Anda di halaman 1dari 2

PATIENT SAFETY

MM UKRIDA 2024
Pengajar: dr. Maria Dewi Indrawati, MM, MBA, FISQua
Nama : Ruth Natalia (012022157)

The physician’s Role in patient safety: What’s in it for me?


Apa latar belakang penulis mengangkat topik tersebut dari kacamata “Safety
in Healthcare” ?

Latar belakang dari penulis untuk mengangkat topik ini adalah dikarenakan banyaknya masalah
yang berhubungan dengan keselamtan pasien. Tetapi banyak faktor yang bisa menjadi
kontribusi pada keselamat pasien itu tersendiri. Yaitu, petugas tenaga kesahatannya, ketaatan
dn kesadaran pasien, organisasinya, dan system yang tidak baik. Di tahun 1950 sistem
kesehatran tidak serumit dan sekomplek system Kesehatan saat ini maka tuntutan pada zaman
itu tidak sebanyak dan tidak seberbahaya saat ini, dan diketahui bahwa budaya keselamatan
pasien menjadi faktor tertinggi untuk mengurangi ancaman terhadap kegagalan system
Kesehatan di dunia. Dan menurut kenyataannya, banyak dokter yang sebnernya takut menjadi
pasien karena mereka tahu keadaan dan resiko apa yang akan dihadapi oleh mereka saat mereka
menjadi pasien. Maka itu harus ada kebiasaan dan budaya keselamat pasien yang selalu harus
di tingkatkan terus menerus untuk mengurangi masalah dalam bidang Kesehatan.

Jabarkan perbandingan situasi/masalah dari topik yang diangkat penulis


dengan kondisi di organisasi Anda (atau di Indonesia secara umum)

Membandingkan dnegan keadaan tempat saya bekerja , saat ini saya bekerja di RS tipe C
dengan usia sekitar 10 tahunan. RS sudah menjalankan budaya keselamat pasien dan menurut
pengalaman saya walaupun system, peraturan dan kebijakan keselamatan paisen sudah ada
tetapi masih banyak yang harus di tingkatkan karena ini merupakan sebuah Upaya yang harus
di lakukan oleh seluruh karyawan yang bekerja di RS. Semakin besar dan semakin banyak
pelayanan yang dilakukan oleh sebuah RS maka semakin besar juga peranan sasaran
keselamatn apsien ini harus di jaga. Dokter, perawat, farmasi dan bagian yang melayani
langusng ke pasien sampai saat ini bekerja sesuai pandauan keselamatan pasien, Terkadang,
masih ada maslash komunikasi yang tidak efektif dikarenakan beban kerja yang tinggi, yang
dapat mengakibatan beberapa kesalahan dikarenakan human eror. Di RS kami sudah
melakukan FMEA dan insiden report untuk melakukan RCA atau minimal melakukan
komunikasi secara internal dengan pihak terkait apabila di temukan masalah yang terjadi atau
berulang untuk di temukan solusinya.

Jelaskan bagaimana penulis menjabarkan upaya mereka dalam mengubah


budaya “blame culture” menjadi “just culture”

Dalam artkel ini penulis mejelaskan beberapa hal yang dapat merubah budaya blame culture
dan just culture. Dengan cara membentuk kerja tim yang sehat dan baik dalam mencapai
keselamatan pasien. Memiliki hubungan yang baik serta keterbukaan antara rekan kerja dan
praktisi yang lain. Dalam proses perawatan pasien dibutuhkan kerja sama tim yang
berkolaborasi dengan baik untuk mencapai budaya keselamatan pasien di seluruh sistem.
Kemudian, pentingnya menanamkan komunikasi yang baik antar rekan kerja agar membangun
rasa percaya antara sesama tim sehingga terciptanya komunikasi yang efektif. Kemampuan
seorang pemimpin untuk memahami keselamatan pasien dan alasan untuk fokus pada
keselamatan pasien merupakan hal yang penitng dan untuk menyelaraskan visi/ misi,
kompetensi staf, dan sumber daya manusia di rumah sakit. Kurangnya kesadaran
kepemimpinan akan keselamatan pasien akan dikaitkan sebagai penghambat budaya
keselamatan pasien.

Sebagai pemimpin & calon pemimpin, apa saja langkah-langkah konkrit Anda
yang akan / telah dilakukan dalam mewujudkan “just culture” di organisasi
Anda

Sebagai pemimpin atau calon pemimpin di rumah sakit, beberapa langkah yang dapat saya
lakukan dalam mewujudkan "just culture":

1. Memastikan kebijakan dan prosedur yang jelas: melengkapi kebijakan dan prosedur
yang ada saat untuk mendukung pelaporan insiden, kesalahan, atau ketidakpatuhan.
Dimana harapannya ini akan menjadi panduan untuk pembelajaran dan perbaikan.
2. Komunikasi terbuka dan transparansi: berupaya menciptakan budaya yang memupuk
staf dan tenaga medis untuk berkumunikasi efektif tentang terbuka tentang kesalahan
atau insiden yang terjadi. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan, diskusi tim, atau
bahkan penyediaan mekanisme pelaporan yang aman dan anonim.
3. Menggiatkan pembelajaran dan perbaikan: seluruh karyawan RS belajar dari
kesalahan dan dapat mengidentifikasi masalah untuk mencegah terulangnya
kesalahan. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan benchmarking ke fasiltas RS
lain, dan melakukan FMEA dan RCA.
4. Melakukan pelatihan keterampilan dan keselamatan: memdukung pelatihan kepada
staf tentang keterampilan klinis, protokol keselamatan, dan manajemen risiko untuk
membantu meningkatkan kemampuan mereka.
5. Mengajar staf untuk membuatan Keputusan dan belajar untuk bertanggung jawab:
melibatkan staf dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak pada
keselamatan pasien. Hal ini membuat semua karyawan kesempatan untuk
berkontribusi, berbagi pengalaman mereka, dan merasa memiliki dan tanggung jawab
terhadap kebijakan dan perubahan rumah sakit.
6. Kesejahteraan staf: meningkatkan kesejahteraan staf rumah sakit, baik fisik maupun
emosional.Dengan menciptakan kondisi kerja yang kondusif dan lingkungan kerja
yang baik. Mendukung kinerja staf dalam hal emosi dan moral yang dapat membantu
mencegah kelelahan atau kesalahan yang dapat berdampak pada keselamatan pasien.

Hal diatas diharapkan dapat mewujudkan budaya just culture di rumah sakit, di mana
kesalahan dilihat sebagai peluang untuk belajar dan memperbaiki, bukan sebagai alasan untuk
menyalahkan individu.

Anda mungkin juga menyukai