Anda di halaman 1dari 13

HAND HYGIENE SEBAGAI BENTUK PENERAPAN HIGIENE

INDUSTRI PADA KEHIDUPAN SEHARI HARI DI RUMAH SAKIT


TERKAIT PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL PADA PEKERJA
(MEDIS DAN NON MEDIS), PASIEN DAN PENGUNJUNG DI RUMAH
SAKIT

I. PENGERTIAN HIGIENE INDUSTRI SECARA UMUM

Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA)

(1998), higene industri adalah ilmu tentang antisipiasi,

rekognisi/pengenalan, evaluasi dan pengendalian kondisi tempat kerja

yang dapat menyebabkan tenaga kerja mengalami kecelakaan kerja dan

atau penyakit akibat kerja.Higene industri menggunakan metode

pemantauan dan analisis lingkungan untuk mendeteksi luasnya tenaga

kerja yang terpapar. Higene industri juga menggunakan pendekatan teknik,

pendekatan administratif dan metode lain seperti penggunaan alat

pelindung diri, desain cara kerja yang aman untuk mencegah paparan

berbagai bahaya di tempat kerja.

Di Indonesia, Higene industri didefinisikan sebagai spesialisasi

dalam ilmu higene beserta prakteknya yang dengan mengadakan penilaian

kepada faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif dan kuantitatif dalam

lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya

dipergunakan untuk dasar tindakan korektif kepada lingkungan tersebut

serta bila perlu pencegahan, agar pekerja dan masyarakat sekitar suatu

perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja (Sumamur, 1999).

Sedangkan menurut UU no. 14 tahun 1969 Higene perusahaan

adalah Lapangan kesehatan yang ditunjukan kepada pemeliharaan dan


mempertinggi derajat kesehatan tenaga kerja, dilakukan dengan mengatur

pemberian pengobatan, perawatan tenaga kerja yang sakit, mengatur

persediaan tempat, cara dan syarat untuk pencegahan penyakit baik akibat

kerja maupun umum serta menetapkan syarat-syarat kesehatan perumahan

tenaga kerja.

Pendapat lain mengatakan Industrial Higene is the applied sciene

concerned with identification, measurment, appraisal of risk and control

acceptable standards of physical, chemical and biological factors arising

in from the work place which may effect the health or well being of those

at work in the community. Higene Industri juga didefinisikan sebagai :

encompasses the anticipation, recognition, evaluation and control of

chemical, physical or biological stresses arising in or from the workplace

that may cause sickness, impaired health or significant discomfort and

inefficiency among workers. Dalam penyusunan program kerjahigene

industri harus mencakup beberapa masalah pokok antara lain : Hazard

Communication, Laboratory Safety (Chemical Hygiene), Hearing

Conservation , Confined Space Entry , Handling and Disposing of

Hazardous Waste , Back Protection , Ergonomics, Asbestos Management ,

Building Air Quality, Chemical Exposure Assessment , Personal

Protective Equipment , Respiratory Protection , Blood borne Pathogens

Protection dan Tuberculosis Protection. The British Occupational

Hygiene Society (BOHS) mendefinisikan "occupational hygiene is about

the prevention of ill-health from work, through recognizing, evaluating


and controlling the risks".Sedangkan The International Occupational

Hygiene Association(IOHA) mendefinisikan higene industri sebagai the

discipline of anticipating, recognizing, evaluating and controlling health

hazards in the working environment with the objective of protecting

worker health and well-being and safeguarding the community at large.

Dari berbagai definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa higene

industri adalah disiplin ilmu kesehatan yang bertujuan untuk melindungi

tenaga kerja dan masyarakat sekitar.perusahaan agar terhindar dari

penyakit akibat kerja dan atau kecelakaan kerja melalui upaya pengenalan,

berbagai pengukuran lingkungan kerja serta manusianya dan serangkaian

upaya pengendalian.

Konsep Higiene Industri di rumah sakit adalah bagaimana

membatasi paparan hazard yang diterima pekerja di rumah sakit sebagai

tempat kerja yang dilakukan melalui proses antisipasi, rekognisi, evaluasi

dan pengendalian paparan hazard yang ada di rumah sakit. Pendekatannya

melalui usaha preventive untuk melindungi kesehatan pekerja dan

mencegah timbulnya efek yang ditimbulkan oleh bahaya (hazard).

Resiko bahaya di rumah sakit yang disebabkan oleh faktor biologi,

fisik, kimia, fisiologi/ergonomi dan psikologi dapat menyebabkan

penyakit dan kecelakaan akibat kerja bagi pekerja, pengunjung, pasien dan

masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit yang memiliki resiko kerja


yang lebih tinggi dibanding pekerja industri lain sehingga resiko bahaya

tersebut harus dikendalikan.

