PENDAHULUAN
Rumah Sakit merupakan salah satu tempat pelayanan masyarakat, di bidang kesehatan
adalah rawan terhadap kejadian gangguan kesehatan, terjadinya kecelakaan waktu bekerja,
gangguan dari lingkungan dan terjadinya bermacam-macam bencana karena api, listrik, gas, air,
ledakan, kimia maupun rusaknya bangunan.
Hal ini mudah terjadi karena rumah sakit mempunyai sarana dan prasarana yang bila
tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan gangguan lingkungan maupun bencana terhadap
orang-orang yang ada di dalam maupun sekitarnya. Demikian pula sistem dan fungsi rumah sakit
serta produk dan limbahnya bila tidak ditangani dengan baik dapat berakibat buruk bagi manusia
yang ada di sekitarnya.
Penghuni rumah sakit, selain manusia (pasien, keluarganya, petugas medis dan non medis
serta tamu) juga mungkin terdapat hewan-hewan seperti kucing, tikus, kecoak, lalat dan nyamuk
dapat juga berupa hewan bakteri, virus yang berasal dari pasien.
Interaksi antar bangunan, penghuni, sarana prasarana, fungsi, sistem dan limbahnya
mempunyai potensi terjadinya bahaya-bahaya dari segi biologi, kimia, fisika (panas, radiasi,
suara), ergometri dan psikososial. Pada akhirnya akan mengurangi produktivitas, kinerja dan
efektifitas pelayanan akibat penurunan mutu sumber daya manusia beserta alatnya.
Oleh karena itu perlu selalu diupayakan sejak dari perencanaan sampai pelaksanaan
pelayanan keselamatan kerja ini agar selalu dicegah dan ditekan potensi risiko terjadinya bahaya-
bahaya yang disebut di atas, serta dapat dilakukan penanggulangan dengan cepat dan tepat
sehingga dampaknya tidak terlalu merugikan bagi semua pihak.
2. Bagi Karyawan RS
a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK)
b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
c. Menciptakan kenyamanan dalam bekerja
3. Bagi pasien dan pengunjung
a. Mutu layanan yang baik
b. Kepuasan pasien dan pengunjung
c. Melindungi pasien dari penyakit nosokomial dan kecelakaan
Manajemen K3 RS
Suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3 di RS
B. Upaya K3 di RS
Upaya K3 di RS menyangkut tenaga kerja, cara atau metode kerja, alat kerja, proses
kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan
dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan
resultante dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan
kerja, yang dimaksud dengan :
1. Kapasitas kerja adalah kemampuan seseorang pekerja untuk menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik pada suatu tempat kerja dalam waktu tertentu.
2. Beban kerja adalah suatu kondisi yang membebani pekerja baik secara fisik
maupun non fisik dalam menyelesaikan pekerjaannya, kondisi tersebut dapat
diperberat oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung secara fisik atau non
fisik
3. Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor
fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang mempengaruhi pekerja dalam
melaksanakan pekerjaannya.
C. Bahaya Potensial di RS
Bahaya potensial yang mungkin terjadi di RS dan dapat menyebabkan
kecelakaan, diantaranya adalah mikrobiologik, desain/fisik, kebakaran, mekanik,
kimia/gas/karsinogen, radiasi dan risiko hukum atau keamanan, yang dapat
mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Hal tersebut disebabkan oleh
faktor biologi (virus, bakteri, jamur dan hewan pengerat), faktor kimia (antiseptik, gas
anestesi dan bahan desinfektan), faktor ergonomi (tata cara kerja yang salah), faktor
fisik (suhu, cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi), faktor psikososial (hubungan
antar karyawan/atasan)
Bahaya potensial lainnya yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja (PAK)
yang terjadi di RS, umumnya berkaitan dengan faktor biologik (kuman pathogen yang
berasal umumnya dari pasien), faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus
menerus seperti antiseptik pada kulit, gas anestesi pada hati), faktor ergonomi (tata
cara duduk, tata cara mengangkat pasien), faktor fisik dalam dosis kecil yang terus
menerus (suhu udara panas, listrik tegangan tinggi, dan radiasi), faktor psikologis
(hubungan kerja antar karyawan atau atasan serta tata cara kerja di kamar bedah,
dibagian penerimaan pasien, di unit gawat darurat dan ruang perawatan).
