PENDAHULUAN
1
akuisisi, risiko kompensasi ketenagakerjaan, corporate compliance dan etik
organisasi.
Setiap upaya medik umumnya mengandung risiko, sebagian di
antaranya berisiko ringan atau hampir tidak berarti secara klinis. Namun tidak
sedikit pula yang memberikan konsekuensi medik yang cukup berat.
Risiko didefinisikan sebagai kemungkinan sesuatu terjadi atau potensi
bahaya yang terjadi yang dapat memberikan pengaruh kepada hasil akhir.
Risiko yang dicegah berupa risiko klinis dan risiko non klinis. Risiko klinis
adalah risiko yang dikaitkan langsung dengan layanan medis maupun layanan
lain yang dialami pasien selama di RS. Sementara risiko non medis ada yang
berupa risiko bagi organisasi maupun risiko finansial. Risiko organisasi adalah
yang berhubungan langsung dengan komunikasi, produk layanan, proteksi
data, sistem informasi dan semua risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian
organisasi. Risiko finansial adalah risiko yang dapat mengganggu kontrol
finansial yang efektif, salah satunya adalah sistem yang harusnya dapat
menyediakan pencatatan akuntansi yang baik.
BAB II
2
LATAR BELAKANG
3
BAB III
TUJUAN
4
BAB IV
KONSEP MANAJEMEN RISIKO
A. Definisi Risiko
Menurut Dwipraharso (2004) risiko medis dibagi menjadi 3 tingkatan,
yaitu:
1. Tingkat probabilitas dan keparahannya minimal (umumnya bersifat
foreseeable but unavoidable, calculated, controllable).
2. Risiko ‘bermakna’ tetapi harus diambil karena ‘the only way’
(unavoidable).
Risiko 1 dan 2 memerlukan informed consent sehingga bila terjadi
dokter tidak bertanggung jawab secara hukum.
3. Risiko yang unforeseeable = untoward results
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya risiko adalah :
5
Faktor Komponen yang berperan
Kondisi (Keparahan dan kegawatan)
Karakteristik pasien Bahasa dan komunikasi
Faktor sosial dan personal
6
risiko terjadinya cedera atau kerugian pada pasien, pengunjung dan institusi
RS.
Manajemen risiko dapat digambarkan sebagai proses berkelanjutan
dari identifikasi secara sistemik, evaluasi dan penatalaksanaan risiko dengan
tujuan mengurangi dampak buruk bagi organisasi maupun individu.
Rumah Sakit perlu menggunakan pendekatan proaktif dalam
melaksanakan manajemen risiko. Upaya manajemen risiko yang dilakukan
berdasarkan Risk Managemen Logic seperti dalam berikut :
Level of risk ?
Yes Acceptable ? No
7
- Mengurangi risiko (control solution) baik terhadap probabilitasnya
maupun terhadap derajat keparahannya
- Mengurangi dampaknya
3. Risk containment
Dalam hal telah terjadi suatu insiden, baik akibat suatu tindakan
atau kelalaian ataupun akibat dari suatu kecelakaan yang tidak
terprediksikan sebelumnya, maka sikap yang terpenting adalah
mengurangi besarnya risiko dengan melakukan langkah-langkah yang
tepat dalam mengelola pasien dan insidennya. Unsur utamanya biasanya
adalah respons yang cepat dan tepat terhadap setiap kepentingan pasien,
dengan didasari oleh komunikasi yang efektif.
4. Risk transfer
Akhirnya apabila risiko itu akhirnya terjadi juga dan menimbulkan
kerugian, maka diperlukan pengalihan penanganan risiko tersebut kepada
pihak yang sesuai, misalnya menyerahkannya kepada sistem asuransi.
Dari sisi sumber daya manusia, manajemen risiko dimulai dari
pembuatan standar (set standards), patuhi standar tersebut (comply with
them), kenali bahaya (identify hazards), dan cari pemecahannya (resolve
them). Proses dari manajemen risiko dapat dilihat pada gambar berikut.
