risiko ‘bermakna’ tetapi harus diambil karena ‘the only way’
(unavoidable).
Risiko 1 dan 2 memerlukan informed consent sehingga bila terjadi
dokter tidak bertanggung jawab secara hukum.
3. Risiko yang unforeseeable = untoward results
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya risiko adalah :

Faktor Komponen yang berperan


 Sumber dan keterbatasan keuangan
Organisasi dan  Struktur organisasi
Manajemen  Standar dan tujuan kebijakan
 Safety culture
 Kualifikasi staf dan tingkat keahlian
 Beban kerja dan pola shift
Lingkungan pekerjaan  Desain, ketersediaan dan pemeliharaan
alkes
 Dukungan administratif dan manajerial
 Komunikasi verbal
 Komunikasi tulisan
Tim  Supervisi dan pemanduan
 Struktur tim
 Kemampuan dan ketrampilan
Individu dan staf  Motivasi
 Kesehatan mental dan fisik
 Desain penugasan dan kejelasan struktur
penugasan
Penugasan  Ketersediaan dan pemanfaatan prosedur
yang ada
 Ketersediaan dan akurasi hasil tes

5
Faktor Komponen yang berperan
 Kondisi (Keparahan dan kegawatan)
Karakteristik pasien  Bahasa dan komunikasi
 Faktor sosial dan personal

B. Langkah-Langkah Untuk Meminimalkan Risiko


1. Meningkatkan peran RS dan manajemen dalam mencegah error dengan
cara mengembangkan sistem yang selain bertujuan untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan juga menjamin bahwa setiap upaya, prosedur
dan sistem pelayanan yang dilakukan aman untuk pasien, petugas dan
lingkungan. Hal tersebut dipresentasikan dalam bentuk SPO, clinical
practice guidelines, clinical pathway, dll.
2. Meningkatkan peran staf RS agar terlibat langsung maupun tidak langsung
dalam pelayanan kesehatan di RS untuk mampu mengenali,
mengidentifikasi dan menganalisis kejadian medical error dan melakukan
upaya yang adekuat untuk mengatasi error yang sudah terlanjur terjadi.
3. Setiap staf harus menyadari bahwa mereka adalah bagian dari tim yang
bekerja dalam satu sistem. Kerja tim yang baik juga sangat ditentukan oleh
kinerja manajemen rumah sakit yang baik, mulai dari dukungan moral,
finansial, teknis dan operasional hingga terjalinnya komunikasi yang baik
antara pihak manajemen dengan pihak praktisi.
Dalam setiap pusat pelayanan kesehatan harus dibangun sistem yang
dapat menjamin bahwa setiap tindakan medik yang dilakukan haruslah aman
bagi pasien maupun petugas dan lingkungan sekitar. Pendekatan yang dapat
dilakukan disebut dengan manajemen risiko.

C. Definisi Manajemen Risiko


Manajemen risiko menurut The Joint Commission On Acreditation Of
Healthcare Organizations adalah aktivitas klinik dan administratif yang
dilakukan oleh RS untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan

6
risiko terjadinya cedera atau kerugian pada pasien, pengunjung dan institusi
RS.
Manajemen risiko dapat digambarkan sebagai proses berkelanjutan
dari identifikasi secara sistemik, evaluasi dan penatalaksanaan risiko dengan
tujuan mengurangi dampak buruk bagi organisasi maupun individu.
Rumah Sakit perlu menggunakan pendekatan proaktif dalam
melaksanakan manajemen risiko. Upaya manajemen risiko yang dilakukan
berdasarkan Risk Managemen Logic seperti dalam berikut :

What are the hazards (identifikasi risiko)

Probability, Severity, Exposure

Level of risk ?

