Anda di halaman 1dari 40

KOMITE PMKP

RSIA DIAN PERTIWI

IN HOUSE TRAINING

MEMBANGUN BUDAYA
KESELAMATAN PASIEN
RSIA DIAN PERTIWI
2019
• Budaya keselamatan dapat diartikan sbb: “Budaya keselamatan di RS
adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif karena 1 ) staf klinis
memperlakukan satu sama lain secara hormat dgn melibatkan serta
2 ) memberdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan mendorong 3)staf klinis
pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yg efektif dan mendukung proses
kolaborasi interprofesional dlm 4)asuhan berfokus pada pasien.
• Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap,
persepsi, kompetensi, dan pola perilaku individu maupun kelompok yg
menentukan komitmen thd, serta kemampuan manajemen pelayanan
kesehatan maupun keselamatan. Budaya keselamatan dicirikan dengan
komunikasi yg berdasar atas rasa saling percaya dengan persepsi yg sama
tentang pentingnya keselamatan dan dgn keyakinan akan manfaat langkah2
pencegahan.
• Tim belajar dari KTD (kejadian tidak diharapkan) dan KNC (kejadian
nyaris cedera). Staf klinis pemberi asuhan menyadari keterbatasan kinerja
manusia dlm sistem yg kompleks dan ada proses yg terlihat dari belajar
serta menjalankan perbaikan melalui brifing
Direktur RS menunjukkan komitmennya ttg budaya keselamatan
dan mendorong budaya keselamatan untuk seluruh staf RS.

•Perilaku yg tidak mendukung budaya keselamatan adalah:


 perilaku yg tidak layak (inappropriate) seperti kata2 atau bahasa
tubuh yg merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf,
misalnya mengumpat dan memaki;
 perilaku yg mengganggu (disruptive) a.l. perilaku tidak layak yg
dilakukan secara berulang, bentuk tindakan verbal atau nonverbal
yg membahayakan atau mengintimidasi staf lain, dan “celetukan
maut” adalah komentar sembrono di depan pasien yg berdampak
menurunkan kredibilitas staf klinis lain. Contoh mengomentari
negatif hasil tindakan atau pengobatan staf lain di depan pasien,
misalnya “obatnya ini salah, tamatan mana dia...?”, melarang
perawat utk membuat laporan ttg KTD, memarahi staf klinis lainnya
di depan pasien, kemarahan yg ditunjukkan dgn melempar alat
bedah di kamar operasi, serta membuang rekam medis di ruang
rawat;
 perilaku yg melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama,
dan suku termasuk gender;
 pelecehan seksual.
Hal-hal penting menuju budaya
keselamatan:
1)Staf RS mengetahui bhw kegiatan operasional RS
berisiko tinggi dan bertekad utk melaksanakan
tugas dengan konsisten serta aman.
2)regulasi serta lingkungan kerja mendorong
staf tdk takut bila membuat laporan ttg KTD
dan KNC.
3)direktur RS mendorong tim keselamatan
pasien melaporkan insiden keselamatan
pasien ke tingkat nasional sesuai dengan
peraturan perUUan.
4)mendorong kolaborasi antar staf klinis dengan
pimpinan untuk mencari penyelesaian masalah
keselamatan pasien.
Patient Safety Culture (PSC)

“Nilai-nilai yg dianut di antara staf RS ttg apa yg


penting, kepercayaan mereka ttg bagaimana
segala sesuatu beroperasi dalam RS, dan
interaksi ini dengan unit kerja dan struktur
organisasi dan sistem, yg bersama-sama
menghasilkan norma perilaku dalam RS yg
mempromosikan keselamatan"
Dimensi PSC
1. Leadership culture
2. Teamwork culture
3. Culture of evidence-based
practice
4. Communication culture
5. Learning culture
6. Just culture
7. Patient-centered culture
1. Leadership: Leaders acknowledge the Pemimpin mengakui lingkungan yan kes
healthcare environment is a high-risk adalah lingkungan berisiko tinggi dan
environment and seek to align berusaha menyelaraskan visi / misi,
vision/mission, staff competency, and kompetensi staf, dan sumber daya fiskal
fiscal and human resources from the dan manusia dari ruang rapat ke garis
boardroom to the frontline depan.

