PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Terciptanya budaya keselamatan pasien di lingkungan RSUD Bangkinang
2. Tujuan Khusus
1. Terlaksananya program keselamatan pasien rumah sakit secara sistematis dan terarah
2. Terlaksananya pencatatan insiden di rumah sakit dan pelaporannya
3. Sebagai acuan penyusunan instrument akreditasi rumah sakit.
1
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Definisi
Budaya keselamatan pasien adalah nilai-nilai, sikap, persepsi kompetensi dan pola
perilaku dari individu yang menentukan komitmen dan gaya kemampuan manajemen rumah
sakit dalam meminimalkan pajanan yang membahayakan atau mencelakakan karyawan,
manajemen pasien, atau anggota masyarakat lainnya. Budaya keselamatan pasien di suatu
rumah sakit dapat diketahui dengan melakukan kajian evaluasi yaitu untuk mengetahui
seberapa jauh budaya keselamatan pasien di suatu rumah sakit.
Budaya keselamatan pasien merupakan kesadaran konstan dan potensi aktif oleh
staf sebuah organisasi dalam mengenali sesuatu yang tampak tidak beres. Staf dan organisasi
yang mampu mengakui kesalahan, belajar dari kesalahan, dan mau mengambil
tindakan untuk mengadakan perbaikan dikatakan sudah melaksanakan budaya keselamatan
(NHS, 2013).
Budaya keselamatan pasien didefinisikan sebagai pola terpadu perilaku individu dan
organisasi berdasarkan keyakinan dan nilai-nilai bersama yang terus berusaha untuk
meminimalkan tindakan yang dapat membahayakan pasien yang mungkin timbul dari proses
perawatan (Kizer, 1999 dalam Fleming, 2012). Organisasi dengan budaya keselamatan
positif memiliki karakteristik bahwa ada komunikasi yang dibentuk dengan rasa saling
percaya tentang pentingnya keselamatan, dan dengan keyakinan dalam tindakan pencegahan
yang efektif, serta membangun organisasi yang terbuka (open), adil (just), informatif dalam
melaporkan kejadian keselamatan pasien yang terjadi (reporting), dan belajar dari kejadian
tersebut (learning) (Madden, 2008; NSPA, 2004).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa budaya keselamatan
pasien merupakan produk dari nilai-nilai, sikap, kompetensi individu dan kelompok yang
terbuka, adil, informatif dalam pelaporan insiden keselamatan pasien, serta belajar dari
kejadian. Budaya keselamatan pasien menentukan komitmen dan gaya dari suatu organisasi
serta dapat diukur dengan kuesioner.
Menurut Agency of Healthcare Research and Quality (AHRQ) dalam menilai budaya
keselamatan pasien di rumah sakit terdapat beberapa aspek dimensi yang perlu diperhatikan
yaitu harapan dan tindakan manajer dalam mempromosikan keselamatan pasien,
pembelajaran berkelanjutan, kerja sama dalam unit, keterbukaan komunikasi, umpan balik
terhadap kesalahan, respon tidak persepsi secara keseluruhan, dukungan manajemen, kerja
sama tim antar unit, pemindahan pasien, dan frekeunsi pelaporan.
3
2000 dalam Cahyono, 2008). Fleming (2006) juga mengatakan bahwa fokus
keseluruhan terhadap penerapan budaya keselamatan pasien dengan melibatkan
seluruh komponen yang terlibat dalam organisasi akan lebih membangun budaya
keselamatan pasien dibandingkan apabila hanya fokus terhadap programnya saja. Adapun
manfaat dalam penerapan budaya keselamatan pasien secara rinci antara lain (NPSA,
2004):
a. Membuat organisasi kesehatan lebih tahu jika ada kesalahan yang akan terjadi atau
jika kesalahan terjadi
b. Meningkatnya laporan kejadian yang dibuat dan belajar dari kesalahan yang
terjadi akan berpotensial menurunnya kejadian yang sama berulang kembali dan
keparahan dari insiden keselamatan pasien.
c. Kesadaran akan keselamatan pasien, yaitu bekerja untuk mencegah error dan
melaporkan jika ada kesalahan.
d. Berkurangnya perawat yang merasa tertekan, bersalah, malu karena kesalahan
yang telah diperbuat.
e. Berkurangnya turn over pasien, karena pasien yang pernah mengalami insiden, pada
umumnya akan mengalami perpanjangan hari perawatan dan pengobatan yang
diberikan lebih dari pengobatan yang seharusnya diterima pasien.
f. Mengurangi biaya yang diakibatkan oleh kesalahan dan penambahan terapi.
g. Mengurangi sumber daya yang dibutuhkan untuk mengatasi keluhan pasien.
4
BAB III
TATA LAKSANA
Salah satu alat untuk mengukur penerapan budaya keselamatan pasien adalah dengan
instrument kuesioner The Hospital Survey of Patient Safety Culture (HSOPSC) yang
dikembangkan oleh Agency for Health Care Research and Quality (AHRQ). Agency for Health
Care Research and Quality merupakan suatu komite untuk kualitas kesehatan di Amerika yang
memimpin lembaga Federal untuk peneltian tentang kualitas kesehatan, biaya, outcome, dan
keselamatan pasien. AHRQ mendanai 100 penelitian untuk mengidentifikasi instrumen yang
dijadikan alat untuk menilai budaya keselamatan pasien (Fleming, 2006).
Pada dasarnya empat dimensi budaya keselamatan pasien yakni budaya
keterbukaan, pelaporan, keadilan, dan budaya pembelajaran digunakan dalam menilai
budaya keselamatan pasien dalam suatu organisasi kesehatan.
The Hospital Survey of Patient Safety Culture yang dikembangkan oleh AHRQ
menggunakan komponen-komponen sebagai indikator masing-masing dimensi budaya
keselamatan pasien. Yaitu :
a. Indikator dimensi budaya keterbukaan antara lain:
1. Komunikasi terbuka
2. Kerjasama dalam unit,
3. Kerjasama antar unit
4. Persepsi keselamatan pasien.
b. Indikator dimensi budaya keadilan adalah:
1. Umpan balik (feedback) dan komunikasi
2. Staffing
3. Respon tidak menghukum.
c. Indikator dimensi budaya pelaporan mengandung komponen:
1. Pelaporan kejadian
2. Hand over
d. indikator dari dimensi budaya pembelajaran mengandung komponen :
1. Pembelajaran oleh perawat
2. Ekspektasi manajer
3. Dukungan manajemen (Fleming, 2006).
5
BAB IV
DOKUMENTASI