Yes Acceptable ? No

Manajemen risiko merupakan upaya yang proaktif untuk mencegah


Accepthari,
masalah dikemudian dilakukan terus menerus dan Can
the risk it be
dalam eliminated
suasana no ?
Eliminated Can it be reduced ?
blame culture. Tahapan manajemen risiko adalah :
Reduced Cancel the mission ?
1. Risk Awareness.
Seluruh staf RS harus menyadari risiko yang mungkin terjadi di
unit kerjanya masing-masing, baik medis maupun non medis. Metode
yang digunakan untuk mengenali risiko antara lain: Self-assessment,
sistem pelaporan kejadian yang berpotensi menimbulkan risiko (laporan
insiden) dan audit klinis.
2. Risk control (and or Risk Prevention).
Langkah-langkah yang diambil manajemen untuk mengendalikan
risiko. Upaya yang dilakukan antara lain:
- Mencari jalan untuk menghilangkan risiko (engineering solution)

7
- Mengurangi risiko (control solution) baik terhadap probabilitasnya
maupun terhadap derajat keparahannya
- Mengurangi dampaknya
3. Risk containment
Dalam hal telah terjadi suatu insiden, baik akibat suatu tindakan
atau kelalaian ataupun akibat dari suatu kecelakaan yang tidak
terprediksikan sebelumnya, maka sikap yang terpenting adalah
mengurangi besarnya risiko dengan melakukan langkah-langkah yang
tepat dalam mengelola pasien dan insidennya. Unsur utamanya biasanya
adalah respons yang cepat dan tepat terhadap setiap kepentingan pasien,
dengan didasari oleh komunikasi yang efektif.
4. Risk transfer
Akhirnya apabila risiko itu akhirnya terjadi juga dan menimbulkan
kerugian, maka diperlukan pengalihan penanganan risiko tersebut kepada
pihak yang sesuai, misalnya menyerahkannya kepada sistem asuransi.
Dari sisi sumber daya manusia, manajemen risiko dimulai dari
pembuatan standar (set standards), patuhi standar tersebut (comply with
them), kenali bahaya (identify hazards), dan cari pemecahannya (resolve
them). Proses dari manajemen risiko dapat dilihat pada gambar berikut.

8
D. Hubungan Manajemen Risiko dan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan
pada pasien karena suatu tindakan (commision) atau karena tidak bertindak
(ommision), dan bukan karena ”underlying disease” atau kondisi pasien. KTD
yang tidak dapat dicegah (unpreventable adverse event) adalah suatu KTD
akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan yang
mutakhir. Masalah KTD bisa terjadi akibat hal-hal berikut.
1. Masalah komunikasi.
Penyebab yang paling umum terjadi medical errors. Kegagalan
komunikasi: verbal/tertulis, miskomunikasi antar staf, antar shif, informasi
tidak didokumentasikan dengan baik/hilang, masalah-masalah komunikasi:
tim layanan kesehatan di satu lokasi, antar berbagai lokasi, antar tim
layanan dengan pekerja non klinis, dan antar staf dengan pasien. Arus
informasi yang tidak adekuat. Ketersediaan informasi yang kritis saat akan
merumuskan keputusan penting, komunikasi tepat waktu dan dapat
diandalkan saat pemberian hasil pemeriksaan yang kritis, koordinasi
instruksi obat saat transfer antara unit, informasi penting tidak disertakan
saat pasien ditransfer ke unit lain/dirujuk ke RS lain.
2. Masalah SDM.
Gagal mengikuti kebijakan, SOP dan proses-proses, dokumentasi
suboptimal dan labelling spesimen yang buruk, kesalahan berbasis
pengetahuan, staf tidak punya pengetahuan yang adekuat, untuk setiap
pasien pada saat diperlukan Hal - hal yang berhubungan dengan pasien.
Idenifikasi pasien yang tidak tepat, asesmen pasien yang tidak lengkap,
kegagalan memperoleh consent, pendidikan pasien yang tidak adekuat
transfer pengetahuan di rumah sakit. Kekurangan pada orientasi atau
training, tingkat pengetahuan staf untuk jalankan tugasnya, transfer
pengetahuan di RS pendidikan. Pola SDM/alur kerja. Para dokter,
perawat ,dan staf lain sibuk karena SDM tidak memadai,
pengawasan/supervisi yang tidak adekuat.
3. Kegagalan-kegagalan teknis.

9
Kegagalan alat/perlengkapan: pompa infus, monitor.
Komplikasi/kegagalan implants atau grafts. Instruksi tidak adekuat,
peralatan dirancang secara buruk bisa sebabkan pasien cedera. Kegagalan
alat tidak teridentifikasi secara tepat sebagai dasar cederanya pasien, dan
diasumsikan staf yang buat salah. RCA yang lengkap, sering tampilkan
kegagalan teknis, yang mula-mula tidak tampak, terjadi pada suatu KTD.
4. Kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat.
Pedoman cara pelayanan dapat merupakan faktor penentu
terjadinya banyak medical errors. Kegagalan dalam proses layanan dapat
ditelusuri sebabnya pada buruknya dokumentasi, bahkan tidak ada
pencatatan, atau SOP klinis yang adekuat.

