STEP 1
STEP 2
1. Apa definisi, tujuan, proses dan manfaat manajemen risiko secara umum dan RS?
2. Macam-macam risiko
3. Apa 7 langkah keselamatan pasien? Jelaskan!
4. Jelaskan tentang K3RS! (Definisi, tujuan, manfaat, ruang lingkup dan sistem)
5. Standard keselamatan pasien
6. Bagaiamana cara pengelolaan kesehatan lingkungan RS?
7. Bagaimana cara menerapkan Hospital by Law?
8. Fungsi, tujuan, ciri, tingkat dan jenis mengenai peraturan internal RS?
9. Kerangka hukum yang mengatur kehidupan RS?
10. Bagaiamana mekanisme penerapan patient safety, manajemen K3 dan Kesling serta Hospital
by law untuk mendukung ketercapaian tujuan manajemen risiko di RS?
STEP 3
1. Apa definisi, tujuan, proses dan manfaat manajemen risiko secara umum dan RS?
- Definisi : suatu kegiatan untuk meminimalkan bahaya terhadap pasien, merupakan kegiatan
untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi pasien, karyawan dan pengunjung
- Tujuan :
o Meminimalisir terjadinya medical error pada pasien.
o Meminimalisir kemunkinan terjadinya claim dan untuk mengendalikan biaya claim
yang harus menjadi tanggung jawab dari institusi.
- Manfaat
o Pasien :
membuat sedikit kemungkinan cedera
meningkatkan keamanan dan kenyamanan pasien
o Karyawan : meningkatkan kesehatan, kesejahteraan dan keamanan
o Institusi :
Menjaga reputasi
Meminimalkan risiko finansial
o Public : Meningkatkan kepercayaan
- Proaktif melalui program yang dirancang untuk mencegah dan mengendalikan atau
membuat sesedikit mungkin keterbukaan pasien terhadap risiko itu sendiri
o Seleksi staf medis yang baik
o Memonitor kejadian yang tidak diinginkan
o Memonitor keluhan pasien
o Pengendalian Inos
o Membuat rekam medis yang baik
- Reaktif proses sistematis untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan penanganan risiko
klinis jika sudah terjadi
2. Macam-macam risiko
- Risiko adalah peluang terjadinya sesuatu yang buruk dan akan berdampak pada tujuan
- Macam :
o Corporate risk kejadian yang akan menimbulkan dampak negative terhadap tujuan
organisasi
o Non clinical risk bahaya potensial akibat lingkungan
o Clinical Risk bahaya potensial akibat pelayanan klinis
o Financial risk risiko finansial yang secara negative akan berdampak pada
kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan
4. Jelaskan tentang K3RS! (Definisi, tujuan, manfaat, ruang lingkup dan sistem)
- Definisi : upaya untuk memberikan jaminan kesehatan dan peningkatan derajat kesehatan
pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan PAK, pengendalian bahaya di tempat kerja,
promosi keehatan, pengobatan dan rehabilitasi
- Ruang lingkup :
o Pencegahan kecelakaan dan PAK
o Ergonomi
o Prosedur kerja tetap
o Pengendalian bahan beracun dan berbahaya
o Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
o Pertolongan pertama pada kecelakaan
o Gizi dan produktifitas
o Alat pelindung diri
- Tujuan :
o Untuk seluruh yang ada di rumah sakit merasa aman dan nyaman di RS
o Dengan terciotanya K3 dapat mencegah dan mengurangi KAK dan terciptanya tempat
kerja yang aman dan efisien
- Manfaat :
o Langsung :
mengurangi jam kerja yang hilang akibat KAK
Mengurangi kerugian material dan jiwa akibat KAK
Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena pekerja merasa
aman dalam bekerja
o Tidak langsung
RS :
Untuk meningkatkan mutu
Meningkatakan citra RS
Mempertahankan kelangsungan operasional RS
Karyawan : melindungi karyawan dari PAK dan mencegah KAK
Pasien dan pengunjung : kepuasan pasien dan mutu pelayanan yang baik
5. Standard keselamatan pasien (Permenkes )
- Sistem yang membuat asuhan pasien menjadi aman
1. Hak pasien : hak untuk mendapatkan info tentang rencana dan hasil pelayanan
2. Mendidik pasien dan keluarga : kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
3. Keselamatan pasien dan asuhan yang berkesinambungan
4. Penggunaan metode peningkatan kerja untuk melakukan evaluasi dan meningkatkan
keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan KP
6. Mendidik para staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai KP : di RS harus mendesai SI RS
Dalam hospital by law yang diatur adalah : pemilik, staf dan direktur ditetapkan sebagai ketetapan
tertinggi diatas SOP dsb.
