Anda di halaman 1dari 8

K3 DI RUANG BEDAH (OPERASI)

Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan
tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan suci hama
(steril).

1. Faktor hazard yang dialami petugas instrumen di ruang bedah


Menurut hasil laporan dari Natonal Safety Council (NSC) tahun 1988
menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja pada
industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, tergores/terpotong, dan
penyakit infeksi lain. Salah stu contoh kecelakaan kerja yang paling sering adalah Luka
jarum suntik yang umum terjadi di kalangan petugas di ruang bedah. Sehingga
peningkatan strategi pencegahan dan pelaporan diperlukan untuk meningkatkan
keselamatan kerja bagi petugas bedah tersebut.

2. Alat kerja yang dapat digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas
instrumen di ruang bedah
Alat kesehatan yang digunakan yang dapat mengganggu kesehatan petugas
instrumen diruang bedah adalah benda-benda tajam seperti skalpel dan jarum suntik
yang dapat memberikan resiko terjadinya kecelakaan kerja.

3. Alat pelindung diri (APD) yang digunakan petugas instrumen diruang bedah

Selain membersihkan tangan yang harus selalu dilakukan petugas kesehatan


juga harus mengenakan alat pelindung diri sesuai dengan prosedur yang mereka
lakukan dan tingkat kontak dengan pasien yang diperlukan untuk menghindari kontak
dengan darah dan cairan tubuh. APD untuk keperluan kewaspadaan standar terdiri atas
sarung tangan, gaun pelindung, pelindung mata, dan masker bedah. Peralatan
tambahan, seperti penutup kepala untuk melindungi rambut, tidak dianggap APD, tetapi
dapat digunakan demi kenyamanan petugas kesehatan. Begitu pula, sepatu bot juga
dapat digunakan untuk keperluan praktis, misalnya bila diperlukan sepatu yang tertutup
rapat dan kuat untuk menghindari kecelakaan akibat benda tajam. Bila digunakan
dengan benar, APD akan melindungi petugas kesehatan dari pajanan terhadap jenis
penyakit menular tertentu.

4. Ketersediaan obat P3K di tempat kerja petugas


P3K merupakan pertolongan pertama yang harus segera diberikan kepada
korban yang mendapatkan kecelakaan atau penyakit mendadak dengan cepat dan
tepat sebelum korban dibawa ke tempat rujukan. P3K sendiri ditujukan untuk
memberikan perawatan darurat pada korban, sebelum pertolongan yang lebih lengkap
diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1969 Pasal 19: “Setiap badan,
lembaga atau dinas pemberi jasa, atau bagiannya yang tunduk kepada konvensi ini,
dengan memperhatikan besarnya dan kemungkinan bahaya harus menyediakan
apotik atau pos P3K sendiri, memelihara apotik atau pos P3K bersama-sama dengan
badan, lembaga atau kantor pemberi jasa atau bagiannya dan mempunyai satu atau
lebih lemari, kotak atau perlengkapan P3K.” Rumah sakit merupakan salah satu
lembaga pemberi jasa dengan unit sterilisasi yang menjadi bagiannya.
Dalam upaya pengawasan P3K maka perlu tersedia fasilitas dan personil P3K.
Fasilitas dapat berupa kotak P3K, isi kotak P3K, buku pedoman, ruang P3K,
perlengkapan P3K (alat perlindungan, alat darurat, alat angkut dan transportasi).
Personil terdiri dari penanggung jawab: dokter pimpinan P3K, ahli K3, petugas P3K
yang telah menerima sertifikat pelatihan P3K di tempat kerja.
Rekomendasi minimum failitas yang tersedia dalam kotak P3K tipe I yaitu kasa
steril terbungkus, perban (lebar 5 cm), perban (lebar 7,5 cm), plester (lebar 1,25 cm),
plester cepat, kapas (25 gram), perban segitiga/mettela, gunting, peniti, sarung tangan
sekali pakai, masker, aquades (100 ml lar saline), povidon iodin (60 ml), alkohol 70%,
buku panduan P3K umum, buku catatan, daftar isi kotak. Sedangkan pada kotak P3K
tipe II terdiri dari kasa steril terbungkus, perban (lebar 5 cm), perban (lebar 7,5 cm),
plester (lebar 1,25 cm), plester cepat, kapas (25 gram), perban segitiga/mettela,
gunting, peniti, sarung tangan sekali pakai, masker, bidai, pinset, lampu senter, sabun,
kertas pembersih (Cleaning Tissue), aquades (100 ml lar saline), povidon iodin (60 ml),
alkohol 70%, buku panduan P3K umum.
Secara umum penentuan jenis dan jumlah kotak yang disediakan tergantung dari
jumlah pekerja.