D. Respon Kegawatdaruratan di RS
Kegawatdaruratan merupakan suatu kejadian yang dapat menimbulkan keracunan,
kematian, luka serius bagi pekerja, pengunjung ataupun masyarakat, sehingga dapat
mengganggu operasional yang berakibat kegiatan usaha berhenti sebagian atau
seluruhnya. Hal lain akibat dari kegawatdaruratan adalah kerusakan fisik lingkungan
ataupun mengancam finansial dan citra, sehingga mutlak bahwa rumah sakit wajib
mempunyai sistem tanggap darurat sebagai bagian dari Manajemen K3RS.
A. Undang-undang
1. UU No. 1 Tahun 1970 Keselamatan Kerja
2. UU No. 13 tahun 2003 Ketenagakerjaan
3. UU No. 36 Tahun 2009 Kesehatan
4. UU No. 44 tahun 2009 Rumah sakit
B. Peraturan Pemerintah
1. Peraturan Pemerintah RI No.11 Persyaratan Kesehatan Konstruksi ruang di RS,
Tahun 1975 Persyaratan & Petunjuk Teknis tata cara
penyehatan lingkungan RS
2. Peraturan Pemerintah RI No.12 Keselamatan kerja terhadap radiasi
Tahun 1975
3. Peraturan Pemerintah RI No.13 Ijin pemakaian zat radioaktif dan atau sumber
Tahun 1975 radiasi lainnya.
4. Peraturan Pemerintah No. 50 Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Tahun 2012 Kesehatan Kerja
C. Menakertran
1. Permenaker RI No. Per Syarat-syarat K3 dalam pemakaian lift listrik
05/Men/1978 untuk pengangkutan orang & barang
Keselamatan dan kesehatan kerja pada
2. Permenaker RI No. Per konstruksi bangunan
01/Men/1980 Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam
penyelenggraan keselamatan kerja
3. Permenaker RI No. Per Syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan
02/Men/1980 alat pemadam api ringan
DASAR HUKUM TENTANG
No.852 /Menkes/SK/X/1993
2. Per Menkes RI Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
No.1204/ Menkes/Per/XI/2004 Sakit
3. Kep. Menkes RI
No.1244 /Menkes/SK/XII/1994 Pedoman Keamanan
4. Kep.Menkes RI Laboratorium~Mikrobiologi dan Biomedis
No.
1087/Menkes/SK/VIII/2010 Standard Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di
Rumah sakit
5. Direktorat Bina Kesehatan Pedoman Manajemen Kesehatan dan
Kerja Kementrian Kesehatan RI Keselamatan Kerja (K3) di Rumah sakit
Tahun 2012
6. Per Menkes RI Pengamanan bahan berbahaya bagi kesehatan
No.472/ Menkes/Per/V/1996
D. Keputusan Dirjen
1. Keputusan Dirjen P.PM & PLP Persyaratan Kesehatan lingkungan ruang &
No.HK 00.06.64.44 bangunan serta fasilitas sanitasi RS
2. Keputusan Dirjen Batan Pengangkutan Zat Radioaktif Ketentuan
No.03/160/DI/1989 Keselamatan kerja terhadap radiasi.
