Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MATA KULIAH K3

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

oleh :

NI WAYAN LINSA MIRAWATI GALUH

NIM : P07120319079

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI NERS

2019
Kesehatan dan Keselamatan Kerja

di Ruang Instalasi Farmasi Rumah Sakit

A. Definisi Industri Farmasi dan K3

Industri merupakan aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, alat,

metode, biaya dan material serta waktu yang cukup besar. Farmasi menurut

kamus adalah seni dan ilmu meracik dan menyerahkan / membagikan obat.

Menurut kamus lainnya, misalnya Webster, farmasi adalah seni atau praktek

penyiapan, pengawetan, peracikan dan penyerahan obat ( Webster’s New

Collegiate Dictionary. SpringField, MA, G. & C. Merriam Co, 1987 ). Jadi

industri farmasi atau perusahaan obat-obatan adalah perusahaan bisnis

komersial yang fokus dalam meneliti, mengembangkan dan mendistribusikan

obat, terutama dalam hal kesehatan. Jadi Industri farmasi adalah aktifitas yang

melibatkan tenaga kerja, alat, metode, dan material dimana kegiatan tersebut

berhubungan dengan praktek penyiapan, pengawetan, peracikan, dan

penyerahan obat. Pekerja yang meracik, menyerahkan, dan membagikan obat

dalam Industri farmasi disebut juga farmasis.

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) difilosofikan sebagai suatu

pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik

jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada

umumnya. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu

pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan

terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Industri sangat berkaitan dengan faktor K3 didalamnya, dimana K3

sendiri bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan status kesehatan pekerja


pada tingkat yang tinggi dan terbebas dari faktor-faktor di lingkungan kerja

yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan.

B. Standarisasi Perlengkapan K3 di Industri Farmasi

Standarisasi Perlengkapan K3 di Industri Farmasi telah diatur dalam

Undang-Undang seperti pada Standarisasi Industri lainnya. Landasan-landasan

Hukum K3 yaitu:

LANDASAN HUKUM (Formal) UUD 1945

“Setiap Warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan”, Layak bagi kemanusiaan dalam arti Manusiawi dan

Manusiawi pada kondisi kerja dalam arti Selamat dan Sehat.

UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang berisi :

1. Keselamatan Kerja yang diatur dalam Undang-undang ini mencakup semua

tempat kerja

2. Syarat Keselamatan Kerja wajib dipatuhi untuk mengendalikan kecelakaan

dan penyakit akibat kerja

Permenaker No.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3 (SMK3) yang

berisi:

Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan

secara keseluruhan yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan,

pencapaian, pengkajian dan pemeliharan kewajiban K3, dalam rangka

pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya

tempat kerja yang aman, efisien dan produkatif.


C. Identifikasi Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada Industri

Farmasi dan Pencegahannya

1. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak

diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan

penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat.

Kecelakaan di laboratorium Industri Farmasi dapat berbentuk 2 jenis yaitu:

a. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien

b. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu

sendiri.

Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :

a. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:

- Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain

- Lingkungan kerja

- Proses kerja

- Sifat pekerjaan

- Cara kerja

b. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari

manusia, yang dapat terjadi antara lain karena :

- Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana

- Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)

- Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.

- Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik

Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium:


a. Terpeleset , biasanya karena lantai licin.

Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat

terjadi di laboratorium. Akibat : Ringan > memar, Berat > fraktura,

dislokasi, memar otak, dll.

Pencegahan : Pakai sepatu anti slip, Jangan pakai sepatu dengan hak

tinggi, tali sepatu longgar, Hati-hati bila berjalan pada lantai yang

sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya,

pemeliharaan lantai dan tangga

b. Mengangkat beban, Mengangkat beban

merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan

kaidah ergonomi. Akibat : cedera pada punggung. Pencegahan : Beban

jangan terlalu berat, Jangan berdiri terlalu jauh dari beban, Jangan

mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah

tungkai bawah sambil berjongkok, Pakaian penggotong jangan terlalu

ketat sehingga pergerakan terhambat.

c. Mengambil sampel darah/ cairan tubuh

lainnya. Akibat : Tertusuk jarum suntik, Tertular virus AIDS, Hepatitis

B. Pencegahan : Gunakan alat suntik sekali pakai, Jangan tutup

kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi langsung

dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya gunakan

destruction clip), Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup.

d. Risiko terjadi kebakaran (sumber : bahan

kimia, kompor) bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala

(flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur


bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.

Akibat : Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan

sampai berat bahkan kematian, Timbul keracunan akibat kurang hati-

hati. Pencegahan : Konstruksi bangunan yang tahan api, Sistem

penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar,

Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran, Sistem

tanda kebakaran.

D. Upaya Pengendalian K3 pada Industri Farmasi

1. Pengendalian Melalui

Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :

a. UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok tentang

Petugas kesehatan dan non kesehatan

b. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

c. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

d. Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.

e. Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya

f. Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.

2. Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi

(Administrative control) antara lain:

a. Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis,

dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat

kesehatan

b. Pengaturan jam kerja, lembur dan shift


c. Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard

Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan

pengawasan terhadap pelaksanaannya

d. Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety

procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat

menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan

melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan

e. Melaksanakan pemeriksaan secara seksama

penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya.

f. Memberikan asuransi pada pekerja.

3. Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) :

a. Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja

b. Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas

kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung)

c. Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain

d. Desain ruang harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap

bahan kimia yang berbahaya yang dipakai.

e. Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat

pembakar gas yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.

f. Dua buah jalan keluar harus disediakan untuk keluar dari kebakaran

dan terpisah sejauh mungkin.

g. Tempat penyimpanan di disain untuk mengurangi sekecil mungkin

risiko oleh bahan-bahan berbahaya dalam jumlah besar.

h. Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaam (P3K).


4. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)

Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan

cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang

dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan

pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu

sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka

penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan

mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan, Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Jakarta,1992.
Departemen Tenaga Kerja, Republik Indonesia, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 01 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, Jakarta,
1970.

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Republik Indonesia Peraturan


Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 05/Men/1996 Tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, 1996.
Hamurwono, B. G. ,Undang-Undang dan Peraturan K3, Pelatihan Singkat
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit dan Institusi Lain,
(Yogyakarta: Puslitbang IKM UGM, 2000).
Suma’mur P.K.. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Haji
Masagung, 1988.

Anda mungkin juga menyukai