Anda di halaman 1dari 10

2. – Perencanaan : a.

Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan elemen paling penting
dalam menjalankan suatu organisasi. SDM di tuntut mampu dan terlatih dalam melaksanakan semua
tugas dan tanggung jawab yang di berikan dalam suatu organisasi termasuk rumah sakit. Rumah sakit
sudah mempunyai petugas yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan
kerjanya b. b. Pembiayaan Pelaksanaan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah
sakit menuntut dukungan dari semua pihak baik dari pimpinan rumah sakit, pihak manajemen sampai
dukungan dari semua unit kerja di rumah sakit tersebut. Selain itu pihak manajemen juga harus
mengidentifikasi sumber daya esensial yang diperlukan untuk pelaksanaan SMK3 agar berjalan dengan
baik, dimana salah satu sumber daya tersebut adalah pendanaan. c. Peralatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pelaksanaan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di suatu institusi
seperti rumah sakit selalu membutuhkan peralatan-peralatan yang menunjang semua kegiatan, untuk
mengurangi risiko kecelakaan kerja yang mungkin terjadi pada pekerja rumah sakit. d. Standar
Operasional Prosedur (SOP) SOP sangat dibutuhkan untuk membantu kinerja para petugas karena setiap
tindakan ada prosedurnya sehingga dapat mengurangi masalah-masalah atau kekeliruan yang bisa
terjadi. e. Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang
meliputi strruktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber
daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan
kebijakan K3 dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, nyaman dan produktif Menurut Pedoman Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) diRumah Sakit, Kepmenkes (2007), manajemen K3 RS adalah suatu proses
kegiatan yangdimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalianyang
bertujuan untuk membudayakan K3 di RS. Adapun analisis dalam pelaksanaan penelitian ini mengacu
pada 4 elemen pokok yang dimuat dalam dalam Kepmenkes (2007) yaitu Komitmen dan Kebijakan,
Perencanaan, Pengorganisasian, dan Penyelenggaraaan.

Perencanaan kesehatan adalah sebuah proses untuk merumuskan masalahmasalah kesehatan yang
berkembang di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan
tujuan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah praktis untuk mancapai tujuan

Langkah-langkah proses penyusunan perencanaan di antaranya :

a. Analisis situasi, b. Mengidentifikasi masalah dan prioritasnya, c. Menentukan tujuan program, d.


Mengkaji hambatan dan kelemahan program, e. Menyusun rencana kerja operasional (RKO)

Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan
sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3 di rumah
sakit dapat mengacu pada standar Sistem Manajemen K3RS diantaranya self assesment
akreditasi K3RS dan SMK3 (Menkes RI, 2007). Setiap pekerjaan seharusnya direncanakan dengan
baik agar hasil yang dicapai sesuai dengan harapan dan tidak menimbulkan dampak buruk di
kemudian hari.

Perencanaan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit meliputi
(Menkes RI, 2007): a. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko.
Rumah sakit harus melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta
pengendalian faktor risiko. (1) Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya, jenis
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang kemungkinan dapat terjadi. Sumber bahaya yang ada
di rumah sakit harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan
tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. (2) Penilaian faktor
risiko Penilaian faktor risiko adalah proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan
melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.
Menurut Ridley (2006), penilaian risiko merupakan upaya yang ditempuh oleh pemilik usaha
agar dapat melakukan pengendalian potensi-potensi bahaya yang kemungkinan dapat
mengancam kesehatan dan keselamatan para pekerjanya. Sasaran dilakukannya penilaian risiko
adalah guna mempertimbangkan tindakan apa yang selanjutnya harus dilakukan untuk
mencegah terjadinya kecelakaan yang dapat menyebabkan cedera atau kerusakan. (3)
Pengendalian faktor risiko Dilaksanakan melalui 4 tingkatan pengendalian risiko yakni
menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat
risikonya lebih rendah/tidak ada (engineering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi
(APP). b. Membuat peraturan Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan
Standard Operational Procedure (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan
mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui dan harus
dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait. c. Tujuan dan
sasaran Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya
potensial dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan
jangka waktu pencapaian. d. Indikator kinerja Indikator harus dapat diukur sebagai dasar
penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian
SMK3 rumah sakit. e. Program K3 RS harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk
mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan.