BAB II
STANDAR KETENAGAKERJAAN K3RS
3) Wewenang
a. Menyusun program kerja dan pedoman serta panduan kerja Komite K3RS
b. Melakukan pembinaan kinerja staf yang ada di Komite K3RS
c. Mengkoordinasikan kegiatan antar koordinator yang ada di bawahnya dalam
pelaksanaan tugas dan tanggungjawab
b. Wakil Ketua Komite K3RS
1) Fungsi dan Tanggungjawab
a. Berfungsi dan bertanggungjawab membantu Ketua Komite K3RS dalam
perencanaan, pengelolaan, pengawasan dan penilaian serta pengembangan
aspek keselamatan dan kesehatan kerja di RS
2) Uraian Tugas
a. Membantu Ketua Komite K3RS mengawasi atas kegiatan administrasi,
koordinasi, penyusunan, pelaksanaan, pedoman, panduan, peraturan,
pengembangan staf, program diklat dan evaluasi dari kebijakan yang
berkaitan dengan semua aspek K3RS
b. Membantu Ketua Komite K3RS dalam melaksanakan kegiatan pengawasan
dan pengendalian penggunaan sarana dan prasarana, dan peralatan K3RS
c. Membantu Ketua Komite K3RS dalam memonitor atas perencanaan dan
proses berlangsungnya semua program dan kegiatan K3RS
d. Menggantikan tugas Ketua Komite K3RS saat berhalangan dalam
memimpin semua rapat Komite K3RS atau menunjuk anggota untuk
memimpin rapat
e. Membantu Ketua Komite K3RS dalam menjaga dan memantau
berfungsinya manajemen K3RS
3) Wewenang
a. Membantu Ketua Komite K3RS dalam menyusun Program Kerja dan
Standar Prosedur Operasional (SPO) Komite K3RS
b. Membantu Ketua Komite K3RS dalam melakukan pembinaan kinerja
koordinator dan anggotanya yang ada di Komite K3RS
c. Mengkoordinasikan kegiatan antar koordinator yang ada dibawahnya dalam
pelaksanaan tugas dan tanggungjawab
c. Sekretaris komite K3RS
1) Fungsi dan Tanggungjawab
a. Berfungsi dan bertanggungjawab dalam membantu kelancaran pelaksanaan
Program Kerja Komite K3RS
2) Uraian Tugas
a. Mengelola tata administrasi dan urusan rumah tangga Komite K3RS
b. Mencatat data-data dan permasalahan yang berhubungan dengan Komite
K3RS
c. Membuat undangan dan notulen rapat-rapat koordinasi Komite K3RS
d. Mengkoordinir pelaksanaan proses manejemen resiko K3RS di masing-
masing instalasi/ruangan
3) Wewenang
a. Mengkoordinasikan kegiatan antar koordinator K3 yang berkaitan dengan
proses kelancaran kegiatan Komite K3RS
d. Koordinator Kesiagaan Bencana
1) Fungsi dan Tanggungjawab
Berfungsi dan bertanggungjawab atas segala pemantauan, pelaksanaan serta
evaluasi aspek penanggulangan kebakaran dan kewaspadaan bencana
2) Uraian Tugas
a) Membantu penyediaan fasilitas, peralatan dan kelancaran administrasi
semua program K3RS yang berkaitan dengan aspek penanggulangan
kebakaran dan kewaspadaan bencana.
b) Membuat panduan pelaksanaan yang berkaitan dengan aspek
penanggulangan kebakaran dan kewaspadaan bencana.
c) Mengusulkan tindakan-tindakan guna penanggulangan kebakaran dan
kewaspadaan bencana.
d) Mengusulkan pelatihan upaya pencegahan, penanggulangan terhadap
kebakaran dan evakuasi bencana secara benar kepada karyawan, pasien dan
keluarganya.
e) Menyusun dan merevisi acuan panduan yang berkaitan dengan bidang
penanggulangan kebakaran dan kewaspadaan bencana.
f) Membuat laporan dan evaluasi program K3RS yang berkaitan dengan aspek
penanggulangan kebakaran dan kewaspadaan bencana kepada Ketua Komite
K3RS rumah sakit.
