Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah Sakit merupakan salah satu tempat pelayanan masyarakat, di bidang kesehatan
adalah rawan terhadap kejadian gangguan kesehatan, terjadinya kecelakaan waktu bekerja,
gangguan dari lingkungan dan terjadinya bermacam-macam bencana karena api, listrik, gas, air,
ledakan, kimia maupun rusaknya bangunan.
Hal ini mudah terjadi karena rumah sakit mempunyai sarana dan prasarana yang bila
tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan gangguan lingkungan maupun bencana terhadap
orang-orang yang ada di dalam maupun sekitarnya. Demikian pula sistem dan fungsi rumah sakit
serta produk dan limbahnya bila tidak ditangani dengan baik dapat berakibat buruk bagi manusia
yang ada di sekitarnya.
Penghuni rumah sakit, selain manusia (pasien, keluarganya, petugas medis dan non medis
serta tamu) juga mungkin terdapat hewan-hewan seperti kucing, tikus, kecoak, lalat dan nyamuk
dapat juga berupa hewan bakteri, virus yang berasal dari pasien.
Interaksi antar bangunan, penghuni, sarana prasarana, fungsi, sistem dan limbahnya
mempunyai potensi terjadinya bahaya-bahaya dari segi biologi, kimia, fisika (panas, radiasi,
suara), ergometri dan psikososial. Pada akhirnya akan mengurangi produktivitas, kinerja dan
efektifitas pelayanan akibat penurunan mutu sumber daya manusia beserta alatnya.
Oleh karena itu perlu selalu diupayakan sejak dari perencanaan sampai pelaksanaan
pelayanan keselamatan kerja ini agar selalu dicegah dan ditekan potensi risiko terjadinya bahaya-
bahaya yang disebut di atas, serta dapat dilakukan penanggulangan dengan cepat dan tepat
sehingga dampaknya tidak terlalu merugikan bagi semua pihak.

1.2. Tujuan dan Manfaat Pelayanan K3RS


 Tujuan
Terciptanya lingkungan kerja dan cara kerja yang aman, sehat, nyaman dan sesuai
dengan standar kesehatan kerja
 Manfaat
1. Bagi Rumah sakit
a. Meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan standar akreditasi RS
b. Meningkatkan Citra RS

2. Bagi Karyawan RS
a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK)
b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
c. Menciptakan kenyamanan dalam bekerja
3. Bagi pasien dan pengunjung
a. Mutu layanan yang baik
b. Kepuasan pasien dan pengunjung
c. Melindungi pasien dari penyakit nosokomial dan kecelakaan

1.3 Ruang Lingkup Pelayanan


Ruang lingkup K3RS RSUD Lasinrang Pinrang mencakup kegiatan-kegiatan dibidang :
a. Pengamanan peralatan medik, pengamanan radiasi dan limbah radioaktif.
b. Pengamanan peralatan berat non medik, pengamanan dan keselamatan bangunan.
c. Pengamanan sanitasi sarana kesehatan kerja dan pencegahan penyakit akibat kerja.
d. Pengembangan manajemen tanggap darurat
e. Pelayanan kesehatan kerja dan pencegahan penyakit akibat kerja.
f. Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3RS
g. Penyusunan risk register terkait dengan resiko keselamatan dan kesehatan kerja
h. Bidang satuan tugas fungsional.

1.4 Batasan Operasional


A. Pengertian K3 menurut WHO / ILO (1995)
Kesehatan kerja bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan
fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan,
pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi
pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari resiko akibat faktor
yang merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu
lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya, secara
ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada
pekerjaan atau jabatannya.

Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat
kesehatan para pekerja atau buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan
rehabilitasi.

Manajemen K3 RS
Suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3 di RS

B. Upaya K3 di RS
Upaya K3 di RS menyangkut tenaga kerja, cara atau metode kerja, alat kerja, proses
kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan
dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan
resultante dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan
kerja, yang dimaksud dengan :
1. Kapasitas kerja adalah kemampuan seseorang pekerja untuk menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik pada suatu tempat kerja dalam waktu tertentu.
2. Beban kerja adalah suatu kondisi yang membebani pekerja baik secara fisik
maupun non fisik dalam menyelesaikan pekerjaannya, kondisi tersebut dapat
diperberat oleh kondisi lingkungan yang tidak mendukung secara fisik atau non
fisik
3. Lingkungan kerja adalah kondisi lingkungan tempat kerja yang meliputi faktor
fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial yang mempengaruhi pekerja dalam
melaksanakan pekerjaannya.
C. Bahaya Potensial di RS
Bahaya potensial yang mungkin terjadi di RS dan dapat menyebabkan
kecelakaan, diantaranya adalah mikrobiologik, desain/fisik, kebakaran, mekanik,
kimia/gas/karsinogen, radiasi dan risiko hukum atau keamanan, yang dapat
mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Hal tersebut disebabkan oleh
faktor biologi (virus, bakteri, jamur dan hewan pengerat), faktor kimia (antiseptik, gas
anestesi dan bahan desinfektan), faktor ergonomi (tata cara kerja yang salah), faktor
fisik (suhu, cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi), faktor psikososial (hubungan
antar karyawan/atasan)
Bahaya potensial lainnya yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja (PAK)
yang terjadi di RS, umumnya berkaitan dengan faktor biologik (kuman pathogen yang
berasal umumnya dari pasien), faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus
menerus seperti antiseptik pada kulit, gas anestesi pada hati), faktor ergonomi (tata
cara duduk, tata cara mengangkat pasien), faktor fisik dalam dosis kecil yang terus
menerus (suhu udara panas, listrik tegangan tinggi, dan radiasi), faktor psikologis
(hubungan kerja antar karyawan atau atasan serta tata cara kerja di kamar bedah,
dibagian penerimaan pasien, di unit gawat darurat dan ruang perawatan).

D. Respon Kegawatdaruratan di RS
Kegawatdaruratan merupakan suatu kejadian yang dapat menimbulkan keracunan,
kematian, luka serius bagi pekerja, pengunjung ataupun masyarakat, sehingga dapat
mengganggu operasional yang berakibat kegiatan usaha berhenti sebagian atau
seluruhnya. Hal lain akibat dari kegawatdaruratan adalah kerusakan fisik lingkungan
ataupun mengancam finansial dan citra, sehingga mutlak bahwa rumah sakit wajib
mempunyai sistem tanggap darurat sebagai bagian dari Manajemen K3RS.

1.5 Landasan Hukum


Landasan hukum dalam implementasi K3RS di RSUD Lasinrang Pinrang adalah
sebagai berikut :
DASAR HUKUM TENTANG

A. Undang-undang
1. UU No. 1 Tahun 1970 Keselamatan Kerja
2. UU No. 13 tahun 2003 Ketenagakerjaan
3. UU No. 36 Tahun 2009 Kesehatan
4. UU No. 44 tahun 2009 Rumah sakit
B. Peraturan Pemerintah
1. Peraturan Pemerintah RI No.11 Persyaratan Kesehatan Konstruksi ruang di RS,
Tahun 1975 Persyaratan & Petunjuk Teknis tata cara
penyehatan lingkungan RS
2. Peraturan Pemerintah RI No.12 Keselamatan kerja terhadap radiasi
Tahun 1975
3. Peraturan Pemerintah RI No.13 Ijin pemakaian zat radioaktif dan atau sumber
Tahun 1975 radiasi lainnya.
4. Peraturan Pemerintah No. 50 Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Tahun 2012 Kesehatan Kerja

C. Menakertran
1. Permenaker RI No. Per Syarat-syarat K3 dalam pemakaian lift listrik
05/Men/1978 untuk pengangkutan orang & barang
Keselamatan dan kesehatan kerja pada
2. Permenaker RI No. Per konstruksi bangunan
01/Men/1980 Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam
penyelenggraan keselamatan kerja
3. Permenaker RI No. Per Syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan
02/Men/1980 alat pemadam api ringan
DASAR HUKUM TENTANG

Kewajiban melapor penyakit akibat kerja


4. Permenaker RI No. Per 04/Men
1980 Instalasi kebakaran Automatik

5. Permenaker RI No. Per Pelayanan Kesehatan tenaga kerja


02/Men/1983
Pengawasan Instalasi Penyalur Petir
6. Permenaker RI No. Per
02/Men/1983 Sistim Manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja (SMK3)
7. Permenaker RI No. Per Alat Pelindung Diri
03/Men/!983 Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor
Kimia di Tempat Kerja
8. Permenaker RI No. Per Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat
02/Men/1989 Kerja

9. Permenaker RI No. Per


05/Men/1996

10.Permenaker RI No. 18 Tahun


2010
11. Permenaker RI No.13 Tahun
2011

12. Kepmenaker RI No. 186


Tahun 1999
C. Menteri Kesehatan
1. SK Menkes RI Komite K3
DASAR HUKUM TENTANG

No.852 /Menkes/SK/X/1993
2. Per Menkes RI Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
No.1204/ Menkes/Per/XI/2004 Sakit
3. Kep. Menkes RI
No.1244 /Menkes/SK/XII/1994 Pedoman Keamanan
4. Kep.Menkes RI Laboratorium~Mikrobiologi dan Biomedis
No.
1087/Menkes/SK/VIII/2010 Standard Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di
Rumah sakit
5. Direktorat Bina Kesehatan Pedoman Manajemen Kesehatan dan
Kerja Kementrian Kesehatan RI Keselamatan Kerja (K3) di Rumah sakit
Tahun 2012
6. Per Menkes RI Pengamanan bahan berbahaya bagi kesehatan
No.472/ Menkes/Per/V/1996
D. Keputusan Dirjen
1. Keputusan Dirjen P.PM & PLP Persyaratan Kesehatan lingkungan ruang &
No.HK 00.06.64.44 bangunan serta fasilitas sanitasi RS
2. Keputusan Dirjen Batan Pengangkutan Zat Radioaktif Ketentuan
No.03/160/DI/1989 Keselamatan kerja terhadap radiasi.
BAB II
STANDAR KETENAGAKERJAAN K3RS

2.1 Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Susunan organisasi K3RS terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Koordinator, dan
Anggota komite K3RS serta Tim Add Hoc yang berasal dari
instalasi/ruangan/perkantoran yang melaksanakan fungsi satuan tugas K3RS.
Pola ketenagaan Komite K3RS, yaitu :
a. Ketua Komite K3RS :
- Pendidikan minimal S2 dan memiliki sertifikat pelatihan K3
- Memiliki ketrampilan, ketelitian dan tanggungjawab dalam melaksanakan tugas
- Dalam Kepmenkes nomor 432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Rumah Sakit diatur
bahwa apabila organisasi K3RS merupakan unit organisasi fungsional (non
struktural) maka yang menduduki posisi Ketua Komite K3RS sebaiknya adalah
salah satu manejemen tertinggi di RS atau sekurang-kurangnya manajemen di
bawah langsung direktur RS
- Mampu berkoordinasi, terutama dengan satuan kerja diluar RS seperti Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Kepolisian, ataupun instansi-instansi
lain terkait kejadian bencana yang bersifat massal, merenggut banyak korban
jiwa, maupun kerugian material lainnya
b. Wakil Ketua Komite K3RS :
- Pendidikan minimal S1 dan memiliki sertifikat pelatihan K3
- Memiliki ketrampilan, ketelitian dan tanggungjawab dalam melaksanakan tugas
- Mampu berkoordinasi
c. Sekretaris Komite K3RS :
- Pendidikan minimal D3 dan memiliki sertifikat pelatihan K3
- Memiliki kompetensi di bidang K3 atau ahli K3 umum
- Memiliki ketrampilan, ketelitian dan tanggungjawab dalam melaksanakan tugas
- Mampu berkoordinasi dengan masing-masing koordinator K3RS
d. Koordinator Kewaspadaan Bencana :
- Pendidikan minimal D3 dan memiliki sertifikat pelatihan K3
e. Koordinator Pengamanan Alat Medik :
- Pendidikan minimal D3 dan memiliki sertifikat pelatihan K3
f. Koordinator Kesehatan Kerja :
- Pendidikan minimal D3 dan memiliki sertifikat pelatihan K3
g. Koordinator Pengamanan Bangunan dan Fasilitas :
- Pendidikan minimal D3 dan memiliki sertifikat pelatihan K3
h. Koordinator Penjaminan Sanitasi Lingkungan :
- Pendidikan minimal D3 dan memiliki sertifikat pelatihan K3

2.2 Organisasi K3RS


Organisasi K3RS RSUD Lasinrang Pinrang ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Direktur Nomor ………tentang Pembentukan Komite Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Lasinrang Pinrang. Organisasi ini
dibentuk sebagai upaya di dalam pengendalian dan pencegahan terjadinya insiden di
lingkungan RSUD Lasinrang. Struktur organisasi komite K3RS mengacu kepada struktur
organisasi RS yang dilengkapi dengan staf yang memenuhi syarat kualitas, jabatan dan
uraian tugas. Organisasi ini langsung diketuai oleh Direktur RS dan terintegrasi dalam
komite yang ada di RS
Susunan Komite K3RS terdiri dari :
a. Ketua Komite K3
1) Fungsi dan Tanggungjawab
a. Berfungsi dan bertanggungjawab terhadap perencanaan, pengelolaan,
pengawasan, dan penilaian serta pengembangan bidang keselamatan dan
kesehatan kerja yang ada di RS
b. Bertanggungjawab dan menjamin terhadap keselamatan tenaga kerja,
pasien, dan pengunjung rumah sakit dari kecelakaan kerja, kebakaran dan
kewaspadaan bencana yang terjadi di RS
2) Uraian Tugas
a. Mengawasi kegiatan administrasi, koordinasi, penyusunan, pelaksanaan,
pedoman, dan panduan serta peraturan, pengembangan staf, program diklat,
dan evaluasi dari kebijakan yang berkaitan dengan semua aspek K3RS
b. Melakukan kegiatan pengawasan dan pengendalian penggunaan sarana,
prasarana dan peralatan K3RS
c. Memonitor atas perencanaan dan proses berlangsungnya semua program
dan kegiatan K3RS
d. Memimpin semua rapat Komite K3RS atau menunjuk anggota untuk
memimpin rapat
e. Menjaga dan memantau berfungsinya manajemen K3RS