Kepmenkes
HBL dibagi 2 :
Corporate
Mengatur upaya yang harus dilakukan guna mencapai kinerja professional ( SIP, STR, Batasan
Spesialis) dibantu komite medis
8. Fungsi, tujuan, ciri, tingkat dan jenis mengenai peraturan internal RS?
- Fungsi :
o Acuan bagi pemilik RS untuk evaluasi pelaksanaan RS
o Acuan bagi direktur RS untuk mengelola RS
o Sarana untuk menjamin efektifitas, efisiensi dan mutu
o Saran perlindungan hokum bagi semua pihak
o Acuan bagi penyelesaian konflik di RS antara pemilik, direktur dan staf medis RS
o Memenuhi akreditasi RS
- Tujuan :
o Umum : memiliki tatanan antara pemilik, direktur dan staf
o Khusus : dimilikinya pedoman oleh RS dalam hubungannya dengan pemilik, direktur
dan staf; pedoman dalam pembuatan kebijakan teknis operasional RS; pedoman
dalam pengaturan staf medis
STEP 4
STEP 7
1. Apa definisi, tujuan, proses dan manfaat manajemen risiko secara umum dan RS?
- Definisi
kegiatan meminimalkan bahaya thdp pasien juga menciptakan lingkungan yg
aman bagi karyawan, pasien, dan pengunjung.
- Tujuan :
Meminimumkan kejadian medical error, adverse event dan harms pada pasien.
Meminimumkan kemungkinan terjadi nya klaim dan mengendalikan biaya klaim
yang harus menjadi tanggungan institusi
- Manfaat
a. Terhadap pasien
o Membuat sekecil mungkin cidera yg tidak diinginkan
o Meningkatkan keamanan pasien dan mutu asuhan
b. Terhadap staf
o Meningkatkan kesehatan, kesejahteraan dan keamanan staf
c. Terhadap institusi
o Menjaga reputasi
o Meminimumkan risiko financial dengan manajemen yg lebih baik
o Memenuhi objektif secara optimal dengan pemanfaatan sebaik-baiknya
sumberdaya yg ada
d. Terhadap public
o Meningkatakan kepercayaan public, bahwa dengan program MRK yg baik
keamanan mereka lebih terjamin
Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia
o Proses
Identifikasi risiko: usaha yg mengidentifikasi yg menyebabkan cedera,
tuntutan dan kerugian secara financial
Analisis identifikasi risiko
Evaluasi risiko
Treating the risk
a. identifikasi risiko
adalah usaha mengidentifikasi situasi yg dapat menyebabkan cedera, tuntutan
atau kerugian secara financial. identifikasi akan membantu langkah2 yg akan
diambil manajemen risiko tsb
b. analyzing identified risks
bagaimana risiko bila terjadi
apa dampaknya bila sudah terjadi
bagaimana hal itu bias dikurangi
c. evaluating the risks
evaluasi pilihan untuk mengurangi risiko
hitung biaya untuk mengurangi risiko
identifikasi kegiatan yang dapat mengurangi biaya risiko
bandingkan biaya dengan benefit
d. treating the risks
o menegakkan konteks
tetapkan kegiatan
tujuan dan sasaran
o identifikasi risiko:
apa yang dapat terjadi
bagaimana hal itu terjadi
o penilaian risiko:
bagaimana risiko bila terjadi
apa dampaknya bila sudah terjadi
bagaimana hal itu bias dikurangi
o evaluasi dan peringkat:
- evaluasi pilihan untuk mengurangi risiko
- hitung biaya untuk mengurangi risiko
- identifikasi kegiatan yang dapat mengurangi biaya risiko
- bandingkan biaya dengan benefit
o pengelolaan risiko
- dihindari
tidak melaksanakan kegiatan yang menimbulkan risiko
- dikurangi venture
mengurangi atau mengandalkan dampak yang mungkin terjadi
- dipindahkan
mengatur agar pihak lain ikut menanggung atau berbagi sebagian
risiko melalui kontrak, kerjasama,join
- diterima
beberapa risiko sangat ringan sehingga dapat diterima atau dikelola
sendiri
o monitor dan review
- monitor dampak resiko
- dkaji kembali / review efektifitas kegiatan
- perubahan prioritas risiko
o dikomunikasikan dan dikonsultasikan
- siapa saja yang perlu tahu
- siapa saja yang terlihat
o System
Proaktif: program yg di rancang utk mengendalikan dan membuat
sesedikit mungkin terpapar, risiko klinis
cRedentialing of medical staff :menyeleksi staff yg baik
incident montoring and tracking : memonitor kejadian klinis yg
tdk diinginkan
complaint monitoring and tracking : menjajaki keluhan pasien
atau public.
