Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan


upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun
rohani. Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan
tenaga kerja dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman serta
mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi.

Keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah Sakit difilosofikan


sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu
ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Prinsip-prinsip Pencegahan Kecelakaan ada pada landasan


hukum/regulasi keselamatan dan kesehatan kerja. Landasan hukum
merupakan bentuk perlindungan yang diberikan oleh pemerintah terhadap
masyarakat dan karyawan yang wajib untuk di terapkan oleh perusahaan.
Berikut adalah peraturan yang mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3).

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 mengenai Keselamatan Kerja.


2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 mengenai Kesehatan.
3. Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomer 66 Tahun 2016


Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.

1
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 Tahun 1996 mengenai Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04 Tahun 1967 mengenai Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukkan
Ahli Keselamatan Kerja.
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/MEN/98 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
8. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 155 Tahun 1984 yang
merupakan penyempurnaan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 125
Tahun1982 mengenai Pembentukan Susunan dan Tata Kerja DK3N,
DK3W, dan P2K3, pelaksanaan dari Undang-undang Keselamatan Kerja.
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012
mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 02 Tahun 1992 mengenai Tata
cara Penunjukkan, Kewajiban, dan Wewenang Ahli K3.
11. Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul
Akibat Hubungan Kerja.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Rumah Sakit dan K3 Rumah Sakit?
2. Apa identifikasi potensi bahaya di Rumah Sakit?
3. Apa saja contoh kegiatan K3 Rumah Sakit?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui maksud dari Rumah Sakit dan K3 Rumah Sakit.
2. Mengetahui identifikasi potensi bahaya di Rumah Sakit.
3. Mengetahui kegiatan K3 Rumah Sakit.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi K3 Rumah Sakit

Keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah Sakit difilosofikan sebagai


suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan
sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

2.2. Tujuan K3 Rumah Sakit


1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan
produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja
tersebut.
3. Memelihara sumber produksi agar dapat digunakan secara aman dan
efisien.
2.3. Fungsi K3 Rumah Sakit
1. Fungsi dari kesehatan kerja sebagai berikut :
a. Identifikasi dan melakukan penilaian terhadap risiko dari bahaya
kesehatan di tempat kerja.
b. Memberikan saran terhadap perencanaan dan pengorganisasian dan
praktik kerja termasuk desain tempat kerja.
c. Memberikan saran, informasi, pelatihan, dan edukasi tentang
kesehatan kerja dan APD.
d. Melaksanakan survei terhadap kesehatan kerja.
e. Terlibat dalam proses rehabilitasi.

3
f. Mengelola P3K dan tindakan darurat.
2. Fungsi dari keselamatan kerja seperti berikut.
a. Antisipasi, identifikasi, dan evaluasi kondisi serta praktik berbahaya.
b. Buat desain pengendalian bahaya, metode, prosedur, dan program.
c. Terapkan, dokumentasikan, dan informasikan rekan lainnya dalam hal
pengendalian bahaya dan program pengendalian bahaya.
d. Ukur, periksa kembali keefektifan pengendalian bahaya dan program
pengendalian bahaya.
3. Peran Kesehatan dan keselamatan kerja dalam ilmu K3.
Peran kesehatan dan keselamatan kerja dalam ilmu kesehatan kerja
berkontribusi dalam upaya perlindungan kesehatan para pekerja dengan
upaya promosi kesehatan, pemantauan, dan survailan kesehatan serta
upaya peningkatan daya tahan tubuh dan ebugaran pekerja. Sementara
peran keselamatan adalah menciptakan sistem kerja yang aman atau yang
mempunyai potensi risiko yang rendah terhadap terjadinya kecelakaan dan
menjaga aset perusahaan dari kemungkinan loss.
2.4. Prinsip K3 Rumah Sakit
Agar kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit (K3RS) dapat
dipahami secara utuh, perlu diketahui pengertian 3 komponen yang saling
berinteraksi sebagai berikut :
1. Kapasitas kerja adalah kemampuan seseorang pekerja untuk
menyelesaikan pekerjaannya dalam suatu medan kerja tertentu.
Kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dan sangat tergantung
pada keterampilan, dan pengetahuan.Contoh: Pekerja melakukan kegiatan
pencampuran sediaan steril harus mendapatkan pelatihan kegiatan tersebut
agar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai.
2. Beban kerja adalah beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya
penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu
diperhatikan. Contoh: pekerja yang melakukan lembur (overtime),
pekerjaan overload.