3) Wewenang
a. Menyusun program kerja dan pedoman serta panduan kerja Komite K3RS
b. Melakukan pembinaan kinerja staf yang ada di Komite K3RS
c. Mengkoordinasikan kegiatan antar koordinator yang ada di bawahnya dalam
pelaksanaan tugas dan tanggungjawab
b. Wakil Ketua Komite K3RS
1) Fungsi dan Tanggungjawab
a. Berfungsi dan bertanggungjawab membantu Ketua Komite K3RS dalam
perencanaan, pengelolaan, pengawasan dan penilaian serta pengembangan
aspek keselamatan dan kesehatan kerja di RS
2) Uraian Tugas
a. Membantu Ketua Komite K3RS mengawasi atas kegiatan administrasi,
koordinasi, penyusunan, pelaksanaan, pedoman, panduan, peraturan,
pengembangan staf, program diklat dan evaluasi dari kebijakan yang
berkaitan dengan semua aspek K3RS
b. Membantu Ketua Komite K3RS dalam melaksanakan kegiatan pengawasan
dan pengendalian penggunaan sarana dan prasarana, dan peralatan K3RS
c. Membantu Ketua Komite K3RS dalam memonitor atas perencanaan dan
proses berlangsungnya semua program dan kegiatan K3RS
d. Menggantikan tugas Ketua Komite K3RS saat berhalangan dalam
memimpin semua rapat Komite K3RS atau menunjuk anggota untuk
memimpin rapat
e. Membantu Ketua Komite K3RS dalam menjaga dan memantau
berfungsinya manajemen K3RS
3) Wewenang
a. Membantu Ketua Komite K3RS dalam menyusun Program Kerja dan
Standar Prosedur Operasional (SPO) Komite K3RS
b. Membantu Ketua Komite K3RS dalam melakukan pembinaan kinerja
koordinator dan anggotanya yang ada di Komite K3RS
c. Mengkoordinasikan kegiatan antar koordinator yang ada dibawahnya dalam
pelaksanaan tugas dan tanggungjawab
c. Sekretaris komite K3RS
1) Fungsi dan Tanggungjawab
a. Berfungsi dan bertanggungjawab dalam membantu kelancaran pelaksanaan
Program Kerja Komite K3RS

2) Uraian Tugas
a. Mengelola tata administrasi dan urusan rumah tangga Komite K3RS
b. Mencatat data-data dan permasalahan yang berhubungan dengan Komite
K3RS
c. Membuat undangan dan notulen rapat-rapat koordinasi Komite K3RS
d. Mengkoordinir pelaksanaan proses manejemen resiko K3RS di masing-
masing instalasi/ruangan
3) Wewenang
a. Mengkoordinasikan kegiatan antar koordinator K3 yang berkaitan dengan
proses kelancaran kegiatan Komite K3RS
d. Koordinator Kesiagaan Bencana
1) Fungsi dan Tanggungjawab
Berfungsi dan bertanggungjawab atas segala pemantauan, pelaksanaan serta
evaluasi aspek penanggulangan kebakaran dan kewaspadaan bencana
2) Uraian Tugas
a) Membantu penyediaan fasilitas, peralatan dan kelancaran administrasi
semua program K3RS yang berkaitan dengan aspek penanggulangan
kebakaran dan kewaspadaan bencana.
b) Membuat panduan pelaksanaan yang berkaitan dengan aspek
penanggulangan kebakaran dan kewaspadaan bencana.
c) Mengusulkan tindakan-tindakan guna penanggulangan kebakaran dan
kewaspadaan bencana.
d) Mengusulkan pelatihan upaya pencegahan, penanggulangan terhadap
kebakaran dan evakuasi bencana secara benar kepada karyawan, pasien dan
keluarganya.
e) Menyusun dan merevisi acuan panduan yang berkaitan dengan bidang
penanggulangan kebakaran dan kewaspadaan bencana.
f) Membuat laporan dan evaluasi program K3RS yang berkaitan dengan aspek
penanggulangan kebakaran dan kewaspadaan bencana kepada Ketua Komite
K3RS rumah sakit.
3) Wewenang
a) Menghimpun, mengolah data atau permasalahan K3 rumah sakit dalam
aspek penanggulangan kebakaran dan kewaspadaan bencana.
b) Membuat usulan revisi mengenai panduan dan peraturan berdasarkan
evaluasi pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan tugasnya.
e. Koordinator Pengamanan Alat Medik
1) Fungsi dan Tanggungjawab
Berfungsi dan bertanggung jawab atas segala pemantauan, pelaksanaan serta
evaluasi aspek peralatan medik.
2) Uraian Tugas
a) Membantu kelancaran administrasi semua program K3RS yang berkaitan
dengan aspek pengelolaan peralatan medik.
b) Membuat panduan yang berkaitan dengan aspek pengelolaan peralatan
medik.
c) Melaksanakan pengawasan dan pembinaan yang berkaitan dengan aspek
pengelolaan peralatan medik.
d) Menyusun dan merevisi panduan yang berkaitan dengan aspek pengelolaan
peralatan medik.
e) Membuat laporan dan evaluasi yang berkaitan dengan pelaksanaan aspek
pengelolaan peralatan medik kepada Ketua Komite K3 rumah sakit.
f) Melaksanaan kegiatan risk management terkait dengan alat medik yang ada.
g) Menyarankan kepada pihak terkait dalam rangka proses kalibrasi alat medik
3) Wewenang
a) Menghimpun, mengolah data atau permasalahan K3 rumah sakit dalam
aspek pengelolaan peralatan medik
b) Membuat usulan revisi panduan berdasarkan evaluasi pelaksanaan kegiatan
yang berkaitan dengan tugasnya.
f. Koordinator Kesehatan Kerja
1) Fungsi dan Tanggungjawab
Berfungsi dan bertanggung jawab atas segala pemantauan, pelaksanaan serta
evaluasi bidang kesehatan kerja bagi karyawan rumah sakit.
2) Uraian Tugas
a) Membantu kelancaran administrasi semua program K3 yang berkaitan
dalam bidang kesehatan kerja.
b) Membuat panduan pelaksanaan yang berkaitan dengan aspek kesehatan
kerja.
c) Melakukan pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi terhadap penyakit
umum dan penyakit akibat kerja.
d) Menyusun dan merevisi panduan yang berkaitan dalam aspek kesehatan
kerja.
e) Membuat laporan berkala dan evaluasi yang berkaitan dengan pelaksanaan
aspek kesehatan kerja kepada Ketua Komite K3 rumah sakit.
3) Wewenang
a) Menghimpun, mengolah data atau permasalahan K3 rumah sakit dalam
bidang kesehatan kerja.
b) Membuat usulan revisi panduan berdasarkan evaluasi pelaksanaan kegiatan
c) yang berkaitan dengan tugasnya.

g. Koordinator Pengamanan Bangunan dan Fasilitas


1) Fungsi dan Tanggungjawab
Berfungsi dan bertanggung jawab atas pengamanan bangunan dan utilitas yang
ada di lingkungan RSUD Lasinrang Pinrang.
2) Uraian Tugas
a) Melakukan kegiatan Infection Risk Control Assesment (ICRA) selama
proses pembangunan gedung, sehingga tidak menyebabkan gangguan bagi
pasien atau petugas kesehatan.
b) Melaksanakan kegiatan risk management terkait dengan aspek pengamanan
bangunan dan utilitas
c) Menjaga aspek pengamanan bangunan dan utilitas dengan selalu memantau
kondisi fasilitas keselamatan bangunan seperti APAR, Hydrant, Fire Alarm,
Sprinkler, smoke detector, rambu-rambu K3, jalur evakuasi, titik kumpul
keadaan darurat dll.
d) Mengadakan koordinasi dengan instalasi atau ruangan terkait dengan aspek
K3 pengamanan bangunan dan utilitas.
3) Wewenang
a) Menghimpun, mengolah data atau permasalahan K3 rumah sakit dalam
aspek pengamanan bangunan dan utilitas.
b) Membuat usulan revisi panduan yang telah di susun berdasarkan evaluasi
pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan tugasnya.
h. Koordinator Penjaminan Sanitasi Lingkungan
1) Fungsi dan Tanggungjawab
Berfungsi dan bertanggung jawab atas aspek penjaminan sanitasi lingkungan
yang ada di RSUD Lasinrang Pinrang

2) Uraian Tugas
a) Melakukan kegiatan pemantauan segala aspek yang terkait dengan unsur
kegiatan sanitasi lingkungan seperti air bersih, air limbah, kualitas udara,
vektor pengganggu, sampah medis dan sampah non medis serta limbah B3.
b) Melaksanakan kegiatan risk management terkait dengan aspek sanitasi
lingkungan
c) Menjaga aspek kebersihan lingkungan yang ada di rumah sakit sesuai
dengan standar.
d) Melaksanakan aspek penjaminan bahwa limbah B3 yang dihasilkan oleh
rumah sakit jika di tangani oleh pihak ke-3, maka pihak ke-3 tersebut harus
memiliki perizinan dari kementrian lingkungan hidup
e) Melaksanakan aspek penjaminan bahwa penanganan limbah B3 selalu
dilakukan dengan metode yang sesuai yaitu dengan cara insinerasi
(pembakaran limbah medis)
f) Melaksanakan aspek penjaminan untuk selalu menyediakan kebutuhan air
bersih secara kontinyu 1 x 24 jam
g) Mengadakan koordinasi dengan instalasi atau ruangan terkait dengan aspek
sanitasi lingkungan.
3) Wewenang
a) Menghimpun, mengolah data atau permasalahan K3 rumah sakit dalam
aspek penjaminan sanitasi lingkungan.
b) Membuat usulan revisi panduan yang telah di susun berdasarkan evaluasi
pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan tugasnya.
i. Koordinator Pengamanan Bahan dan Limbah B3

1) Fungsi dan Tanggung Jawab


Berfungsi dan bertanggung jawab atas segala pemantauan, pelaksanaan serta
evaluasi Aspek pengamanan bahan dan limbah B3 yang ada di lingkungan
RSUD Lasinrang Pinrang.
2) Uraian Tugas
a) Membantu kelancaran administrasi semua program K3RS yang berkaitan
dengan aspek pengelolaan bahan B3.
b) Membuat panduan yang berkaitan dengan aspek pengelolaan bahan B3 dan
limbah B3 di rumah sakit.
c) Melaksanakan pengawasan dan pembinaan yang berkaitan dengan aspek
pengelolaan bahan dan limbah B3.
d) Menyusun dan merevisi panduan yang berkaitan dengan aspek pengelolaan
bahan dan limbah B3.
e) Membuat laporan dan evaluasi yang berkaitan dengan pelaksanaan aspek
pengelolaan bahan dan limbah B3 kepada Ketua Komite K3 rumah sakit.
f) Memberikan masukan dan saran kepada instalasi atau ruangan terkait
dengan pengelolaan bahan dan limbah B3
g) Melaksanaan kegiatan risk management terkait dengan aspek pengamanan
bahan dan limbah B3
h) Menyimpan data MSDS bahan yang ada di rumah sakit
3) Wewenang
a) Menghimpun, mengolah data atau permasalahan K3 rumah sakit dalam
aspek pengelolaan bahan dan limbah B3.
b) Membuat usulan revisi panduan berdasarkan evaluasi pelaksanaan kegiatan
yang berkaitan dengan tugasnya.

j. Tim Add Hoc


1) Fungsi dan Tanggungjawab
Melaksanakan dan membantu komite K3RS dalam penanggulangan bencana di
Rumah Sakit dan proses evakuasi
2) Uraian Tugas
a) Mengkoordinir karyawan-karyawati di dalam penanggulangan bencana
internal rumah sakit maupun simulasi
b) Mengkoordinir proses evakuasi ketika terjadi bencana di rumah sakit
maupun simulasi
c) Mengkoordinir petugas ruangan jika terjadi tumpahan bahan B3 dan
infeksius
d) Melaporkan setiap insiden ke komite K3RS
3) Wewenang
Mengambil keputusan yang bersifat urgent ketika terjadi bencana berkaitan
dengan evakuasi dan penanggulangan bencana

2.2 Tugas dan Fungsi Komite K3RS


Tugas dan fungsi Komite K3RS RSUD Lasinrang Pinrang adalah sebagai berikut :
a. Tugas pokok
 Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur
 Menyusun program K3RS
 Menyusun rekomendasi untuk bahan pertimbangan direktur RS yang berkaitan dengan
K3RS
 Melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis terkait kebijakan, pedoman, panduan dan
standar prosedur operasional keselamatan dan kesehatan kerja RSUD Lasinrang
Pinrang.
 Melaporkan pelaksanaan dan hasil monitoring dan evaluasi tiap kejadian, maupun
berkala tiap bulan dan tahunan kepada direktur rumah sakit Umum Lasinrang Pinrang.
 Komite bertanggung jawab kepada Direktur RSUD Lasinrang Pinrang.
b. Fungsi
 Pengolahan data dan informasi yang berhubungan dengan K3RS
 Membantu direktur dalam upaya manajemen K3, promosi K3, pelatihan dan penelitian
K3 di RS
 Pengawasan pelaksanaan program kerja K3RS
 Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif
 Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS
 Investigator dalam kejadian PAK dan KAK
BAB III
STANDAR FASILITAS

1.1. Sarana Kesekretariatan


1. Ruangan/kantor K3 belum ada
2. Alat tulis kantor (ATK), telepon, dan faximile ikut sarana kantor rumah sakit
3. Ruang rapat Komite K3 menggunakan ruang pertemuan yang ada

1.2. Dukungan Manajemen


Dukungan yang dibutuhkan dari pihak manajemen adalah :
1. Penerbitan Surat Keputusan untuk Komite K3
2. Anggaran atau dana untuk semua program kegiatan Komite K3
1.3. Standar Fasilitas
Standar fasilitas terkait K3 yang sudah tersedia di RSUD Lasinrang Pinrang dan dalam
tahap perencanaan adalah :
1. Alat Pelindung Diri (APD)
- Masker
- Sarung tangan/hansqoon
- Apron (plastik)
- Tutup kepala
- Gaun lengan panjang
- Goggle
- Ear plug
- Body Harness
2. Pengamanan Kebakaran
- APAR
- Hydrant
- Smoke detector
- Sprinkler
- Fire alarm
3. Titik kumpul evakuasi :
- Pertama, halaman parkir mobil Vip
- Kedua, halaman parkir mobil 118
- Ketiga, halamandepan gedung poliklinik
- Keempat, halaman belakang gedung Asoka
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