8
D. Hubungan Manajemen Risiko dan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan
pada pasien karena suatu tindakan (commision) atau karena tidak bertindak
(ommision), dan bukan karena ”underlying disease” atau kondisi pasien. KTD
yang tidak dapat dicegah (unpreventable adverse event) adalah suatu KTD
akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan yang
mutakhir. Masalah KTD bisa terjadi akibat hal-hal berikut.
1. Masalah komunikasi.
Penyebab yang paling umum terjadi medical errors. Kegagalan
komunikasi: verbal/tertulis, miskomunikasi antar staf, antar shif, informasi
tidak didokumentasikan dengan baik/hilang, masalah-masalah komunikasi:
tim layanan kesehatan di satu lokasi, antar berbagai lokasi, antar tim
layanan dengan pekerja non klinis, dan antar staf dengan pasien. Arus
informasi yang tidak adekuat. Ketersediaan informasi yang kritis saat akan
merumuskan keputusan penting, komunikasi tepat waktu dan dapat
diandalkan saat pemberian hasil pemeriksaan yang kritis, koordinasi
instruksi obat saat transfer antara unit, informasi penting tidak disertakan
saat pasien ditransfer ke unit lain/dirujuk ke RS lain.
2. Masalah SDM.
Gagal mengikuti kebijakan, SOP dan proses-proses, dokumentasi
suboptimal dan labelling spesimen yang buruk, kesalahan berbasis
pengetahuan, staf tidak punya pengetahuan yang adekuat, untuk setiap
pasien pada saat diperlukan Hal - hal yang berhubungan dengan pasien.
Idenifikasi pasien yang tidak tepat, asesmen pasien yang tidak lengkap,
kegagalan memperoleh consent, pendidikan pasien yang tidak adekuat
transfer pengetahuan di rumah sakit. Kekurangan pada orientasi atau
training, tingkat pengetahuan staf untuk jalankan tugasnya, transfer
pengetahuan di RS pendidikan. Pola SDM/alur kerja. Para dokter,
perawat ,dan staf lain sibuk karena SDM tidak memadai,
pengawasan/supervisi yang tidak adekuat.
3. Kegagalan-kegagalan teknis.
9
Kegagalan alat/perlengkapan: pompa infus, monitor.
Komplikasi/kegagalan implants atau grafts. Instruksi tidak adekuat,
peralatan dirancang secara buruk bisa sebabkan pasien cedera. Kegagalan
alat tidak teridentifikasi secara tepat sebagai dasar cederanya pasien, dan
diasumsikan staf yang buat salah. RCA yang lengkap, sering tampilkan
kegagalan teknis, yang mula-mula tidak tampak, terjadi pada suatu KTD.
4. Kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat.
Pedoman cara pelayanan dapat merupakan faktor penentu
terjadinya banyak medical errors. Kegagalan dalam proses layanan dapat
ditelusuri sebabnya pada buruknya dokumentasi, bahkan tidak ada
pencatatan, atau SOP klinis yang adekuat.
10
tidak hanya pada sisi finansial semata, namun beban psikologis dan sosial
kadang-kadang terasa lebih berat.
Untuk mencegah KTD dan menempatkan resiko KTD secara
proporsional beberapa pendekatan dapat dilakukan pada sumber penyebab itu
sendiri, baik pada faktor manusianya (pasien dan tenaga kesehatannya),
maupun dari sisi organisasinya. Dari sisi organisasi, konsep intervensi
organisasi – pendekatan pada sistem (sarana) pelayanan kesehatan
memerlukan penanganan khusus namun akan jauh lebih antisipatif dalam
mengelola resiko kemungkinan terjadinya KTD. Sehingga akhir-akhir ini
manajemen resiko melalui konsep pengelolaan pada sistem pelayanan
kesehatan merupakan metode yang banyak dikembangkan akhir-akhir ini.
11
BAB V
IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN PRIORITAS RISIKO
A. Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko adalah proses menemukan, mengenal, dan
mendeskripsikan risiko. Hal pertama yang perlu dilakukan untuk mengelola
risiko adalah mengidentifikasinya. Jika kita tidak dapat mengidentifikasi/
mengenal/ mengetahui, tentu saja kita tidak dapat berbuat apapun terhadapnya.