- Pelaksanaan : Penerapan K3 di rumah sakit meliputi tahap-tahap: a. Tahap Persiapan 1)


Menyatakan komitmen Komitmen harus dimulai dari direktur utama/direktur rumah sakit
(manajemen puncak). Pernyataan komitmen oleh manajemen puncak tidak hanya dalam kata-
kata, tetapi juga harus dengan tindakan nyata, agar dapat diketahui, dipelajari, dihayati dan
dilaksanakan oleh seluruh staf dan petugas rumah sakit. 2) Menetapkan cara penerapan K3 di
Rumah Sakit. Penetapan cara yang akan digunakan dalam penerapan K3 di rumah sakit dapat
dilakukan dengan bantuan konsultan atau personil rumah sakit yang memiliki kemampuan
untuk mengorganisasikan dan mengarahkan orang. 3) Pembentukan organisasi/ unit pelaksana
K3 rumah sakit. 4) Membentuk kelompok kerja penerapan K3. Anggota kelompok kerja
sebaiknya terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja, biasanya manajer unit kerja. Peran,
tanggung jawab dan tugas anggota kelompok kerja perlu ditetapkan. Sedangkan mengenai
kualifikasi dan jumlah anggota kelompok kerja disesuaikan dengan kebutuhan RS. 38 5)
Menetapkan sumber daya yang diperlukan Sumber daya yang dimaksud mencakup sumber daya
manusia dalam hal ini tenaga ahli K3. Selain SDM juga dibutuhkan sarana, waktu dan dana. b.
Tahap Pelaksanaan Penyuluhan K3 ke semua petugas RS, pelatihan K3 yang disesuaikan dengan
kebutuhan individu dan kelompok di dalam organisasi RS. Fungsinya memproses individu
dengan perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya
sebagai produk akhir dari pelatihan. Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku
diantaranya : 1) Pemeriksaan kesehatan petugas (prakarya, berkala dan khusus), 2) Penyediaan
alat pelindung diri dan keselamatan kerja, 3) Penyiapan pedoman pencegahan dan
penanggulangan keadaan darurat, 4) Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi
kesehatan, 5) Pengobatan pekerja yang menderita sakit, 6) Menciptakan lingkungan kerja yang
hIgienis secara teratur, melalui monitoring lingkungan kerja dari hazard yang ada, 7)
Melaksanakan biological monitoring, 8) Melaksanakan surveilas kesehatan pekerja c. Tahap
Pemantauan dan Evaluasi Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di rumah sakit adalah
salah satu fungsi manajemen K3 rumah sakit yang berupa suatu langkah yang diambil untuk 39
mengetahui dan menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3 rumah sakit itu berjalan,
mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3 rumah sakit dalam
mencapai tujuan yang ditetapkan. Pemantauan dan evaluasi meliputi : 1) Pencatatan dan
pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan RS (SPRS). - Pencatatan dan pelaporan K3, -
Pencatatan semua kegiatan K3, - Pencatatan dan pelaporan kecelakaan akibat kerja (KAK), -
Pencatatan dan pelaporan penyakit akibat kerja (PAK). 2) Inspeksi dan pengujian Inspeksi K3
merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara umum. Inspeksi K3 merupakan
suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara umum dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3
di rumah sakit dilakukan secara berkala, terutama oleh petugas K3 RS sehingga kejadian PAK dan
KAK dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian, baik terhadap lingkungan
maupun pemeriksaan terhadap pekerja berisiko seperti biological monitoring (pemantauan
secara biologis). 3) Melaksanakan audit K3 Audit K3 yang meliputi falsafah dan tujuan,
administrasi dan pengelolaan, karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan
prosedur, pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan pengendalian. 40
Tujuan Audit K3: - Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan. -
Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai ketentuan. - Menentukan
langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta pengembangan mutu. - Untuk menilai
potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan. - Memastikan dan menilai pengelolaan
K3 telah dilaksanakan sesuai ketentuan. - Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya
potensial serta pengembangan mutu. - Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan
dari audit, identifikasi, penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen puncak. d.
Tinjauan Ulang dan Peningkatan oleh Pihak Manajemen Dari hasil monitoring dan evaluasi
tersebut dilakukan peninjauan ulang dan peningkatan terhadap kebijakan, perarturan,
pedoman, prosedur, program dan kegiatan yang dilakukan secara periodik.