4.1. Logistik K3RS


Logistik yang dimiliki oleh RSUD Lasinrang Pinrang terkait dengan upaya peningkatan
kinerja K3RS dalam mencegah terjadinya kebakaran yaitu :
1. Hydrant
Hydrant yang dimiliki oleh RSUD Lasinrang Pinrang terdapat 6
2. APAR
Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang dimiliki oleh RSUD Lasinrang sebanyak 47
buah dengan 2 ( dua ) bahan dasar yaitu CO2 dan chemical powder.
3. Smoke Detector
RSUD Lasinrang belum memilki Smoke detektor dalam tahap perencanaan akan
mengadakan 2 type smoke detector .
4. Sprinkler
RSUD Lasinrang belum memilki Springkler dalam perencanaan akan melakukan
pemasangan springkler .
5. Fire Alarm
RSUD Lasinrang belum memilki Fire alarm dalam perencanaan akan memilki 2 jenis
alarm yaitu fire alarm otomatis dan fire alarm manual.
6. Titik Kumpul
Titik kumpul di RSUD Lasinrang Pinrang sebanyak 4 titik
Upaya penyediaan peralatan keselamatan kerja di RSUD Lasinrang Pinrang yang dilakukan
dalam rangka mencegah terjadinya kecelakaan kerja yaitu dengan penggunaan alat
pelindung diri, dengan jenis APD sebagai berikut :
1. Sarung tangan (hand gloves)
2. Masker
3. Google
4. Aprron (plastik)
5. Tutup kepala
6. Gaun lengan panjang
7. Ear plug
8. Body Harness

4.2. Keselamatan dan Keamanan


4.2.1 Faktor-faktor yang dapat menimbulkan bahaya di rumah sakit adalah :
N BAHAYA LOKASI PEKERJA YANG PALING
O POTENSIAL BERESIKO
1 FISIK :
Bising IPS, Laundry, dapur, Karyawan yang bekerja di area
CSSD, genset-boiler, tersebut
IPAL
Getaran Ruang mesin-mesin dan Perawat, cleaning service
peralatan yang
menghasilkan getaran
(ruang gigi, dll)
Debu Genset, bengkel, Petugas sanitasi, teknisi gigi,
laboratorium gigi, petugas IPS, dan rekam medis
gudang rekam medis,
incenerator
Panas CSSD, dapur, laundry, Pekerja dapur, pekerja laundry,
incenerator, genset- petugas sanitasi, dan IPS
boiler
Radiasi X-Ray, OK yang Ahli radiologi, radioterapis,
menggunakan c-arm, radiografer, ahli fisioterapi, dan
ruang fisioterapi, unit petugas rontgen gigi
gigi
2 KIMIA :
Desinfektan Semua area Petugas kebersihan, perawat
Cytotoxic Farmasi, tempat Petugas farmasi, perawat, petugas
pembuangan limbah, pengumpul sampah
bangsal
Ethylene Oxide Kamar operasi, CSSD Dokter, perawat, petugas CSSD
Formaldehyde Laboratorium, kamar Petugas kamar mayat, laboratorium,
mayat, gudang farmasi dan farmasi
Methyl Methacrylate Ruang pemeriksaan gigi Petugas/dokter gigi, dokter bedah,
Hg (amalgam) dokter/perawat anatesi
Solvent Laboratorium, bengkel, Teknisi, petugas laboratorium,
semua area di RS cleaning service
Gas-gas anastesi Ruang periksa gigi, OK, Dokter gigi, perawat, dokter bedah,
ruang pemulihan (RR) dokter/perawat anastesi
3 BIOLOGI :
AIDS, Hepatitis B IGD, OK, ruang Dokter, dokter gigi, perawat,
dan Non A-Non B pemeriksaan gigi, petugas laboratorium, petugas
laundry, laboratorium sanitasi dan laundry
Cytomegalovirus Ruang kebidanan dan Perawat, dokter yang bekerja di
ruang anak bagian Ibu dan Anak
Rubella Ruang Ibu dan Anak Dokter dan perawat
Tuberculosis Bangsal, laboratorium, Perawat, petugas laboratorium,
ruang isolasi fisoterapis
4 ERGONOMI :
Pekerjaan yang Area pasien dan tempat Petugas yang menangani pasien dan
dilakukan manual penyimpanan barang barang

N BAHAYA LOKASI PEKERJA YANG PALING


O POTENSIAL BERESIKO
4 ERGONOMI :
Postur yang salah Semua area Semua karyawan
dalam melakukan
pekerjaan
Pekerjaan yang Semua area Dokter gigi, cleaning service,
berulang fisioterapis, sopir, operator
komputer, yang berhubungan
dengan pekerjaan juru tulis (admin)
5 PSIKOSOSIAL :
Sering kontak dengan Semua area Semua karyawan
pasien, kerja bergilir
(shift), kerja berlebih,
ancaman secara fisik

4.2.2 Kecelakaan Kerja


Merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi secara tidak terduga dan
berpotensi mengganggu kegiatan operasional rumah sakit. Kecelakaan kerja yang terjadi
di rumah sakit dapat menimpa karyawan, pasien dan pengunjung, dan kerusakan aset
rumah sakit.
Potensi kecelakaan kerja di rumah sakit :
- Bahaya peledakan dan kebakaran
Misalnya : ledakan pada boiler atau tabung gas di dapur, kebakaran korsleting
listrik atau peralatan kerja lainnya atau bahan kimia yang mudah terbakar.
- Terpeleset/jatuh
Disebabkan keadaan lantai yang licin, basah, berlubang atau penerangan yang buruk.
- Tertimpa benda atau material
- Pada pekerjaan menyuntik misalnya oleh perawat dan dokter berisiko tertusuk jarum
suntik yang kemungkinan dapat menularkan Virus HIV/AIDS atau Virus Hepatitis
maupun penyakit menular lainnya.
- Terluka / terpotong jari atau tangan akibat terkena benda - benda tajam saat bekerja,
misalnya terkena pisau dan gerinda.
- Tersengat aliran listrik. Hal ini dapat terjadi karena kecerobohan atau kurangnya
pemeliharaan terhadap peralatan listrik.
Bentuk-bentuk kecelakaan di rumah sakit :
- Kecelakaan medis, yaitu jika yang menjadi korban adalah pasien.
- Kecelakaan kerja, yaitu jika yang menjadi korban adalah pekerja rumah sakit itu
sendiri.
4.2.3 Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara derajat
kesehatan fisik, mental dan sosial yang setinggi - tingginya bagi pekerja di semua
jenis pekerjaan. Pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan
oleh kondisi pekerjaan, perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko
akibat faktor yang merugikan kesehatan, dan penempatan dan pemeliharaan
pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologis
dan psikologis.
Dengan berkembangnya konsep kesehatan pekerja diharapkan dapat
memberikan pengertian yang lebih luas dari kesehatan kerja, maka tidak hanya
masalah kesehatan yang berkaitan dengan pekerjaan, tetapi juga masalah
kesehatan umum yang mempengaruhi produktivitas kerja.
Kegiatan di Rumah Sakit berpotensi menimbulkan bahaya fisik, kimia, biologi
ergonomik, dan psikososial yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan
baik terhadap pekerja, pasien, pengunjung maupun masyarakat di lingkungan
Rumah Sakit, dan dapat menurunkan citra Rumah Sakit. Bahwa untuk mencegah
dan mengurangi bahaya kesehatan dan keselamatan khususnya terhadap pekerja
perlu dilakukan upaya-upaya kesehatan dan keselamatan kerja dengan
menetapkan Panduan Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
Rumah Sakit Umum Daerah Lasinrang Pinrang sehingga tercapai derajat kesehatan
kerja dan produktivitas kerja yang optimal.
Adapun tujuan kesehatan kerja di RS Umum Daerah Lasinrang Pinrang
adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan karyawan serta mengetahui secara
dini bila terdapat gangguan kesehatan pada karyawan Rumah Sakit Umum Daerah
Lasinrang Pinrang, secara khusus dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Untuk analisa pola kesehatan karyawan, sehingga dapat dilakukan
pengurangan risiko gangguan kesehatan pada karyawan bila didapatkan
pola penyebab terjadinya gangguan kesehatan.
2. Sebagai rekomendasi dalam penerimaan calon karyawan Rumah Sakit Umum
Daerah Lasinrang Pinrang.
3. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK).
Pemeriksaan yang dilakukan yaitu :
1. Pemeriksaan Kesehatan Awal
Ditujukan untuk calon karyawan yang akan direkrut di Rumah Sakit
Umum Daerah Lasinrang Pinrang sesuai dengan bidang kerja karyawan.
Hal ini dilakukan selain sebagai seleksi kepada karyawan sesuai dengan
bidang kerja, juga untuk perbandingan bila calon karyawan tersebut telah
menjadi karyawan dan ditemukan adanya gangguan kesehatan dalam
pemeriksaan berkala sehingga dapat didiagnosa termasuk gangguan
kesehatannya akibat kerja (Penyakit Akibat Kerja)
2. Pemeriksaan Kesehatan Berkala
Ditujukan untuk seluruh karyawan Rumah Sakit Umum Daerah
Lasinrang Pinrang yang sudah bekerja ketentuan sebagai berikut :
a. Untuk karyawan yang berhubungan dengan pelayanan, dilakukan 1 tahun
sekali
b. Untuk karyawan yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan,
dilakukan 3 tahun sekali
c. Untuk petugas Gizi melakukan pemeriksaan swab rectal, swab tangan
dan kerokan kuku setiap 6 bulan. Pemeriksaan berkala dilakukan untuk
mengetahui perkembangan kesehatan karyawan selama bekerja di Rumah
Sakit Umum Daerah Lasinrang Pinrang. Dari hasil pemeriksaan dapat
dilihat suatu risiko penyebab suatu gangguan kesehatan, sehingga dapat
meminimalkan risiko tersebut.
3. Pemeriksaan Kesehatan Khusus
Pemeriksaan ditujukan untuk seseorang yang diduga terkena penyakit akibat
kerja dan memerlukan tindak lanjut.
Pemberian Vaksin bagi Karyawan
Program pemberian vaksin bagi karyawan yang berisiko terinfeksi Hepatitis B,
individu yang terpapar darah atau produk darah dalam kerjanya, klien dan
staff dari institusi pendidikan manusia cacat, pasien hemodialisis, penerima
konsentrat faktor VIII atau IX, rumah tangga atau kontak seksual dengan
individu yang teridentifikasi positif HBsAg-nya, individu yang berencana pergi
atau tinggal disuatu tempat dimana infeksi Hepatitis B sering dijumpai, pengguna
obat injeksi, homoseksual / biseksualaktif, individu heteroseksual aktif dengan
pasangan berganti-ganti atau baru terkena PMS, fasilitas penampungan korban
narkoba, individu etnis kepulauan pasifik atau imigran/pengungsi baru dimana
endemisitas daerah asal sangat tinggi/lumayan. Berikan 3 dosis dengan jadual
0, 1, dan 6 bulan. Bila setelah imunisasi terdapat respons yang baik maka tidak
perlu dilakukan pemberian imuniasasi penguat (booster).
Pemberian Vitamin dan Makanan Tambahan
Pemberian vitamin dan makanan tambahan bagi karyawan sesuai dengan
kebutuhan tubuh pekerja secara insidential dan telah dilakukan penilaian oleh
Komite K3 dan saran dari Bidang Pelayanan Medis bahwa perlu diberikan
vitamin dan makanan tambahan. Untuk pendistribusian bekerjasama dengan
Bidang SDM, Farmasi, Instalasi Gizi, dan Unit yang bersangkutan.

4.2.4 Pelatihan dan Penyuluhan Kesehatan Kerja bagi Pekerja RS


1. Pelatihan di kelas
Dilakukan untuk membahas teori dan diskusi sesuai dengan materi yang
disampaikan dan berkaitan dengan kesehatan.
2. Pelatihan ke ruangan
Dikarenakan pemenuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah
Lasinrang sehingga para pekerja tidak dapat meninggalkan ruangannya untuk
mengikuti pelatihan baik di kelas maupun di ruangan, maka Komite K3
melaksanakan pelatihan langsung di unit kerja.