4
3. Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja.
Contoh: Faktor fisik, kimia, biologi, ergonomi, maupun psikososial.
2.5. Identifikasi Bahaya Potensial

Identifikasi bahaya potensial merupakan langkah pertama manajemen


risiko kesehatan di tempat kerja. Pada tahap ini dilakukan identifikasi
potensi bahaya kesehatan yang terpajan pada pekerja, pasien, pengantar dan
pengunjung yang dapat meliputi:
1. Fisik, contohnya kebisingan, suhu, getaran, lantai licin.
2. Kimia,contohnya formaldehid,alkohol,ethiline okside,bahan pembersih
lantai, desinfectan, clorine.
3. Biologi, contohnya bakteri, virus, mikroorganisme, tikus, kecoa,kucing.
4. Ergonomi,contohnya posisi statis, manual handling,
mengangkat beban.
5. Psikososial, contohnya beban kerja, hubungan atasan dan bawahan,
hubungan antar pekerja yang tidak harmonis.
Beberapa contoh bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di
Rumah Sakit antara lain:

Bahaya Potensial Lokasi Pekerja yang paling beresiko

1. FISIK :
Bising IPS-RS,laundri, dapur, Karyawan yang bekerja di
CSSD,gedung genset-boiler, lokasi tersebut
IPAL
Getaran Ruang mesin-mesin dan perawat, cleaning service dan
peralatan yang menghasilkan lain- lain
getaran (ruang gigi dan lain-
lain)
Debu genset,bengkel kerja, Petugas sanitasi, teknisi gigi,
laboratorium gigi, gudang petugas IPS dan rekam medis
rekam medis, incinerator

5
Panas CSSD, dapur, laundri, Pekerja dapur, pekerja
incinerator, boiler laundry,petugas sanitasi dan IP-
RS
Radiasi X-Ray, OK yang Ahli radiologi, radioterapist dan
menggunakan c- arm, unit radiografer.Radiolog,
gigi onkologidt, kardiologist,
spesialis kedokteran
nuklir,urolog,Dokter gigi,
fisikawan medik,apoteker,
radiografer, radioterapis, teknisi
elektromedik, perawat,
perawat gigi,dan yang
ditugaskan dibagian radiasi
2. KIMIA :
Desinfektan Semua area Petugas kebersihan,
perawat
Cytotoxics Farmasi, bangsal, Pekerja farmasi, perawat,
tempat pembuangan limbah, petugas pengumpul sampah
bangsal
Ethylene oxide Kamar operasi Dokter, perawat
Formaldehyde Laboratorium, kamar Petugas kamar mayat, petugas
mayat, gudang farmasi laboratorium dan farmasi
Methyl: Methacrylate, Ruang pemeriksaan gigi Dokter gigi,perawat gigi, teknisi
Hg (amalgam) gigi
Solvents Laboratorium,bengkel Teknisi,petugas laboratorium,
kerja, semua area di RS petugas
Pembersih
Gas-gas anaestesi Ruang operasi gigi, OK, ruang Dokter gigi, perawat, dokter
pemulihan (RR) bedah, dokter/perawat anaestesi