- Evaluasi : a. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah sakit

Manajemen risiko K3RS bertujuan untuk meminimalkan risiko keselamatan dan


kesehatan di Rumah Sakit sehingga tidak menimbulkan efek buruk
terhadap keselamatan dan kesehatan SDM Rumah Sakit, pasien, pendamping
pasien, dan pengunjung.
b. Manajemen Risiko
suatu proses mengidentifikasi, mengukur risiko, serta membentuk strategi untuk
mengelola semua risiko yang ada melalui sumber daya yang telah tersedia di rumah
sakit. Sedangkan untuk risiko terkait pengendalian infeksi dan fasilitas belum
semua rumah sakit memahami .

c. Keselamatan dan Keamanan Kerja Rumah Sakit


Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit yang selanjutnya disingkat K3RS
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan
bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung,
maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya pencegahan kecelakan kerja dan
penyakit

d. Pelayanan Kesehatan Kerja


Pelayanan Kesehatan Kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi
No. 01/MEN/1982 adalah pelayanan kesehatan yang diselenggarakan untuk
melindungi pekerja dari kemungkinan mengalami gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh pekerja dan lingkungan kerja serta mengupayakan peningkatan
kemampuan fisik pekerja.

e. Pengolahan Bahan Berbahaya dan Beracun.


1. Limbah infeksius yang berasal dari fasilitas pelayanan kesehatan a. melakukan penyimpanan
limbah infeksius dalam kemasan tertutup paling lama 2 (dua) hari sejak dihasilkan b.
Mengangkut dan/atau memusnahkan pada pengolahan Limbah B3: 1) Fasilitas insenerator
dengan suhu pembakaran minimal 800⁰C 2) Autoclave yang dilengkapi dengan pencacah
(shredder) c. Residu hasil pembakaran atau cacahan hasil autoclave dikemas dan dilekati
simbol “Beracun” dan label Limbah B3 yang selanjutnya disimpan di Tempat Penyimpanan
Sementara Limbah B3 untuk selanjutnya diserahlkan kepada pengelola Limbah B3
2. 2. Limbah infeksius yang berasal dari ODP yang berasal dari rumah tangga a. Mengumpulkan
limbah infeksius berupa limbah APD antara lain berupa masker, sarung tangan, dan baju
pelindung diri b. Mengemas tersendiri dengan menggunakan wadah tertutup c. Mengangkut
dan memusnahkan pada pengolahan Limbah B3 d. Menyampaikan informasi kepada
masyarakat tentang pengelolaan limbah infeksius yang bersumber dari masyarakat, sebagai
berikut: 1) Limbah APD antara lain berupa masker, sarung tangan, baju pelindung diri,
dikemas tersendiri dengan menggunakan wadah tertutup yang bertuliskan “Limbah
Infeksius” 2) Petugas dari Dinas yang bertanggung jawab di bidang Lingkungan Hidup,
Kebersihan dan Kesehatan melakukan pengambilan dari setiap sumber untuk diangkut ke
lokasi pengumpulan yang telah ditentukan sebelum diserahkan ke pengolah Limbah B3.
3. 3. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga a. Seluruh petugas
kebersihan atau pengangkut sampah wajib dilengkapi dengan APD khususnya masker,
sarung tangan, dan safety source yang setiap hari harus disucihamakan; b. Dalam upaya
mengurangi timbulan sampah masker, maka kepada masyarakat yang sehat dihimbau untuk
menggunakan masker guna ulang yang dapat dicuci setiap hari; c. Kepada masyarakat yang
sehat dan menggunakan masker sekali pakai (disposable mask) diharuskan untuk merobek,
memotong atau menggunting masker tersebut dan dikemas rapi sebelum dibuang ke
tempat sampah untuk menghindari penyalahgunaan; dan d. Pemerintah daerah menyiapkan
tempat sampah / drop box khusus masker diruang publik.

f. Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran.