Identifikasi risiko ini terbagi menjadi dua, yaitu identifikasi risiko proaktif dan
identifikasi risiko reaktif.
Identifikasi risiko proaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan
dengan cara proaktif mencari risiko yang berpotensi menghalangi rumah sakit
mencapai tujuannya. Disebut mencari karena risikonya belum muncul dan
bermanifestasi secara nyata. Metode yang dapat dilakukan diantaranya: audit,
inspeksi, brainstorming, pendapat ahli, belajar dari pengalaman rumah sakit
lain, FMEA, analisa SWOT, survey, dan lain-lain.
Identifikasi risiko reaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan
setelah risiko muncul dan bermanifestasi dalam bentuk insiden/gangguan.
Metoda yang dipakai biasanya adalah melalui pelaporan insiden / RCA.
Tentu saja, lebih baik kita memaksimalkan identifikasi risiko proaktif,
karena belum muncul kerugian bagi organisasi.
Bagi rumah sakit, cara paling mudah dan terstruktur untuk melakukan
identifikasi adalah lewat setiap unit. Setiap unit diminta untuk
mengidentifikasi risikonya masing-masing. Setelah terkumpul, seluruh data
identifikasi itu dikumpulkan menjadi satu dan menjadi identifikasi risiko
rumah sakit.
Proses sistematis dan terstruktur untuk menemukan dan mengenali
risiko, kemudian dibuat daftar risiko. Daftar risiko dilengkapi dengan
deskripsi risiko termasuk menjelaskan kejadian dan persitiwa yang mungking
terjadi dan dampak yang ditimbulkannya.
12
Identifikasi dilakukan pada: Sumber risiko, area risiko, peristiwa dan
penyebabnya dan potensi akibatnya. Metode identifikasi risiko dilakukan
dengan proaktif melalui self asessment, incident reporting sistem dan clinical
audit dan dilakukan menyeluruh terhadap medis dan non medis.
Tingkat Risiko (R) = Peluang (P) × Frekuensi Pajanan (F) × Akibat (A)
Keterangan :
1. Kriteria Peluang (P)
Nilai Keterangan
Almost certain / Hampir pasti; Sangat mungkin akan terjadi
10
/hampir dipastikan akan terjadi pada semua kesempatan.
Quite possible / Mungkin terjadi; Mungkin akan terjadi atau
6 bukan sesuatu hal yang aneh untuk terjadi (50 – 50
kesempatan)
Unusual but possible / Tidak biasa namun dapat terjadi;
3 Biasanya tidak terjadi namun masih ada kemungkinan untuk
dapat terjadi tiap saat.
13
Remotely possible / Kecil kemungkinannya; Kecil
1
kemungkinannya untukterjadi / sesuatu yang kebetulan terjadi
Conceivable / Sangat kecil kemungkinannya; Belum pernah
0,5 terjadi sebelumnya setelah bertahun-tahun terpapar bahaya /
kecil sekali kemungkinannya untuk terjadi
Practically impossible / Secara praktek tidak mungkin terjadi;
0,1 Belum pernah terjadi sebelumnya di manapun / merupakan
sesuatu yang tidak mungkin untuk terjadi
Nilai Keterangan
Nilai Keterangan
Catastrophe / Malapetaka/ Keuangan ekstrem
Banyak kematian
100
Kerugian sangat besar / berhenti total
Kerugian keuangan > 10 Milyar
Disaster / Bencana/ Keuangan sangat berat
Beberapa kematian
Kerugian besar / sebagian proses berhenti
40 Menyebabkan penyakit yang bersifat komunitas/endemik pada
karyawan atau pasien
Menyebabkan terhambatnya pelayanan hingga lebih dari 1 hari
Kerugian keuangan > 5 M – 10M
15 Very serious / Sangat serius/ Keuangan berat
Menyebabkan satu kematian, kerugian cukup besar
Memperberat atau menambah penyakit pada beberapa pasien atau
karyawan
14
Menyebabkan penyakit yang bersifat permanen atau kronis (HIV,
Hepatitis, keganasan, Tuli, gangguanfungsi organ menetap).