Infection control : pengendalian infeksi nosokomial
Documentation : rekam medis yg baik
Reaktif: proses sistematis melakukan identifikasi, evaluasi, dan
penanganan klinis, jika sudah terjadi .
Proaktif
Melalui program2 yg dirancang untuk mencegah, mengendalikan dan
membuat sesedikit mungkin keterbukaan pasien thd risiko klinis
5 kiat untuk manajemen risiko klinis yang proaktif :
o Credentialing of medical staff
Seleksi staf medik yang baik
o Incident monitoring and tracking
Monitor dan menjejaki kejadian klinis yg tidak diinginkan
o Complaints monitoring and tracking
Monitor dan menjejaki keluhan pasien / public
o Infection control. Pengendalian infeksi nosokomial
o Documentation in the medical record
Rekam medis yg baik
Reaktif
Proses sistematis melakukan identifikasi, evaluasi dan penanganan risiko
klinis jika sudah terjadi (termasuk negosiasi besaran ganti)
o
o
o
o
o Sumber : Manajemen Resiko, Fakultas Kesehatan Masyarakat ,Universitas Gajah
Mada , Jogjakarta 2010.
2. Macam-macam risiko
Jenis-jenis risiko dalam pelayanan rumah sakit:
„ Corporate risk: kejadian yang akan memberikan dampak
negatif terhadap tujuan organisasi
„ Non-clinical (physical) risk: bahaya potensial akibat lingkungan
„ Clinical risk: bahaya potensial akibat pelayanan klinis
„ Financial risk: risiko finansial yang secara negatif akan
berdampak pada kemampuan organisasi dalam mencapai
tujuan.
4. Jelaskan tentang K3RS! (Definisi, tujuan, manfaat, ruang lingkup dan sistem)
Manajemen K3
Definisi
Upaya pengurangan risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
a. Promosi dan memelihara derajat tertinggi semua pekerja baik secara fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan.
b. Untuk mencegah penurunan kesehatan kesehatan pekerja yang disebabkan
oleh kondisi pekerjaan mereka.
c. Melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari faktor-
faktor yang dapat mengganggu kesehatan.
d. Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang sesuai dengan
kondisi fisologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan kesesuaian
antara pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya.
Sumber: Pedoman Bersama ILO/WHO Joint safety and Health Committee
Ruang lingkup
ruang lingkup K3 meliputi
(1) pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja (keselamatan
terhadap faktor penyebab penyakit)
(2) ergonomi
(3) prosedur kerja tetap
(4) pengendalian bahan beracun dan berbahaya
(5) pencegahan dan penanggulangan kebakaran
(6) pertolongan pertama pada kecelakaan
(7) gizi dan produktivitas
(8) alat perlindungan diri (keselamatan terhadap pemakaian peralatan
medik dan non medik)
Sumber: Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008 Universitas
Lampung, 17-18 November 2008 IMPLEMENTASI PROGRAM
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA KAMPUS
PERGURUAN TINGGI; Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan
K3
o Definisi
Suatu upaya untuk menekan ,mengurangi kecelakaan dan penyakit
akibat kerja.
o Tujuan
Agar petugas RS, pasien ,keluarga pasien, pengunjung RS merasa
aman dan nyaman
Terciptanya system K3 di tempat kerja yg melibatkan segala pihak shg
dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan akibat kerja, dan
terciptanya tempat kerja yg aman dan efisien.