3) Wewenang
a) Menghimpun, mengolah data atau permasalahan K3 rumah sakit dalam
aspek penanggulangan kebakaran dan kewaspadaan bencana.
b) Membuat usulan revisi mengenai panduan dan peraturan berdasarkan
evaluasi pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan tugasnya.
e. Koordinator Pengamanan Alat Medik
1) Fungsi dan Tanggungjawab
Berfungsi dan bertanggung jawab atas segala pemantauan, pelaksanaan serta
evaluasi aspek peralatan medik.
2) Uraian Tugas
a) Membantu kelancaran administrasi semua program K3RS yang berkaitan
dengan aspek pengelolaan peralatan medik.
b) Membuat panduan yang berkaitan dengan aspek pengelolaan peralatan
medik.
c) Melaksanakan pengawasan dan pembinaan yang berkaitan dengan aspek
pengelolaan peralatan medik.
d) Menyusun dan merevisi panduan yang berkaitan dengan aspek pengelolaan
peralatan medik.
e) Membuat laporan dan evaluasi yang berkaitan dengan pelaksanaan aspek
pengelolaan peralatan medik kepada Ketua Komite K3 rumah sakit.
f) Melaksanaan kegiatan risk management terkait dengan alat medik yang ada.
g) Menyarankan kepada pihak terkait dalam rangka proses kalibrasi alat medik
3) Wewenang
a) Menghimpun, mengolah data atau permasalahan K3 rumah sakit dalam
aspek pengelolaan peralatan medik
b) Membuat usulan revisi panduan berdasarkan evaluasi pelaksanaan kegiatan
yang berkaitan dengan tugasnya.
f. Koordinator Kesehatan Kerja
1) Fungsi dan Tanggungjawab
Berfungsi dan bertanggung jawab atas segala pemantauan, pelaksanaan serta
evaluasi bidang kesehatan kerja bagi karyawan rumah sakit.
2) Uraian Tugas
a) Membantu kelancaran administrasi semua program K3 yang berkaitan
dalam bidang kesehatan kerja.
b) Membuat panduan pelaksanaan yang berkaitan dengan aspek kesehatan
kerja.
c) Melakukan pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi terhadap penyakit
umum dan penyakit akibat kerja.
d) Menyusun dan merevisi panduan yang berkaitan dalam aspek kesehatan
kerja.
e) Membuat laporan berkala dan evaluasi yang berkaitan dengan pelaksanaan
aspek kesehatan kerja kepada Ketua Komite K3 rumah sakit.
3) Wewenang
a) Menghimpun, mengolah data atau permasalahan K3 rumah sakit dalam
bidang kesehatan kerja.
b) Membuat usulan revisi panduan berdasarkan evaluasi pelaksanaan kegiatan
c) yang berkaitan dengan tugasnya.
2) Uraian Tugas
a) Melakukan kegiatan pemantauan segala aspek yang terkait dengan unsur
kegiatan sanitasi lingkungan seperti air bersih, air limbah, kualitas udara,
vektor pengganggu, sampah medis dan sampah non medis serta limbah B3.
b) Melaksanakan kegiatan risk management terkait dengan aspek sanitasi
lingkungan
c) Menjaga aspek kebersihan lingkungan yang ada di rumah sakit sesuai
dengan standar.
d) Melaksanakan aspek penjaminan bahwa limbah B3 yang dihasilkan oleh
rumah sakit jika di tangani oleh pihak ke-3, maka pihak ke-3 tersebut harus
memiliki perizinan dari kementrian lingkungan hidup
e) Melaksanakan aspek penjaminan bahwa penanganan limbah B3 selalu
dilakukan dengan metode yang sesuai yaitu dengan cara insinerasi
(pembakaran limbah medis)
f) Melaksanakan aspek penjaminan untuk selalu menyediakan kebutuhan air
bersih secara kontinyu 1 x 24 jam
g) Mengadakan koordinasi dengan instalasi atau ruangan terkait dengan aspek
sanitasi lingkungan.
