Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit
akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan
terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat
mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Undang-
Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa
tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap,
dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha
dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan,
lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang
berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Potensi bahaya mempunyai potensi untuk
mengakibatkan kerusakan dan kerugian kepada : 1) manusia yang bersifat langsung
maupun tidak langsung terhadap pekerjaan, 2) properti termasuk peratan kerja dan mesin-
mesin, 3) lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan maupun di luar perusahaan,
4) kualitas produk barang dan jasa, 5) nama baik perusahaan. Fakta mengenai ergonomi
dan K3 internasional atau secara global:
 ILO memperkirakan bahwa tiap tahun sekitar 24 juta orang meninggal
karena kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja termasuk didalamnya 360.000
kecelakaan fatal dan diperkirakan 1,95 juta disebabkan oleh penyakit fatal yang
timbul di ligkungan kerja.
 Hal tersebut berarti bahwa pada akhir tahun hampir 1 juta pekerja akan mengalami
kecelakaan kerja dan sekitar 5.500 pekerja meninggal akibat kecelakaan atau penyakit
di lingkungan kerja.
 Dalam sudut pandang ekonomi, 4% atau senilai USD 1,25 Trilyun dari Global Gross
Domestic Prodct  (GDP) dialokasikan untuk biaya dari kehilangan waktu kerja akibat
kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja, kompensasi untuk para pekerja,
terhentinya produksi, dan biaya-biaya pengobatan pekerja.
 Potensi bahaya kecelakaan kerja diperkirakan menyebabkan 651.000 angka kematian,
terutama di negara-negara berkembang. Bahkan angka tersebut mungkin dapat lebih
besar lagi jika sistem pelaporan dan notifikasi nya lebih baik.
 Data dari sejumlah negara-negara Industri menunjukkan bahwa para pekerja
konstruksi memiliki potensi meninggal akibat kecelakaan kerja 3 sampai 4 kali lebih
besar.
 Penyakit paru paru yang terjangkit pada para pekerja di perusahaan minyak & gas,
pertambangan, dan perusahaan perusahaan sejenis, sebagai akibat paparan asbestos,
batu bara dan silica, masih menjadi perhatian di negara negara maju dan berkembang.
Bahkan kematian akibat  kecelakaan kerja dari paparan asbestos saja sudah mencapai
angka 100.000 dan selalu bertambah setiap tahunnya.
 Data ILO menyebutkan ada 1 juta orang di Asia yang meninggal karena penyakit
akibat kerja. "Apa yang terjadi di Asia sekarang adalah yang kami sebut pembunuhan
massal sunyi," kata seorang narasumber.

B. IDENTIFIKASI BAHAYA
Langkah pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi
atau pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor risiko
kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan psikologi yang
terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini diperlukan pengamatan
terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku yang digunakan, bahan atau
barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses produksi, serta limbah yang
terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait dengan bahan kimia, maka diperlukan:
pemilikan material safety data sheets (MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan,
pengelompokan bahan kimia menurut jenis bahan aktif yang terkandung,
mengidentifikasi bahan pelarut yang digunakan, dan bahan inert yang menyertai,
termasuk efek toksiknya. Ketika ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan,
sangat mungkin berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi
kurang berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan
terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.
Penilaian Pajanan
Proses penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif
terhadap pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu
dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga dengan
similar exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama). Penilaian pajanan
harus memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak hanya mengukur konsentrasi
atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran dan pemantauan konsentrasi
dan intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup, karena pengaruhnya terhadap kesehatan
dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai
potensial faktor risiko (bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.
Risiko adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh
frekuensi dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk
pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan juga
adalah perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan selama bekerja yang dapat
meningkatkan risiko gangguan kesehatan.
1. Karakterisasi Risiko
Tujuan langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude)
risiko kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan
kesehatan yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik, dengan
kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai konsekuensi
pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan mengintegrasikan
informasi tentang bahaya yang teridentifikasi (efek gangguan/toksisitas spesifik)
dengan perkiraan atau pengukuran intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status
kesehatan pekerja.
2. Penilaian Risiko
Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :
1) Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain
diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan
maupun kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada
tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri
dari beberapa orang.
2) Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian /
departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini
sangat membantu dalam sistematika kerja penilai.
3) Kunjungan / Inspeksi tempat kerja
Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang
bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini
prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di
tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja,
kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal
lain yang terkait.
4) Identifikasi potensi bahaya
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat
kerja, misalnya melalui : inspeksi / survei tempat kerja rutin, informasi mengenai
data keelakaan kerja dan penyakit, absensi, laporan dari (panitia pengawas
Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja, lembar
data keselamatan bahan (material safety data sheet) dan lain sebagainya.
Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut
untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada
kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko.
5) Mencari informasi / data potensi bahaya
Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS,
petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.
6) Analisis Risiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat
keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk
mengatasi risiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin.
Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan
senantiasa akan diperoleh.
7) Evaluasi risiko
Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang
sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi
risiko, dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para ahli
seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
8) Menentukan langkah pengendalian
Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi
kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan
langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti : Apabila dari hasil
evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja
maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah
pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti :
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi,
engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin
atau pelindung diri.
b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan
pemahaman berkaitan dengan risiko,
c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.
d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian
kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan
pertama sesuai dengan kebutuhan.
9) Menyusun pencatatan / pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun
sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun
sesuai dengan kondisi yang ada.
10) Mengkaji ulang penelitian
Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila
terdapat perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan
informasi terbaru dan sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko
tersebut.