Menyebabkan terhambatnya pelayanan lebih dari 30 menit hingga 1
hari
Kerugian keuangan 1 – 5 Milyar
Serious / Serius/ Keuangan sedang
Menyebabkan cidera serius seperti cacat atau kehilangan anggota
tubuh permanen
7 Menyebabkan penyakit yang memerlukan perawatan medis lebih
dari 7 hari dan dapat disembuhkan
Menyebabkan terhambatnya pelayanan kurang dari 30 menit.
Kerugian keuangan 500 jt – 1 Milyar
Nilai Keterangan
Casualty treatment / Perawatan medis/ Keuangan ringan
Menyebabkan cidera/penyakit yang memerlukan perawatan medis
3
atau tidak dapat masuk bekerja hingga 7 hari.
Kerugian keuangan 50 juta – 500 juta
First aid treatment / P3K/ Keuangan sangat ringan
Cidera tidak serius / minor seperti lecet, luka kecil dan hanya perlu
1
penanganan P3K
Kerugian keuangan s/d 50 juta
15
Kriteria Skor Tingkat Risiko (R)
Kurang dari
Rendah Risiko dapat diterima
20
16
BAB VI
TATA CARA PELAKSANAAN
Manajemen risiko adalah sebuah tim yang dikoordinir bersama oleh Unit
Penjaminan Mutu (UPM) dan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPS).
Secara umum, proses manajemen risiko terdiri dari langkah-langkah sebagai
berikut.
A. Menetapkan Konteks
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menetapkan konteks yaitu:
1. Definisikan tujuan dan sasaran kegiatan manajemen resiko
2. Definisikan tanggung jawab dan ruang lingkup
3. Deskripsikan faktor penghambat dan pendukung
4. Struktur organisasi manajemen resiko
B. Identifikasi Risiko
Adalah proses untuk mengidentifikasi apa yang bisa terjadi, mengapa,
dan bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Identifikasi dilakukan melalui laporan
insiden, komplain dan litigasi, risk profiling, dan survey.
C. Analisa Risiko
Terdiri dari Risk Grading Matrix (RGM), Root Cause Analysis
(RCA), dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA). Resiko dinilai dengan
mengalikan probabilitas dari suatu kejadian yang tidak diinginkan dengan
dampak dari kejadian tersebut.
1. Probabilitas terdiri dari 5 (lima) level yaitu:
a. Level 1 Sangat jarang (>5 th sekali)
b. Level 2 Jarang (>2-5 th sekali)
c. Level 3 Mungkin (1-2 th sekali)
d. Level 4 Sering (beberapa kali/th)
e. Level 5 Sangat sering (tiap minggu/bl)
2. Dampak atau potensi konsekuensi terdiri dari:
17
a. Insignificant
b. Minor
c. Moderate
d. Major
e. Catastropic
D. Evaluasi Risiko
18
Terdiri dari ranking resiko, prioritas resiko, analisis cost benefit, dan
tentukan apakah resiko akan diterima atau tidak. Keputusan untuk menerima
resiko dan pengelolaannya berdasarkan pertimbangan berikut.
1. Kriteria klinis, operasional, teknis, kemanusiaan, kebijakan, dan tujuan
2. Sasaran dan kepentingan stake holder, keuangan, hukum, dan social.
19
Klasifikasi Jenis Pengendalian
Menghentikan kegiatan
Menghindari risiko
Tidak melakukan kegiatan
Membuat Kebijakan
Membuat SPO
Mengganti atau membeli alat
Mengembangkan sistem informasi
Melaksanakan prosedur
Mengurangi risiko Pengadaan, Perbaikan dan pemeliharaan bangunan dan
instrumen yang sesuai dengan persyaratan
Pengadaan bahan habis pakai sesuai dengan prosedur
dan persyaratan
Pembuatan dan pembaruan prosedur, standar dan check-
list, Pelatihan penyegaran bagi personil, seminar,
pembahasan kasus, poster, stiker
Mentransfer risiko Asuransi
Menerima risiko -
20
BAB VII
PELAPORAN TENTANG RISIKO
A. Pelaporan Internal
Berbagai tingkatan dalam sebuah organisasi perlu melaporkan
berbagai informasi dari proses manajemen risiko.