6
3. BIOLOGI :
AIDS, Hepatitis B IGD, kamar Operasi, ruang Dokter, dokter gigi, perawat,
dan Non A- Non B pemeriksaan gigi, petugas laboratorium,
(virus) laboratorium, laundry petugas sanitasi
dan laundry
Cytomegalovirus Ruang kebidanan, ruang Perawat, dokter yang bekerja di
anak bagian Ibu dan anak
Rubella Ruang ibu dan Dokter dan
Bangsal, laboratorium, Perawat, petugas
Tuberculosis ruang isolasi laboratorium,
Fisioterapis
4. ERGONOMI :
Pekerjaan yang Area pasien dan tempat Petugas yang menangani pasien
dilakukan secara penyimpanan barang dan barang
manual (gudang)
Postur yang Semua area Semua karyawan
Salah dalam melakukan
pekerjaan
Pekerjaan yang Semua area Dokter gigi, petugas pembersih,
berulang fisioterapis, sopir, operator
komputer, yang berhubungan
dengan pekerjaan juru tulis
5. PSIKOSOSIAL :
Sering kontak dengan Semua area Semua karyawan
pasien, kerja bergilir,
kerja berlebih, ancaman
secara fisik

7
2.6. Bahaya Yang Dihadapi di Rumah Sakit

Dalam pekerjaan sehari-hari petugas kesehatan selalu diha- dapkan


pada bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang
toksik, peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar
bahaya yang dihadapi dalam Rumah Sakit atau instansi kesehatan dapat
digolongkan dalam:
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mu- dah terbakar
atau meledak(obat-obatan).
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik
3. Bahaya radiasi
4. Luka bakar.
5. Syok akibat aliran listrik
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam.
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha
pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan
disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah Sakit/instansi kesehatan.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan
bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri
lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit
pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit infeksi dan lain-lain.
Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi pada pekerja RS yaitu
sprains, strains: 52%; contussion, crushing. bruising 11%; cuts, laceration,
punctures 10.8 %; fractures: 5.6 %; multiple injuries: 2.1 %; thermal burns:
2 %; scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3 %; dermatitis: 1.2 %; dan
lain-lain: 12.4 % (US Department of Laboratorium, Bureau of
Laboratorium Statistics, 1983).

8
Data kasus K3 RS di Indonesia :
1. Gaya berat yang ditanggung pekerja rata-rata lebih dari 20 kg. Keluhan
subyektif low back pain di dapat pada 83.3% pekerja. Penderita terbanyak
usia 30-49:63.3 %. (instalasi bedah sentral di RSUD di Jakarta 2006).
2. 65.4 % petugas pembersih suatu Rumah Sakit di Jakarta menderita
Dermatitis Kontak Iritan Kronik Tangan (2004).
3. Penelitian dr. Joseph tahun 2005-2007 mencatat bahwa angka KAK NSI
mencapai 38-73 % dari total petugas kesehatan.
4. Prevalensi gangguan mental emosional 17.7 % pada pe- rawat di suatu
Rumah Sakit di Jakarta berhubungan ber makna dengan stresor kerja.
5. Insiden akut secara signifikan lebih besar terjadi pada Pekerja Rumah
Sakit dibandingkan dengan seluruh pekerja di semua kategori (jenis
kelamin, ras, umur dan status pekerjaan). (Gun 1983).
Berdasarkan data-data yang ada insiden akut secara signifikan
lebih besar terjadi pada pekerja RS dibandingkan dengan seluruh pekerja
di semua kategori (jenis kelamin, ras, umur dan status pekerjaan) (Gun
1983). Pekerja RS berisiko 1.5 kali lebih besar dari golongan pekerja
lain. Probabilitas penalaran HIV setelah luka tusuk jarum suntik yang
terkontaminasi HIV 4:1000. Risiko penularan HBV setelah luka tusuk
jarum suntik yang terkontaminasi HBV 27-37: 100. Risiko penu laran
HCV setelah luka tusuk jarum suntik yang mengandung HCV 3-10:100.
Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung
tertinggi pada perawat (16.8 %) dibandingkan pe- kerja sektor industri
lain. Di Australia, diantara 813 perawat. 87% pernah low back pain,
prevalensi 42 % dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100
perawat per tahun. Cedera punggung menghabiskan biaya kompensasi
terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $ per tahun. Khusus di Indonesia, data
penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar
dengan jelas, namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para
petugas di RS, sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.