KTD pada dasarnya adalah resiko yang melekat dari tindakan


pelayanan kesehatan. Hal ini mengingat bahwa dalam pelayanan kesehatan
yang diukur adalah upaya yang dilakukan (inspaning verbentenis), bukanlah
hasil akhirnya (resultante verbintennis). KTD baru dikatakan malpraktik
medik apabila terbukti nantinya upaya yang dilakukan tersebut memang salah.
KTD tidak dapat dikatakan malpraktik medik apabila terbukti nantinya upaya
yang dilakukan sudah benar walaupun kenyataannya hasil pelayanan tersebut
bisa saja menyebabkan kecacatan bahkan kematian.
KTD pada dasarnya ouput dari error. Error secara garis besar terbagi
dua, yaitu: human error dan organizational error. Human error sendiri dapat
berasal dari faktor pasien dan faktor tenaga kesehatan. Organizational error
sendiri seringkali diistilahkan sebagai system error, atau dalam konteks
pelayanan kesehatan di rumah sakit diistilahkan sebagai hospital error.
Manajemen Resiko dalam Pelayanan Kesehatan merupakan upaya
untuk mereduksi KTD yang dalam pelayanan kesehatan apabila hal ini terjadi
akan merupakan beban tersendiri, terlepas dari KTD tersebut karena resiko
yang melekat ataupun memang setelah dianalisis karena adanya error atau
negligence dalam pelayanan. Apabila KTD sudah terjadi, beban pelayanan

10
tidak hanya pada sisi finansial semata, namun beban psikologis dan sosial
kadang-kadang terasa lebih berat.
Untuk mencegah KTD dan menempatkan resiko KTD secara
proporsional beberapa pendekatan dapat dilakukan pada sumber penyebab itu
sendiri, baik pada faktor manusianya (pasien dan tenaga kesehatannya),
maupun dari sisi organisasinya. Dari sisi organisasi, konsep intervensi
organisasi – pendekatan pada sistem (sarana) pelayanan kesehatan
memerlukan penanganan khusus namun akan jauh lebih antisipatif dalam
mengelola resiko kemungkinan terjadinya KTD. Sehingga akhir-akhir ini
manajemen resiko melalui konsep pengelolaan pada sistem pelayanan
kesehatan merupakan metode yang banyak dikembangkan akhir-akhir ini.

11
BAB V
IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN PRIORITAS RISIKO

A. Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko adalah proses menemukan, mengenal, dan
mendeskripsikan risiko. Hal pertama yang perlu dilakukan untuk mengelola
risiko adalah mengidentifikasinya. Jika kita tidak dapat mengidentifikasi/
mengenal/ mengetahui, tentu saja kita tidak dapat berbuat apapun terhadapnya.
Identifikasi risiko ini terbagi menjadi dua, yaitu identifikasi risiko proaktif dan
identifikasi risiko reaktif.
Identifikasi risiko proaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan
dengan cara proaktif mencari risiko yang berpotensi menghalangi rumah sakit
mencapai tujuannya. Disebut mencari karena risikonya belum muncul dan
bermanifestasi secara nyata. Metode yang dapat dilakukan diantaranya: audit,
inspeksi, brainstorming, pendapat ahli, belajar dari pengalaman rumah sakit
lain, FMEA, analisa SWOT, survey, dan lain-lain.
Identifikasi risiko reaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan
setelah risiko muncul dan bermanifestasi dalam bentuk insiden/gangguan.
Metoda yang dipakai biasanya adalah melalui pelaporan insiden / RCA.
Tentu saja, lebih baik kita memaksimalkan identifikasi risiko proaktif,
karena belum muncul kerugian bagi organisasi.
Bagi rumah sakit, cara paling mudah dan terstruktur untuk melakukan
identifikasi adalah lewat setiap unit. Setiap unit diminta untuk
mengidentifikasi risikonya masing-masing. Setelah terkumpul, seluruh data
identifikasi itu dikumpulkan menjadi satu dan menjadi identifikasi risiko
rumah sakit.
Proses sistematis dan terstruktur untuk menemukan dan mengenali
risiko, kemudian dibuat daftar risiko. Daftar risiko dilengkapi dengan
deskripsi risiko termasuk menjelaskan kejadian dan persitiwa yang mungking
terjadi dan dampak yang ditimbulkannya.