Berdasarkan regulasi dan Permenkes tentang Bangunan Rumah Sakit bahwa Rumah
Sakit harus memilki dan menerapkan Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran; yang
terdiri dari Sistem Proteksi Pasif dan Sistem Proteksi Aktif.

Penerapan  sistem  proteksi  pasif didasarkan pada fungsi/ klasifikasirisiko  kebakaran,


geometri ruang,   bahan bangunan terpasang, dan/ atau jumlah dan kondisi penghuni
dalam Bangunan Rumah Sakit.  Sedangkan Sistem  Proteksi  Aktif  meliputi: sistem
pemadam kebakaran; sistem deteksi dan alarm kebakaran; dan sistem pengendalian
asap kebakaran.

Bahaya Kebakaran dapat terjadi kapan saja dan dapat menimbulkan kerugian finansial
yang tinggi, bahkan dapat menimbulkan korban jiwa; sehingga deteksi, pencegahan dan
peanggulangan kebakaran di sebuah instalasi rumah sakit sangat penting. Rumah Sakit
dapat dikategorikan tempat umum dan dihuni oleh orang sakit yang kemampuannya
terbatas; sehingga deteksi, pencegahan dan peanggulangan kebakaran dapat mencegah
atau mengurangi jumlah korban.

Upaya Proteksi Pasif antara lain :

1. Pintu Darurat (Emergency)


Pemasangan pintu darurat pada ruangan yang dinilai berbahaya. Pintu darurat
tebuat dari bahan yang tahan api dan mudah diakses. Pintu darurat diletakkan
pada tempat-tempat strategis dan dekat dengan jalur keluar. Pintu keluar tidak
hanya berfungsi sebagai jalan keluar darurat namun juga dapat digunakan untuk
memperlambat laju penyebaran kebakaran.
2. Jalur Evakuasi
Jalur evakuasi mutlak dibutuhkan agar para penghuni gedung tidak kebingungan
saat terjadi kebakaran. Jalur evakuasi dibuat berdasarkan perencanaan yang
matang dan menggiring ke luar gedung atau area aman. Sepanjang jalur
evakuasi juga harus dilengkapai dengan petunjuk (arah panah) yang jelas dan
tidak membingungkan.
3. Assembly Point (Area Aman).
Area aman evakuasi adalah area aman dari bahaya kebakaran. Area ini jauh dari
gedung dan cukup untuk menampung seluruh penghuni. Selain itu sebisa
mungkin mudah diakses dari segala penjuru.
Upaya Proteksi Aktif; telah dilakukan beberapa hal untuk deteksi, pencegahan dan
peanggulangan kebakaran; yaitu antara lain :

1. Lampu Darurat (Emergency)


Ketika terjadi kebakaran, otomatis listrik akan padam agar tidak semakin berbahaya.
Keadaan tanpa listrik akan membuat keadaan semakin gelap dan mencekam. Maka dari
itu perlu lampu darurat di setiap ruangan dan jalan searah dengan jalur evakuasi.

2. Pemasangan Smoke Detector


Smoke Detector adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi adanya gumpalan
asap. Smoke detector biasanya dipasang pada area yang terdapat mesin di dalamnya,
gudang dan panel listrik. Sehingga jika terjadi terusakan pada mesin atau konsleting
pada listrik dan menimbulkan asap dapat diantisipasi secara langsung. Selain itu, Smoke
Detector juga dpasanga di ruangan yang bebas asap, seperti ruang meeting, ruangan
kantor yg bertuliskan "NO Smoking".