4.3. Upaya Kesehatan Lingkungan


4.3.1 Penyehatan Makanan dan Minuman
Penyehatan makanan dan minuman adalah upaya pengendalian yang mempengaruhi
kualitas makanan dan minuman, meliputi :
- Bahan makanan
- Penjamah makanan
- Tempat penyajian
- Perlengkapan
Tata cara pelaksanaan :
Bahan makanan yang dikirimkan oleh supplier diterima di ruangan penerimaan barang
dengan memperhatikan syarat jumlah (proses penimbangan) dan kondisi bahan makanan
(busuk, berulat, bertanah, expired date, kaleng rusak dll). Penyimpanan bahan makanan
kering disimpan dalam gudang khusus bahan makanan dengan kondisi bersih,
terlindung debu, aliran ventilasi terjaga dan terlindung dari serangga.
Untuk makanan yang mudah membusuk (daging, ikan, udang dll) disimpan dalam suhu
dingin < 4 0 C sedangkan untuk makanan segar (sayur, buah dll) disimpan suhu 5o s.d 10o
C. Pengambilan Bahan makanan pada gudang dengan memperhatikan prinsip first In first
Out (bahan yang pertama masuk, digunakan pertama kali).
Tempat pengolahan (ruang produksi) dibersihkan pada saat sebelum dan sesudah kegiatan
dan general cleaning dilakukan minimal seminggu sekali. Penjamah makanan harus
dalam kondisi sehat (tidak mempunyai penyakit menular) dan diwajibkan menggunakan
perlengkapan (celemek, penutup rambut dan mulut serta sepatu) yang layak dan bersih.
Perlengkapan tersebut tidak boleh digunakan di luar lokasi ruang produksi.
Penjamah makanan dilarang merokok, makan, menggunakan perhiasan berlebih selama
kegiatan pengolahan makanan. Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan
pengolahan makanan .
Selama melakukan kegiatan pengolahan makanan, gunakan alat pelindung diri dan
perlengkapan masak yang baik dan aman seperti sarung tangan plastik, penjepit makanan,
sendok, garpu dan sejenisnya.
Penyajian makanan jadi dan minuman ke pasien dengan menggunakan trolley dan melalui
jalur distribusi tertentu untuk menghindari terjadinya pencemaran. Trolley sebagai tempat
transportasi dibersihkan secara rutin setiap hari. Peralatan agar segera dicuci sesudah
digunakan dan disimpan pada tempat bersih dan terlindung dari pencemaran. Makanan dan
minuman jadi, diambil sample dari ruang produksi.
A. Penyediaan Air Bersih
Pemilihan sistem pengolahan air bersih tergantung dari karakteristik air baku,
kualitas produk yang diharapkan, metode pengolahan, kendala yang ada (dana, bahan
bangunan, peralatan instalasi dan bahan kimia untuk pengolahan). Untuk mendapatkan
air bersih sesuai standar yang telah ditetapkan, perlu kiranya dibuat prosedur baku
agar tercapai hasil yang diinginkan dengan langkah-langkah inspeksi berikut :
- Siapkan jalur distribusi air bersih di seluruh gedung.
- Tentukan titik rawan pencemaran air bersih dan lakukan pengamatan pada jaringan
distribusi.
- Tentukan frekuensi pemantauan.
- Tentukan kran terpilih untuk pengambilan sample.
- Syarat fasilitas penyediaan air ;
- Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan.
- Tersedia air bersih minimal 500 lt/tt/hari.
- Air minum dan air bersih tersedia secara terus menerus di setiap tempat unit yang
membutuhkan.
- Distribusi air minum dan air bersih di setiap ruangan harus menggunakan jaringan
perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif. Yang dimaksud dengan tekanan
positif adalah tekanan yang mengalir dari tekanan tinggi ke tekanan rendah.
Pemantauan dilakukan secara ;
- Harian, yaitu Pemeriksaan lapangan pH, TDS.
- Bulanan, yaitu Pemeriksaan bakteriologik pada air minum.
- Semester, yaitu seluruh parameter Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416
tahun 1990.
Penyediaan Air bersih merupakan pemenuhan air bersih yang dipergunakan untuk
kegiatan sehari-hari dan untuk air minum serta kualitasnya memenuhi
persyaratan kesehatan air bersih dan air minum sesuai Permenkes No. 416 tahun
1990.
Tata cara pelaksanaan :
 Sumber penyediaan air bersih diambil dari 3 (tiga) tempat yaitu : PDAM,
sumur bor, dan Water Treatment Plant (WTP) yang diolah dengan tanki
filter dan telah memenuhi persyaratan kesehatan.
 Penggantian filter WTP dilakukan minimal 6 bulan sekali, dan
pemeliharaan melalui back wash pada lokasi yang menggunakan tanki
filter dilakukan setiap hari.
 Pemeliharaan pompa-pompa air bersih dilakukan pemeriksaan setiap hari.
 Pengurasan tangki min. 2 kali setahun atau bila kondisi air mulai kotor.
 Bila terjadi kebocoran dan atau kerusakan pada instalasi pipa air bersih maka
akan dilakukan perbaikan segera.
 Pengambilan sample air bersih diambil sesuai dengan jenis pemeriksaan :
- Pemeriksaan kimia air bersih dilakukan di air sumur gali / olahan, air
hemodialisa min. 2 kali setahun.
- Pemeriksaan bakteriologis air bersih dan air minum dilakukan tiap 3
(tiga) bulan sekali
Toilet dan Kamar Mandi
− Harus selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih.
− Lantai kedap air, tidak licin, berwarna terang dan mudah dibersihkan.
− Setiap unit ruangan harus tersedia toilet dengan fasilitas jamban, paturasan
dan wastafel tersendiri. Khususnya untuk unit rawat inap dan kamar-kamar
tertentu harus tersedia kamar mandi.
− Pembuangan air limbah dari toilet dan kamar mandi dilengkapi dengan
penahan bau.
− Letak toilet dan kamar mandi tidak berhubungan langsung dengan dapur,
Ruang Operasi dan ruang khusus lainnya.
− Lubang hawa harus berhubungan langsung dengan udara luar.
− Toilet dan kamar mandi pria dan wanita harus terpisah.
− Toilet dan kamar mandi unit rawat inap dan karyawan harus terpisah.
− Toilet dan kamar mandi karyawan dan pengunjung terpisah.
− Toilet pengunjung harus terletak di tempat yang mudah dijangkau dan ada
penunjuk arah.
− Harus dilengkapi dengan peringatan untuk memelihara kebersihan.
− Tidak terdapat tempat penampungan atau genangan air yang dapat menjadi
tempat perindukan nyamuk.
− Tersedia toilet untuk pengunjung dengan perbandingan :
− 1 toilet untuk 1-40 pengunjung wanita
− 1 toilet untuk 1-60 pengunjung pria
− Perbandingan Jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan jumlah
kamar mandi;
Jumlah Tempat Jumlah Toilet Jumlah Kamar Mandi
Tidur
1 s.d. 15 1 1
16 s.d. 30 2 2
31 s.d. 50 3 3
51 s.d. 75 4 4
Setiap penambahan 25 tempat tidur tambah 1 toilet dan
1 kamar mandi

- Perbandingan jumlah karyawan dengan jumlah toilet dan jumlah kamar mandi
Jumlah Tempat Tidur Jumlah Toilet Jumlah Kamar Mandi
1 s.d. 20 1 1
21 s.d. 40 2 2
41 s.d. 70 3 3
71 s.d. 100 4 4
Setiap penambahan 40 tempat tidur tambah 1 toilet dan 1 kamar mandi

B. Pengolahan Limbah Cair


Pengolahan limbah di RS dengan menggunakan sistem kombinasi anaerobik
vegetative dan aerob. Yaitu gabungan bak anaerob, aerob. Di samping itu juga
dilakukan proses aerasi dan pemurnian menggunakan batu zeolit. Dalam proses
ini diperlukan mikroba anaerob untuk proses penguraian zat-zat organik dan
anorganik.
Prinsip-prinsip pengolahan air limbah dengan metode kombinasi aerobic dan
anaerobic vegetatif adalah :
1. Sedimentasi
2. Filtrasi
3. Pencampuran
4. Pengaturan kecepatan aliran
5. Pengaturan waktu tinggal limbah atau Hydraulic Retention Time (HRT)
untuk masing-masing area
6. Absorbsi unsur hara tertentu menggunakan tanaman.
7. Proses Oksidasi
8. Proses katalisator, absorbsi, dan pertukaran ion (ion exchange)
Bagian-bagian tersebut merupakan satu kesatuan yang harus dipenuhi untuk
berhasilnya sebuah proses pengolahan limbah cair sistem kombinasi aerobic dan
anaerobic. Sistem ini mengadopsi hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusteklim
Yogyakarta dimana bak-bak anaerob telah melalui proses uji coba tahap demi
tahap dengan hasil yang cukup memuaskan. Untuk lebih menyempurnakan efluent
limbah maka di Rumah Sakit Umum Daerah Lasinrang Pinrang dilakukan
treatment tambahan berupa penambahan aerasi dan pemurnian menggunakan batu
zeolit.
Pemeriksaan effluent air limbah dilakukan rutin tiap bulan dikirim ke BBPTKL
Makassar ???.
C. Penanganan Sampah /Limbah padat
Penanganan Sampah
Tata cara pelaksanaan :
Tempat pengumpul sampah di RS memiliki syarat sbb :
 Terbuat dari bahan yang kuat, ringan, tahan karat, kedap air dan permukaan
halus bagian dalamnya.
 Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan.
 Terdapat min. 1 (satu) buah untuk setiap kamar dan setiap radius 20 m di
Ruang Tunggu terbuka (public area).
 Sampah dari setiap ruangan harus dipisahkan sesuai dengan katagori atau
jenis sampah dengan ketentuan:
1. Sampah Non Infeksius
Dipilah menjadi 2 :
a. Sampah basah : sampah yang mudah terurai. Seperti daun, sisa
makanan dll. Dimasukkan dalam Tempat sampah warna hijau.
b. Sampah kering : sampah yang sukar terurai. Seperti : botol, plastic,
kertas dll. Dimasukkan dalm tempat sampah warna merah.
2. Sampah Infeksius / medis.
Dipilah menjadi 3 (tiga) bagian :
a. Sampah infeksius golongan A terdiri dari botol kaca dan botol infuse.
Dilapisi / dibungkus kresek warna kuning.
b. Sampah infeksius golongan B terdiri dari sampah medis yang bersifat
lunak seperti : perban, kasa, hanscond, masker, kateter, sisa potongan
jaringan tubuh, kateter, selang infuse, pembalut, pampers dll. Dilapisi /
dibungkus kresek warna kuning.
c. Safety box, untuk sampah infeksius yang bersifat tajam seperti jarum,
silet, lancet, medicath
 Setelah sampah non infeksius terisi dengan 3/4 bagian diangkut dan
dikumpulkan sampah sementara (TPS) dengan menggunakan trolley oleh
petugas Cleaning Servis yang telah menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) berupa sarung tangan, masker dan sepatu yang telah ditentukan.
Dilakukan 1 (satu) kali sehari, pagi pukul … WIB. Sampah di TPS diambil
oleh truck dari Dinas …. (dua) hari sekali atau setelah …penuh utuk dibuang
ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.
 Untuk sampah infeksius di ruangan, diambil oleh petugas sanitasi setiap
pagi pada pukul 06.00 WIB dengan gerobak khusus sampah medis
untuk dibawa ke incenerator.
Sampah medis dibakar di incenerator dengan suhu minimal 1000 0C.
Gerobak sampah medis setelah selesai digunakan langsung dibersihkan,
disemprot dengan desinfektan.

E. Pengendalian Serangga dan Tikus


 Serangga dan tikus adalah jenis hewan yang dapat menularkan (vektor)
atau menjadi perantara menularnya beberapa penyakit tertentu, merusak
bahan pangan di gudang dan peralatan instalasi rumah sakit.
 Pengendalian serangga dan tikus adalah kegiatan yang bertujuan
menurunkan kepadatan populasinya di rumah sakit hingga kecil dan hilang
 tingkat gangguan dan kerusakan yang ditimbulkan.

Tata Cara Pelaksanaan :


 Secara fisik :
− Menjaga kebersihan sehingga tidak terjadi penumpukan sampah maupun
sisa makanan yang menjadi sarana berkembangbiakan nyamuk, serangga
dan tikus (sanitasi lingkungan).
− Pengurasan dan pembersihan setiap sarana penampungan air
dilakukan setiap hari.
 Secara kimia :
− Pengendalian dengan menggunakan pestisida yaitu dengan
melakukan kegiatan penyemprotan diluar ruangan
− penyemprotan ulat / serangga diluar ruangan
 Secara mekanis :
Dengan menggunakan perangkap tertentu sesuai peruntukannya seperti
perangkap tikus dan kucing.
F. Sterilisasi dan Desinfeksi
Sterilisasi/desinfeksi adalah upaya mensucihamakan atau membebaskan suatu
objek dari mikroorganisme pathogen.
Indikasi kuat untuk diadakannya tindakan sterilisasi/desinfeksi adalah karena hal-hal
berikut :
 Semua peralatan kedokteran klinis atau peralatan pasien yang masuk/
dimasukan ke dalam jaringan, sistem vascular atau melalui saluran darah.
 Semua peralatan yang menyentuh selaput lendir.
 Semua peralatan operasi setelah dibersihkan dari jaringan, darah atau sekresi.
Tata cara pelaksanaan :
 Semua benda atau alat yang akan disterilisasi / desinfeksi harus terlebih
dahulu dicuci secara seksama untuk menghilangkan semua bahan organik.
 Sterilisasi harus disesuaikan dengan jenis alat yang disterilisasi dengan
tujuan pencapaian sterilisasi tercapai dan tidak merusak benda atau alat yang
disterilisasi
 Setiap alat yang berubah kondisi fisiknya setelah disterilisasi / desinfeksi
tidak boleh dipergunakan lagi.
 Jangan menggunakan bahan seperti linen dan lainnya yang
sterilisasinya diragukan, seperti kemasan rusak atau berlubang, bahan robek,
basah dsb.
 Simpan benda/alat yang sudah disterilisasi / desinfeksi pada lemari khusus.
 Pastikan hasil sterilisasi tercapai dengan bantuan indikator.
 Pemeliharaan dan cara penggunaan peralatan sterilisasi harus
memperhatikan petunjuk (manual book).
 Lakukan kalibrasi pada instansi yang berwenang setelah melakukan
perbaikan.
 Diharapkan setiap petugas mengetahui secara pasti Material Safety Data
Sheet (MSDS) penggunaan bahan berbahaya yang digunakan untuk sterilisasi
dan desinfeksi.
 Gunakan alat pelindung diri yang sesuai dengan kegiatan sterilitas.
 Untuk wanita hamil dilarang mengoperasikan sterilisasi dengan bahan chlorin.
 Pastikan ventilasi ruang sterilisasi dengan bahan chlorin berjalan baik.
 Bila terjadi kontaminasi dan kecelakaan kerja lakukan dekontaminasi dan
isolasi serta tindak lanjut sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
 Prosedur cuci tangan (lihat prosedur cuci tangan) .
G. Perlindungan Radiasi
 Radiasi adalah emisi energi radiasi pengion yang dilepaskan dari bahan atau
alat radiasi yang digunakan oleh unit di rumah sakit.
 Pemantauan radiasi adalah pemeriksaan rutin tingkat energi radiasi di ruang
kerja dan tingkat pemaparan pada pekerja.
 Evaluasi radiasi adalah rangkaian kegiatan sejak analisis laboratorium
terhadap dosimeter, analisis hasil laboratorium penyelidikan/pemeriksaan
terhadap unit dan tindak lanjut.
Tata Cara Pelaksanaan :
 Tindakan pencegahan radiasi mencakup upaya pemindahan dan pengamanan
bahan radioisotop, mengamankan pekerja yang bekerja dengan radiasi. Jadi
setiap penggunaan, pemindahan, penyimpanan dan lain-lain yang berkenaan
dengan bahan radiasi adalah aman bagi manusia dan lingkungannya sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan.
 Tindakan pengamanan terhadap bahan yang memancarkan radiasi mencakup
rancangan instalasi yang memenuhi syarat dan penyediaan pelindung radiasi.
Gunakan alat pelindung diri berupa apron dan sarung tangan selama
menjalankan kegiatan di ruang cakupan radiasi.
 Pastikan APD yang digunakan dalam kondisi baik dan layak pakai.
 Pastikan petugas radiology menggunakan film badge untuk mengetahui
besaran paparan radiasi yang diterima oleh petugas.
 Pastikan bahwa pasien hanya menggunakan kamar mandi dan wastafel yang
telah disediakan.
 Tindakan darurat :
- Bila terjadi kejadian harus diisolasi, misalnya dengan rintangan / pagar /
tanda-tanda agar tidak ada orang yang melintasi daerah tersebut.
- Bila ada yang terkontaminasi harus segera didekontaminasi dan dilakukan
dengan tindakan lanjutan. Demikian pula bila ada orang yang diduga
menerima dosis lebih, harus segera diamankan.