II. TUJUAN PENULISAN MAKALAH

III. HAND HIGIENE PADA TENAGA MEDIS

A. PENGERTIAN HAND HYGIENE

B. PENGERTIAN TENAGA KERJA

C. PENGERTIAN TENAGA MEDIS

D. PENGERTIAN TENAGA NON MEDIS

IV. INFEKSI NOSOKOMIAL

V. RUANG LINGKUP

A. DASAR HUKUM MANAJEMEN KESEHATAN DAN


KESELAMATAN KERJA DI RUMAH SAKIT

Beberapa standar hukum yang digunakan sebagai landasan

pelaksanaan manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di rumah

sakit antara lain:


1. Undang-Undang No 14/1969 tentang Ketentuan Pokok
Tenaga Kerja.

2. Undang-Undang No 1/1970 tentang Keselamatan Kerja.

3. Undang-Undang No 23/1992 tentang Kesehatan.

4. Permenkes RI No 986/92 dan Kep Dirjen PPM dan PLP No


HK.00.06.6.598 tentang Kesehatan Lingkungan RS.

5. Permenkes RI No 472/Menkes/Per/V/96 tentang


pengamanan bahan berbahaya bagi kesehatan.

6. Kepmenkes, No. 261/MENKES/SK/II/1998 dan Kep Dirjen


PPM dan PLP No HK.00.06.6.82 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja.

7. Kepmenkes No.1335/MENKES/SK/X/2002 tentang Standar


Operasional Pengambilan dan Pengukuran Sampel Kualitas
Udara Ruang RS.

Pengorganisasian K3 di rumah sakit berdasarkan atas;


1. Surat edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik
No.00.06.6.4.01497 tanggal 24 Februari 1995 tentang PK3-RS

2. Optimalisasi fungsi PK3-RS dalam pengelolaan K3 RS

3. Akreditasi RS

4. Audit manajemen K3 RS

5. SK MenKes No 351/MenKes/SK/III/2003 tanggal 17 Maret


2003 tentang Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sektor
Kesehatan

6. SKB No. 147 A/Yanmed/Insmed/II/1992 Kep. 44/BW/92


tentang Pelaksanaan Pembinaan K3 Berbagai Peralatan Berat
Nonmedik di Lingkungan RS
B. PENGENDALIAN PENYAKIT DAN KECELAKAAN AKIBAT
KERJA DI RUMAH SAKIT

Dalam pelayanan kesehatan kerja dikenal tahapan pencegahan

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakan Akibat Kerja (KAK)

yakni :
1) Pencegahan Primer, meliputi

a. Pengenalan hazard (potensi bahaya)


b. Pengendalian pajanan yag terdiri dari monitoring lingkungan
kerja, monitoring biologi, identifikasi pekerja yang rentan,
pengendalian teknik, administrasi,
c. Pengunaan Alat Pelindung Diri (APD).
2) Pencegahan sekunder meliputi

a. screening penyakit,
b. pemeriksaan kesehatan berkala,
c. pemeriksaan kesehatan bagi pekerja yang berpotensi terpajan
hazard tertentu, berdasarkan peraturan perundangan
(statutory medical examination) (Jeyaratnam, 1996).

Dengan kata lain pengendalian Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan

Kecelakaan Akibat Kerja(KAK) di RS meliputi:

1) Legislative control seperti peraturanperundangan, persyaratan-


persyaratan tehnis dan lain-lain

2) Administrative control seperti seleksi karyawan, pengaturan jam


kerja dan lain-lain

3) Engineering control seperti substitusi/isolasi/ perbaikan sistem.

4) Medical control
C. KEWASPADAAN STANDAR (UNIVERSAL PRECAUTION)

Strategi yang terbukti bermanfaat dalam Pengendalian Infeksi

Nosokomial adalah peningkatan peran petugas kesehatan dalam

pengendalian infeksi melalui penerapan prosedur kewaspadaan (Prof.

Didier Pitet)
Adapun Komponen dari Kewaspadaan Standar adalah sebagai

berikut:

1) Kebersihan tangan merupakan komponen terpenting dari


Kewaspadaan Standar dan merupakan salah satu metode yang
paling efektif dalam mencegah penularan patogen yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan.

Ringkasan teknik:

Cuci tangan (40-60 detik): basahi tangan dan gunakan

sabun, gosok seluruh permukaan, bilas kemudian keringkan

dengan handuk sekali pakai, sekaligus untuk mematikan

keran.

Penggosokan tangan (20-30 detik): gunakan produk dalam

jumlah cukup untuk seluruh bagian tangan, gosok tangan

hingga kering.

Ringkasan indikasi:

Sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien dan di

antara pasien, baik menggunakan maupun tidak

menggunakan sarung tangan.

Segera setelah sarung tangan dilepas.

Sebelum memegang peralatan.

Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekret, ekskresi, kulit

terluka, dan benda-benda terkontaminasi, walaupun

menggunakan sarung tangan.


Selama merawat pasien, saat bergerak dari sisi

terkontaminasi ke sisi bersih dari pasien.

Setelah kontak dengan benda-benda di samping pasien.

