LAPORAN PENDAHULUAN
1
2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/
biologis menjadi 4 kelompok yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59
2) Lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun.
2
menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik
untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya memiliki
suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies
mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar
menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar,
dia akan mati. Manusia mempunyai umur harapan hidup nomor
dua terpanjang setelah bulus. Secara teoritis, memperpanjang umur
mungkin terjadi, meskipun hanya beberapa waktu dengan
pengaruh dari luar, misalnya peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit dengan pemberian obat-obatan atau tindakan
tertentu.
b. Teori mutasi somatic
Menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik
akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam
proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA
protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus- menerus sehingga
akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel
menjadi kanker atau sel menjadi penyakit. Setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi
sel kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel
(Suhana, 2000).
c. Teori nongenetik
1) Teori penurunan sistem imun tubuh (auto-immune theory),
mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self
recognition). Mutasi yang merusak membran sel, akan
menyebabkan sistem imun tidak mengenalinya sehingga
merusaknya. Hal inilah yang mendasari peningkatan penyakit
auto-imun pada lanjut usia (Goldstein, 1989). Proses
metababolisme tubuh, memproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut
3
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai
contoh, tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa
berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan autoimun.
2) Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory), teori
radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam
tubuh, karena adanya proses metabolisme atau proses
pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan
suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai
elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif
mengikat atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai
kerusakan atau perubahan dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan
organik, misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini
menyebabkan sel tidak dapat bergenerasi (Halliwel, 1994).
Radikal bebas dianggap sebagai penyabab penting terjadinya
kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang terdapat
dilingkungan seperti:
a) Asap kendaraan bermotor
b) Asap rokok
c) Zat pengawet makanan
d) Radiasi
e) Sinar ultraviolet yang mengakibatkan terjadinya perubahan
pigmen dan kolagen pada proses menua.
3) Teori menua akibat metabolism, telah dibuktikan dalam
berbagai percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan kalori
ternyata bias menghambat pertumbuhan dan memperpanjang
umur, sedangkan perubahan asupan kalori yang menyebabkan
kegemukan dapat memperpendek umur (Darmojo, 2000).
4) Teori rantai silang (cross link theory), teori ini menjelaskan
bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan
asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan
radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan
perubahan padamembran plasma, yang mengakibatkan
4
terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya
fungsi pada proses menua.
5) Teori fisiologis, teori ini merupakan teori intrinsik dan
ekstrinsik, terdiri atas teori oksidasi stres (wear and tear
theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan stres menyebabkan
sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal).
2. Teori Sosiologis
Teori Sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini antara
lain:
a. Teori Interaksi Sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada
suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi
sosial merupakan kunci mempertahankan status sosial berdasarkan
kemampuan bersosialisasi. Pokok-pokok sosial exchange theory
antara lain:
1) Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai
tujuannya masing-masing.
2) Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan
biaya dan waktu.
3) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang actor
mengeluarkan biaya.
b. Teori aktivitas atau kegiatan
1) Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan
secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang
sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam
kegiatan sosial.
2) Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan
aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama
mungkin.
3) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup
lanjut usia.
5
4) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu
agar tetap stabil dari usia pertengahan sampai lanjut usia.
c. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia.
Teori ini merupakan gabungan teori yang disebutkan sebelumnya.
Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang
lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang
dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan
dalam siklus kehidupan lanjut usia. Pengalaman hidup seseorang
suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat dia menjadi
lanjut usia. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan
harapan seseorang ternyata tidak berubah, walaupun ia telah lanjut
usia.
d. Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement theory). Teori ini
membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat
dan kemunduran individu dengan individu lainnya. Pokok-pokok
disangagement theory:
1) Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi masa pensiun.
Pada wanita, terjadi pada masa peran dalam keluarga
berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa dan
meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.