4.3.2. BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA (B3)


Ruang lingkup pengelolaan bahan dan limbah berbahaya di RSUD Lasinrang Pinrang
meliputi:
1. Inventarisasi B3 dan limbah B3.
2. Penyimpanan B3 dan limbah B3.
3. Penggunaan B3.
4. Pelaporan tumpahan, paparan B3 dan limbah B3.
5. Pengelolaan / pembuangan limbah B3.
Klasifikasi Bahan Berbahaya dan Beracun
Berdasarkan PP Nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun, terdapat 15 jenis klasifikasi B3. Untuk klasifikasi yang digunakan di RSUD
Lasinrang Pinrang dibedakan menjadi 6 jenis berdasarkan material yang berada di rumah
sakit, yaitu :
1. Iritan
2. Korosif
3. Beracun
4. Mudah terbakar
5. Mudah meledak
6. Oksidator
Simbol dan Label B3
Salah satu hal penting dalam pengelolaan B3 adalah pemberian simbol dan label.
Pemberian simbol dan label sangat penting untuk mengidentifikasi sekaligus
mengklasifikasikan B3. Setiap kemasan B3 harus diberikan penandaan agar dapat
dikenali oleh setiap orang. Penandaan meliputi nama bahan, nama kimia, dan simbol B3.
Penandaan harus diberikan pada setiap kemasan luar/pembungkus bahan, dengan tulisan
dan simbol yang jelas, mudah terbaca, tidak mudah lepas dan bertahan lama. Simbol B3
adalah gambar yang menunjukkan klasifikasi B3 yang dipergunakan untuk penandaan B3
mengacu pada ketentuan yang berlaku yaitu sebagai berikut:
Bahan Berbahaya / Iritan

Bahan Korosif

Bahan beracun

Bahan Mudah terbakar

Bahan mudah meledak

Bahan Oksidator
Label B3 merupakan uraian singkat yang menunjukkan klasifikasi dan jenis B3.
Penggunaan label B3 tersebut dilakukan dalam kegiatan pengemasan B3. Label berfungsi
memberikan informasi tentang produsen B3, identitas B3 serta kuantitas B3. Label harus
mudah terbaca, terlihat jelas, tidak mudah rusak dan tidak mudah terlepas dari
kemasannya.
Dalam penggunaannya terkadang B3 dilakukan pencampuran/pengoplosan sehingga
persentase dan tanggal kadaluarsa berubah. B3 yang telah dilakukan
pengoplosan dimasukkan dalam botol yang ukurannya lebih kecil (disesuaikan dengan
Permintaan pengguna), berikut contoh label B3 untuk bahan yang telah dilakukan
pencampuran/pengoplosan :

Pengadaan / Pembelian B3
Pengadaan B3 disesuaikan dengan kebutuhan unit, yang harus diketahui dan
disertai tandatangan oleh kepala divis/i unit terkait. Pemesanan B3 melalui distributor
resmi yang terdaftar pada Balai POM atau Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Setiap distributor harus melampirkan MSDS pada saat penyerahan barang ke logistik,
pihak purchasing/pengadaan tidak diperkenankan memesan B3 yang terlarang
berdasarkan Peraturan Pemerintah RI nomor 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan B3.
Penerimaan barang B3 oleh Panitia Penerima Barang harus mengecek kondisi fisik
barang yang dikirim oleh supplier dan kesesuaiannya  dengan faktur meliputi nama,
bentuk sediaan, jumlah kondisi barang (utuh, tidak cacat/rusak), dan masa kadaluarsa.
Apabila ada barang/kemasan yang rusak/cacat harus segera diretur.
Setiap pemesanan bahan B3 yang sebelumnya belum pernah ada di RSUD Lasinrang
Pinrang, maka Pejabat Pengadaan mengkonfirmasi kepada Komite K3
bahwa ada penambahan bahan B3 baru.

Material Safety Data Sheet (MSDS)


MSDS merupakan kumpulan data keselamatan dan petunjuk dalam
penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya. Pembuatan MSDS dimaksudkan sebagai
informasi acuan bagi para staf yang menangani langsung dan mengelola bahan kimia
berbahaya. Isi dari MSDS antara lain :
1. Identifikasi bahan kimia
Nama bahan, sinonim, rumus kimia, kode produksi, nama dan alamat perusahaan
pembuat/distributor/importer, nomor telepon keadaan darurat.
2. Komposisi bahan kimia
Deskripsi bahan/jenis, sifat, identitas, dan konsentrasi bahan yang berbahaya bagi
keselamatan dan kesehatan, batas pemaparan yang tidak boleh dilampaui.
3. Identifikasi potensi bahaya
Lakukan identifikasi terhadap kesehatan, dan akibatnya bagi mata, kulit, saluran
cerna, pernafasan, karsinogen, teratogen dan fungsi reproduksi.
4. Tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan
Meliputi penyelamatan diri sebelum ada pertolongan medik, dan bila ada antidote
untuk bahan kimia.
5. Tindakan penanggulangan kebakaran
Antara lain mengenai sifat bahan mudah terbakar, titik nyala, suhu nyala sendiri, batas
suhu terendah dan tertinggi mudah terbakar, media/jenis pemadam api, bahaya
khusus, instruksi bagi petugas pemadam kebakaran, bahaya peledakan.
6. Penanganan bila terjadi kebocoran atau tumpahan
Untuk jumlah yang kecil atau besar, alat pelindung diri, dan tindakan yang diperlukan
bila terjadi hal yang tidak dikendaki.
7. Penanganan dan penyimpanan bahan
Terutama mengenai cara penanganan pencegahan pemaparan kondisi tempat
penyimpanan bahan, penetapan bahan yang “incompatible”, syarat khusus
penyimpanan lainnya.
8. Pengendalian pemaparan dan alat pelindung diri
Tentang cara pengendalian teknis, penyediaan alat pelindung diri.
9. Sifat fisik dan kimia bahan
Mengenai bentuk bahan, padat/cair/gas, bau, warna, massa jenis, titik didih, titik lebur,
tekanan uap, pH, daya larut, dan sebagainya.
10. Stabilitas dan reaktifitas
Dicantumkan sifat satbilitas dan reaktifitas bahan, kondisi yang harus dihindari, bahan
yang tidak boleh tercampur (incompatible), bahan dekomposisi, bahaya  polimerisasi.
11. Informasi toksikologi
Mengenai nilai ambang batas, LD-50, LC-50, efek lokal, pemaparan akut dan  kronik,
termasuk efek karsinogen, teratogen, reproduksi, mutagen, dan  interaksi bahan
dengan obat.
12. Informasi ekologi
Karakteristik bahan yang berbahaya bagi lingkungan, dampak lingkungan, degradasi,
dan bioakumulasi.
13. Pembuangan limbah
Informasi tentang teknis pembuangan limbah termasuk pembuangan wadah
bekas   bahan kimia
14. Informasi tentang pengangkutan/transportasi bahan kimia
Meliputi peraturan internasional, pengangkutan melalui darat, laut dan udara
15. Peraturan perundangan
Termasuk pemberian tanda/simbol dan label, standar dan norma yang berlaku
Untuk lebih memudahkan dalam memahami MSDS, maka MSDS di RSUD Lasinrang
Pinrang dirangkum kepada beberapa bagian saja yaitu : nama bahan, jenis bahaya, APD
yang harus digunakan, petunjuk penyimpanan, pertolongan pertama bila terpapar dan
petunjuk penanganan tumpahan yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia.
Inventarisasi B3
Inventarisasi B3 dilakukan pada setiap unit di yang memiliki B3. Unit - unit yang
memiliki B3 antara lain :
1. Unit Keperawatan Irna ( Paviliun Tulip,Anggrek, Melati 1 dan 2, cempaka 1 dan
2, Mawar, Flamboyan, Azalea ICU, IBS, Poliklinik, IGD, CSSD, Kamar Bersalin,
Perinatologi)
2. Unit Penunjang Medis (Laboratorium, Farmasi, Radiologi, Gizi, Sanitasi, IPSRS,
Laundry, CSSD)
3. Unit Rumah Tangga (Cleaning service, Perlengkapan)
4. Ambulance
5. Kamar Jenazah
Penyimpanan B3
Penyimpanan B3 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1. Bahan kimia korosif


Beberapa jenis dari bahan ini mudah menguap sedangkan lainnya dapat bereaksi
dengan uap air. Bahan ini harus disimpan dalam ruangan yang sejuk dan berventilasi
baik untuk mencegah terjadinya pengumpulan uap. Wadah/kemasan harus ditangani
hati-hati, dalam keadaan tertutup dan dipasang label. Semua logam disekeliling
tempat penyimpanan harus dicatat dan diperiksa akan adanya kerusakan yang
disebabkan oleh korosi.
2. Bahan kimia beracun
Bahan ini harus disimpan dalam ruangan yang sejuk, tempat yang berventilasi baik,
jauh dari bahaya kebakaran dan bahan yang incompatible (tidak dapat dicampur)
harus dipisahkan satu sama lainnya.

3. Bahan kimia mudah terbakar


a. Disimpan pada tempat yang cukup dingin untuk mencegah penyalaan tidak
sengaja pada waktu ada uap dari bahan bakar dan udara.
b. Tempat penyimpanan mempunyai sirkulasi yang cukup, sehingga bocoran uap
akan diencerkan konsentrasinya oleh udara untuk mencegah percikan api.
c. Lokasi penyimpanan agak jauh dari daerah yang ada bahaya kebakarannya.
d. Di tempat penyimpanan tersedia alat-alat pemadam api dan mudah dicapai.
e. Tempat penyimpanan harus terpisah dari bahan oksidator kuat, bahan yang mudah
menjadi panas dengan sendirinya atau bahan yang bereaksi dengan udara atau uap
air yang lambat laun menjadi panas.
f. Singkirkan semua sumber api dari tempat penyimpanan.
g. Pada daerah penyimpanan dipasang sambungan tanah/arde serta
dilengkapi alat deteksi asap atau api otomatis dan diperiksa secara periodik.
4. Bahan kimia mudah meledak
Bangunan penyimpanan harus kokoh dan tahan api, lantai terbuat dari bahan yang
tidak menimbulkan loncatan api, memiliki sirkulasi udara yang baik dan bebas dari
kelembaban, dan tetap terkunci sekalipun tidak digunakan. Untuk penerangan harus
dipakai penerangan alam atau lampu listrik yang kedap udara. Penyimpanan tidak
boleh dilakukan di dekat bangunan yang didalamnya terdapat oli, gemuk, bensin,
bahan sisa yang mudah terbakar, api terbuka atau nyala api. Daerah tempat
penyimpanan harus bebas dari rumput kering, sampah, atau material yang mudah
terbakar.

5. Bahan kimia oksidator


Tempat penyimpanan bahan ini harus diusahakan agar suhunya tetap dingin, sirkulasi
udara baik, jauh dari bahan yang mudah terbakar dan bahan yang memiliki titik api
rendah.
6. Gas bertekanan
Silinder dengan gas-gas bertekanan harus disimpan dalam keadaan berdiri dan diikat
dengan rantai atau diikat secara kuat pada suatu penyangga tambahan. Ruang
penyimpanan harus dijaga agar sejuk, bebas dari sinar matahari langsung, jauh dari
saluran pipa panas didalam ruangan yang ada peredaran udaranya.