2. Teamwork: A spirit of collegiality, Semangat kolegialitas, kolaborasi, dan kerja


collaboration, and cooperation exists sama ada di kalangan eksekutif, staf, dan
among executives, staff, and independent praktisi independen. Hubungan terbuka,
practitioners. Relationships are open, aman, hormat, dan fleksibel.
safe, respectful, and flexible.

3. Evidence-based: Patient care Praktik asuhan pasien didasarkan pada


practices are based on evidence. bukti. Standardisasi utk mengurangi variasi
Standardization to reduce variation terjadi pada setiap kesempatan. Prosesnya
occurs at every opportunity. Processes dirancang utk mencapai kehandalan yg
are designed to achieve high reliability. tinggi.

4. Communication: An environment Lingkungan ada di tempat anggota staf


exists where an individual staff member, individu, tidak peduli apa deskripsi
no matter what his or her job description, pekerjaannya, memiliki hak dan tangg-jwb
has the right and the responsibility to untuk berbicara atas nama pasien.
speak up on behalf of a patient.
5. Learning: The hospital learns from its RS belajar dari kesalahannya dan
mistakes and seeks new opportunities mencari peluang baru untuk
for performance improvement. Learning peningkatan kinerja. Belajar dihargai
is valued among all staff, including the di antara semua staf, termasuk staf
medical staff. medis.

6. Just: A culture that recognizes errors Budaya yg mengenali kesalahan sbg


as system failures rather than individual kegagalan sistem daripada
failures and, at the same time, does not kegagalan individu dan, pada saat yg
shrink from holding individuals sama, akuntabilitas individu atas
accountable for their actions. tindakan tidak mengecil
7. Patient-centered: Patient care is Asuhan pasien berpusat di sekitar
centered around the patient and family. pasien dan keluarga. Pasien bukan
The patient is not only an active hanya peserta aktif dalam asuhannya
participant in his own care, but also acts sendiri, tapi juga bertindak sbg
as a liaison between the hospital and penghubung antara RS dan
the community. masyarakat.
MENGAPA KESELAMATAN PASIEN ??
KEPERCAYAAN PELAYANAN

KTD (KEJADIAN TIDAK DIHARAPKAN)