12
Identifikasi dilakukan pada: Sumber risiko, area risiko, peristiwa dan
penyebabnya dan potensi akibatnya. Metode identifikasi risiko dilakukan
dengan proaktif melalui self asessment, incident reporting sistem dan clinical
audit dan dilakukan menyeluruh terhadap medis dan non medis.

B. Penetapan Prioritas Risiko


Pengelolaan risiko diawali dengan menilai konsekuensi yang dapat
diakibatkan sebuah insiden dan kemungkinan terjadinya risiko setelah
teridentifikasi. Kemudian risiko dievaluasi lalu diberikan skor untuk
menentukan bobot dan prioritas risiko yang telah terjadi. Sesuai dengan
bobotnya ditentukan tindakan yang akan diberlakukan terhadap masing-
masing risiko. Bila bobotnya ringan dan tidak prioritas tindakannya dapat
hanya mentoleransi saja dan menjadikannya catatan. Namun bila risiko yang
terjadi memiliki bobot besar dan mengganggu pencapaian tujuan RS, maka
ditentukan sebagai prioritas utama dan harus diatasi atau ditransfer, atau
bahkan menghentikan kegiatan yang meningkatkan terjadinya risiko.
Tujuan menentukan prioritas risiko adalah membantu proses
pengambilan keputusan berdasarkan hasil analisis risiko. Menentukan prioritas
risiko dengan menggunakan rumus:

Tingkat Risiko (R) = Peluang (P) × Frekuensi Pajanan (F) × Akibat (A)

Keterangan :
1. Kriteria Peluang (P)

Nilai Keterangan
Almost certain / Hampir pasti; Sangat mungkin akan terjadi
10
/hampir dipastikan akan terjadi pada semua kesempatan.
Quite possible / Mungkin terjadi; Mungkin akan terjadi atau
6 bukan sesuatu hal yang aneh untuk terjadi (50 – 50
kesempatan)
Unusual but possible / Tidak biasa namun dapat terjadi;
3 Biasanya tidak terjadi namun masih ada kemungkinan untuk
dapat terjadi tiap saat.

13
Remotely possible / Kecil kemungkinannya; Kecil
1
kemungkinannya untukterjadi / sesuatu yang kebetulan terjadi
Conceivable / Sangat kecil kemungkinannya; Belum pernah
0,5 terjadi sebelumnya setelah bertahun-tahun terpapar bahaya /
kecil sekali kemungkinannya untuk terjadi
Practically impossible / Secara praktek tidak mungkin terjadi;
0,1 Belum pernah terjadi sebelumnya di manapun / merupakan
sesuatu yang tidak mungkin untuk terjadi

2. Kriteria Frekuensi Pajanan (F)

Nilai Keterangan

10 Continue / Terus-menerus; terjadi beberapa kali dalam sehari.


6 Frequent / Sering; terjadi harian / minimal sekali dalam sehari
3 Occasional / Kadang-kadang; terjadi seminggu sekali
2 Infrequent / Tidak sering; terjadi sekali antara seminggu sampai sebulan
1 Rare / Jarang; beberapa kali dalam setahun
0,5 Very rare / Sangat jarang; terjadi sekali dalam setahun
0 No exposure / Tidak terpapar;tidak pernah terjadi

3. Kriteria Akibat (A)

Nilai Keterangan
 Catastrophe / Malapetaka/ Keuangan ekstrem
 Banyak kematian
100
 Kerugian sangat besar / berhenti total
 Kerugian keuangan > 10 Milyar
 Disaster / Bencana/ Keuangan sangat berat
 Beberapa kematian
 Kerugian besar / sebagian proses berhenti
40  Menyebabkan penyakit yang bersifat komunitas/endemik pada
karyawan atau pasien
 Menyebabkan terhambatnya pelayanan hingga lebih dari 1 hari
 Kerugian keuangan > 5 M – 10M
15  Very serious / Sangat serius/ Keuangan berat
 Menyebabkan satu kematian, kerugian cukup besar
 Memperberat atau menambah penyakit pada beberapa pasien atau
karyawan