4.4. Manajemen Kewaspadaan Bencana


Bencana yang berpotensi terjadi di Kabupaten Pinrang adalah angin puting beliung, banjir
besar, tanah longsor, kecelakaan massal, kecelakaan pesawat terbang, gempa, banjir, dan
gunung meletus.
Kemungkinan bencana yang bisa terjadi di RSUD Lasinrang antara lain :
1. Bencana internal
Bencana internal adalah bencana yang terjadi di lingkungan RSUD Lasinrang baik yang
disebabkan oleh :
 Kebakaran
Sumber kebakaran bisa berasal dari dalam gedung dan dari luar gedung, bisa juga
terjadi pada saat renovasi gedung
 Gempa Bumi
Lokasi kepulauan di Indonesia berada pada area lempengan bumi dibawah laut
yang sewaktu-waktu dapat bergerak dapat menghasilkan gempa, dan kepulauan di
Indonesia memiliki banyak gunung berapi yang sangat memungkinkan terjadinya
gempa bumi. Dampak terjadinya gempa ini dapat juga terjadi di wilayah Pinrang
dan sekitarnya yang akan merupakan bencana eksternal namun bila dampak gempa
pada area bangunan di rumah sakit maka hal ini merupakan situasi bencana yang
terjadi di rumah sakit
 Kebocoran Gas
Kebocoran gas dapat terjadi pada tabung-tabung besar gas maupun central gas
rumah sakit yang dapat disebabkan karena adanya kecelakaan maupun kerusakan
dan sabotase. Tabung-tabung gas maupun salurannya itu sendiri merupakan sumber
dari kebocoran
 Ledakan
Ledakan dapat dihasilkan dari kebocoran gas maupun karena ledakan bahan
berbahaya yang ada di RSUD Lasinrang
 Penyakit Menular
Penyakit menular yang potensial terjadi adalah diare, demam berdarah, serta new
emerging disease akibat pembauran peradaban global
 Kegagalan listrik, gas medis, HVAC

2. Bencana Eksternal
Bencana eksternal adalah bencana yang terjadi di luar RSUD Lasinrang dan korban
ditangani di RSUD Lasinrang. Potensi bencana eksternal yang berdampak kepada
Rumah sakit adalah:
 Ledakan / bom
 Kecelakaan transportasi darat dan udara
 Gempa bumi
 Gunung meletus
 Banjir
 Tanah longsor
 Angin puting beliung
 Keracunan makanan
 Wabah penyakit / endemik
 dll
Dalam penanganan bencana yang terjadi, petugas RSUD Lasinrang Pinrang harus siap
melakukan penanganan pasien termasuk kesiapan sistem untuk mendukung proses
penanganan penanggulangan bencana tersebut.
Pengamanan Kebakaran
Ruang lingkup dalam panduan penanggulangan kebakaran, kewaspadaan bencana dan
evakuasi adalah sebagai berikut :
1. Pencegahan dan pengendalian kebakaran
2. Upaya pencegahan dan pengendalian bencana
3. Pendidikan dan pelatihan yang terkait dengan penanggulangan kebakaran dan kesiapan
menghadapi bencana
Proses Terjadinya Kebakaran
Kebakaran adalah api yang tidak terkontrol dan tidak dikehendaki karena dapat
menimbukan kerugian baik harta benda maupun korban jiwa. Api dapat terbentuk jika
terdapat keseimbangan tiga unsur yang terdiri dari bahan bakar, oksigen, dan panas.
Hubungan ketiga komponen ini biasanya disebut dengan segitiga api, sehingga bila mana
salah satu unsur tersebut dihilangkan maka api akan padam.

Metode Pemadaman
Berdasarkan teori segitiga api maka prinsip teknik pemadaman adalah dengan merusak
keseimbangan pencampuran ketiga unsur penyebab kebakaran, atau dengan menghentikan
proses pembakaran dengan memutus rantai reaksi. Prinsip itu dapat dilakukan dengan
teknik-teknik sebagai berikut :
1. Pendinginan (Cooling)
Suatu kebakaran dapat dipadamkan dengan mendinginkan permukaan dari bahan yang
terbakar dengan menggunakan semprotan air sampai suhu dibawah titik nyala.
Untuk bahan bakar dengan titik nyala yang rendah seperti bensin, pendinginan
dengan menggunakan bahan air kurang efektif. Pendinginan digunakan dalam
memadamkan kebakaran yang melibatkan bahan bakar dengan titik nyala yang tinggi.

2. Penyelimutan (Smothering)
Suatu kebakaran dibatasi dengan memutus hubungan bahan bakar dengan oksigen atau
udara yang diperlukan bagi terjadinya proses pembakaran. Menyelimuti suatu kebakaran
dengan CO2 atau busa akan menghentikan supply udara untuk kebakaran.
3. Memisahkan bahan yang dapat terbakar (Starvation)
Metode ketiga untuk memadamkan api adalah dengan memisahkan bahan yang dapat
terbakar dengan jalan menutup aliran bahan bakar yang menuju tempat kebakaran atau
menghentikan supply bahan bakar.
4. Memutus reaksi rantai kimia
Terjadinya proses pembakaran dari gabungan ketiga unsur menghasilkan gas-gas lainnya
seperti H2S, NH3, HCN (sesuai dengan benda yang terbakar). Hasil reaksi yang penting
adalah atom bebas O dan H yang dikenal sebagai atom-atom radikal yang membentuk
OH dan pecah menjadi H2 dan O. Atom radikal O dapat membentuk api lebih besar.
Maka cara pemadaman ini adalah dengan memutus rantai reaksi pembakaran dengan
media pemadam api yang bekerja secara kimia.
Klasifikasi Kebakaran
Tujuan dari klasifikasi kebakaran adalah untuk mengenal jenis media pemadam api
sehingga dapat memilih media yang tepat bagi suatu kebakaran berdasarkan klasifikasi.
Klasifikasi kebakaran di Indonesia yang ditetapkan dalam Permenaker Nomor 04/Men/1980
mengacu pada NFPA sebagai berikut :
1. Kelas A : Bahan padat kecuali logam (kayu, arang, kertas, plastik dll.)
2. Kelas B : Bahan cair dan gas (bensin, solar, minyak tanah, alkohol, elpiji, dll.)
3. Kelas C : Peralatan listrik yang bertegangan
4. Kelas D : Bahan logam (magnesium, almunium, kalium, dll.)
Jenis Media Pemadaman
1. Media Pemadam Cair
Air dapat dipakai sebagai pemadam kebakaran kelas A dan B.
2. Gas CO2
Cocok untuk memadamkan kebakaran kelas B dan C.
3. Media Pemadam Padat (Pasir dan Tanah)
Efektif untuk memadamkan kebakaran kelas A dan B namun hanya untuk ceceran
minyak atau oli dalam jumlah yang kecil.
4. Tepung Kimia (APAR Powder)
Cara kerja tepung kimia dalam memadamkan api adalah dengan memisahkan atau
menyelimuti bahan dengan udara dan secara kimia memutuskan rantai reaksi
pembakaran.

Teknik Penggunaan Media Pemadam Kebakaran


1. Hydrant
Untuk teknik pemadaman dengan hydrant yang harus diperhatikan untuk
pemegang nozzle adalah :
a. Posisi kaki selalu kuda-kuda
b. Buka atau tutup pancaran air harus diarahkan ke atas
c. Saat pancaran jet sebaiknya nozzleman harus dalam posisi di tempat (berhenti)
d. Kalau bergerak harus dengan kaki tidak melangkah tetapi bergeser dan selalu
membentuk kuda-kuda

e. Pandangan selalu ke depan ke arah api dan selalu memperhatikan kerja sama team
f. Cara memegang nozzle sesuai dengan prinsip ergonomi yang aman dan
disesuaikan dengan teknik pemadaman yang diiginkan, satu tangan dalam posisi
menahan di depan. Jangan sampai ketika nozzle dibuka mengenai wajah, karena
tekanan pada selang akan sangat kuat
2. APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
Sebelum melakukan pemadaman dengan APAR harus dicek terlebih dahulu apakah
APAR masih berfungsi dengan baik atau tidak, yaitu dengan cara :
- Dilihat tanggal kadaluarsanya
- Dilihat manometernya apakah jarum berada di area warna hijau atau merah, jarum
berada di area warna hijau menunjukkan bahwa tabung APAR masih memiliki
tekanan yang baik
APAR yang dimiliki RSUD Lasinrang Pinrang terdapat 2 jenis yaitu CO2 dan chemical
dri powder. Penggunaan APAR biasa disingkat dengan “TATS” :
- T = Tarik segel
- A = Arahkan selang ke titik api
- T = Tekan gagang
- S = Sapukan dari sisi ke sisi
3. Alat pemadam api sederhana
Alat pemadam api sederhana merupakan bahan yang dipergunakan sebagai alat
untuk memadamkan api jika APAR tidak tersedia, dapat berupa
karung/sprei/selimut/gorden/taplak meja atau bahan tenun/kain lainnya yang
dibasahkan. Cara memadamkan api dengan linen basah adalah sebagai berikut :
- Angkat kain yang telah dibasahi dengan cara menjepit sudut kain dengan ibu
jari dan keempat jari (posisi tangan mengadah ke atas), kemudian lipat sudut
karung ke arah dalam, sehingga telapak tangan terlindungi.
- Angkat kain dan bawa ke sumber api dengan tangan lurus ke samping, agar
pandangan tidak terhalang.
- Setelah terdekat dengan sumber api, perhatikan arah angin sehingga berada
dibelakang arah angin dan dengan posisi kuda-kuda serta pindahkan tangan
lurus ke depan.
- Tempelkan kain bagian bawah dan dorong ke depan sehingga permukaan dari
sumber api tertutupi.
- Benda yang terbakar ditutup (bila penutupan belum sempurna, tarik/geser
kain ke bagian yang belum tertutup, jangan sekali-kali mengangkat kain).
- Rapatkan permukaan yang terbakar dengan kain, kemudian raba kain yang
berada di pinggiran wadah yang terbakar sehingga tidak ada udara.
- Keluarnya asap putih dari kain menandakan bahwa api tersebut telah padam.
- Dengan posisi kuda-kuda angkat kain dengan posisi mundur ke belakang
dankain tetap melindungi seluruh badan
Pencegahan Kebakaran
Dilakukan sistem pencegahan kebakaran melalui sistem proteksi, meliputi:
 Pasif yaitu kompartemenisasi sarana evakuasi seperti tangga darurat, rambu-rambu,
dan bahan penghambat kebakaran.
 Aktif yaitu firesafety equipment seperti APAR, detektor, hydrant, springkler dan alarm
kebakaran.
 Fire Emergency Respon Plan yaitu pembinaan dan pelatihan. Tujuan dari Fire
Emergency Respon Plan adalah :
1. Memastikan adanya suatu organisasi keadaan darurat yang lengkap dengan semua
sasarannya.
2. Mengidentifikasikan tindakan-tindakan yang perlu diakukan untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya suatu kejadian.
3. Sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan top management.
Di tempat kerja dan penyimpanan barang yang mempunyai potensi bahaya
kebakaran selalu disediakan alat pemadam kebakaran (sesuai dengan jenis, ukuran,
klasifikasi kebakaran). Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Tedapat denah/peta situasi dan posisi alat pemadam kebakaran dan orang yang
kompeten dalam menggunakan alat tersebut
2. Memahami teori dasar api, akan terjadi kebakaran jika pertemuan antara bahan,
panas pada titik nyala api dan oksigen. Sehingga untuk memadamkannya
meniadakan salah satu dari ketiga unsur tersebut
3. Lokasi aman untuk jalur evakuasi dan tempat berkumpul jika terjadi kebakaran
4. Petunjuk peringatan bahaya kebakaran, cara-cara komunikasi internal dan
eksternal yang melibatkan dinas kebakaran (nomor telepon dan pejabat yang
harus dihubungi)
5. Keadaan alat pemadam kebakaran selalu siap digunakan dan petugas yang
kompeten selalu siap bekerja lewat pelatihan keadaan darurat kebakaran dan
pemeriksaan berkala
6. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) sebagai pemadam awal kebakaran harus
dipahami dan dapat digunakan setiap orang. Caranya : setiap tabung yang akan
habis masa berlakunya digunakan untuk latihan kebakaran.
Pengendalian Risiko Kebakaran
1. Bahaya Kebakaran Kelistrikan
Kegagalan sistem kelistrikan dan kesalahan pada peralatan kelistrikan merupakan
penyebab yang paling utama terjadinya bahaya kebakaran. Kebakaran dapat
disebabkan dari lepasnya hubungan grounding, isolasi kabel yang rusak, atau
sekring, jalur, motor, dan outlet overload atau konsleting.
Untuk mencegah terjadinya kebakaran kelistrikan, karyawan harus :
a. Pastikan bahwa selubung kabel keadaan baik dan bila sudah agak rusak
pastikan segera diganti.
b. Menggunakan hanya sekering yang sesuai ukuran.
c. Jangan menggunakan atau percayakan pada kabel rol bekas perbaikan atau
pernah terjadi overload.
d. Jangan membebani suatu titik sambungan listrik secara berlebihan dengan
menggunakan adaptor/stekker kombinasi. Jangan pernah menggunakan kabel
ekstensi palsu, gunakan kabel ekstensi yang memang telah direkomendasi oleh
IPSRS RSUD Lasinrang Pinrang.
e. Selalu periksa kabel yang berada di area berbahaya yang sangat berisiko
menyebabkan kebakaran.
f. Selalu periksa peralatan yang menggunakan listrik dan pastikan telah di
sambungkan ke grounding dan disolasi dengan baik.
g. Pastikan ada ruang yang cukup pada peralatan yang digunakan untuk tindakan
pemeliharaan.
h. Matikan peralatan yang menggunakan listrik bila tidak digunakan.
i. Apabila ingin meninggalkan ruangan, teliti bahwa semua peralatan yang
menggunakan listrik telah diputus hubungannya (komputer, alat medis
elektronik, peralatan kerja listrik, mesin foto copy dan sebagainya)
2. Pemanas Portable
Semua jenis pemanas portable yang akan digunakan harus direkomendasi oleh IPS
RS. Pemanas Portable harus mempunyai sistem proteksi beban/panas lebih yang dapat
automatis mati bila beban/panas tersebut telah mencapai batas. Jauhkan penempatan
peralatan pemanas dengan bahan dan barang yang mudah terbakar. Jangan
membolehkan memanaskan makanan dalam lingkungan anda atau di tempat umum
kecuali seperti di ru angan pantry