• BIAYA
• KONFLIK
•SENGKETA MEDIS
•MAL PRAKTEK
•BLOW-UP
DEFINISI PATIENT
SAFETY
• Tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera
karena kecelakaan (Kohn, Corrigan & Donaldson,
2000).
• Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah suatu
sistem dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman, mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
TUJUAN SISTEM PATIENT SAFETY
1) Terciptanya budaya keselamatan pasien di
Rumah Sakit.
2) Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit
terhadap pasien dan masyarakat.
3) Menurunya KTD di Rumah Sakit.
4) Terlaksananya program-program pencegahan
sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD.
ASPEK HUKUM TERHADAP PATIENT
SAFETY
Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
Pasal 53 (3) UU No. 26 tahun 2009
• Pelaksanaan Pelayanan keselamatan harus
mendahulukan “Keselamatan Nyawa Pasien”
Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit Pasal 29b UU
No. 44 tahun 2009
• “Memberi pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai
standar pelayanan Rumah Sakit”
LANJUTAN
Bukan tanggung jawab Rumah Sakit Pasal 45 (1) UU No.
44 tahun 009 tentang Rumah Sakit
“Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum
apabila pasien dan atau keluarga menolak atau
menghentikan pengobatan yang dapat berakibat
kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
komprehensif.
Hak Pasien
“Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan
kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional”.
PROGRAM “KESELAMATAN PASIEN RUMAH
SAKIT” SEBAGAI LANGKAH STRATEGIS
• Keselamatan Pasien Rumah Sakit – KPRS
(Patient Safety) adalah suatu sistem dimana
RS membuat asuhan pasien lebih aman. Hal
ini termasuk : assesment risiko, “Identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien”.
Pengembangan Budaya Patient Safety
1) Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik
dan teraman untuk pasien.
2) Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien
mungkin membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks.
3) Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah
pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan
manajer RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan.
4) Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang
adekuat.
5) Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk
memperlajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke
waktu. Misalnya saja data mortalitas.
Indikator Patient Safety
• Indikator patient safety merupakan ukuran
yang digunakan untuk mengetahui tingkat
keselamatan pasien selama dirawat di rumah
sakit. Indikator ini dapat digunakan bersama
dengan data pasien rawat inap yang sudah
diperbolehkan meninggalkan rumah sakit.
PERATURAN UU KESELAMATAN PASIEN
UU NO. 44 THN PERMENKES 1691/VIII/2011
UU NO. 29 THN
2009 2004
• RUMAH SAKIT • PRAKTEK
•PASAL 43 = • KESELAMATAN PASIEN
•Pasal 5 : RS dan Tenaga KEDOKTERAN
Keselamatan
Pasien Kesehatan wajib
melaksanakan program KPRS
•Pasal 6 : RS membentuk
TIM KPRS
•Pasal 7 : Standar
Keselamatan Pasien
•Pasal 8 : Sasaran
Keselamatan Pasien
•Pasal 9 : 7 Langkah Menuju
Keselamatan Pasien
KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT
(KPRS)
Sistem dimana RS membuat asuhan pasien lebih aman

• assesmen Risiko
•Identifikasi dan pengelolaan risiko pasien
•Pelaporan dan analisis insiden
•Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
•Implementasi solusi untuk meminimalkan risiko

Penjelasan UU NO. 44 TAHUN 2009 TENTANG RS PASAL 43


TUJUAN KESELAMATAN PASIEN
TERCIPTANYA MENINGKATKAN MENURUNNYA KTD TERLAKSANANYA
BUDAYA AKUNTABILITAS RS DI RUMAH SAKIT PROGRAM-
KESELAMATAN TERHADAP PASIEN PROGRAM
PASIEN DAN MASYARAKAT PENCEGAHAN
SEHINGGA TIDAK
TERJADI
PENGULANGAN
KTD
INSIDEN KESELAMATAN PASIEN (IKP)
Kejadian yang mengakibatkan/berpotensi
harm (penyakit, cedera, cacat, kematian, dll)
yang tidak seharusnya terjadi.
JENIS INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
• Kondisi Potensial Cedera (KPC) / “reportable circumstance” : kondisi yang sangat berpotensi
untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
• Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak
menimbulkan cedera, dapat terjadi karena "keberuntungan" (misal; pasien terima suatu obat
kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), atau "peringanan" (suatu obat dengan reaksi
alergi diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya).
• Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss : Suatu Insiden yang belum sampai terpapar ke
pasien sehingga tidak menyebabkan cedera pada pasien.
• Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event : Suatu kejadian yang mengakibatkan
cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (“commission”) atau karena
tidak bertindak (“omission”), bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
• Kejadian Sentinel (Sentinel Event) : Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera
yang serius; biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak dapat
diterima seperti : operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata “sentinel” terkait
dengan keseriusan cedera yang terjadi (misalnya Amputasi pada kaki yang salah, dan
sebagainya) sehingga pencarian fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah
yang serius pada kebijakan dan prosedur yang berlaku.
Contoh Insiden
• KPC : Kerusakan alat ventilator
• KTC : Pasien minum paracetamol dan tidak ada reaksi
apapun tetapi dokter tidak meresepkan paracetamol
• KNC : Salah identitas pasien namun diketahui sebelum
dilakukan tindakan
• KTD : Tertusuk jarum , Pasien jatuh
• Sentinel : kematian tidak terduga yang tidak
disebabkan oleh penyakit/ kondisi pasien, hilangnya
fungsi utama secara permanen yang tidak disebabkan
oleh penyakit/ kondisi pasien; Pembedahan dengan
lokasi, prosedur/pasien yang salah, Penculikan bayi/
bayi yang tidak dipulangkan dengan orang tuanya.
DO AND DON’T
 JANGAN melaporkan insiden lebih dari 48 jam.
 JANGAN menunda incidenct report dengan
alasan di follow up atau ditandatangani.
 JANGAN menambah catatan medis pasien bila
telah tercatat dalam incident report.
 JANGAN meletakkan incident report sebagai
bagian dari rekam medis pasien.
 JANGAN membuat copy incident report untuk
alasan apapun.
 CATATLAH keadaan yang tidak diantisipasi.
RISK GRADING MATRIX ANALYSIS
I. PENILAIAN DAMPAK KLINIS/KONSEKUENSI/SEVERITY
Tingkat Deskripsi Dampak
Risiko
1 Tidak Signifikan Tidak ada cedera
2 Minor a. Cedera ringan misalnya Luka lecet
b. Dapat diatasi dengan pertolongan pertama