9
Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis
yang diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan
wanita), penyakit ginjal dan saluran ke- mih (69 % wanita), dermatitis
dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran
diskus intervertebrae.
Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut
yang diderita petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja
lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna
dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran
kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit
kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya
tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan
bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3RS perlu dikelola
dengan baik. Agar penyelenggaraan K3RS lebih efektif, efisien dan
terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi
pengelola maupun karyawan RS.

2.7. Pengorganisasian K3 Rumah Sakit


Pelaksanaan K3 di Rumah Sakit sangat tergantung dari rasa tangung
jawab manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-
masing serta kerja bersama dalam pelaksanaan K3 di Rumah Sakit.
Tanggung jawab tersebut harus ditanamkan melalui adanya aturan yang
jelas. Misalnya Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua
petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin. Ketua organisasi
pelaksana K3 Rumah Sakit secara spesifik harus mempersiapkan data dan
informasi pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, merumuskan
permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama
unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan
mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat
dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi
pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana program yang

10
dilaksanakan telah berhasil.Bila terdapat kekurangan, maka perlu
diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.
a. Tugas dan fungsi organisasi/ unit pelaksana K3 Rumah Sakit
Tugas pokok :
1) Memberikan rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur Rumah
Sakit mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.
2) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan
prosedur kerja.
3) Membuat program K3RS.

Fungsi :

1) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta


permasalahan yang berhubungan dengan K3.
2) Membantu direktur Rumah Sakit mengadakan dan meningkatkan
upaya promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di Rumah Sakit.
3) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.
4) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan
korektif.
5) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
6) Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja. Kontrol
bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
7) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai
kegiatannya.
8) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru dan
pembangunan gedung.

Struktur organisasi K3RS terdiri dari 2 bagian besar yaitu :

1. Tenaga Staff yaitu tenaga yang menjadi anggota panitia K3.


2. Tenaga Pendukung yaitu pegawai Rumah Sakit yang melaksanakan
fungsi K3.

11
Secara rinci tergambarkan dalam bagan organisasi Panitia K3RS
sebagai berikut :

Sebagai pimpinan Panitia K3RS ditetapkan ketua PK3RS, ketua


PK3RS bertanggungjawab kepadaDirektur Rumah Sakit.Ketua Panitia
K3RS membawahi tenaga staf Panitia K3RS yang terdiri dari beberapa tim
dan membawahitenaga pendukung Panitia K3RS.Sekertaris Panitia K3RS
membantu ketua dalam menjalankan kegiatan manajemen K3RS.

2.8. Program K3 Rumah Sakit


Program K3RS bertujuan untuk melindungi keselamatan dan
kesehatan sertameningkatkan produktifitas pekerja, melindungi keselamatan
pasien, pengunjung danmasyarakat serta lingkungan sekitar Rumah Sakit.
Kinerja setiap petugas kesehatan dan nonkesehatan merupakan resultante
dari tiga komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, danlingkungan kerja.
Program K3RS yang harus diterapkan sebagai berikut :

Program Penjelasan
a. Pembentukan atau revitalisasi organisasi
1. Pengembangan
K3RS;
kebijakankesehatan
b. Merencanakan program K3RS selama 3 tahun
dankeselamatankerja
kedepan (setiap 3 tahun dapat direvisi
(K3RS)
kembali sesuaidengan kebutuhan).

12
a. Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran
rumahsakit, baik bagi pekerja, pasien maupun
2. Pembudayaan
pengunjungRumah Sakit;
perilakuKesehatan
b. Penyebaran media komunikasi dan informasi
danKeselamatan
baikmelalui film, leaflet, poster, pamflet, dll;
Kerja diRumah Sakit
c. Promosi K3 pada setiap pekerja yang bekerja
(K3RS)
disetiapunit RS dan pasien serta pengunjung
Rumah Sakit.
a. Pelatihan umum K3RS;
3. Pengembangan b. Pelatihan intern RS, khususnya pekerja per
Sumber unit RS;
Daya Manusia c. Pengiriman SDM untuk pendidikan formal,
(SDM) K3RS pelatihanlanjutan, seminar dan workshop
yang berkaitandengan K3.
a. Penyusunan pedoman praktis ergonomi di
RS;
b. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan
kesehatan kerja;
c. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan
4. Pengembangan keselamatan kerja;
pedoman d. Penyusunan pedoman pelaksanaan tanggap
dan Standard daruratdi RS;
Operational e. Penyusunan pedoman pelaksanaan
Procedure (SOP) penanggulangan kebakaran;
K3RS f. Penyusunan pedoman pengelolaan
penyehatanlingkungan RS;
g. Penyusunan pedoman pengelolaan faktor
risiko danpengelolaan limbah RS;
h. Penyusunan kontrol terhadap penyakit
infeksi;