3. Bahaya Kebakaran Kantor


Risiko kebakaran di area kantor pun bisa terjadi dikarenakan banyak
digunakannya peralatan listrik seperti komputer, fax, dll.
Untuk mencegah kebakaran yang terjadi di area kantor maka karyawan harus :
a. Hindari terjadinya konsleting dan overload sirkuit pada peralatan listrik kantor.
b. Matikan semua peralatan yang menggunakan sumber listrik bila tidak digunakan
atau telah selesai jam pulang kantor.
c. Pastikan area penyimpanan bersih dari sampah dan kotoran
d. Pastikan kabel ekstension tidak ditempatkan di bawah karpet.
e. Pastikan sampah kertas dikumpulkan dan dipisahkan dari sampah jenis lainnya.
f. Dilarang menyalakan api di ruang kantor.
4. Pekerjaan Pengelasan, Pemotongan Logam, dan Menyalakan Api
Petugas yang melaksanakannya harus memastikan :
a. Pekerjaan memotong dan mengelas harus dilakukan oleh orang yang
berwenang dan dilakukan di area khusus pengelasan jika masih dimungkinkan.
b. Tersedia ventilasi yang cukup
c. Semua peralatan kerja yang digunakan minimal harus sesuai dengan standar
d. Pekerja dan membantu pekerja harus menggunakan APD (Alat Pelindung Diri)
yang sesuai.
e. Bila pekerjaan dilakukan di area springkler maka sistem springkler tersebut harus
dilindungi
f. Bila pekerjaan dilakukan di area gas bertekanan atau pipa gas maka jalur gas
tersebut harus dimatikan terlebih dahulu.
g. Jauhkan atau lindungi bahan yang mudah terbakar bila pekerjaan dilakukan di
area penyimpanan atau tempat barang yang mudah terbakar.
h. Siapkan peralatan pemadam api di sekitar area kerja.
5. Bahan Mudah Terbakar
a. Meminimalkan penyimpanan bahan dan barang yang mudah terbakar
b. Sampah yang mudah terbakar selalu dalam keadaan terbungkus, tertutup rapat, bila
perlu dikotak besi.
c. Menggunakan dan menyimpan bahan yang mudah terbakar di area dengan
ventilasi yang baik dan jauh dari sumber api.
d. Menggunakan produk yang tidak mudah terbakar.
e. Pisahkan bahan kimia reaktif yang isinya bertentangan agak jauh.
f. Laporkan segera bila terjadi kebocoran gas, dan pastikan semua kebocoran gas
segera diperbaiki baik gas medis maupun gas LPG.
g. Segera perbaiki dan bersihkan bila terjadi kebocoran cairan yang mudah
terbakar.
h. Pastikan area kerja bebas dari debu, serbuk gergaji, potongan kertas, kain dan
material lainnya yang sejenis.
6. Kegiatan Konstruksi
Pada saat kontruksi diperlukan kebutuhan keselamatan kebakaran yang meliputi :
a. Setiap terjadi kejadian yang berbahaya terutama bahaya kebakaran harus
dilaporkan segera kepada Komite K3
b. Akses untuk darurat kebakaran, yaitu area tempat berkumpul dan akses untuk mobil
dinas pemadam kebakaran
c. Perlindungan kebakaran dengan menyediakan APAR
d. Bahan yang menimbulkan kebakaran tidak direkomendasikan
e. Mengadakan ruangan khusus untuk pekerjaan panas (mengelas)
7. Sarana Penanggulangan Kebakaran
Sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang tersedia antara lain :
a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
b. Smoke Detector dan Heat Detector
c. Springkler
d. Hydrant gedung
e. Alarm kebakaran
f. Telepon Darurat
a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Syarat-syarat penempatan/pemasangan APAR :
- Jarak antara APAR satu dengan lainnya minimal 20 meter.
- Diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau.
- Dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan, dengan ketinggian  125 cm
dari dasar lantai tepat diatas satu kelompok APAR bersangkutan.
- Diletakkan pada jalur keluar arah reflek pelarian.
- Semua tabung APAR sebaiknya berwarna merah dan tidak terkunci.
- Memperhatikan jenis dan bahan yang dapat terbakar.
- Intensitas kebakaran yang mungkin terjadi, seperti jumlah bahan
bakar, ukurannya, kecepatan menjalarnya dan sebagainya.
b. Alat deteksi kebakaran
Peralatan deteksi kebakaran di gedung terdiri dari 2 tipe (manual dan automatik) :
- Peralatan tanda bahaya secara manual
Merupakan perangkat yang berfungsi untuk menarik perhatian yang bekerja jika
digerakkan oleh manusia. Contoh : Alarm dll.
- Peralatan tanda bahaya secara otomatis
Merupakan perangkat yang berfungsi untuk mendeteksi tanda-tanda kebakaran
secara otomatis seperti asap, panas dan api, misalnya heat detector, fire detector
dan smoke detector.
Pemasangan heat detector harus mengikuti persyaratan sebagai berikut :
- Untuk sistem yang menggunakan heat detector, elemen peka panasnya harus
dipasang pada posisi antara 15 mm hingga 100 mm di bawah
permukaan langit - langit
- Pada satu kelompok sistem ini, tidak boleh dipasang lebih dari 40 buah
- Untuk setiap ruangan dengan luas 46 m2 dengan tinggi langit-langit 3 m,
dipasang satu buah alat heat detector
- Jarak antar alat pengindera tidak lebih dari 7 m untuk ruang efektif sedangkan
untuk ruang sirkulasi tidak lebih dari 10 m
- Jarak alat pengindera dengan dinding pembatas paling jauh 3 m pada ruang
efektif dan 6 m pada ruang sirkulasi
- Jarak alat heat detector dengan dinding, minimum 30 cm
- Pada tiap ketinggian yang berbeda, dipasang satu buah alat heat detector untuk
setiap luas lantai 92 m2
- Di puncak lekukan atap pada ruangan tersembunyi, dipasang sebuah alat heat
detector untuk setiap jarak memanjang 9 m.
Cara kerja smoke detector adalah dengan memanfaatkan asap yang dikeluarkan oleh
suatu insiden kebakaran. Alat tersebut merespon asap dan kemudian sinyalnya
dikirimkan ke control panel. Pada control panel sinyal tersebut diteruskan ke bel
alarm, sehingga alarm berbunyi.
Pemasangan smoke detector harus mengikuti persyaratan sebagai berikut :
- Pada setiap luas lantai 92 m2 harus dipasang sebuah smoke detector
- Jarak antar alat pengindera asap maksimum 12 m di dalam ruangan efektif, dan
18 m di dalam ruang sirkulasi
- Jarak titik alat pengindera yang terdekat ke dinding atau dinding pemisah 6 m,
dalam ruang efektif dan 12 m dalam ruang sirkulasi.
- Setiap kelompok sistem harus dibatasi maksimum 20 buah smoke detector
yang dapat melindungi ruangan 2000 m2 luas lantai.
c. Sprinkler dan Termatik
Sprinkler adalah alat yang berguna untuk memadamkan api secara otomatis. Cara
kerja sprinkler sebagai berikut :
- Saat terjadi kebakaran, api memanaskan cairan yang ada di dalam tabung kaca
- Bila panas yang dicapai mencukupi (± 68 Celcius) maka tabung kaca pecah,
secara otomatis air keluar.

d. Hydrant Gedung
e. Telepon Darurat
Telepon darurat untuk terjadi kebakaran adalah ke ekstensi 127 yang berada di
Operator SO/PABX

f. Alarm Kebakaran
Terdapat 2 tipe alarm, yaitu :
- Alarm kebakaran manual yang berada di box hydrant (bunyi ring), cara
pengoperasian adalah dengan cara memecahkan kaca pengamannya

- Alarm kebakaran dengan sistem lagu walaupun alarm


kebakaran manual tetap berlaku. Maksud
diselenggarakan alarm ini adalah agar pasien tidak
panik. Kode ini menandakan bahwa terjadi kebakaran di unit/lokasi lain.
Alarm khusus ini terdengar di seluruh unit Rumah Sakit Lasinrang Pinrang.

4.5. Peralatan Medis


Ruang Lingkup pelayanannya adalah terhadap semua unit yang menggunakan peralatan
medis di RSUD Lasinrang Pinrang
1. Sistem pengoperasian dan pemeliharaan peralatan medis yang digunakan di unit-unit
seperti :
o Instalasi Gawat Darurat
o Instalasi Rawat Inap
o Instalasi Rawat Jalan
o Instalasi Radiologi
o Instalasi Fisioterapi
o Instalasi Bedah Sentral
o ICU
o HCU
o PICU
o NICU
o Kamar bersalin
o CSSD
o Instalasi Laboratorium
2. Kriteria yang digunakan dalam hal pemeliharaan peralatan medis di RSUD
Lasinrang Pinrang
a. Pemeliharaan Terencana terhadap semua jenis peralatan medis meliputi
pemeliharaan preventif dan korektif terhadap peralatan sebagai berikut :
1) Peralatan Elektromedik dengan sub kategori peralatan dengan teknologi
sederhana sepert :
 Diagnostic analog
2) Peralatan Elektromedik. dengan sub kategori peralatan dengan teknologi
menengah sepert i:
 Diagnostic digital
 Imaging
 LifeSupport
 Sterillizing
 Laboratory
 Rehabilitation
 Lightsource
 Monitoring
 Recording
 Dentis
 Surgery Digital
3) Peralatan Elektromedik dengan sub katagori peralatan dengan teknologi tinggi seperti
Digital Imaging
b. Pengujian dan kalibrasi terhadap peralatan medis RSUD Lasinrang Pinrang yang
wajib dilakukan pengujian dan kalibrasi minimal 1 tahun sekali sesuai dengan
Permenkes No. 363/Menkes/Per/IV/1998 tentang pengujian dan kalibrasi alat
kesehatan
c. Pemeliharaan tidak terencana terhadap semua peralatan medis di RSUD
Lasinrang Pinrang dimana pemeliharaan tersebut dilakukan hanya pada
peralatan yang darurat membutuhkan perbaikan atau perawatan sebelum jadwal
yang ditentukan.
3. Penyusunan prosedur tetap pemeliharaan dan penggunaan peralatan medis di
RSUD Lasinrang Pinrang
4. Pendokumentasian dalam pemeliharaan peralatan medis di RSUD Lasinrang Pinrang
seperti :
 Inventarisasi Peralatan
 Label Pemeliharaan Alat
 Catatan Pemeliharaan Alat
 Daftar Keagenan Peralatan
 Pelaporan dan Evaluasi
Pengoperasian Peralatan Kesehatan
Beberapa tahapan kegiatan yang perlu diperhatikan dan dilakukan dalam operasionalisasi
peralatan kesehatan yaitu tahapan persiapan, pelaksanaan pengoperasian dalam pelayanan dan
penyimpanan peralatan apabila telah selesai digunakan.
1. Persiapan Pengoperasian
Berbagai aspek yang harus dipenuhi dan disiapkan agar peralatan siap dioperasikan
adalah :
- Sesuai dengan tindakan pelayanan yang dilaksanakan. Peralatan harus dikondisikan
dalam keadaan laik pakai lengkap dengan aksesori yang diperlukan,
- Terpelihara dengan baik, sertifikat kalibrasi yang masih berlaku, ijin operasional
yang masih berlaku bagi peralatan yang memerlukan ijin.
- Prasarana yang diperlukan oleh masing-masing alat (misal listrik, air, gas, uap)
tersedia dengan kapasitas dan kualitas yang memenuhi kebutuhan.
- Bahan operasional tersedia dan cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Kemudian SDM siap, baik dokter, operator maupun paramedik, dll.