3) Wewenang
a) Menghimpun, mengolah data atau permasalahan K3 rumah sakit dalam
aspek penjaminan sanitasi lingkungan.
b) Membuat usulan revisi panduan yang telah di susun berdasarkan evaluasi
pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan tugasnya.
i. Koordinator Pengamanan Bahan dan Limbah B3
- Perbandingan jumlah karyawan dengan jumlah toilet dan jumlah kamar mandi
Jumlah Tempat Tidur Jumlah Toilet Jumlah Kamar Mandi
1 s.d. 20 1 1
21 s.d. 40 2 2
41 s.d. 70 3 3
71 s.d. 100 4 4
Setiap penambahan 40 tempat tidur tambah 1 toilet dan 1 kamar mandi
Bahan Korosif
Bahan beracun
Bahan Oksidator
Label B3 merupakan uraian singkat yang menunjukkan klasifikasi dan jenis B3.
Penggunaan label B3 tersebut dilakukan dalam kegiatan pengemasan B3. Label berfungsi
memberikan informasi tentang produsen B3, identitas B3 serta kuantitas B3. Label harus
mudah terbaca, terlihat jelas, tidak mudah rusak dan tidak mudah terlepas dari
kemasannya.
Dalam penggunaannya terkadang B3 dilakukan pencampuran/pengoplosan sehingga
persentase dan tanggal kadaluarsa berubah. B3 yang telah dilakukan
pengoplosan dimasukkan dalam botol yang ukurannya lebih kecil (disesuaikan dengan
Permintaan pengguna), berikut contoh label B3 untuk bahan yang telah dilakukan
pencampuran/pengoplosan :
Pengadaan / Pembelian B3
Pengadaan B3 disesuaikan dengan kebutuhan unit, yang harus diketahui dan
disertai tandatangan oleh kepala divis/i unit terkait. Pemesanan B3 melalui distributor
resmi yang terdaftar pada Balai POM atau Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Setiap distributor harus melampirkan MSDS pada saat penyerahan barang ke logistik,
pihak purchasing/pengadaan tidak diperkenankan memesan B3 yang terlarang
berdasarkan Peraturan Pemerintah RI nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan B3.
Penerimaan barang B3 oleh Panitia Penerima Barang harus mengecek kondisi fisik
barang yang dikirim oleh supplier dan kesesuaiannya dengan faktur meliputi nama,
bentuk sediaan, jumlah kondisi barang (utuh, tidak cacat/rusak), dan masa kadaluarsa.
Apabila ada barang/kemasan yang rusak/cacat harus segera diretur.
Setiap pemesanan bahan B3 yang sebelumnya belum pernah ada di RSUD Lasinrang
Pinrang, maka Pejabat Pengadaan mengkonfirmasi kepada Komite K3
bahwa ada penambahan bahan B3 baru.
2. Bencana Eksternal
Bencana eksternal adalah bencana yang terjadi di luar RSUD Lasinrang dan korban
ditangani di RSUD Lasinrang. Potensi bencana eksternal yang berdampak kepada
Rumah sakit adalah:
Ledakan / bom
Kecelakaan transportasi darat dan udara
Gempa bumi
Gunung meletus
Banjir
Tanah longsor
Angin puting beliung
Keracunan makanan
Wabah penyakit / endemik
dll
Dalam penanganan bencana yang terjadi, petugas RSUD Lasinrang Pinrang harus siap
melakukan penanganan pasien termasuk kesiapan sistem untuk mendukung proses
penanganan penanggulangan bencana tersebut.