C. FAKTOR/ POTENSI BAHAYA DI TEMPAT KERJA


Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di
tempat kerja,  Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk
mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja
yagmungkin terjadi. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau
bersumber dari berbagai faktor, antara lain : 1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang
berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri;
2) faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam
lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk
antara maupun hasil akhir; 3) faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup
besar terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam
kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.
Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan
dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut :
1. Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-
gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar
kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan
kurang memadai, getaran, radiasi.
a. Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam
bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari
sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan
kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan
(microwave oven), komputer, dan lain-lain.
Selain benda-benda tersebut ada sumber-sumber radiasi yang bersifat
unsur alamiah dan berada di udara, di dalam air atau berada di dalam lapisan
bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium dan Thorium di dalam lapisan bumi;
Karbon dan Radon di udara serta Tritium dan Deuterium yang ada di dalam air.
Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-
pengion. 
Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses
ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan
materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel
beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik
khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β),
sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.
Radiasi Non Pengion
Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan
efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut
berada di sekeliling kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis radiasi non-
pengion antara lain adalah gelombang radio (yang membawa informasi dan
hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang digunakan dalam
microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang
memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat);
sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari).
Ada dua macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui
keberadaan sumber radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai berikut :
 Radiasi tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk
mengenalinya diperlukan suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan
detektor radiasi. Ada beberapa jenis detektor yang secara spesifik mempunyai
kemampuan untuk melacak keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu detektor
alpha, detektor gamma, detektor neutron, dll.
 Radiasi dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses
ionisasi, eksitasi dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut
kemudian digunakan sebagai dasar untuk membuat detektor radiasi.
Pengaruh radiasi terhadap manusia
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel
genetic adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan
sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel,
maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek
genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari
individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek
radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi.
Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat
bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda. Efek
segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada individu
dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi, seperti epilasi
(rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan
jumlah sel darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan
pasca iradiasi. Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul
setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti
katarak dan kanker. 
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek
radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik
adalah efek yang disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi,
sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi
dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel.
Efek Deterministi (efek non stokastik) Efek ini terjadi karena adanya
proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi jaringan yang
terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari paparan radiasi pada
seluruh tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul bila dosis yang diterima di
atas dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah
terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat bila dosis
yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang bervariasi bergantung pada jenis
efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis ambang, kemungkinan
terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah nol. Sedangkan di atas dosis
ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.
Efek Stokastik Dosis radiasi serendah apapun selalu terdapat kemungkinan
untuk menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat molekul
maupun sel. Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel tetapi
mengubah sel Sel yang mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini
mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha
untuk menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau
transformasi sel ini disebut efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek stokastik
terjadi tanpa ada dosis ambang dan baru akan muncul setelah masa laten yang
lama. Semakin besar dosis paparan, semakin besar peluang terjadinya efek
stokastik, sedangkan tingkat keparahannya tidak ditentukan oleh jumlah dosis
yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah sel genetik, maka sifat-
sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga timbul
efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel
tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari
bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi
jaringan ganas atau kanker. Paparan radiasi dosis rendah dapat menigkatkan
resiko kanker dan efek pewarisan yang secara statistik dapat dideteksi pada suatu
populasi, namun tidak secara serta merta terkait dengan paparan individu.
 Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.
 Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.
 Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.
 Contoh :  Radiasi ultraviolet : pengelasan, Radiasi Inframerah : furnacesn/
tungku pembakaran, Laser : komunikasi, pembedahan .
Prinsip dasar yang harus dipatuhi dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan
Dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan ada ketentuan yang harus
dipatuhi untuk mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya terhadap seseorang.
Ada 3 prinsip yang telah direkomendasikan oleh International Commission
Radiological Protection (ICRP) untuk dipatuhi, yaitu :
1. Justifikasi, Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus
didasarkan pada azaz manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau
potensi paparan hanya disetujui jika kegiatan itu akan menghasilkan
keuntungan yang lebih besar bagi individu atau masyarakat dibandingkan
dengan kerugian atau bahaya yang timbul terhadap kesehatan.
2. Limitasi, Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau masyarakat tidak
boleh melalmpaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis
bagi pekerja radiasi dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek
deterministik (non stokastik) dan mengurangi peluang terjadinya efek
stokastik.
3. Optimasi, Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as low as
reasonably achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor
ekonomi dan sosial. Kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan
dan sumber radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin agar
paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya.
b. Kebisingan
Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak dikehendaki
ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah satu
penyebab penyakit lingkungan (Slamet, 2006). Sedangkan kebisingan sering
digunakan sebagai istilah untuk  menyatakan suara yang tidak diinginkan yang
disebabkan oleh kegiatan manusia atau aktifitas- aktifitas alam (Schilling, 1981).
Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang
dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang
maupun suatu populasi.
Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi,
distribusi frekuensi, dan lama pajanan.
 Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi,
turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance
tenaga kerja.
 Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu
tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.
 Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim .
 Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
Kualitas bunyi ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya.
Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz),
yaitu jumlah gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya.
Biasanya suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari
berbagai macam frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas
biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel ( DB ).
Berdasarkan frekuensi, tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga
bunyi maka bising dibagi dalam 3 kategori:
1) Occupational noise  (bising yang berhubungan dengan pekerjaan) yaitu bising
yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal bising dari mesin
ketik.
2) Audible noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh
frekuensi bunyi antara 31,5 . 8.000 Hz.
3) Impuls noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat
adanya bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan
bedil.
Selanjutnya dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan
apakah bunyi itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan
seberapa jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak
dikehendaki / bising.
Skala Intensitas Desibel Batas Dengar
Jenis Bunyi
Tertinggi
Halilintar 120 DB
Meriam  110 DB
 Mesin uap 100 DB
Jalan yang ramai 90 DB
Pluit  80 DB
Kantor gaduh  70 DB
Radio  60 Db
Rumah gaduh  50 DB
Kantor pada umumnya  40 DB
Rumah tenang  30 DB
Kantor perorangan  20 DB
Sangat tenang , Suara daun jatuh, 10 DB
Tetesan air
Tabel Skala Intensitas Kebisingan
Menurut SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman
Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan
Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan Tahun 1992),
tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut:
1) Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level
=Leq) adalah tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran
dBA, berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam
satu periode atau interval waktu pengukuran.
2) Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan
adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan
malam hari.
3) Tingkat ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar
belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam
keadaan  tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran
dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik adalah 95% atau L-95.
Kebisingan mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan
kerusakan pada indera pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian
diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang
mempengaruhi kesehatan (pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para
karyawan yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB
maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga guna
mencegah gangguan pendengaran. Disamping itu kebisingan juga dapat
mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa pekerja
berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang teriakan
atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi (miss
communication) atau salah persepsi terhadap orang lain.
Oleh karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai
akibat lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah
keluarga juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan
keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang
terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang
akibatnya pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan
produktivitas kerja.
Kebisingan terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin
dapat dikendalikan antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber
getaran atau memodifikasi mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi
dengan sumbatan telinga dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB.
Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh
pekerja karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu
penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi
kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.
c. Penerangan / Pencahayaan ( Illuminasi )
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah
beban kerja karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan tetapi juga menimbulkan
kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam lingkungan kerja harus cukup
untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping itu cahaya yang cukup akan
memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan
menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam hubungannya dengan penglihatan
orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor besar-kecilnya objek atau umur
pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu pabrik arloji misalnya objek yang
dikerjakan sangat kecil maka intensitas penerangan relatif harus lebih tinggi
dibandingkan dengan intensitas penerangan di pabrik mobil. Demikian juga umur
pekerja dimana makin tua umur seseorang, daya penglihatannya semakin
berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap objek yang dikerjakan
memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan
kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan
fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya
kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir.
Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk
mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini
akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau
kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup
dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut :
 Perbaikan kontras dimana warna objek yang dikerjakan kontras dengan latar
belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus
berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
 Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2 kali dari penerangan diluar tempat
kerja.Disamping itu di bagian-bagian tempat kerja perlu ditambah dengan
dengan lampu-lampu tersendiri.
 Pengaturan tenaga kerja dalam shift sesuai dengan umur masing-masing
tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah berumur diatas 50 tahun tidak
diberikan tugas di malam hari.
 Disamping akibat-akibat pencahayaan yang kurang seperti diuraikan diatas,
penerangan / pencahayaan baik kurang maupun cukup kadang-kadang juga
menimbulkan masalah apabila pengaturannya kurang baik yakni silau. Silau
juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka harus dilakukan pengaturan
atau dicegah.Pencegahan silau dapat dilakukan antara lain :
a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang
menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa.
b. Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa
sehingga tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka
jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan
suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-
bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan
menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
 Kelelahan mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi
kerja.
 Kelemahan mental
 Kerusakan alat penglihatan (mata).
 Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
 Sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan
bangunan tempat kerja (pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya)
sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan antara lain sebagai
berikut :
Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu
masuknya cahaya matahari ke tempat kerja, Jendela-jendela dan lubang
angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup, seluruhnya sekurang-
kurangnya 1/6 daripada luas bangunan, Apabila cahaya matahari tidak
mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti dengan penerangan lampu
yang cukup, Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan
panas (tidak melebihi 32 derajat celsius), Sumber penerangan tidak boleh
menimbulkan silau dan bayang-bayang yang  mengganggu kerja, Sumber
cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar
serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak
nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan
menyebabkan kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik :
meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan,
meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi
kecelakaan kerja.
d. Getaran
 Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti:
frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau
intermitten.
 Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan
efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi
dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s
phenomenon ” atau ” vibration-induced white fingers”(VWF).
 Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem
saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan
sakit tulang belakang.
 Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.
Efek getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai
tubuh:
 3 . 9 Hz  : Akan timbul resonansi pada dada dan perut.
 6 . 10 Hz  : Dengan intensitas 0,6 gram, tekanan darah, denyut jantung, pemakaian
O2 dan   volume perdenyut sedikit berubah. Pada intensitas 1,2 gram terlihat
banyak perubahan sistem peredaran darah.
 10 Hz   : Leher, kepala, pinggul, kesatuan otot dan tulang akan beresonansi.
 13 . 15 Hz  : Tenggorokan akan mengalami resonansi.
 < 20 Hz  : Tonus otot akan meningkat, akibat kontraksi statis ini otot menjadi
lemah, rasa tidak enak dan kurang ada perhatian.
Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang
digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau
mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui
pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui
kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat
tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas,
uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk
bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui:
- Pernapasan ( inhalation ),
- Kulit (skin absorption )
- Tertelan ( ingestion )
Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya. Adapun
potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia adalah
a) Korosi
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada
permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan
adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan
basa , fosfor.
b) Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi
kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat
pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema (
bengkak ). Contoh : Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .
Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide,
phosgene, chlorine ,bromine, ozone.
c) Reaksi Alergi
Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi
pada kulit atau organ pernapasan. Contoh : Kulit : colophony ( rosin),
formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine.
Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.
d) Asfiksiasi
Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer
yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi
oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara.
Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada
darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit. Contoh :
Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium
Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide,
hidrogen sulphide
e) Kanker
Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah
terbukti pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan
kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan. Contoh :
 Terbukti karsinogen pada manusia : benzene
( leukaemia);  vinylchloride  ( liver angiosarcoma) ; 2-naphthylamine,
benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker paru-paru ,
mesothelioma);
 Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride,
dichromates, beryllium
f) Efek Reproduksi
Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari
seorang manusia. Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat
memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh
:aborsi spontan. Contoh :
Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene
glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead,
thalidomide, pelarut.
g) Racun Sistemik
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau
sistem tubuh. Contoh :
Otak : pelarut, lead, mercury, manganese
Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide
Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers
Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons
Paru-paru : silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )
Potensi bahaya biologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-
kuman penyakit yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada tenaga
kerja yang menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids,dll
maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi. Dimana
pun Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor biologi merupakan salah
satu bahaya yang kemungkinan ditemukan ditempat kerja. Maksudnya faktor biologi
eksternal yang mengancam kesehatan diri kita saat bekerja. Namun demikian seringkali
luput dari perhatian, sehingga bahaya dari faktor ini tidak dikenal, dikontrol, diantisipasi
dan cenderung diabaikan sampai suatu ketika menjadi keadaan yang sulit diperbaiki.
Faktor biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk mikro organisma sebagai berikut :
a) Bakteri  
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang
(basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang
buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan
hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri :
anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.
b) Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus tidak
mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh
penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan
sebagainya.
c) Jamur 
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena
berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup
dari organisme atau hewan lain.
d) Mikroorganisme penyebab penyakit di tempat kerja
Beberapa literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang mungkin
ditemukan di tempat kerja, diantaranya :
Daerah pertanian
Llingkungan pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja dapat
terinfeksi oleh mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing, Asma
bronkhiale atau keracunan Mycotoxins yang merupakan hasil metabolisme jamur.
Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)
Di tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan adalah bakteri
penyebab penyakit saluran napas, seperti : Tbc, Bronchitis dan Infeksi saluran
pernapasan lainnya seperti Pneumonia.
Daerah peternakan terutama yang mengolah kulit hewan serta produk-produk dari
hewan
Penyakit-penyakit yang mungkin ditemukan di peternakan seperti ini misalnya :
Anthrax yang penularannya melalui bakteri yang tertelan atau terhirup, Brucellosis,
Infeksi Salmonella.
Di Laboratorium
Para pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi, terutama untuk
laboratorium yang menangani organisme atau bahan-bahan yang megandung
organisme pathogen
Di Perkantoran : terutama yang menggunakan pendingin tanpa ventilasi alami
Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit seperti :
Humidifier fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi yang
disebabkan organisme yang hidup pada air yang terdapat pada system pendingin,
Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan dengan sistem pendingin dan
akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut.