1. Direksi, harus :
- Mengetahui tentang risiko yang paling signifikan yang dihadapi oleh
organisasi
- Mengetahui efek yang mungkin terjadi pada pemegang saham
mengenai penyimpangan nilai yang diharapkan dari rentang kinerja
- Memastikan tingkat kesadaran yang tepat di seluruh organisasi
- Mengetahui bagaimana organisasi akan mengelola krisis
- Mengetahui pentingnya kepercayaan dari para stake holder dalam
organisasi
- Mengetahui bagaimana mengelola suatu komunikasi dengan
komunitas investasi yang berlaku
- Meyakini bahwa proses manajemen risiko bekerja secara efektif
- Menerbitkan kebijakan manajemen risiko yang jelas yang meliputi
filosofi manajemen risiko dan tanggung jawab.
2. Unit/Instalasi, harus:
- Menyadari risiko yang masuk dalam unit kerja mereka adalah
tanggung jawabnya, kemungkin dampak-dampaknya berimbas pada
unit lain.
- Memiliki indikator kinerja yang memungkinkan untuk memantau
kegiatan utama dan kegiatan keuangan, kemajuan tujuan dan
mengidentifikasi perkembangan yang memerlukan intervensi
(misalnya prakiraan dan anggaran)
21
- Memiliki sistem berkomunikasi yang bervariasi dalam anggaran dan
prakiraan pada frekuensi yang tepat untuk memungkinkan tindakan
yang akan diambil
- Melaporkan secara sistematis dan secepatnya pada manajemen senior
maupun yang mendapatkan risiko baru atau kegagalan dalam
mengontrol langkah-langkah pengendalian yang ada.
3. Individu, harus :
- Memahami akuntabilitas mereka untuk resiko individu
- Memahami bagaimana mereka dapat mengaktifkan perbaikan secara
terus-menerus respon manajemen risiko
- Memahami bahwa manajemen risiko dan kesadaran risiko adalah
bagian kunci dari budaya organisasi
- Laporan yang sistematis dan pelaporan dengan segera kepada
manajemen senior risiko yang dirasakan baru atau kegagalan tindakan
pengendalian yang ada.
B. Pelaporan Eksternal
Sebuah perusahaan perlu melaporkan kepada para pemangku
kepentingan secara teratur guna menetapkan kebijakan manajemen risiko dan
efektivitas dalam mencapai tujuan.
Semakin stake holder memperhatikan organisasi untuk dapat
memberikan bukti manajemen yang efektif dari kinerja organisasi non-
keuangan di berbagai bidang seperti urusan masyarakat, hak asasi manusia,
praktek-praktek ketenagakerjaan, kesehatan dan keselamatan serta lingkungan.
Tata kelola perusahaan yang baik mensyaratkan bahwa perusahaan
perlu mengadopsi pendekatan metodis untuk manajemen risiko yang bertujuan
untuk :
1. Melindungi kepentingan stake holder mereka
2. Memastikan bahwa Direksi melepaskan tugasnya untuk strategi langsung,
membangun nilai dan monitor kinerja dari organisasi
22
3. Memastikan bahwa kontrol manajemen sudah sesuai dengan ketentuan dan
dilakukan dengan cukup
4. Pengaturan untuk pelaporan formal manajemen risiko harus dinyatakan
dengan jelas dan diketahui oleh para pemangku kepentingan. Pelaporan
formal harus berdasarkan pada :
- Metode kontrol – terutama tanggung jawab manajemen untuk
manajemen risiko
- Proses yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko dan bagaimana
hal tersebut diatasi oleh sistem manajemen risiko
- Sistem kontrol utama yang diterapkan untuk mengelola risiko yang
signifikan
- Pemantauan dan sistem tinjauan secara langsung di tempat
Setiap kekurangan signifikan yang terungkap oleh sistem, atau dalam
sistem itu sendiri, harus dilaporkan bersama-sama dengan langkah yang akan
diambil untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
23
BAB VIII
PENUTUP
24