3 Moderat a. Cedera sedang missal Luka Robek


b. Berkurangnya fungsi motorik/sensorik/psikologis atau
intelektual (reversible), tidak berhubungan dengan penyakit.
c. Setiap kasus yang memperpanjang perawatan

4 Mayor a. Cedera luas/berat missal cacat, lumpuh


b. Kehilangan fungsi motorik/sensorik/psikologis atau intelektual
(irreversible), tidak berhubungan dengan penyakit

5 Katastropik Kematian yang tidak berhubungan dengan perjalanan penyakit


Setelah nilai Dampak dan Probabilitas diketahui, dimasukkan dalam Tabel
Matriks Grading Risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna
bands risiko.

a. SKOR RISIKO
SKOR RISIKO = Dampak x Probabilitas
Cara menghitung skor risiko : Untuk menentukan skor risiko
digunakan matriks grading risiko (tabel 3) :
1. Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
2. Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan,
3. Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara
frekuensi dan dampak.
b. SKOR RISIKO
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat
warna yaitu : Biru, Hijau, Kuning dan Merah. Warna "bands" akan
menentukan Investigasi yang akan dilakukan : (tabel 3)
Bands BIRU dan HIJAU : Investigasi sederhana
Bands KUNING dan MERAH : Investigasi Komprehensif / RCA
WARNA BANDS : HASIL PERTEMUAN ANTARA NILAI DAMPAK
YANG DIURUT KEBAWAH DAN NILAI PROBABILITAS YANG
DIURUT KE SAMPING KANAN

Contoh : Pasien jatuh dari tempat tidur dan meninggal,


kejadian seperti ini di RS X terjadi pada 2 tahun yang
lalu
Nilai dampak : 5 (katastropik ) karena pasien
meninggal
Nilai probabilitas : 3 (mungkin terjadi) karena pernah
terjadi 2 thn lalu Skoring
risiko : 5 x 3 = 15
Warna Bands : Merah (ekstrim)
KASUS :
Ketidaksesuaian pengisian status dan
penempelan label rawat jalan pada resep
akibat petugas di poliklinik salah melakukan
pemanggilan pasien dan tidak menyebutkan
nomor urut serta nama penanggung jawab
sehingga pasien lama menunggu waktu
panggil dan penempelan label.
Insiden Keselamatan Pasien ???
KASUS :
Pemberian obat analgetik infus pump
continous yang seharusnya 2x24 jam namun
habis dalam waktu 12 jam pada pasiesn rawat
inap nn. X usia 15 tahun

Insiden Keselamatan Pasien ???


KASUS :
Ketidaksesuain pemberian injeksi epinefrin
pada pasien X yang seharusnya diberikan
untuk tampon hidung namun diberikan secara
IV menyebabkan pasien X sesak nafas.

Insiden Keselamatan Pasien ???

Anda mungkin juga menyukai