2) Lanjut usia dan masyarakat menarik manfaat dari hal ini karena
lanjut usia dapat merasakan tekanan sosial berkurang,
sedangkan kaum muda memperoleh kesempatan kerja yang
lebih baik.
3) Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang perlu diperhatikan:
Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
Proses tersebut tidak dapat dihindari
Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat.
6
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya
atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara
kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia mengalami
kehilangan ganda (triple loss):
Selain itu, peranan faktor resiko yang datang dari luar (eksogen)
tidak boleh dilupakan, yaitu faktor lingkungan dan budaya gaya
hidup yang salah. Banyak faktor yang memengaruhi proses menua
(menjadi tua), antara lain herediter/genetik, nutrisi/makanan, status
kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan, dan stres. Proses
menua/menjadi lanjut usia bukanlah suatu penyakit, karena orang
meninggal bukan karena tua, orang muda pun bias meniggal dan
7
bayi pun bisa meninggal. Banyak mitos mengenai lanjut usia yang
sering merugikan atau bernada negatif, tetapi sangat berbeda
dengan kenyataan yang dialaminya (Nugroho, 2000).
8
menerima fakta-fakta proses menua, mengalami pensiun dengan tenang,
juga dalam menghadapi masa akhir.
9
pada golongan lansia ini, apalagi pada mereka yang hidup sendirian
(Darmojo, 2009).
10
2) Gizi untuk Lanjut Usia
a) Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok seperti
beras, jagung, ubi dan lainya yang mengandung karbohidrat.
b. Upaya Preventif
c. Upaya Kuratif
Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinan
dapat di lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia.
Pengobatan lebih lanjut ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit
11
dapat dilakukan di fasilitas pelayanan seperti Puskesmas Pembantu,
Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan Desa. Apabila sakit yang diderita
lanjut usia membutuhkan penanganan dengan fasilitas lebih lengkap, maka
dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.
d. Upaya Rehabilitatif
12
8. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).
9. Offer optimism, encourgement and hope (Memberikan semangat,
dukungan dan harapan).
10. Generate, support, use and participate in research (Menghasilkan,
mendukung, menggunakan, dan berpatisipasi dalam penelitian).
11. Implement restorative and rehabilititative measures (Melakukan
perawatan restoratif dan rehabilitatif).
12. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan mengatur perawatan).
13. Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized, holistic
maner (Mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
perawatan individu dan perawatan secara menyeluruh).
14. Link services with needs (Memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan).
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality
(Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli
dibidangnya).
16. Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of each
other (Saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial dan
spritual).
17. Recognize and encourge the appropriate management of ethical concern
(Mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan
tempatnya bekerja).
18. Support and comfort through the dying process (Memberikan dukungan
dan kenyamanan dalam menghapi proses kematian).
19. Educate to promote self care and optimal independence (Mengajarkan
untuk meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).
13
1. Pengertian Hipertensi
Ilmu pengobatan mendefinisikan hipertensi sebagai suatu peningkatan
kronis (yaitu meningkat secara perlahan-lahan, bersifat menetap) dalam
tekanan darah arteri sistolik yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi
tidak peduli apa penyebabnya, mengikuti suatu pola yang khas (Wolff, 2006).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastoliknya sedikitnya 90 mmHg. Istilah
tradisional tentang hipertensi “ringan” dan “sedang” gagal menjelaskan
pengaruh utama tekanan darah tinggi pada penyakit kardiovaskular (Price,
2006).
14
f. Muntah
g. Epistaksis
h. Kesadaran menurun
3. Klasifikasi Hipertensi
15
4. Etiologi dari Hipertensi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
a. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebi besar dari 90
mmHg
b. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari
160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg
Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dikendalikan
a. Umur
Tekanan darah akan meningkat seiring dengan bertambah-nya umur
seseorang. Ini disebabkan karena dengan bertambahnya umur, dinding
pembuluh darah mengalami perubahan struktur. Setelah umur 45 tahun,
dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan
zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-
angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat
karena kelenturan pem-buluh darah besar yang berkurang pada
penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan darah
diastolik meningkat sam-pai dekade kelima dan keenam kemudian
16
menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan
beberapa peruba-han fisiologis. Pada usia lanjut terjadi peningkatan
resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu
refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang.
Sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus menurun.
b. Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan hipertensi daripada wanita.
Hipertensi berdasarkan kelompok ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat
(merokok, kelebihan berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan.
Sedangkan pria lebih berhubungan dengan kurang nyaman dengan
pekerjaan dan pengangguran.
c. Genetik (Keturunan)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menye-babkan
keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium. Individu yang memiliki orang tua dengan
hipertensi berisiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari
pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi.
Faktor Risiko yang Dapat Dikendalikan
a. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah. Adapun
hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap pembuluh darah
kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak.
Otak akan bereaksi terhadap niko-tin dengan memberi sinyal pada kelenjar
adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan
menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih
berat karena tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida
dalam asap rokok menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan
mengakibatkan tekanan darah karena jantung dipaksa memompa untuk
17
memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh
(Astawan, 2002).
b. Garam Dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam
patogenesis hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya
hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan
tekanan darah (Basha, 2004). Konsumsi natrium yang berlebih
menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler
meningkat. Untuk menormal-kannya cairan intraseluler ditarik ke luar,
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. Garam mempunyai
sifat menahan air. Mengonsumsi garam lebih atau makan makanan yang
diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan darah. Hindari
pemakaian garam yang berlebih atau makanan yang diasinkan. Hal ini
tidak berarti menghentikan pemakaian garam sama sekali dalan makanan,
sebaliknya dengan membatasi jumlah garam yang dikonsumsi
(Wijayakusuma, 2000).
c. Obesitas
Kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor risiko dari
beberapa penyakit degenerasi dan metabolit. Lemak tubuh, khususnya
lemak pada perut berhubungan erat dengan hipertensi. Obesitas
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Semakin
besar massa tubuh maka semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk
memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume
darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri.
Obesitas juga merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner dan
merupakan faktor risiko independen yang artinya tidak dapat dipengaruhi
oleh faktor risiko lain.
d. Kurang Olahraga
18
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer
yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan
peran obesitas pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam
juga bertambah maka akan memu-dahkan terjadinya hipertensi.
e. Stres Emosional
Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan
curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis.
Meskipun dapat dikatakan bahwa stres emosional benar-benar
meninggikan tekanan darah untuk jangka waktu yang sing-kat, reaksi
tersebut lenyap kembali seiring dengan menghilangnya penyebab stres.
Yang menjadi masalah adalah jika stres bersifat permanen, maka
seseorang akan mengalami hipertensi terus-menerus sehingga stres
menjadi suatu resiko. Kemarahan yang ditekan dapat meningkatkan
tekanan darah karena ada pelepasan adrenalin tambahan oleh kelenjar
adrenal yang terus-menerus dirangsang.
Penyebab hipertensi pada orang lanjut usia adalah terjadinya perubahan-
perubahan pada :
1) Elastisitas dinding aorta menurun.
2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun
4) 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
5) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
6) Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi.
7) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
19
5. Patofisiologi Hipertensi
Hipertensi
Perubahan Struktur
Vasokontriksi
Gangguan Sirkulasi
20
Resistensi Pembuluh darah otak Vasokontriksi tdk tahu
masalahkesehatan
Penurunan curah
jantung
Deprivasi Tidur
Intoleransi
aktifitas
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
ginjal
jantung hipertensi
21
7) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu
pembesaran jantung
7. Komplikasi Hipertensi
a) Miokard infark
b) Stroke
c) Cerebral vaskular accident
d) Penyakit vascular perifer: aterosklerosis, aneurisma.
e) Gagal ginjal
f) Left ventricular failure
8. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan penanganan : Mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas pe-
nyerta dengan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis
1) Penurunan berat badan, pembatasan alcohol, natrium dan temba-kau,
latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus
dilakukan.