Pengamanan Kebakaran
Ruang lingkup dalam panduan penanggulangan kebakaran, kewaspadaan bencana dan
evakuasi adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan dan pengendalian kebakaran
2. Upaya pencegahan dan pengendalian bencana
3. Pendidikan dan pelatihan yang terkait dengan penanggulangan kebakaran dan kesiapan
menghadapi bencana
Proses Terjadinya Kebakaran
Kebakaran adalah api yang tidak terkontrol dan tidak dikehendaki karena dapat
menimbukan kerugian baik harta benda maupun korban jiwa. Api dapat terbentuk jika
terdapat keseimbangan tiga unsur yang terdiri dari bahan bakar, oksigen, dan panas.
Hubungan ketiga komponen ini biasanya disebut dengan segitiga api, sehingga bila mana
salah satu unsur tersebut dihilangkan maka api akan padam.
Metode Pemadaman
Berdasarkan teori segitiga api maka prinsip teknik pemadaman adalah dengan merusak
keseimbangan pencampuran ketiga unsur penyebab kebakaran, atau dengan menghentikan
proses pembakaran dengan memutus rantai reaksi. Prinsip itu dapat dilakukan dengan
teknik-teknik sebagai berikut :
1. Pendinginan (Cooling)
Suatu kebakaran dapat dipadamkan dengan mendinginkan permukaan dari bahan yang
terbakar dengan menggunakan semprotan air sampai suhu dibawah titik nyala.
Untuk bahan bakar dengan titik nyala yang rendah seperti bensin, pendinginan
dengan menggunakan bahan air kurang efektif. Pendinginan digunakan dalam
memadamkan kebakaran yang melibatkan bahan bakar dengan titik nyala yang tinggi.
2. Penyelimutan (Smothering)
Suatu kebakaran dibatasi dengan memutus hubungan bahan bakar dengan oksigen atau
udara yang diperlukan bagi terjadinya proses pembakaran. Menyelimuti suatu kebakaran
dengan CO2 atau busa akan menghentikan supply udara untuk kebakaran.
3. Memisahkan bahan yang dapat terbakar (Starvation)
Metode ketiga untuk memadamkan api adalah dengan memisahkan bahan yang dapat
terbakar dengan jalan menutup aliran bahan bakar yang menuju tempat kebakaran atau
menghentikan supply bahan bakar.
4. Memutus reaksi rantai kimia
Terjadinya proses pembakaran dari gabungan ketiga unsur menghasilkan gas-gas lainnya
seperti H2S, NH3, HCN (sesuai dengan benda yang terbakar). Hasil reaksi yang penting
adalah atom bebas O dan H yang dikenal sebagai atom-atom radikal yang membentuk
OH dan pecah menjadi H2 dan O. Atom radikal O dapat membentuk api lebih besar.
Maka cara pemadaman ini adalah dengan memutus rantai reaksi pembakaran dengan
media pemadam api yang bekerja secara kimia.
Klasifikasi Kebakaran
Tujuan dari klasifikasi kebakaran adalah untuk mengenal jenis media pemadam api
sehingga dapat memilih media yang tepat bagi suatu kebakaran berdasarkan klasifikasi.
Klasifikasi kebakaran di Indonesia yang ditetapkan dalam Permenaker Nomor 04/Men/1980
mengacu pada NFPA sebagai berikut :
1. Kelas A : Bahan padat kecuali logam (kayu, arang, kertas, plastik dll.)
2. Kelas B : Bahan cair dan gas (bensin, solar, minyak tanah, alkohol, elpiji, dll.)
3. Kelas C : Peralatan listrik yang bertegangan
4. Kelas D : Bahan logam (magnesium, almunium, kalium, dll.)
Jenis Media Pemadaman
1. Media Pemadam Cair
Air dapat dipakai sebagai pemadam kebakaran kelas A dan B.
2. Gas CO2
Cocok untuk memadamkan kebakaran kelas B dan C.
3. Media Pemadam Padat (Pasir dan Tanah)
Efektif untuk memadamkan kebakaran kelas A dan B namun hanya untuk ceceran
minyak atau oli dalam jumlah yang kecil.