Tabel 1. Jumlah kotak P3K tiap unit kerja


Untuk jumlah personil P3K sendiri ditentukan oleh faktor risiko bahaya di tempat
kerja dan jumlah pekerja.

Tabel 2. Jumlah petugas P3K

5. Pemeriksaan kesehatan yang pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum kerja,


berkala, berkala khusus)
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) Yaitu upaya untuk
menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition)
kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di
unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik
terhadap pekerjaitu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini,
maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan
mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja.
Disini diperlukan sistem rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja
secara cepat dan tepat (prompt-treatment) Pencegahan sekunder ini dilaksanakan
melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi:

1. Pemeriksaan Awal
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon /
pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan
calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi
kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya.
Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:
- Anamnese umum
- Anamnese pekerjaan
- Penyakit yang pernah diderita
- Alrergi
- Imunisasi yang pernah didapat
- Pemeriksaan badan
- Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan tertentu:
- Tuberkulin test
- Psiko test

2. Pemeriksaan Berkala
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan
jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang
dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala.
Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan
khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan
pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.

3. Pemeriksaan Khusus
Merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu
pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang
dapat mengganggu kesehatan pekerja.

6. Peraturan pimpinan di rumah sakit tentang K3 di tempat kerja


Upaya K3 di RS menyangkut tenaga kerja, cara/metode kerja, alat kerja, proses
kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan
dan pemulihan. RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai
keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat
diukur. Perencanaan K3 di RS dapat mengacu pada standar Sistem Manajemen K3 di
RS diantaranya self assesment akreditasi K3RS dan SMK3.

Perencanaan meliputi:

1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko. RS harus


melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta pengendalian
faktor risiko.
a. Identifikasi sumber bahaya
Dapat dilakukan dengan mempertimbangkan :
• Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya.
• Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi. Sumber bahaya yang
ada di RS harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan tingkat resiko yang
merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK.

b. Penilaian faktor risiko


Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan
melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan
keselamatan.
c. Pengendalian faktor risiko
Dilaksanakan melalui 4 tingkatan pengendalian risiko yakni
menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan
lain yang tingkat risikonya lebih rendah/tidak ada (engineering/rekayasa),
administrasi dan alat pelindung pribadi (APP).

2. Membuat peraturan
RS harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional
prosedur (SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan
mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui dan
harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang
terkait.

3. Tujuan dan sasaran


RS harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya
potensial dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran, sasaran
pencapaian dan jangka waktu pencapaian (SMART).
.
4. Indikator kinerja
Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang
sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.

5. Program K3
RS harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk
mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan.

7. Keluhan atau penyakit yang dialami yang berhubungan dengan pekerjaan pada
petugas instrumen di ruang bedah.
Para peneliti menyatakan bahwa di dalam kamar operasi terkandung kadar eter
yang signifikan ketika “ the open drop technique” digunakan. Dan diketahui bahwa
paparan obat anastesi inhalasi seperti diethyl eter, nitrous oxide dan cloroform lebih
mengarah tentang infertilitas dan aborsi spontan, insidensi kelainan kogenital, kanker,
penyakit hematopoietik, penyakit liver, dan penyakit saraf seperti psikomotor dan
tingkah laku sebagai akibat paparan gas anastesi.
8. Upaya K3 lainnya yang dijalankan.
Misalnya ada penyuluhan/pelatihan, pengukuran/pemantauan lingkungan tentang
hazard yang pernah dilakukan. Bahaya potensial di RS dapat mengakibatkan penyakit
dan kecelakaan akibat kerja. Yaitu disebabkan oleh faktor biologi (virus, bakteri dan
jamur), faktor kimia (antiseptik, Gas anastesi), faktor ergonomi (cara kerja yang salah),
faktor fisika (suhu,cahaya,bising, getaran dan radiasi), dan faktor psikososial (kerja
bergilir, hubungan sesama atau atasan).
Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di RS meliputi :
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja
Bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit ; Bahaya kebakaran dan ledakan dari
zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak (obat– obatan), Bahan beracun, korosif dan
kaustik , Bahaya radiasi , Luka bakar, Syok akibat aliran listrik, Luka sayat akibat alat gelas
yang pecah dan benda tajam & Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

B.   Saran
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) khususnya di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2008 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh
di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan
daya saing pelayanan dan kualitas saranan kesehatan Indonesia di dunia internasional masih
sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi persaingan global karena mengalami
ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal
kemajuan pelayanan tersebut sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu
disamping perhatian instansi itu sendiri, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan
atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak
lama .Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja pelayanan kesehatan. Semakin tersedianya
fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

Anda mungkin juga menyukai