13
i. Penyusunan kontrol terhadap Bahan
Berbahaya danBeracun (B3);
j. Penyusunan SOP kerja dan peralatan di
masingmasing unit kerja RS.
a. Mapping lingkungan tempat kerja ;
5. Pemantauan dan
b. Evaluasi lingkungan tempat kerja dengan cara
evaluasikesehatan
walkthrough dan observasi, wawancara
dankeselamatan
pekerja, survey dan kuesioner, checklist dan
kerja
evaluasi lingkungantempat kerja secara rinci.
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum
kerja,pemeriksaan berkala dan pemeriksaan
khusus bagipekerja sesuai dengan pajanan di
RS;
b. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus
padapekerja RS yang akan pensiun atau
6. Pelayanan kesehatan pindah kerja;
kerja c. Memberikan pengobatan dan perawatan
sertarehabilitasi bagi pekerja yang menderita
sakit;
d. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi
mental(rohani) dan kemampuan fisik pekerja;
e. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan
kerja.
a. Pembinaan dan pengawasan keselamatan
/keamanan sarana, prasarana dan peralatan
7. Pelayanan kesehatan di RS;
keselamatan b. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan
kerja keselamatan kerja di RS;
c. Pengelolaan, pemeliharaan dan sertifikasi
sarana,prasarana dan peralatan RS;

14
d. Pengadaan peralatan K3RS.
8. Pengembangan
program a. Penyediaan fasilitas untuk penanganan
pemeliharaan danpengelolaan limbah padat, cair, dan gas;
pengelolaan limbah b. Pengelolaan limbah medis dan non medis
padat, cair dan gas
a. Inventarisasi jasa, bahan beracun
berbahaya(Permenaker No. 472 th 1996)
b. Membuat kebijakan dan prosedur
9. Pengelolaan jasa,
pengadaan,penyimpanan dan penanggulangan
bahan
bila terjadi kontaminasi dengan acuan MSDS
beracun berbahaya
atau LDP (lembar Data Pengaman); lembar
dan
informasi dari pabriktentang sifat khusus dari
barang berbahaya
bahan, carapenyimpanannya, risiko pajanan
dan carapenanggulangan bila terjadi
kontaminasi.
a. Menyusun rencana tanggap darurat (survey
bahaya,membentuk tim tanggap darurat,
menetapkanprosedurpengendalian, pelatihan,
dan lain-lain)
b. Pembentukan organisasi/timkewaspadaan
c. Pelatihan dan uji coba terhadap kesiapan
10. Pengembangan
petugastanggap darurat;
manajemen tanggap
d. Inventarisasi tempat-tempat yang berisiko
darurat
danmembuat denahnya seperti laboratorium,
rontgen,farmasi, CSSD, kamar operasi,
genset, kamar isolasi penyakit menular, dan
lain-lain)
e. Menyiapkan sarana dan prasarana
tanggapdarurat/bencana;