3. Heat Detector
Hampir sama dengan smoke detector, heat detector adalah sensor yang digunakan
untuk mendeteksi adanya peningkatan suhu (panas) dalam ruangan. Heat detector
digunakan untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran dengan variabel panas. Panas
akibat pembakaran akan terdeteksi oleh heat detector yang selanjutnya mengirim sinyal
pada panel sehingga langsung dapat diketahui lokasi kebakaran. Penempatannya
biasanya di area parkir, koridor, ruang panel, ruang genset, dapur dan ruang service.

4. Fire Alarm System


Fire alarm digunakan sebagai penanda terjadinya kebakaran. Jika fire alarm diaktifkan
maka alarm akan berbunyi nyaring sebagai tanda terjadinya kebakaran di lokasi
terdekat. Dengan pemberitahuan dari fire alarm ini kemudian seluruh manusia dapat
diungsikan menjauhi lokasi dan dengan segera kebakaran dapat diatasi oleh tim
pemadam kebakaran. Fire alarm secara terintegrasi dihubungkan dengan panel yang
dapat memperlihatkan lokasi terjadinya kebakaran.

5. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)


Pemasangan APAR dibeberapa tempat strategis sesuai dengan kondisi tempat dan
ruangan. APAR atau Alat Pemadan Api Ringan adalah alat pemadaman yang bisa
dibawa / dijinjing dan digunakan / dioperasikan oleh satu orang dan berdiri sendiri.
Apar merupakan alat pemadam api yang pemakaiannya dilakukan secara manual dan
langsung diarahkan pada posisi dimana api berada. Apar dikenal sebagai alat pemadam
api portable yang mudah dibawa, cepat dan tepat di dalam penggunaan untuk awal
kebakaran, selain itu karena bentuknya yang portable dan ringan sehingga mudah
mendekati daerah kebakaran. Dikarenakan fungsinya untuk penanganan dini, peletakan
APAR-pun harus ditempatkan di tempat-tempat tertentu sehingga memudahkan
didalam penggunaannya.

6. Hydrant
Hydrant atau Hidran pemadam kebakaran adalah alat yang dihubungkan dengan
sumber air melalui jaringan pipa yang gunanya untuk mengalirkan air yang dibutuhkan
untuk pemadaman kebakaran. Hidrant diletakkan dibeberapa lokasi strategis yang
berpotensi menimbulkan kebakaran; dan mengakomodasi seluruh ruangan yang ada.

7. Sprinkler
Sprinkler adalah alat yang berfungsi untuk untuk memadamkan apisecara otomatisdan
alat ini merupakan bagian dari Fire System yang akan mengeluarkan debit air ketika
terdeteksi ada api, atau ketika telah melampaui suhu yang telah ditentukan/ setting.

8. Pelatihan Fire Safety.


Pelaksanaan Fire Safety dan Drill Pemadam Kebakaran untuk seluruh karyawan; agar jika
terjadi kebakaran karyawan tidak panik dan memahami apa yang harus dilakukan untuk
menanggulangi kebakaran.

9. Sistem Manajemen Fire Safety.


Untuk sistem manajemen dalam deteksi, pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
maka disusun Pedoman, SOP (Standard Operasting Prosedure); dan sosialisasi
pelaksanaannya.

g. Pengelolahan Prasarana Rumah Sakit dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan ` Kerja.
Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan
Kerja adalah upaya memastikan sistim utilitas aman bagi sumber daya manusia Rumah
Sakit, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan Rumah Sakit.

Menciptakan lingkungan kerja yang aman dengan memastikan kehandalan prasarana atau


sistem utilitas dan meminimalisasi risiko yang mungkin terjadi. Aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada sistim utilitas mencakup strategi-strategi untuk pengawasan
pemeliharaan utilitas yang memastikan komponen-komponen sistem kunci, seperti listrik,
air, lift, limbah, ventilasi, dan gas medis dan lain lain diperiksa, dipelihara, dan diperbaiki
secara berkala. Pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan
Kesehatan Kerja antara lain meliputi:

1. penggunaan listrik;
2. penggunaan air;
3. penggunaan tata udara;
4. penggunaan genset;
5. penggunaan boiler;
6. penggunaan lift;
7. Penggunaan gas medis;
8. Penggunaan jaringan komunikasi;
9. Penggunaan mekanikal dan elektrikal; dan
10. Penggunaan instalasi pengelolaan air limbah.
Sasaran Prasarana atau Sistem Utilitas Rumah Sakit:

1. Air bersih dan listrik tersedia 24 jam sehari, tujuh hari dalam seminggu
2. Rumah Sakit mengidentifikasi area dan layanan yang memiliki risiko terbesar jika terjadi
pemadaman listrik atau kontaminasi atau gangguan air
3. Rumah Sakit merencanakan sumber-sumber listrik dan air alternatif dalam keadaan darurat
4. Tata udara, gas medis, sistim kunci, sistim perpipaan limbah, lift, boiler dan lain lain
berfungsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Jenis Kegiatan

1. Memastikan adanya daftar inventaris komponen-komponen sistem utilitasnya dan


memetakan pendistribusiannya.
2. Memastikan dilakukan kegiatan pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan terhadap semua
komponen-komponen sistem utilitas yang beroperasi, semua komponennya ditingkatkan
bila perlu.
3. Mengidentifikasi jangka waktu untuk pemeriksaan, pengujian, dan pemeliharaan semua
komponen-komponen sistem utilitas yang beroperasi di dalam daftar inventaris, berdasarkan
kriteria seperti rekomendasi produsen, tingkat risiko, dan pengalaman Rumah Sakit.
4. Memberikan label pada tuas-tuas kontrol sistem utilitas untuk membantu pemadaman darurat
secara keseluruhan atau sebagian.
5. Memastikan dilakukannya dokumentasi setiap kegiatan sistem utilitas

h. Kesiapsiagaan Menghadapi Kondisi Darurat atau Bencana.


Fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu tempat kerja yang berisiko mengalami kejadian
bencana dan kebakaran. Kesiapsiagaan menghadapi kejadian bencana kebakaran merupakan standar yang
harus diterapkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan.Tujuan. Mengetahui kesiapsiagaan fasilitas pelayanan
kesehatan dalam menghadapi kondisi darurat bencana dan kebakaran. Metode. Penelitian kualitatif dengan
desain studi kasus pada tiga fasilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Sleman yaitu Puskesmas,
Laboratorium Kesehatan, dan Palang Merah Indonesia. Subyek penelitian dipilih dengan metode purposive
yaitu 12 orang perwakilan dari manajemen dan tiap unit. Hasil Penelitian. Fasilitas pelayanan kesehatan
telah melaksanakan pengendalian kondisi darurat atau bencana dan kebakaran yaitu penilaian risiko kondisi
darurat, penyediaan prosedur kondisi darurat, sosialisasi, simulasi tanggap darurat bencana, kebakaran dan
menyediakan dan memasang rambu-rambu keselamatan, jalur evakuasi, titik kumpul, dan penyediaan
APAR. Penilaian risiko dan prosedur penanganan kondisi darurat serta simulasi kondisi darurat belum
terlaksana rutin di Puskesmas.Kesimpulan. Kesiapsiagaan menghadapi kejadian bencana kebakaran belum
dilaksanakan secara komprehensif di fasilitas pelayanan kesehatan.

i. Pendidikan dan Pelatihan K3RS


Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) merupakan hal yang
dipersyaratkan oleh peraturan dan tuntutan ini semakin tinggi karena sumber daya
manusia (SDM) RS, pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat sekitar ingin
mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik
sebagai dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana
prasarana yang ada di RS yang tidak memenuhi standar. Begitu juga dengan adanya
tuntutan terhadap pengakuan akreditasi RS, implementasi K3RS merupakan salah satu
syarat yang harus dipenuhi apabila RS ingin terakreditasi oleh Komite Akreditasi
Rumah Sakit (KARS) atau Joint Commission International (JCI). Upaya K3RS perlu
dikelola dengan baik agar tujuan K3 di RS dapat tercapai yaitu tercapainya derajat
kesehatan yang optimal dan peningkatan produktivitas kerja yang pada akhirnya akan
meningkatkan efisiensi dan mutu pelayanan RS. RS UGM bekerjasama dengan
Bapelkes selaku institusi penyelenggara pelatihan yang diakui oleh Dinas Kesehatan
menyelenggarakan pelatihan K3RS untuk membantu RS dalam mempersiapkan
akreditasi RS.