2. Pelaksanaan Pengoperasian dalam Pelayanan


Pelaksanaan pengoperasian peralatan dalam pelayanan medik kepada pasien, secara
teknis agar mengikuti urutan yang baku untuk setiap alat, mulai dari : alat dihidupkan
sampai alat dimatikan setelah selesai melakukan suatu kegiatan pelayanan medik.
Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa tombol atau saklar mana saja yang
dioperasikan (ON) lebih dulu dan tombol/saklar mana yang dioperasikan kemudian
sacara berurutan sampai pengoprasian alat sesuai pelayanan medik selesai. Demikian
halnya pada waktu mematikan alat, maka tombol/saklar yang terakhir dioperasikan
(ON) harus lebih awal dimatikan (OFF) dan seterusnya secara berurutan, sehingga
tombol yang pertama dihidupkan adalah merupakan yang terakhir dimatikan (OFF)
pada waktu mematikan alat.
3. Penyimpanan Peralatan
Setelah peralatan selesai dipergunakan untuk pelayanan medik kepada pasien, maka
peralatan agar disimpan dalam kondisi yang baik. Selesai dioperasikan setiap aksesori alat
harus dilepaskan, kemudian alat dan aksesorinya dibersihkan sebagai kegiatan
perawatan yang merupakan bagian dari kegiatan pemeliharaan peralatan. Pada waktu
disimpan (dalam keadaan tidak operasional), setiap alat agar ditutup dengan penutup
debu, agar terhindar dari debu sehingga peralatan terlihat selalu dalam keadaan bersih.
Peralatan yang mobile sebaiknya diletakkan di bagian ruangan tertentu yang
terhindar dari jalan keluar masuk personil. Sedangkan peralatan yang bersifat portable
beserta aksesorinya sebaiknya diletakkan dalam lemari atau rak.
4. Pemantauan Operasional Peralatan
Pemantauan operasional peralatan dimaksudkan untuk mengetahui kondisi alat untuk
melaksanakan pelayanan dan seberapa jauh beban kerja setiap alat yang operasional.
Dalam pemantauan didatakan kondisi alat dan beban kerjanya selama satu bulan atau
periode tertentu. Pemantauan dilakukan oleh teknisi secara periodik pada selang
waktu pemeliharaan preventif untuk setiap alat. Operator atau pengguna alat
mendatakan/mencatat beban kerja setiap alat operasional. Apabila kondisi alat tidak
memungkinkan untuk difungsikan, segera lakukan tindakan perawatan/pemeliharaan.
5. Pemeliharaan Peralatan
Pemeliharaan peralatan kesehatan adalah suatu upaya yang dilakukan agar peralatan
kesehatan selalu dalam kondisi laik pakai. Dapat difungsikan dengan baik dan
menjamin usia pakai lebih lama. Dalam pelaksanaan pemeliharaan peralatan terdapat
berbagai kriteria dan aspek-aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan.
Kriteria Pemeliharaan
Dalam pelaksanaan pemeliharaan peralatan kesehatan terdapat dua kriteria pemeliharaan, yaitu
:
1. Pemeliharaan Terencana
Pemeliharaan terencana adalah kegiatan pemeliharaan yang dilaksanakan sesuai dengan
jadwal yang telah disusun. Jadwal pemeliharaan disusun dengan memperhatikan jenis
peralatan, jumlah, kualifikasi petugas sesuai dengan bidangnya dan pembiayaan yang
tersedia. Pemeliharaan terencana meliputi pemeliharaan preventif/pencegahan dan
pemeliharaan korektif (perbaikan).
a. Pemeliharaan Preventif
Pemeliharaan preventif atau pencegahan adalah kegiatan pemeliharaan berupa
perawatan dengan membersihkan alat yang dilaksanakan setiap hari oleh operator
dan kegiatan penyetelan, pelumasan serta pergantian bahan pemeliharaan yang
dilaksanakan oleh teknisi secara berkala. Pemeliharaan preventif bertujuan guna
memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan. Untuk jenis alat tertentu
pemeliharaan preventif dapat dilakukan pada alat sedang jalan / operasional /
running maintenance, melalui pemeriksaan dengan melihat, merasakan,
mendengarkan bekerjanya alat, baik tanpa maupun menggunakan alat ukur. Pada
waktu running maintenance dilakukan juga pelumasan dan penyetelan bagian-
bagian alat tertentu yang memerlukan.
Pemeliharaan preventif dengan running maintenance biasanya tidak dilakukan
untuk peralatan kesehatan. Pemeliharaan preventif untuk peralatan kesehatan pada
umumnya dilakukan pada waktu alat tidak operasional/shut down maintenance,
yaitu alat dalam keadaan dimatikan lalu dipelihara. Dalam hal ini kegiatan
pemeliharaan dapat berupa pembersihan, pelumasan, pengecekan fungsi
komponen, penyetelan, penggantian bahan pemeliharaan, pengukuran pengeluaran
dan keselamatan.
b. Pemeliharaan korektif
Pemeliharaan korektif adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat perbaikan
terhadap peralatan yang mengalami kerusakan dengan atau tanpa penggantian
suku cadang. Pemeliharaan korektif dimaksudkan untuk mengembalikan kondisi
peralatan yang rusak ke kondisi siap operasional dan laik pakai dapat difungsikan
dengan baik. Tahap akhir dari pemeliharaan korektif adalah kalibrasi teknis yaitu
pengukuran kuantitatif keluaran dan pengukuran aspek keselamatan. Sedangkan
kalibrasi yang bersifat teknis dan legalitas penggunaan alat harus dilakukan oleh
institusi penguji yang berwenang. Perbaikan korektif dilakukan terhadap peralatan
yang mengalami kerusakan dan dilakukan secara terencana. Overhaul adalah
bagian dari pemeliharaan korektif, yaitu kegiatan perbaikan terhadap peralatan
dengan mengganti bagian-bagian utama alat, bertujuan untuk mengembalikan
fungsi dan kemampuan alat yang sudah menurun karena usia dan penggunaan.
2. Pengujian dan Kalibrasi
Akurasi suatu instrumen tidak dengan sendirinya timbul dari rancangan yang baik.
Rancangan suatu instrumen merupakan hasil kompromi antara kinerja, stabilitas,
keandalan dan biaya serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Akurasi dapat
diperoleh hanya dari kegiatan kalibrasi yang benar, sedangkan stabilitas dan
keandalan dapat diketahui dari pengujian, atas dasar inilah perlunya dilakukan
pengujian dan kalibrasi terhadap instrumen secara teratur.
Pengujian atau kalibrasi wajib dilakukan terhadap alat kesehatan dengan kriteria :
a. Belum memiliki sertifikat dan tanda lulus pengujian atau kalibrasi.
b. Masa berlaku sertifikat dan tanda lulus pengujian atau kalibrasi telah habis.
c. Diketahui penunjukannya atau keluarannya atau kinerjanya (performance) atau
keamanannya (safety) tidak sesuai lagi, walaupun sertifikat dan tanda masih
berlaku.
d. Telah mengalami perbaikan, walaupun sertifikat dan tanda masih berlaku.
e. Telah dipindahkan bagi yang memerlukan instalasi, walaupun sertifikat dan tanda
masih berlaku. Sebagaimana ditetapkan pada Permenkes No.
363/Menkes/Per/IV/1998 alat kesehatan yang dipergunakan di sarana pelayanan
kesehatan wajib diuji atau dikalibrasi secara berkala, sekurang-kurangnya 1 (satu)
kali setiap tahun Pengujian dan kalibrasi alat kesehatan hanya dapat dilaksanakan
oleh tenaga profesional, menggunakan alat ukur dan besaran standar yang
terkalibrasi. Dimana untuk pengujian peralatan baru dilakukan oleh pihak penjual
dan teknisi internal. Dan untuk kegiatan pengujian dan kalibrasi tahunan dilakukan
oleh instansi penguji dari BPFK (Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan Kemkes
RI) atau perusahaan swasta yang telah mempunyai ijin atau rekomendasi dari
Dinas Kesehatan RI untuk dapat melakukan pengujian dan kalibrasi peralatan
medis.

Pengujian alat kesehatan dilaksanakan dengan kegiatan sebagai berikut :


 Pengukuran kondisi lingkungan
 Pemeriksaan kondisi fisik dan fungsi komponen alat
 Pengukuran keselamatan kerja
 Pengukuran kinerja
Kalibrasi alat kesehatan dilaksanakan dengan kegiatan sebagai berikut :
 Pengukuran kondisi lingkungan
 Pemeriksaan kondisi fisik dan fungsi komponen alat
 Pengukuran keselamatan kerja
 Pengukuran kinerja sebelum dan setelah penyetelan atau pemberian faktor
kalibrasi sehingga nilai terukur sesuai dengan nilai yang diabadikan pada bahan
ukur.
3. Pemeliharaan Tidak Terencana
Pemeliharaan tidak terancana adalah kegiatan pemeliharaan yang bersifat darurat
berupa perbaikan terhadap kerusakan alat yang mendadak/tidak terduga dan harus
segera dilaksanakan mengingat alat sangat dibutuhkan dalam pelayanan. Untuk dapat
melaksanakan pemeliharaan tidak terencana, perlu adanya tenaga yang siap (stand by)
dan fasillitas pendukungnya. Frekuensi pemeliharaan tidak terencana dapat ditekan
serendah mungkin dengan cara meningkatkan kegiatan pemeliharaan terencana.
Aspek Pemeliharaan dan Pembiayaan
Agar pemeliharaan peralatan kesehatan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka
unit kerja pemeliharaan yang berkaitan dan memadai meliputi, sumber daya manusia
yaitu teknis, fasilitas dan peralatan kerja, dokumen pemeliharaan, suku cadang dan bahan
pemeliharaan. Aspek-aspek pemeliharaan ini pada umumnya memerlukan pembiayaan.
Pembiayaan tahunan untuk pemeliharaan peralatan ini diajukan oleh IPS RS dan Sub
Bagian Umum yang disampaikan dalam rencana anggaran pembiayaan pemeliharaan
peralatan yang ditujukan ke Direktur RSUD Lasinrang Pinrang.
Apabila pengajuan biaya tersebut telah disetujui sebagai anggaran biaya tahun berikutnya
maka biaya tersebut yang digunakan untuk biaya pemeliharaan sesuai dengan
mekanisme dan aturan yang berlaku di managemen RSUD Lasinrang Pinrang .
Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (teknisi) merupakan unsur yang penting dalam pelaksanaan
pemeliharaan peralatan kesehatan. Kualifikasi teknis disesuaikan dengan jenis dan
teknologi peralatan kesehatan yang ditangani, sedangkan jumlahnya berdasarkan kepada
jumlah setiap jenis alat. Semuanya ini merupakan beban kerja yang harus ditangani oleh
teknisi. Teknisi yang melakukan kegiatan pemeliharaan dan mengelola peralatan
kesehatan di RSUD Lasinrang Pinrang dengan kualifikasi minimal lulusan D3 Akademi /
Politeknik Teknik Elektromedik.
Fasilitas kerja
Fasilitas kerja pemeliharaan guna menunjang terlaksananya pemeliharaan peralatan
kesehatan meliputi :
Ruang tempat bekerja, terdiri dari workshop/bengkel, gudang dan ruang administrasi.
Peralatan kerja terdiri dari toolset elektrik, toolset elektronik, toolset mekanik, toolset gas,
dan berbagai macam alat ukur.
Bahan Pemeliharaan dan Suku Cadang
Pemeliharaan peralatan dapat dilaksanakan apabila aspek pemeliharaan yang mendukung
tersedia. Bahan pemeliharaan setiap jenis alat sangat diperlukan untuk terselenggaranya
pemeliharaan preventif peralatan. Demikian juga suku cadang diperlukan apabila
melakukan pemeliharaan korektif.
Agar pemeliharaan peralatan dapat terlaksana dengan baik sesuai jadwal, maka
penyediaan kebutuhan bahan pemeliharaan dan suku cadang perlu mendapat perhatian
yang seksama, melalui perencanaan yang matang, baik aspek teknis maupun
pembiayaannya. Suku cadang yang dikira sangat vital, sering terjadi penggantian, dan
biaya yang tidak terlalu tinggi perlu dilakukan persediaan.
Pelaksana Pemeliharaan dan Kalibrasi
Berdasarkan berbagai aspek yang meliputi volume pekerjaan, kemampuan teknisi, tingkat
teknologi peralatan, fasilitas kerja dan prosedur pembiayaan, maka pelaksanaan
pemeliharaan peralatan kesehatan di RSUD Lasinrang Pinrang dapat dilakukan oleh teknisi
internal rumah sakit setempat dengan rujukan atau oleh pihak III.
1) Dilaksanakan oleh Teknisi Rumah Sakit
Pada dasarnya pemeliharaan peralatan kesehatan dirumah sakit harus dapat
dilaksanakan oleh teknisi setempat sejauh memungkinkan ditinjau dari segala aspek,
khususnya aspek pemeliharaan.
2) Dilaksanakan oleh Teknisi Rujukan
Apabila teknisi RS tidak mampu melaksanakan pemeliharaan suatu alat disebabkan
oleh beberapa hal, misalnya kemampuan teknisi kurang atau peralatan kerja tidak
lengkap, maka pemeliharaan dapat dilaksanakan oleh teknisi rujukan dari rumah sakit
yang lebih mampu.
3) Dilaksanakan oleh pihak III.
Apabila pemeliharaan suatu alat tertentu memerlukan suku cadang atau keahlian
khusus dan biaya besar, maka pelaksanaannya diserahkan kepada pihak III ; pada
umumnya dilakukan oleh perusahaan yang menangani alat tersebut, melalui proses
sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.
BAB V
LOGISTIK

Jumlah perkiraan pemakaian alat terkait program MFK :


Jenis Lokasi
APD Handscon Semua area rumah sakit
Masker Semua area rumahsakit
Apron Semua ruang perawatan, OK, CSSD, laundry, sanitasi,
laborat, bank darah, radiologi, poli rawat jalan, IPRS

Boot Semua ruang perawatan, OK, CSSD, laundry, sanitasi,


laborat, bank darah, , radiologi, poli rawat jalan, IPS
Goggle Semua ruang perawatan, OK, CSSD, laundry, sanitasi,
laborat, bank darah, radiologi, poli rawat jalan, IPRS
Tutup kepala Semua ruang perawatan, OK, CSSD, laundry, sanitasi,
laborat, bank darah, radiologi, poli rawat jalan, IPS
Alat APAR Semua Ruangan / Instalasi / Unit
Pemadam Heat detector / smoke IGD, irna, kantor
Kebakaran detector
Hydrant IGD
Alarm kebakaran IGD, irna, kantor

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) turut mendukung program Keselamatan


Pasien (Pasien Safety) dengan menyelenggarakan pemantauan sarana dan prasarana (Fasility
Tour), Pemantauan Kesehatan Lingkungan dan B3, Pemantauan Keselamatan dan Keamanan,
dan Pemantauan Sistem Utiliy.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Pencegahan kecelakaan pada petugas


Untuk menciptakan keselamatan pekerja, maka semua karyawan di Rumah Sakit
Umum Daerah Lasinrang Pinrang diwajibkan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai
dengan kebutuhan ruangan masing-masing. Selain itu, Komite Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) juga akan mengidentifikasi resiko yang bisa terjadi dan meminimalisasi resiko yang ada.
Tanggung jawab untuk melaksanakan semua kegiatan secara aman di lingkungan
rumah sakit menjadi tanggung jawab semua petugas. Pada dasarnya kecelakaan dapat dihindari
dengan mengetahui potensi bahaya yang dapat ditimbulkannya. Dengan memperhatikan secara
seksama dan melatih teknik-teknik bekerja secara aman maka risiko terjadinya kecelakaan kerja
dapat diturunkan secara signifikan.

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian Mutu dilakukan dalam bentuk :


A. Rapat Komite
Rapat komite yang melibatkan semua anggota komite K3 dilakukan 3 bulan sekali, atau jika
ada kejadian khusus yang membutuhkan rapat mendadak
B. Monitoring
1. Monitoring dilakukan oleh anggota komite K3
2. Dilakukan setiap hari dalam hal pengumpulan data untuk surveilans mempergunakan
check list.
C. Evaluasi
1. Evaluasi oleh Komite K3RS minimal setiap 3 bulan.
D. Laporan
1. Komite K3RS Membuat laporan tertulis kepada Direktur dan tembusan kepada unit /
manajemen terkait setiap 3 (tiga) bulan.
2. Komite K3 membuat Laporan rutin : bulanan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, maupun
insidentil atau KLB.

BAB IX
PENUTUP

Penerapan Manajemen Fasilitas dan Keselamatan di rumah sakit diperlukan agar


tenaga kerja dapat terhindar dari gangguan keselamatan dan kesehatan dalam bentuk
kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Untuk itu, Buku Manajemen Fasilitas dan Keselamatan
(MFK) ini diperlukan sebagai pegangan atau panduan dalam pelaksanaan K3 di rumah sakit.
Diharapkan dengan adanya buku Pedoman ini, maka penerapan Manajemen Fasilitas dan
Keselamatan (MFK) khususnya K3 di RS dapat lebih ditingkatkan hasilnya.
Bagi karyawan, diharapkan buku panduan ini dapat membantu dalam
memahami masalah-masalah K3 di rumah sakit dan dapat melakukan upaya-upaya antisipasi
terhadap potensi bahaya yang ada di lingkungan rumah sakit sehingga tercapai budaya sehat
dalam bekerja. Namun, tentu saja Buku Pedoman K3 ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
diperlukan saran dari berbagai pihak demi sempurnanya buku Pedoman ini.

Pinrang, Desember 2016


Direktur RSUD Lasinrang Pinrang

dr. H.Makbul Tapa, M.Kes

Anda mungkin juga menyukai