Cara penularan kedalam tubuh manusia


Banyak dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit hanya setelah masuk
kedalam tubuh manusia dan cara masuknya kedalam tubuh, yaitu :
1. Melalui saluran pernapasan
2. Melalui mulut (makanan dan minuman)
3. Melalui kulit apabila terluka
Mengontrol bahaya dari faktor biologi
Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari dengan
pencegahan antara lain dengan :
1. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu
yang mengandung organism patogen
2. Mengkarantina hewan yang terinfeksi dan vaksinasi
3. Imunisasi bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja
4. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak datu kali
setiap bulan
5. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya mikroorganisme
yang patogen pada system pendingin.
Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan mencegah
penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari.
Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan
oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma
ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk :
sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja
yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia
dan mesin.
Pembebanan Kerja Fisik
 Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial
ekonomi dan derajat kesehatan.
 Pembebanan tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga
kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari.
 Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg.
Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban
maksimum tersebut harus disesuaikan.
 Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter
praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak
melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.
Potensi bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh
kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang
mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan
bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi
dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja
dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang
diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam
organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat
kerja.
Stress
Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap
tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini
dinamakan stress.
Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian,
penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.
Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi,
gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit
kulit seperti eksim,dll.
Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau
ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang
sangat bergantung dari: bahan dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis
kegiatan yang dilakukan. Potensi bahaya keselamatan terdapat pada alat/mesin, serta
bahan yang digunakan dalam proses produksi, seperti forklift (tertabrak), gancu
(tertusuk), pallet (tertimpa), dan bahan baku (tertimpa, terjatuh dari tumpukan bahan
baku), feed additive (kerusakan mata akibat terkena debu feed additive), cutter, mesin
bubut/las (kerusakan mata akibat terpercik geram, lecet akibat terkena part panas, dan
kerusakan paru-paru akibat terhirup debu las), luka bakar akibat kebocoran gas,
terjepit part, semburan panas dari blow down otomatis, kebakaran, dan peledakan.
DAFTAR PUSTAKA

Bung ‘okles. 2008. Pengenalan Bahaya Di Lingkungan Kerja


http://okleqs.wordpress.com/2008/05/23/pengenalan-bahaya-di-lingkungan-kerja/. Diakses
08 November 2011
………Posted: Mei 23, 2008 in IDENTIFIKASI
BAHAYA. http://okleqs.wordpress.com/category/identifikasi-bahaya/ Diakses 08 November
2011

Rusli Mustar.2008. Pengaruh Kebisingan Dan Getaran Terhadap Perubahan Tekanan Darah
Masyarakat Yang Tinggal Di Pinggiran Rel Kereta Api Lingkungan Xiv Kelurahan Tegal
Sari Kecamatan Medan Denai Tahun 2008.Managemen Kesehatan Lingkungan
Industri.USU. Sumatera Utara.
Aria Gusti. 7 Januari 2011 Manajemen Risiko dalam Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.http://ariagusti.wordpress.com/2011/01/07/manajemen-risiko-dalam-
keselamatan-dan-kesehatan-kerja/ Diakses 17 Desember 2011
http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2016489-radiasi-pengertian-jenis-jenis-dan/
#ixzz1fpWSbEW8

Anda mungkin juga menyukai