o Manfaat
Secara langsung
Mengurangi jam kerja, yg hilang akibat kecelakaan kerja
Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kcelakaan kerja
Menciptakan tempat kerja yg efisien dan produktif , karena
tenaga kerja merasa aman dalam bekerja
Tidak langsung
Meningkatkan image market thd perusahaan
Di bagi 3 yaitu
Bagi RS:
o Utk meningkatkan mutu
o Utuk meningkatkan citra RS
o Utk mempertahankan kelangsungan operasional
RS
Karyawan:
o Melindungi karyawan dari PAK
o Mencegah terjadinya kecelakaan akibat kerja
Bagi pasien dan pengunjung
o Kepuasan pasien dan pengunjung
o Mutu pelayanan yg baik
o Ruang lingkup
Keselamatan thd penyebab penyakit
Keselamatan thd pemakaian alat medic dan nonmedik
Keselamatan thd barang berbahaya
Keselamaatan thd bahaya kebakaran
Keselamatan thd bencana
o Langkah
Struktur Organisasi
Perencanaan K3 di rumah sakit dapat mengacu pada standar sistem manajemen K3RS
diantaranya self assesment akreditasi K3 rumah sakit dan SMK3.
I. Perencanaan, meliputi:
1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor resiko. Rumah sakit harus
melakukan kajian dan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta pengendalian faktor
resiko.
a. Identifikasi sumber bahaya
Dapat dilakukan dengan mempertimbangkan:
Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya
Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjad
b. Penilaian faktor resiko
Adalah proses untuk menentukan ada tidaknya resiko dengan jalan melakukan penilaian
bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan kerja.
c. Pengendalian faktor risiko
Dilakukan melalui empat tingkatan pengendalian risiko yaitu menghilangkan bahaya,
menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih
rendah /tidak ada (engneering/rekayasa), administrasi dan alat pelindung pribadi (APP)
2. Membuat peraturan
Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional prosedur
(SOP) sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang
berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta
disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait.
3. Tujuan dan sasaran
Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya potensial,
dan risiko K3 yang bisa diukur, satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian dan
jangka waktu pencapaian (SMART)
4. Indikator kinerja
Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan
informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 rumah sakit.
5. Program kerja
Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan proram K3 rumah sakit, untuk
mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan.
II. Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di rumah sakit sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan
petugas terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan
K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas.
Polapembagiantanggungjawab, penyuluhankepadasemuapetugas, bimbingan dan
latihansertapenegakandisiplin. Ketuaorganisasi/satuanpelaksana K3 rumahsakit secara
spesifikharusmempersiapkan data dan informasipelaksanaan K3 di semuatempatkerja,
merumuskanpermasalahansertamenganalisispenyebabtimbulnyamasalahbersamaunit-
unitkerja, kemudianmencari jalan pemecahannya dan mengkomunikasikannyakepadaunit-
unitkerja, sehinggadapatdilaksanakandenganbaik. Selanjutnyamemonitor dan
mengevaluasipelaksanaanprogram, untukmenilaisejauh mana program yang
dilaksanakantelahberhasil. Kalaumasihterdapatkekurangan,
makaperludiidentifikasipenyimpangannyasertadicaripemecahannya.
(Supari S F. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di Rumah Sakit. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2007. h.1-15)
KEPMENKES No. 1087 Tahun 2010 Tentang STANDAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI
RUMAH SAKIT
5. Standard keselamatan pasien
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah
sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan
tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
Standar III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
Standar:
Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan
menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh
tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga
dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
Standar:
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja
serta keselamatan pasien.
Kriteria:
4.1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik,
mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-
faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah
Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
4.2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain
terkait dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
pelayanan, keuangan.
4.3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua
insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4.4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan
keselamatan pasien terjamin.
Standar V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien
secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit “.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit
dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan
pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan
keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan
kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.
Kriteria:
5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden.
5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien.
5.4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden
termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar
Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada
saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk
memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan
dengan “Kejadian Sentinel”.
5.7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar
disiplin.
5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk
evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
5.9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria
objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya.
Standar VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standar:
1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
6.1. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi
bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya
masing-masing.
6.2. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam
setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
6.3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama
kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
Standar VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan
pasien
Standar:
1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang halhal terkait
dengan keselamatan pasien.
7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.