Tujuan
Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu :

1. Memahami dan menguasai prinsip K3RS sekaligus Sistem Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di RS
2. Memahami dan menguasai peraturan dan kebijakan K3 di RS
3. Merencanakan dan menyusun program K3 di RS atau fasilitas pelayanan
kesehatan
4. Mempersiapkan RS atau fasilitas pelayanan kesehatan memenuhi standar
Akreditasi RS (KARS/JCI).

- Tinjauan Manajemen :
Dunia kerja adalah tempat melaksanakan pekerjaan, guna menghasilkan suatu produk berupa
barang dan jasa. Pekerjaan dapat berlangsung di tempat terbuka, tertutup, permukaan air,
kedalaman air, bawah tanah, darat, udara, tempat bergerak maupun statis. Setiap tempat dan
jenis pekerjaan selalu dihadapkan dengan berbagai risiko, baik risiko terhadap tenaga kerja, alat
kerja maupun material kerja. Dan Setiap jenis pekerjaan mengandung unsur bahaya, baik
industri, perkantoran, pertambangan, pelayanan jasa, perdagangan, konstruksi maupun
pertanian. Pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di suatu perusahaan dapat
menunjang peningkatan produktivitas tenaga kerja itu sendiri yang secara otomatis akan
memberikan keuntungan. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa dan kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi dapat juga mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyaraat luas
(Depkes RI, 2002). Setiap jenis dan tempat pekerjaan memiliki risiko bahaya yang berbedabeda.
Hal ini dipengaruhi oleh lokasi, proses kerja, material kerja, maupun alat-alat yang digunakan
dalam melaksanakan pekerjaan. Salah satu pekerjaan yang memiliki risiko bahaya tinggi adalah
rumah sakit. Pada umumnya masyarakat maupun pekerja di rumah sakit kurang menyadari
berbagai potensi bahaya yang ada. “Penyakit akibat kerja di rumah sakit dapat menyerang
semua tenaga kerja, baik tenaga medis maupun nonmedis” (Anies, 2005: 123). Keselamatan dan
kesehatan kerja rumah sakit merupakan program yang baru bagi rumah sakit di Indonesia,
hanya ada beberapa rumah sakit yang memiliki panitia K3- RS, dan itupun belum memiliki
program yang terarah. Oleh sebab itu, data tentang angka kecacatan, kesakitan, dan kematian
akibat kerja di rumah sakit belum ada (Bambang, 2000). Melihat kondisi ini, jika kita berpatokan
pada datadata tersebut, maka akan sulit menentukan rumah sakit mana yang memiliki angka
kejadian kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang tinggi. Sehingga penilaian awal dapat
dilakukan pada kondisi rumah sakit dan perilaku kerja para petugasnya.

- Perbaikan berkelanjutan :
1. Komitmen dan kebijakan sebaiknya dimulai dari pucuk pimpinan dalam hal ini direktur rumah
sakit dan disosialisasikan dalam bentuk pengumuman tertulis tentang tujuan, visi dan misi
penerapan K3 kepada seluruh elemen yang ada di rumah sakit. 2. Menetapkan personil-personil
organisasi K3 yang sesuai dengan kriteria atau memenuhi syarat untuk menjalankan organisasi
K3 yaitu tenaga ahli yang memiliki spesifikasi pendidikan di bidang K3. 3. Mengkomunikasikan K3
ke seluruh jajaran manajemen, karyawan, pengunjung dan pasien rumah sakit. 4. Pihak
manajemen rumah sakit perlu secara rutin meninjau ulang dan terus menerus meningkatkan
SMK3 dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja K3 secara keseluruhan. 5. Pihak manajemen
sebaiknya menetapkan anggaran khusus untuk mendukung penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja. Dan menintropeksi setiap hal yang terdapat kekurangan dalam melakukan
tugas atau melengkapi dari K3RS

Anda mungkin juga menyukai