15
f. Membuat kebijakan dan prosedur
kewaspadaan,upaya pencegahan dan
pengendalian bencana padatempat-tempat
yang berisiko tersebut;
g. Membuat rambu-rambu tanda khusus jalan
keluaruntuk evakuasi apabila terjadi bencana;
h. Memberikan APD pada petugas di tempat
yangberisiko seperti masker, apron, kacamata
pelindung,sarung tangan)
i. Sosialisasi dan penyuluhan ke seluruh pekerja
RS;
j. Pembentukan sistem komunikasi internal dan
eksternal tanggap darurat RS;
k. Evaluasi sistem tanggap darurat
a. Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan
sertapenanggulangan kecelakaan kerja, PAK,
kebakaran
dan bencana (termasuk format pencatatan
danpelaporan yang sesuai dengan kebutuhan);
b. Pembuatan sistem pelaporan kejadian dan
11. Pengumpulan, tindaklanjutnya seperti alur pelaporan
pengolahan, kejadian nyariscelaka dan celaka serta SOP
dokumentasi pelaporan, penanganan
data dan pelaporan dan tindak lanjut kejadian nyaris celaka
kegiatan K3 (near-miss)dan celaka;
c. Pendokumentasian data seperti:
1) data seluruh pekerja RS;
2) data pekerja RS yang sakit dan
dilayani;
3) data pekerja luar RS yang sakit dan
dilayani;

16
4) cakupan MCU bagi pekerja di RS;
5) angka absensi pekerja RS karena
sakit;
6) kasus penyakit umum dikalangan
pekerja RS;
7) kasus penyakit umum dikalangan
pekerja luarRS;
8) jenis penyakit yang terbanyak di
kalanganpekerja RS;
9) jenis penyakit yang terbanyak di
kalanganpekerja luar RS;
10) kasus penyakit yang berkaitan dengan
pekerjaan(pekerja RS);
11) kasus penyakit yang berkaitandengan
pekerjaan (pekerja luar RS);
12) kasus kecelakaan yang berkaitan
denganpekerjaan (pekerja RS);
13) kasus kecelakaan yang berkaitan
denganpekerjaan (pekerja luar RS);
14) data sarana prasarana dan
peralatankeselamatan kerja;
15) data perizinan;
16) data kegiatan pemantauan
keselamatan kerja;
17) data pelatihan dan sertifikasi;
18) data petugas kesehatan RS yang
berpendidikanformal kesehatan kerja,
sudah dilatih kesehatan dan
keselamatan kerja dan sudah dilatih
tentangdiagnosis PAK;
19) data kejadian nyaris celaka dan

17
celaka;
20) data kegiatan pemantauankesehatan
lingkungankerja.
a. Melakukan internal audit K3 dengan
menggunakaninstrument self assessment
akreditasi RS;
b. Umpan balik pekerja melalui wawancara
12. Review program
langsung,observasi singkat, survei tertulis dan
tahunan
kuesioner dan evaluasi ulang;
c. Analisis biaya terhadap pekerja atas
kejadianpenyakit dan kecelakaan akibat kerja;
d. Mengikuti akreditasi RS;

2.9. Komitmen dan Kebijakan K3 Rumah Sakit

Komitmen dan Kebijakan Komitmen diwujudkan dalam bentuk


kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh
seluruh karyawan Rumah Sakit. Manajemen Rumah Sakit mengidentifikasi
dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3
dan sarana untuk terlaksananya program K3 di Rumah Sakit. Kebijakan K3 di
Rumah Sakit diwujudkan dalam bentuk wadah K3RS dalam struktur
organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3RS, perlu
disusun strategi antara lain:

1. Advokasi sosialisasi program K3RS


2. Menetapkan tujuan yang jelas
3. Organisasi dan penugasan yang jelas
4. Meningkatkan SDM professional di bidang K3RS pada setiap unit
kerja di lingkungan Rumah Sakit
5. Sumber daya yang harus didukung oleh manajemen puncak

18
6. Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif
7. Membuat program kerja K3RS yang mengutamakan upaya
peningkatan dan pencegahan
8. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal berkala

Tujuan kebijakan pelaksanaan K3RS

Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk


pekerja, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung, masyarakat dan
lingkungan sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan dapat berjalan
dengan lancar.