PMK No 1691 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Keselamatan pasien
Definisi
1. Fasilitas Pengelolaan Limbah padat. Setiap Rumah sakit harus melakukan reduksi
limbah dimulai dari sumber dan harus mengelola dan mengawasi penggunaan
bahan kimia yang berbahaya, beracun dan setiap peralatan yang digunakan dalam
pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan
pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.
2. Fasilitas Pembangunan Limbah Cair. Limbah cair harus dikumpulkan dalam
container yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume,
dan prosedur penanganan dan penyimpanannya. Rumah sakit harus memiliki
instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan
bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis.
Limbah padat rumah sakit yang lebih dikenal dengan pengertian sampah rumah sakit.
Limbah padat (sampah) adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu
yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia,
dan umumnya bersifat padat (Azwar, 1990)
Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat akibat
kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis (Keputusan
MenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004).
Limbah padat RS adalah semua limbah RS yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan
RS yang terdiri dari limbah medis dan non medis, yaitu :
1. Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di RS di
luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dari halaman yang dapat
dimanfaatkan kembali apabila ada teknologi.
2. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah
container bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
3. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme pathogen yang
tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan
virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia yang rentan.
4. Limbah sangat infeksius adalah limbah yang berasal dari pembiakan dan stock
(sediaan) bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan, dan bahan lain
yang diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
Limbah cair RS adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan RS,
yang kemungkinan mengandung mikroorganisme bahan beracun, dan radio aktif serta
darah yang berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2006).
Air limbah rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh
kegiatan rumah sakit, yang meliputi : limbah cair domestik, yakni buangan kamar dari
rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan
radioaktif (Said, 1999). Menurut Azwar (1990), air limbah atau air bekas adalah air yang
tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan
manusia atau hewan, yang lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk
industri. Menurut Keputusan MenKes R.I.No.1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, pengertian limbah cair adalah semua
buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan
mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi
kesehatan.
1. Air limbah infeksius : air limbah yang berhubungan dengan tindakan medis
seperti pemeriksaan mikrobiologis dari poliklinik, perawatan, penyakit menular
dan lain – lain.
2. Air limbah domestik : air limbah yang tidak ada berhubungan tindakan medis
yaitu berupa air limbah kamar mandi, toilet, dapur dan lain – lain.
3. Air limbah kimia : air limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam
tindakan medis, laboratorium, sterilisasi, riset dan lain – lain (Chandra, 2007).
4. Sampah Rumah Sakit dapat digolongkan antara lain menurut jenis unit penghasil
dan untuk kegunaan desain pembuangannya. Namun dalam garis besarnya
dibedakan menjadi sampah medis dan non medis.
A. Sampah Medis
Sampah medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan
tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kegiatan tersebut juga kegiatan medis di
ruang polikllinik, perawatan, bedah, kebidanan, otopsi, dan ruang laboratorium. Limbah
padat medis sering juga disebut sampah biologis. Sampah biologis terdiri dari :
1. Sampah medis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, ruang peralatan, ruang
bedah, atau botol bekas obat injeksi, kateter, plester, masker, dan sebagainya.
2. Sampah patologis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, bedah, kebidanan, atau
ruang otopsi, misalnya, plasenta, jaringan organ, anggota badan, dan sebagainya.
3. Sampah laboratorium yang dihasilkan dari pemeriksaan laboratorium diagnostik
atau penelitian, misalnya, sediaan atau media sampel dan bangkai binatang
percobaan.
B. Sampah Nonmedis
Sampah padat non medis adalah semua sampah padat diluar sampah padat medis yang
dihasilkan dari berbagai kegiatan, seperti berikut :
1. Kantor/administrasi
2. Unit perlengkapan
3. Ruang tunggu
4. Ruang inap
5. Unit gizi atau dapur
6. Halaman parkir dan taman
7. Unit pelayanan
Selain dibedakan menurut jenis unit penghasil, sampah RS dapat dibedakan berdasarkan
karakteristik sampah yaitu :
a. Bahan Padat terlarut. Bahan padat terlarut penting diketahui terutama apabila
limbah cair akan dipergunakan setelah pengolahan.
b. Kebutuhan Oksigen biokimia. Merupakan ukuran kandungan bahan organik
dalam limbah cair dan ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen yang diserap
oleh akibat adanya mikroorganisme selama satu periode waktu tertentu. Juga
merupakan petunjuk dari pengaruh yang diperkirakan terjadi pada badan air
penerima berkaitan dengan pengurangan kandungan oksigennya.
c. Kebutuhan oksigen kimiawi. Merupakan ukuran persyaratan kebutuhan oksigen
limbah cair yang berada dalam kondisi tertentu, yang ditentukan dengan
menggunakan suatu oksidan kimiawi.
d. pH. pH merupakan ukuran keasaman (acidity) atau kebasaan (alkalinity) limbah
cair. pH menunjukkan perlu atau tidaknya pengolahan pendahuluan untuk
mencegah terjadinya gangguan pada proses pengolahan limbah cair.