14
 Menyebabkan penyakit yang bersifat permanen atau kronis (HIV,
Hepatitis, keganasan, Tuli, gangguanfungsi organ menetap).
 Menyebabkan terhambatnya pelayanan lebih dari 30 menit hingga 1
hari
 Kerugian keuangan 1 – 5 Milyar
 Serious / Serius/ Keuangan sedang
 Menyebabkan cidera serius seperti cacat atau kehilangan anggota
tubuh permanen
7  Menyebabkan penyakit yang memerlukan perawatan medis lebih
dari 7 hari dan dapat disembuhkan
 Menyebabkan terhambatnya pelayanan kurang dari 30 menit.
 Kerugian keuangan 500 jt – 1 Milyar

Nilai Keterangan
 Casualty treatment / Perawatan medis/ Keuangan ringan
 Menyebabkan cidera/penyakit yang memerlukan perawatan medis
3
atau tidak dapat masuk bekerja hingga 7 hari.
 Kerugian keuangan 50 juta – 500 juta
 First aid treatment / P3K/ Keuangan sangat ringan
 Cidera tidak serius / minor seperti lecet, luka kecil dan hanya perlu
1
penanganan P3K
 Kerugian keuangan s/d 50 juta

C. Skor Tingkat Risiko


Proses menganalisa risiko yang perlu dipertimbangkan adalah dampak
dari risiko tersebut bila benar terjadi. Risiko yang dampaknya besar harus
segera ditindaklanjuti dan mendapat perhatian dari pimpinan. Risiko yang
dampaknya medium-rendah akan dikelola untuk membuat rencana tindak
lanjut dan pengawasan.

15
Kriteria Skor Tingkat Risiko (R)

Skor Tingkat Risiko Kriteria Keterangan

Lebih dari Hentikan kegiatan dan perlu


Sangat tinggi
400 perhatian manajemen puncak.

Perlu mendapat perhatian dari


200 – 400 Tinggi manjemen puncak dan tindakan
perbaikan segera di lakukan.
Lakukan perbaikan secepatnya dan
70 – 199 Substantial tidak diperlukan keterlibatan pihak
manajemen puncak.
Tindakan perbaikan dapat
dijadwalkan kemudian dan
20 – 69 Menengah
penanganan cukup dilakukan dengan
prosedur yang ada

Kurang dari
Rendah Risiko dapat diterima
20

16
BAB VI
TATA CARA PELAKSANAAN

Manajemen risiko adalah sebuah tim yang dikoordinir bersama oleh Unit
Penjaminan Mutu (UPM) dan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPS).
Secara umum, proses manajemen risiko terdiri dari langkah-langkah sebagai
berikut.
A. Menetapkan Konteks
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menetapkan konteks yaitu:
1. Definisikan tujuan dan sasaran kegiatan manajemen resiko
2. Definisikan tanggung jawab dan ruang lingkup
3. Deskripsikan faktor penghambat dan pendukung
4. Struktur organisasi manajemen resiko

B. Identifikasi Risiko
Adalah proses untuk mengidentifikasi apa yang bisa terjadi, mengapa,
dan bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Identifikasi dilakukan melalui laporan
insiden, komplain dan litigasi, risk profiling, dan survey.

C. Analisa Risiko
Terdiri dari Risk Grading Matrix (RGM), Root Cause Analysis
(RCA), dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA). Resiko dinilai dengan
mengalikan probabilitas dari suatu kejadian yang tidak diinginkan dengan
dampak dari kejadian tersebut.
1. Probabilitas terdiri dari 5 (lima) level yaitu:
a. Level 1  Sangat jarang (>5 th sekali)
b. Level 2  Jarang (>2-5 th sekali)
c. Level 3  Mungkin (1-2 th sekali)
d. Level 4  Sering (beberapa kali/th)
e. Level 5  Sangat sering (tiap minggu/bl)
2. Dampak atau potensi konsekuensi terdiri dari:

17
a. Insignificant
b. Minor
c. Moderate
d. Major
e. Catastropic

3. Hubungan probabilitas dengan dampak dalam matriks asesmen resiko

Keterangan dampak potensial:


a. Low  risiko rendah, dilakukan investigasi sederhana, paling lama 1
minggu, dan dilakukan dengan prosedur rutin
b. Moderate  risiko sedang, dilakukan investigasi sederhana, dan paling
lama 2 minggu. Pimpinan klinis sebaiknya menilai dampak terhadap
biaya dan kelola risiko.
c. High  risiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari, kaji dengan
detil dan perlu tindakan segera serta membutuhkan perhatian top
manajemen.
d. Extreme  risiko ekstrim, dilakukan RCA paling lama 45 hari,
membutuhkan tindakan segera dan perhatian direktur.

D. Evaluasi Risiko

18
Terdiri dari ranking resiko, prioritas resiko, analisis cost benefit, dan
tentukan apakah resiko akan diterima atau tidak. Keputusan untuk menerima
resiko dan pengelolaannya berdasarkan pertimbangan berikut.
1. Kriteria klinis, operasional, teknis, kemanusiaan, kebijakan, dan tujuan
2. Sasaran dan kepentingan stake holder, keuangan, hukum, dan social.

E. Pengelolaan Risiko Untuk Meminimalkan Kerugian (Risk Control)


Perlakukan risiko adalah upaya untuk menyeleksi pilihan-pilihan yang
dapat mengurangi atau meniadakan dampak serta kemungkinan terjadi risiko.
Teknik penanganan resiko antara lain:
1. Pengendalian
Merupakan upaya-upaya untuk mengubah risiko yang merupakan
langkah-langkah antisipatif yang direncanakan dan dilakukan secara rutin
untuk mengurangi risiko.
2. Penanganan
Merupakan langkah-langkah yang diambil untuk mengurangi risiko
jika tindakan pengendalian belum memadai. Dapat juga bermakna
langkah-langkah yang telah direncanakan dan akan dilakukan apabila
risiko benar-benar terjadi.
Sementara menurut NHS (National Health System) pengelolaan risiko
dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Mengambil kesempatan dengan kondisi yang ada dengan
mempertimbangkan keuntungan lebih besar daripada kerugian
2. Mentolerasi risiko
3. Mentransfer risiko pada pihak ke 3 seperti asuransi
4. Menghentikan aktivitas yang menimbulkan risiko

Opsi Perlakuan Risiko

19
Klasifikasi Jenis Pengendalian

 Menghentikan kegiatan
Menghindari risiko
 Tidak melakukan kegiatan
 Membuat Kebijakan
 Membuat SPO
 Mengganti atau membeli alat
 Mengembangkan sistem informasi
 Melaksanakan prosedur
Mengurangi risiko  Pengadaan, Perbaikan dan pemeliharaan bangunan dan
instrumen yang sesuai dengan persyaratan
 Pengadaan bahan habis pakai sesuai dengan prosedur
dan persyaratan
 Pembuatan dan pembaruan prosedur, standar dan check-
list, Pelatihan penyegaran bagi personil, seminar,
pembahasan kasus, poster, stiker
Mentransfer risiko  Asuransi

 Mengambil kesempatan dengan kondisi yang ada dengan


Mengeksploitasi risiko mempertimbangkan keuntungan lebih besar daripada
kerugian

Menerima risiko -

F. Membangun Upaya Pencegahan.


Dalam hal ini adalah monitoring dan review. Monitoring adalah
pemantauan rutin terhadap kinerja aktual proses manajemen risiko
dibandingkan dengan rencana atau harapan yang akan dihasilkan. Review
adalah peninjauan atau pengkajian berkala atas kondisi saat ini dan dengan
fokus tertentu.

G. Kelola Pembiayaan Risiko (Risk Financing).


Merupakan pengelolaan biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian
atau penanganan yang dilakukan.