2.10. Standar Pelayanan K3 Rumah Sakit


Rumah Sakit merupakan salah satu tempat kerja yang wajib
melaksanakan program K3RS yang bermanfaat baik bagi pekerja, pasien,
pengunjung maupun masyarakat di lingkungan sekitar Rumah Sakit.
Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai
komponen yang ada di Rumah Sakit. Pelayanan K3 di Rumah Sakit
sampai saat ini dirasakan belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih
banyak Rumah Sakit yang belum menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
1. Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS)
Bentuk pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan sebagai
berikut :
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja bagi pekerja :
1) Pemeriksaan fisik.
2) Pemeriksaan penunjang dasar (foto thorax, laboratorium rutin,
EKG).
3) Pemeriksaan khusus sesuai dengan jenis pekerjaannya.
b. Melaksanakan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang
kesehatan kerja dan memberikan bantuan kepada pekerja di

19
Rumah Sakit dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental.
Yang diperlukan antara lain:
1) Informasi umum Rumah Sakit dan fasilitas atau sarana yang
terkait dengan K3.
2) Informasi tentang risiko dan bahaya khusus di tempat kerja.
3) SOP kerja, SOP Peralatan, SOP penggunaan Alat Pelindung
Diri dan kewajibannya.
4) Orientasi K3 di tempat kerja.
5) Melaksanakan pendidikan, pelatihan, ataupun
promosi/penyuluhan kesehatan kerja secara berkala dan
berkesinambungan sesuai kebutuhan dalam rangka
menciptakan budaya K3.
c. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada :
1) SDM RS yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang
memerlukan perawatan yang lebih dari 2 minggu.
2) SDM RS yang berusia di atas 40 tahun atau SDM wanita dan
SDM RS yang cacat serta SDM RS yang berusia muda yang
mana melakukan pekerjaan tertentu.
3) SDM RS yang terdapat dugaan tertentu mengenai gangguan
kesehatan perlu dilakukan pemeriksaan khusus sesuai dengan
kebutuhan.
d. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental, dan
kemampuan fisik pekerja:
1) Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi
untuk pekerja dinas malam, petugas radiologi, petugas lab,
petugas kesling, dan lain-lain.
2) Olah raga, senam kesehatan, dan rekreasi.
3) Pembinaan mental/rohani.
e. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi
pekerja yang menderita sakit :

20
1) Memberikan pengobatan dasar secara gratis kepada seluruh
pekerja.
2) Memberikan pengobatan dan menanggung biaya
pengobatan untuk pekerja yang terkena Penyakit Akibat
Kerja (PAK).
3) Menindaklanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan
pemeriksaan kesehatan khusus.
4) Melakukan upaya rehabilitasi sesuai penyakit terkait.
f. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja
Rumah Sakit yang akan pensiun atau pindah kerja :
1) Pemeriksaan kesehatan fisik
2) Pemeriksaan laboratorium lengkap, EKG, paru (foto torak
dan fungsi paru).
g. Melakukan koordinasi dengan Tim Panitia Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi mengenai penularan infeksi terhadap
pekerja dan pasien :
1) Pertemuan koordinasi.
2) Pembahasan kasus.
3) Penanggulangan kejadian infeksi nosokomial.
h. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja :
1) Melakukan mapping tempat kerja untuk mengidentifikasi
jenis bahaya dan besar risiko.
2) Melakukan identifikasi pekerja berdasarkan jenis
pekerjaannya, lama pajanan dan dosis pajanan.
3) Melakukan analisa hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan
khusus.
4) Melakukan tindak lanjut analisa pemeriksaan kesehatan
berkala dan khusus. (Dirujuk ke spesialis terkait, rotasi
kerja, merekomendasikan pemberian istirahat kerja).
5) Melakukan pemantauan perkembangan kesehatan pekerja.