2) Selain kebersihan tangan, pemilihan alat pelindung diri (APD)


yang akan dipakai harus didahului dengan penilaian risiko
pajanan dan sejauh mana antisipasi kontak dengan patogen
dalam darah dan cairan tubuh.

a. Sarung tangan

Gunakan bila akan menyentuh darah, cairan tubuh,

sekret, ekskresi, membran mukosa, kulit yang tidak

utuh.

Ganti setiap kali selesai satu tindakan ke tindakan

berikutnya pada pasien yang sama setelah kontak

dengan bahan-bahan yang berpotensi infeksius.

Lepaskan setelah penggunaan, sebelum menyentuh

benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi, dan

sebelum pindah ke pasien lain. Lakukan tindakan

membersihkan tangan segera setelah melepaskan sarung

tangan.

b. Pelindung wajah (mata, hidung, dan mulut)

Gunakan Masker bedah dan pelindung mata (pelindung

mata, kaca mata pelindung) atau

Pelindung wajah untuk melindungi membran mukosa

mata, hidung, dan mulut selama tindakan yang


umumnya dapat menyebabkan terjadinya percikan

darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi.

3) Gaun Pelindung

Gunakan untuk memproteksi kulit dan mencegah kotornya

pakaian selama tindakan yang umumnya bisa menimbulkan

percikan darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi.

Lepaskan gaun pelindung yang kotor sesegera mungkin dan

bersihkan tangan.

Untuk mendukung praktik yang dilaksanakan oleh petugas

kesehatan saat memberikan pelayanan perawatan, semua

individu (termasuk pasien dan pengunjung) harus mematuhi

program pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah

Sakit. Pengendalian penyebaran patogen dari sumber yang

infeksius merupakan kunci program pengendalian sumber

penularan infeksi. Salah satu langkah pengendalian sumber

penularan infeksi adalah kebersihan pernapasan dan etika

batuk yang dikembangkan saat munculnya severe acute

respiratory syndrome (SARS),

4) Pencegahan luka tusukan jarum dan benda tajam lainnya, hati-

hati bila:

Memegang jarum, pisau, dan alat-alat tajam lainnya.

Bersihkan alat-alat yang telah digunakan.


Buang jarum dan alat-alat tajam lainya yang telah

digunakan.

5) Kebersihan pernapasan dan etika batuk Seseorang dengan

gejala gangguan napas harus menerapkan langkah-langkah

pengendalian sumber:

Tutup hidung dan mulut saat batuk/bersin dengan tisu dan

masker, serta membersihkan tangan setelah kontak dengan

sekret saluran napas.

Rumah Sakit harus:

Menempatkan pasien dengan gejala gangguan

pernapasan akut setidaknya 1 meter dari pasien lain

saat berada di ruang umum jika memungkinkan.

Letakkan tanda peringatan untuk melakukan

kebersihan pernapasan dan etika batuk pada pintu

masuk fasilitas pelayanan kesehatan.

Pertimbangkan untuk meletakkan perlengkapan/

fasilitas kebersihan tangan di tempat umum dan area

evaluasi pasien dengan gangguan pernapasan.

6) Peningkatan lingkungan kerja yang aman sesuai dengan

langkah yang dianjurkan dapat menurunkan risiko transmisi.

Dibutuhkan kebijakan dan dukungan pimpinan untuk

pengadaan sarana, pelatihan untuk petugas kesehatan, dan

penyuluhan untuk pasien serta pengunjung. Hal tersebut


penting dalam meningkatkan lingkungan kerja yang aman di

tempat pelayanan kesehatan

7) Gunakan prosedur yang memadai untuk kebersihan rutin dan

disinfeksi permukaan lingkungan dan benda lain yang sering

disentuh, agar terhindar dari bahaya infeksi nosocomial

8) Linen

Penanganan, transportasi, dan pemrosesan linen yang

telah dipakai dengan cara:

a. Cegah pajanan pada kulit dan membran mukosa serta

kontaminasi pada pakaian.

b. Cegah penyebaran patogen ke pasien lain dan lingkungan.

9) Pembuangan Limbah

a. Pastikan pengelolaan limbah yang aman.

b. Perlakukan limbah yang terkontaminasi darah, cairan

tubuh, sekret, dan ekskresi sebagai limbah infeksius,

berdasarkan peraturan setempat.

c. Jaringan manusia dan limbah laboratorium yang secara

langsung berhubungan dengan pemrosesan spesimen harus

juga diperlakukan sebagai limbah infeksius.

d. Buang alat sekali pakai dengan benar.

10) Peralatan perawatan pasien :


a. Peralatan yang ternoda oleh darah, cairan tubuh, sekret, dan

ekskresi harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga

pajanan pada kulit dan membran mukosa, kontaminasi

pakaian, dan penyebaran patogen ke pasien lain atau

lingkungan dapat dicegah.

b. Bersihkan, disinfeksi, dan proses kembali perlengkapan

yang digunakan ulang dengan benar sebelum digunakan

pada pasien lain.

VI. PENERAPAN

A. PENERAPAN DI RUMAH SAKIT

Anda mungkin juga menyukai