Mendeskripsikan peran manusia dan hubungannya dengan
risiko terjadinya kesalahan dalam penerapan keselamatan pasien.
2. Poin penting
Kesadaran bahwa faktor manusia sebagai salah kontributor
yang sangat penting dalam terjadinya kejadian tidak diinginkan di setting pelayanan kesehatan. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien perlu mempertimbangkan kemampuan dan keterbatasan manusia yang terlibat di di dalamnya. Istilah faktor manusia dan ergonomik digunakan untuk menjelaskan interaksi yang terjadi antara tiga aspek yang saling berkaitan: 1. individu di tempat kerja, 2. pekerjaan yang sedang ditangani, dan 3. tempat kerja itu sendiri.
Faktor manusia merupakan ilmu yang menerapkan berbagai
disiplin (seperti anatomi, fisiologi, fisika dan biomekanika) untuk memahami bagaimana seseorang bertindak dalam berbagai lingkungan. Sehingga dapat dikatakan bahwa faktor manusia adalah suatu ilmu mengenai segala jenis faktor yang membuat suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan cara yang benar (WHO, 2009). Penyebab banyaknya kejadian merugikan disebabkan miskomunikasi antara seseorang dalam sistem dan tindakannya.
Banyak orang berpikir kesulitan komunikasi antar anggota
tim kesehatan berkaitan dengan fakta bahwa masing- masing orang memiliki banyak tugas yang harus dikerjakan dalam waktu bersamaan. Seorang profesional mampu menjelaskan langkah2 prosedur suatu tindakan sederhana kepada mahasiswa tahap klinik sambil dirinya memeragakan prosedur tersebut, namun dalam kasus yg lebih rumit ia tentu tidak dapat melakukan tugas tersebut karena harus berkonsentrasi pada pekerjaannya.
Pengertian faktor manusia dan kepatuhan pada
prinsip-prinsip faktor manusia merupakan komponen mendasar bagi keselamatan pasien (WHO, 2009). Tujuan desain faktor manusia yang baik adalah untuk mengakomodir semua pengguna sistem. Faktor manusia menggunakan panduan prinsip-prinsip berbasis bukti dalam merancang suatu prosedur kegiatan agar lebih mudah, aman dan efisien, seperti: (1) pemesanan obat-obatan, (2) penyaluran informasi, (3) pemindahan/transfer pasien, (4) grafik pengobatan dan lainnya dilakukan secara elektronik. • Bila tugas-tugas ini dirancang lebih mudah, maka para praktisi kesehatan dapat melakukan pelayanan kesehatan dg lebih aman. • Kemudahan tugas ini ditunjang dengan solusi rancangan sistem meliputi software (sistem pemasukan data melalui komputer), hardware (contoh, IV pump), peralatan (contoh, skapel, syringe, tempat tidur pasien), dan tampilan fisik termasuk pencahayaan lingkungan kerja. • Sistem pelayanan kesehatan yg menerapkan prinsip keselamatan pasien perlu meminimalisir kejadian tidak diinginkan namun tetap memerhatikan faktor kelebihan dan kekurangan manusia sbg penyedia layanan kesehatan (WHO, 2009). • Sistem pelayanan kesehatan yang menerapkan prinsip keselamatan pasien perlu meminimalkan kejadian tidak diinginkan namun tetap memerhatikan faktor kelebihan dan kekurangan faktor manusia sebagai penyedia pelayanan kesehatan. • ‘To err is human’ • Error adalah kegagalan untuk melaksanakan suatu hal yang direncanakan untuk mencapai luaran yang diinginkan. • Error dapat terjadi karena adanya situasi tertentu dan adanya faktor individual yang menjadi predisposisi terjadinya error. • Faktor yang mempengaruhi ‘IM SAFE’ = Illness (I), Medication (M), Stress (S), Alcohol (A), Fatigue (F), Emotion (E). Bagan 5. Prinsip-prinsip error Sumber: WHO Patient Safety Curriculum Guide for Medical Schools. 2009 IM SAFE Akronim IM SAFE dibentuk di lingkungan industri penerbangan sebagai teknik menilai diri sendiri apakah seseorang aman untuk bekerja ketika mereka masuk ke tempat kerja. IM SAFE sendiri terdiri dari: I Illness - Sakit M Medication– Obat-obatan (mengonsumsi obat tertentu dari dokter, alkohol atau lainnya) S Stress – Stres, beban pikiran, tekanan A Alcohol – Konsumsi Alkohol F Fatigue – Kelelahan E Emotion – Emosi Selain IM SAFE, dapat juga digunakan akronim HALT yang terdiri dari: H Hungry – Lapar A Angry – Marah L Late – Terlambat T Tired – Lelah Kompleksitas Sisyem Pelayanan • Semakin kompleks suatu sistem, semakin tinggi kemungkinan terjadinya kesalahan. • Pendekatan tradisional fokus pada individu/perorangan (naming, blaming, shaming, retraining) bila terjadi kejadian tidak diinginkan atau kesalahan dalam pelayanan • Untuk mencegah terjadinya kejadian tidak diinginkan atau kesalahan perlu dilakukan pendekatan sistem yaitu dengan memahami secara keseluruhan bagaimana dan mengapa suatu kesalahan terjadi. Rumah sakit (RS) adalah organisasi padat modal, padat teknologi, padat karya. Di dalamnya berkumpul banyak profesi kesehatan dari berbagai disiplin ilmu. Sebagai sebuah organisasi, kompleksitas RS menjadikannya tidak mudah untuk berjalan dengan ringan.