2) Perubahan cara hidup
3) Mengurangi intake garam dan lemak
4) Mengurangi intake alkohol
5) Mengurangi BB untuk yang obesitas
6) Latihan/peningkatan aktivitas fisik
7) Olah raga teratur
22
8) Menghindari ketegangan
9) Istirahat cukup
b. Penatalaksanaan Farmakologi
Digunakan untuk penderita hipertensi ringan dengan berada dalam risiko
tinggi dan apabila tekanan darah diastoliknya menetap diatas 85 atau 95
mmHg dan sistoliknya diatas 130 sampai 139 mmHg.
Golongan/jenis obat anti hipertensinya, yaitu :
1) Golongan Diuretic
Diuretik Thiazid. Misalnya : klortalidon,
hydroklorotiazid.
Diuretik Loop, Misalnya furosemid.
2) Golongan Penghambat Simpatis
Penghambatan aktivitas simpatis dapat terjadi pada pusat vaso-motor
otak seperti metildopa dan klonidin atau pada akhir saraf perifer,
seperti golongan reserpin dan goanetidin.
3) Golongan Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan
curah jantung dan efek penekanan sekresi renin. Misalnya, pindo-lol,
propanolol, timolol.
4) Golongan Vasodilator
Yang termasuk obat ini yaitu, prasosin, hidralasin, minoksidil,
diazoksid dan sodium nitrofusid.
5) Penghambat Enzim Konversi Angiotensin
Misalnya : captropil.
6) Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan curah jantung dengan cara meng-
hambat kontraktilitas. Misalnya : nifedifin, diltiasem atau verama-miu.
9. Discharge Planning
a. Berhenti merokok.
23
b. Pertahankan gaya hidup sehat.
c. Belajar untuk rileks dan mengendalikan stres.
d. Batasi konsumsi alkohol.
e. Penjelasan mengenai hipertensi.
f. Jika sudah menggunakan obat hipertensi teruskan penggunaannya secara
rutin.
g. Batasan diet dan pengendalian berat badan.
h. Diet garam.
i. Periksa tekanan darah secara teratur.
24
f. Nyeri atau ketidaknyamanan
1) Angina (penyakit arteri koroner /keterlibatan jantung)
2) Nyeri hilang timbul pada tungkai.
3) Sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi sebelumnya.
4) Nyeri abdomen.
Data Obyektif
a. Pemeriksaan Fisik
1) Sirkulasi
Riwayat hipertensi, ateroskleorosis, penyakit jantung koroner atau
katup dan penyakit cerebro vaskuler.
2) Eliminasi
Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu seperti infeksi atau obs-truksi.
3) Neurosensori
a) Keluhan pusing.
b) Berdenyut, sakit kepala suboksipital (terjadi saat bangun dan
menghilang secara spontan setelah beberapa jam).
4) Pernapasan
a) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja.
b) Takipnea, ortopnea, dispnea noroktunal paroksimal.
c) Batuk dengan/tanpa pembentukan sputum.
d) Riwayat merokok.
b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Hemoglobin/hematokrit : Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubu-ngan
dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas,
anemia.
2) BUN/kreatinin : Memberikan informasi tentang perfusi atau fungsi
jaringan.
3) Glukosa : Hiperglikemia (diabetes militus adalah pencetus hiper-tensi)
dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (me-ningkatkan
hipertensi).
4) Kalium serum : Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldo-
steron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretic.
5) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat mening-
katkan hipertensi.
25
6) Kolesterol dan trigeliserida serum : Peningkatan kadar dapat meng-
indikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan plak ateromatosa
(efek kardiovaskuler).
7) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokon-
striksi dan hipertensi.
8) Kadar aldosteron urin/serum : Untuk mengkaji aldosteronisme pri-mer
(penyebab).
9) Urinalisasi : Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi gin-jal
dan/atau adanya diabetes.
10) VMA urin (metabolit katekolamin) : Kenaikan dapat mengindi-kasikan
adanya feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat
dilakukan untuk pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang
timbul.
11) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai risiko
terjadinya hipertensi.
12) Streroid urin : Kenaikan dapat mengindikasikan hiperadrenalisme,
feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat dilakukan untuk
pengkajian feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
13) IVP : Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyebab
parenkim ginjal, batu ginjal dan ureter.
14) Foto dada : Dapat mengidentifikasi obstruksi klasifikasi pada area
katup ; deposit pada dan atau takik aorta perbesaran jantung.
15) CT-Scan : Mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati, dan
feokromisitoma.
16) EKG : Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan,
gangguan konduksi. Catatan : Luas, peningggian gelombang P ada-lah
salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi (Doenges, 2000).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan manajemen kesehatan berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang program terapeutik
b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pola tidur tidak menyehatkan
26
d. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan suplai
O2 ke otak menurun.
3. Rencana Keperawatan
27
ketegangan klien.
28
a. analgesik
4. Risiko NOC : NIC :
ketidakefektifan - Circulation status Peripheral Sensation Management
- Tissue perfusion :
perfusi jaringan (Manajemen Sensasi Perifer)
cerebral
otak - Monitor adanya daerah
Kriteria hasil :
tertentu yang hanya peka
- Mendemonstrasikan
terhadap
status sirkulasi yang
panas/dingin/tajam/tumpul
ditandai dengan : - Monitor adanya paretese
Tekanan sistole - Intruksikan keluarga untuk
diastole dalam mengobservasi jika ada lesi
rentang yang atau laserasi
- Gunakan sarung tangan untuk
diharapkan
Tidak ada ortostatik proteksi
- Batasi gerakan pada kepala,
hipertensi
Tidak ada tanda- leher, dan punggung
- Monitor kemampuan BAB
tanda peningkatan
- Kolaborasi pemberian
tekanan intracarnial
analgetik
(tidak lebih dari 15 - Monitor adanya
mmHg) tromboplebitis
- Mendemonstrasikan - Diskusikan mengenai
kemampuan kognitif penyebab perubahan sensasi
yang ditandai dengan :
Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi
Memproses
informasi
29
Membuat keputusan
yang benar
Menunjukkan fungsi
sensori motorik
kranial yang utuh :
Tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan-gerakan
involunteer.
1. Implementasi
Implementasi umum yang biasa dilakukan pada pasien hipertensi :
2. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir proses asuhan keperawatan. Pada tahap ini
kita melakukan penilaian akhir terhadap kondisi pasien dan disesuaikan
dengan kriteria hasil yang sebelumnya telah dibuat.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien yaitu:
1. Tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung, dan vital sign
dalam batas normal
2. Tekanan sistole dan diastole dalam rentang normal
3. Tidak ada ortostatik hipertensi
4. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari
15 mmHg)
30
5. Mampu mengidentifikasi strategi tentang koping
DAFTAR PUSTAKA
31
Volume 2. Jakarta : EGC
Kusuma, Hardhi dan Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC jilid 1 & 2.
Jakarta : MediAction
Madyaningratri,Ambar.2012.Fisiologi Sistem kardio vaskular
(Hemodinamika).Available:http://www.academia.edu/9841261/Fisiologi_Siste
m_Kardio_Vaskular_Hemodinamika_. Diakses pada Selasa, 06 Oktober 2015
pukul 20.00 WITA
Putri, Puniari Eka.2012.Aliran Darah dan Denyut
Jantung.Available:https://id.scribd.com/doc/99106200/Aliran-Darah-Dan-
Denyut-Jantung. Diakses pada Selasa, 06 Oktober 2015 pukul 19.15 WITA
Shann,Resti.2012.Laporan Praktikum Anfisman Tekanan
Darah.Available:http://www.academia.edu/6475438/LAPORAN_PRAKTIK
UM_ANFISMAN_TEKANAN_DARAH. Diakses pada Selasa, 06 Oktober
2015 pukul 19.00 WITA
32
33