20
BAB VII
PELAPORAN TENTANG RISIKO

A. Pelaporan Internal
Berbagai tingkatan dalam sebuah organisasi perlu melaporkan
berbagai informasi dari proses manajemen risiko.
1. Direksi, harus :
- Mengetahui tentang risiko yang paling signifikan yang dihadapi oleh
organisasi
- Mengetahui efek yang mungkin terjadi pada pemegang saham
mengenai penyimpangan nilai yang diharapkan dari rentang kinerja
- Memastikan tingkat kesadaran yang tepat di seluruh organisasi
- Mengetahui bagaimana organisasi akan mengelola krisis
- Mengetahui pentingnya kepercayaan dari para stake holder dalam
organisasi
- Mengetahui bagaimana mengelola suatu komunikasi dengan
komunitas investasi yang berlaku
- Meyakini bahwa proses manajemen risiko bekerja secara efektif
- Menerbitkan kebijakan manajemen risiko yang jelas yang meliputi
filosofi manajemen risiko dan tanggung jawab.
2. Unit/Instalasi, harus:
- Menyadari risiko yang masuk dalam unit kerja mereka adalah
tanggung jawabnya, kemungkin dampak-dampaknya berimbas pada
unit lain.
- Memiliki indikator kinerja yang memungkinkan untuk memantau
kegiatan utama dan kegiatan keuangan, kemajuan tujuan dan
mengidentifikasi perkembangan yang memerlukan intervensi
(misalnya prakiraan dan anggaran)

21
- Memiliki sistem berkomunikasi yang bervariasi dalam anggaran dan
prakiraan pada frekuensi yang tepat untuk memungkinkan tindakan
yang akan diambil
- Melaporkan secara sistematis dan secepatnya pada manajemen senior
maupun yang mendapatkan risiko baru atau kegagalan dalam
mengontrol langkah-langkah pengendalian yang ada.
3. Individu, harus :
- Memahami akuntabilitas mereka untuk resiko individu
- Memahami bagaimana mereka dapat mengaktifkan perbaikan secara
terus-menerus respon manajemen risiko
- Memahami bahwa manajemen risiko dan kesadaran risiko adalah
bagian kunci dari budaya organisasi
- Laporan yang sistematis dan pelaporan dengan segera kepada
manajemen senior risiko yang dirasakan baru atau kegagalan tindakan
pengendalian yang ada.

B. Pelaporan Eksternal
Sebuah perusahaan perlu melaporkan kepada para pemangku
kepentingan secara teratur guna menetapkan kebijakan manajemen risiko dan
efektivitas dalam mencapai tujuan.
Semakin stake holder memperhatikan organisasi untuk dapat
memberikan bukti manajemen yang efektif dari kinerja organisasi non-
keuangan di berbagai bidang seperti urusan masyarakat, hak asasi manusia,
praktek-praktek ketenagakerjaan, kesehatan dan keselamatan serta lingkungan.
Tata kelola perusahaan yang baik mensyaratkan bahwa perusahaan
perlu mengadopsi pendekatan metodis untuk manajemen risiko yang bertujuan
untuk :
1. Melindungi kepentingan stake holder mereka
2. Memastikan bahwa Direksi melepaskan tugasnya untuk strategi langsung,
membangun nilai dan monitor kinerja dari organisasi

22
3. Memastikan bahwa kontrol manajemen sudah sesuai dengan ketentuan dan
dilakukan dengan cukup
4. Pengaturan untuk pelaporan formal manajemen risiko harus dinyatakan
dengan jelas dan diketahui oleh para pemangku kepentingan. Pelaporan
formal harus berdasarkan pada :
- Metode kontrol – terutama tanggung jawab manajemen untuk
manajemen risiko
- Proses yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko dan bagaimana
hal tersebut diatasi oleh sistem manajemen risiko
- Sistem kontrol utama yang diterapkan untuk mengelola risiko yang
signifikan
- Pemantauan dan sistem tinjauan secara langsung di tempat
Setiap kekurangan signifikan yang terungkap oleh sistem, atau dalam
sistem itu sendiri, harus dilaporkan bersama-sama dengan langkah yang akan
diambil untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

23
BAB VIII
PENUTUP

Demikianlah panduan ini disusun sebagai pedoman dalam menjalankan


layanan pasien yang aman, khususnya dalam rangka mencegah kesalahan
identifikasi pasien. Panduan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu panduan
akan ditinjau kembali setiap 2 sampai 3 tahun sesuai dengan tuntutan layanan dan
standar akreditasi, baik Akreditasi Nasional 2012 maupun standar Internasional.

24

Anda mungkin juga menyukai