Limbah rumah sakit yang terdiri dari limbah cair dan limbah padat memiliki potensi yang
mengakibatkan keterpajanan yang dapat mengakibatkan penyakit atau cedera. Sifat
bahaya dari limbah rumah sakit tersebut mungkin muncul akibat satu atau beberapa
karakteristik berikut :
Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kesehatan kemungkinan besar
menjadi orang yang beresiko, termasuk yang berada dalam fasilitas penghasil limbah
berbahaya, dan mereka yang berada diluar fasilitas serta memiliki pekerjaan mengelola
limbah semacam itu, atau yang beresiko akibat kecerobohan dalam sistem manajemen
limbahnya. Kelompok utama yang beresiko antara lain :
1. Dokter, perawat, pegawai layanan kesehatan dan tenaga pemeliharaan rumah sakit
2. Pasien yang menjalani perawatan di instansi layanan kesehatan atau dirumah
3. Penjenguk pasien rawat inap
4. Tenaga bagian layanan pendukung yang bekerja sama dengan instansi layanan
kesehatan masyarakat, misalnya, bagian binatu, pengelolaan limbah dan bagian
transportasi.
5. Pegawai pada fasilitas pembuangan limbah (misalnya, ditempat penampungan
sampah akhir atau incinerator, termasuk pemulung (Pruss. A, 2005).
Contoh infeksi akibat terpajan limbah infeksius adalah infeksi gastroenteritis dimana
media penularnya adalah tinja dan muntahan, infeksi saluran pernafasan melalui secret
yang terhirup atau air liur dan lain – lain. Benda tajam tidak hanya dapat menyebabkan
luka gores maupun luka tertusuk tetapi juga dapat menginfeksi luka jika benda itu
terkontaminasi pathogen. Karena resiko ganda inilah (cedera dan penularan penyakit),
benda tajam termasuk dalam kelompok limbah yang sangat berbahaya. Kekhawatiran
pokok yang muncul adalah bahwa infeksi yang ditularkan melalui subkutan dapat
menyebabkan masuknya agens penyebab panyakit, misalnya infeksi virus pada darah
(Pruss. A, 2005).
Bahaya Limbah Kimia dan Farmasi
Kandungan zat limbah dapat mengakibatkan intosikasi atau keracunan sebagai akibat
pajanan secara akut maupun kronis dan cedera termasuk luka bakar. Intosikasi dapat
terjadi akibat diabsorbsinya zat kimia atau bahan farmasi melalui kulit atau membaran
mukosa, atau melalui pernafasan atau pencernaan. Zat kimia yang mudah terbakar,
korosif atau reaktif (misalnya formaldehide atau volatile/mudah menguap) jika mengenai
kulit, mata, atau membrane mukosa saluran pernafasan dapat menyebabkan cedera.
Cedera yang umum terjadi adalah luka bakar (Pruss.A, 2005).
10. Bagaiamana mekanisme penerapan patient safety, manajemen K3 dan Kesling serta Hospital
by law untuk mendukung ketercapaian tujuan manajemen risiko di RS?
Dengan memahami manajemen risiko sehingga bisa membuat resiko
diatur sedemikian rupa kemudian dapat dilakukan pencegahan
terhadap faktor faktor resiko dengan menggunakkan manajemen K3
serta meningkatkan kesehatan lingkungan. Hospital by laws dimna
mengatur
Dengan demikian setelah mengetahui manajemen resiko dengan baik
dapat meminimalisir resiko yang timbul , HBL yang diterapkan juga
akan memberikan peraturan yang jelas kepada tiap2 staf dalam
sebuah rumah sakit agar melakukan manajemen resiko, manajemen
k3 dan kesehatan lingkungan agar terwujudnya patient safety