4. Tepung Kimia (APAR Powder)
Cara kerja tepung kimia dalam memadamkan api adalah dengan memisahkan atau
menyelimuti bahan dengan udara dan secara kimia memutuskan rantai reaksi
pembakaran.
e. Pandangan selalu ke depan ke arah api dan selalu memperhatikan kerja sama team
f. Cara memegang nozzle sesuai dengan prinsip ergonomi yang aman dan
disesuaikan dengan teknik pemadaman yang diiginkan, satu tangan dalam posisi
menahan di depan. Jangan sampai ketika nozzle dibuka mengenai wajah, karena
tekanan pada selang akan sangat kuat
2. APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
Sebelum melakukan pemadaman dengan APAR harus dicek terlebih dahulu apakah
APAR masih berfungsi dengan baik atau tidak, yaitu dengan cara :
- Dilihat tanggal kadaluarsanya
- Dilihat manometernya apakah jarum berada di area warna hijau atau merah, jarum
berada di area warna hijau menunjukkan bahwa tabung APAR masih memiliki
tekanan yang baik
APAR yang dimiliki RSUD Lasinrang Pinrang terdapat 2 jenis yaitu CO2 dan chemical
dri powder. Penggunaan APAR biasa disingkat dengan “TATS” :
- T = Tarik segel
- A = Arahkan selang ke titik api
- T = Tekan gagang
- S = Sapukan dari sisi ke sisi
3. Alat pemadam api sederhana
Alat pemadam api sederhana merupakan bahan yang dipergunakan sebagai alat
untuk memadamkan api jika APAR tidak tersedia, dapat berupa
karung/sprei/selimut/gorden/taplak meja atau bahan tenun/kain lainnya yang
dibasahkan. Cara memadamkan api dengan linen basah adalah sebagai berikut :
- Angkat kain yang telah dibasahi dengan cara menjepit sudut kain dengan ibu
jari dan keempat jari (posisi tangan mengadah ke atas), kemudian lipat sudut
karung ke arah dalam, sehingga telapak tangan terlindungi.
- Angkat kain dan bawa ke sumber api dengan tangan lurus ke samping, agar
pandangan tidak terhalang.
- Setelah terdekat dengan sumber api, perhatikan arah angin sehingga berada
dibelakang arah angin dan dengan posisi kuda-kuda serta pindahkan tangan
lurus ke depan.
- Tempelkan kain bagian bawah dan dorong ke depan sehingga permukaan dari
sumber api tertutupi.
- Benda yang terbakar ditutup (bila penutupan belum sempurna, tarik/geser
kain ke bagian yang belum tertutup, jangan sekali-kali mengangkat kain).
- Rapatkan permukaan yang terbakar dengan kain, kemudian raba kain yang
berada di pinggiran wadah yang terbakar sehingga tidak ada udara.
- Keluarnya asap putih dari kain menandakan bahwa api tersebut telah padam.
- Dengan posisi kuda-kuda angkat kain dengan posisi mundur ke belakang
dankain tetap melindungi seluruh badan
Pencegahan Kebakaran
Dilakukan sistem pencegahan kebakaran melalui sistem proteksi, meliputi:
Pasif yaitu kompartemenisasi sarana evakuasi seperti tangga darurat, rambu-rambu,
dan bahan penghambat kebakaran.
Aktif yaitu firesafety equipment seperti APAR, detektor, hydrant, springkler dan alarm
kebakaran.
Fire Emergency Respon Plan yaitu pembinaan dan pelatihan. Tujuan dari Fire
Emergency Respon Plan adalah :
1. Memastikan adanya suatu organisasi keadaan darurat yang lengkap dengan semua
sasarannya.
2. Mengidentifikasikan tindakan-tindakan yang perlu diakukan untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya suatu kejadian.
3. Sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan top management.
Di tempat kerja dan penyimpanan barang yang mempunyai potensi bahaya
kebakaran selalu disediakan alat pemadam kebakaran (sesuai dengan jenis, ukuran,
klasifikasi kebakaran). Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Tedapat denah/peta situasi dan posisi alat pemadam kebakaran dan orang yang
kompeten dalam menggunakan alat tersebut
2. Memahami teori dasar api, akan terjadi kebakaran jika pertemuan antara bahan,
panas pada titik nyala api dan oksigen. Sehingga untuk memadamkannya
meniadakan salah satu dari ketiga unsur tersebut
3. Lokasi aman untuk jalur evakuasi dan tempat berkumpul jika terjadi kebakaran
4. Petunjuk peringatan bahaya kebakaran, cara-cara komunikasi internal dan
eksternal yang melibatkan dinas kebakaran (nomor telepon dan pejabat yang
harus dihubungi)
5. Keadaan alat pemadam kebakaran selalu siap digunakan dan petugas yang
kompeten selalu siap bekerja lewat pelatihan keadaan darurat kebakaran dan
pemeriksaan berkala
6. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) sebagai pemadam awal kebakaran harus
dipahami dan dapat digunakan setiap orang. Caranya : setiap tabung yang akan
habis masa berlakunya digunakan untuk latihan kebakaran.
Pengendalian Risiko Kebakaran
1. Bahaya Kebakaran Kelistrikan
Kegagalan sistem kelistrikan dan kesalahan pada peralatan kelistrikan merupakan
penyebab yang paling utama terjadinya bahaya kebakaran. Kebakaran dapat
disebabkan dari lepasnya hubungan grounding, isolasi kabel yang rusak, atau
sekring, jalur, motor, dan outlet overload atau konsleting.
Untuk mencegah terjadinya kebakaran kelistrikan, karyawan harus :
a. Pastikan bahwa selubung kabel keadaan baik dan bila sudah agak rusak
pastikan segera diganti.
b. Menggunakan hanya sekering yang sesuai ukuran.
c. Jangan menggunakan atau percayakan pada kabel rol bekas perbaikan atau
pernah terjadi overload.
d. Jangan membebani suatu titik sambungan listrik secara berlebihan dengan
menggunakan adaptor/stekker kombinasi. Jangan pernah menggunakan kabel
ekstensi palsu, gunakan kabel ekstensi yang memang telah direkomendasi oleh
IPSRS RSUD Lasinrang Pinrang.
e. Selalu periksa kabel yang berada di area berbahaya yang sangat berisiko
menyebabkan kebakaran.
f. Selalu periksa peralatan yang menggunakan listrik dan pastikan telah di
sambungkan ke grounding dan disolasi dengan baik.
g. Pastikan ada ruang yang cukup pada peralatan yang digunakan untuk tindakan
pemeliharaan.
h. Matikan peralatan yang menggunakan listrik bila tidak digunakan.
i. Apabila ingin meninggalkan ruangan, teliti bahwa semua peralatan yang
menggunakan listrik telah diputus hubungannya (komputer, alat medis
elektronik, peralatan kerja listrik, mesin foto copy dan sebagainya)
2. Pemanas Portable
Semua jenis pemanas portable yang akan digunakan harus direkomendasi oleh IPS
RS. Pemanas Portable harus mempunyai sistem proteksi beban/panas lebih yang dapat
automatis mati bila beban/panas tersebut telah mencapai batas. Jauhkan penempatan
peralatan pemanas dengan bahan dan barang yang mudah terbakar. Jangan
membolehkan memanaskan makanan dalam lingkungan anda atau di tempat umum
kecuali seperti di ru angan pantry
d. Hydrant Gedung
e. Telepon Darurat
Telepon darurat untuk terjadi kebakaran adalah ke ekstensi 127 yang berada di
Operator SO/PABX
f. Alarm Kebakaran
Terdapat 2 tipe alarm, yaitu :
- Alarm kebakaran manual yang berada di box hydrant (bunyi ring), cara
pengoperasian adalah dengan cara memecahkan kaca pengamannya
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
BAB IX
PENUTUP