Sifat kerja yang padat modal, padat karya dan padat
teknologi pada pelayanan RS juga berisiko berujung pada padat masalah. Bahkan masalah itu tidak jarang juga berkaitan dengan tuntutan hukum. • Kasus dr. Ayu dkk, adalah salah satu contoh terakhir yg menimbulkan polemik luas dan ketegangan di masyarakat. Tentu saja, ini bukanlah situasi yg menguntungkan bagi banyak pihak, terutama bagi Dokter dan RS itu sendiri.
• Terjadi silang pendapat ttg bgmn implementasi
regulasi bidang kesehatan misalnya UU Praktik Kedokteran no. 29/2004, UU Kesehatan no. 36/2009, UU RS no. 44/2009, Permenkes 512/2007 dan 2052/2011 tentang Izin Praktik Kedokteran, Permenkes 1438/2010 ttg Standar Pelayanan Kedokteran, Permenkes 36/2012 ttg Wajib Simpan Rahasia Kedokteran dan masih banyak lagi. Dalam hal kompleksitas, RS dan Puskesmas diharapkan dapat menerapkan prinsip High Reliability Organization (HRO), bertumpu pada 4 ciri: 1. Selalu berorientasi pd kemungkinan terjadinya kegagalan sistem. Alih-alih mengelak, organisasi HRO justru selalu menyadari adanya kemungkinan terjadi kesalahan karena sifat alami sebuah sistem, apalagi sistem yg kompleks. Justru karena itu organisasi harus selalu menyiapkan diri bagaimana menghadapi kemungkinan kesalahan (mitigation). 2. Organisasi dg prinsip HRO selalu siaga utk mengidentifikasi setiap kemungkinan risiko, kemudian menyiapkan upaya agar tidak sampai benar-benar menimbulkan masalah. • 3. Organisasi dengan prinsip HRO selalu mewaspadai dan peka terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh pemberi pelayanan di garis depan. Organisasi menyadari bahwa masalah- masalah itu adalah gambaran paling nampak dari bagaimana sistem bekerja. • 4. Organisasi dengan prinsip HRO juga selalu mengembangkan budaya keselamatan (safety culture). Termasuk di dalamnya adalah mengembangkan sikap untuk terbuka dan dapat menyampaikan adanya kesalahan maupun potensi masalah tanpa harus khawatir akan mendapatkan masalah karena keterbukaannya itu. Asuhan Pasien : Dimensi Budaya Good Patient Care Patient Centered Care Quality dan Safety dalam Standar Akreditasi RS Asuhan Pasien Terintegrasi PPA sebagai Tim, Kolaborasi Interprofesional SAFETY : + Kompetensinya • Just Culture Berpartner dgn Pasien • Reporting Culture DPJP sebagai Clinical • Learning Culture Leader • Informed Culture RISIKOMDR:- Multidisciplinary • Flexible Culture Round RS institusi yg • Generative Culture kompleks dan high BPIS (MaPSaF) risk : asuhan, multi • 7 Standar KP, 6 SKP, 7 PPA, multi budaya, Langkah KPRS, 13 multi regulasi, legal, Mutu :Program WHO-PS finance, SD Good Corp Governance Situational Leadership Awareness Good Clinical Governance Standarisasi Input-Proses- Outout-Outcome Pengukuran Mutu PDCA Langkah-langkah peningkatan kualitas: Identifikasi masalah, pengukuran besarnya masalah, intervensi untuk memecahkan masalah, pengujian keberhasilan intervensi
Metode peningkatan kualitas: siklus PDSA
(Plan-Do-Study-Act), Clinical Practice Improvement Methodology (CPI), Root Cause Analysis (RCA). Beberapa metode peningkatan kualitas telah dirancang, misalnya: 1. Clinical practice improvement 2. Root cause analysis (analisis akar masalah): metode untuk memeriksa secara retrospektif dan mencari apa yang salah dalam sistem (bukan siapa yang salah) ketika terjadi suatu kejadian yang tidak diharapkan
3. Failure modes and effect analysis: metode analisis
prospektif untuk memprediksi apa kesalahan yang potensial terjadi sebelum terjadi kejadian yang tidak diharapkan • Clinical Practice Improvement (CPI) adalah suatu metode untuk menganalisa kapan dan apa saja yang sebaiknya dilakukan tiap individu yang terlibat dalam proses pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai hasil terbaik dengan cara yang paling efisien selama berlangsungnya seluruh proses pelayanan pasien (continuum of care).
Pengambilan keputusan dalam 4 langkah: Strategi dan langkah operasional untuk pengambilan keputusan dan pilihan yang efektif dalam konteks yang tidak pasti
Manajemen waktu dalam 4 langkah: Metode, strategi, dan teknik operasional untuk mengatur waktu sesuai keinginan Anda, menyeimbangkan tujuan pribadi dan profesional