21
i. Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi
yang berkaitan dengan kesehatan kerja
(Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi,
psikososial dan ergomi).
j. Membuat evaluasi, pencatatan, dan pelaporan kegiatan
kesehatan kerja yang disampaikan kepada Direktur rumah
sakit dan unit teknis terkait di wilayah kerja Rumah Sakit.
2. Standar Pelayanan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS)
Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan
sarana, prasarana dan peralatan kerja.
Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan yaitu :
a. Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana,
prasarana dan peralatan kesehatan :
1) Melengkapi perizinan dan sertifikasi sarana dan prasarana serta
peralatan kesehatan.
2) Membuat program dan melaksanakan pemeliharaan rutin dan
berkala sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan.
3) Melakukan kalibrasi peralatan kesehatan.
4) Pembuatan SOP untuk pengoperasian, pemeliharaan,
perbaikan dan kalibrasi terhadap peralatan kesehatan.
5) Sertifikasi personil petugas/operator sarana dan prasarana serta
peralatan kesehatan.
b. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja
terhadap pekerja :
1) Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap
peralatan kerja dan pekerja.
2) Membuat program, melaksanakan kegiatan, evaluasi dan
pengendalian risiko ergonomi.
c. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja :

22
1) Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan
kerja yang memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan
psikososial.
2) Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi,
ergonomi, dan psikososial secara rutin dan berkala.
3) Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk
memperbaiki lingkungan kerja.
d. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair :
1) Penyehatan makanan dan minuman.
2) Penyehatan air.
3) Penyehatan tempat cucian.
4) Penanganan sampah dan limbah.
5) Pengendalian serangga dan tikus.
6) Sterilisasi/desinfeksi.
7) Perlindungan radiasi.
8) Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan.
e. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja :
1) Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda-tanda keselamatan.
2) Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan Alat Pelindung
Diri (APD).
3) Membuat SOP peralatan keselamatan kerja dan APD.
4) Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan
penggunaan
peralatan keselamatan dan APD.
f. Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja :
1) Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh
pekerja.
2) Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi K3 Rumah Sakit
kepada petugas K3 Rumah Sakit.

23
g. Memberi rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, pembuatan
tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait
keselamatan/keamanan :
1) Melibatkan petugas K3 Rumah Sakit di dalam perencanaan,
pembuatan, pemilihan serta pengadaan sarana, prasarana dan
peralatan keselamatan kerja.
2) Membuat evaluasi dan rekomendasi terhadap kondisi sarana,
prasarana dan peralatan keselamatan kerja.
h. Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya.
1) Membuat alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka.
2) Membuat SOP pelaporan, penanganan dan tindak lanjut
kejadian nyaris celaka (near miss) dan celaka.
i. Pembinaan dan pengawasan Manajemen Sistem Penanggulangan
Kebakaran (MPSK).
1) Manajemen menyediakan sarana dan prasarana pencegahan dan
penanggulangan kebakaran.
2) Membentuk tim penanggulangan kebakaran.
3) Membuat SOP.
4) Melakukan sosialisasi dan pelatihan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran.
5) Melakukan audit internal terhadap sistem pencegahan dan
penanggulangan kebakaran.
j. Membuat evaluasi, pencatatan, dan pelaporan kegiatan pelayanan
keselamatan kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit
dan Unit teknis terkait di wilayah kerja Rumah Sakit.

24
2.11. Rencana Program Kerja K3 di Rumah Sakit
1. Penyuluhan rencana program kerja kesehatan dan keselamatan kerja
(K3) di Rumah Sakit.
2. Sarana
1) Pengelolah Rumah Sakit komitmen yang kuat demi terwujudnya
kesehatan dan keselamatan kerja Rumah Sakit,kebijakan
mendukung program .
2) SDM Rumah Sakit ,paham mengerti tentang kesehatan dan
keselamatan kerja, bekerja sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan untuk keselamatan dan keamanan,terlatih dan dapat
menerapkan prosedur emergency bila terjadi bencana,pekerja
sehat,aman,nyaman,dan terlindungi.
3) Pasien, pengunjung/pengantar pasien aman,nyaman berada
dilingkungan Rumah Sakit mutu layanan, rekanan usaha dalam
lingkungan Rumah Sakit aman, nyaman berada dilingkungan
Rumah Sakit terlatih dan dapat menerapkan prsedur emergency
bila terjadi bencana.
3. Rencana kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja RS sebagai berikut:
a) APD
b) Immunisasi HIV
c) Limbah B3
d) Lingkungan RS
Jenis rencana programPengembangan kebijakan K3 :
1) Pembentuka atau revitalisasi organisasi K3RS
2) Merencanalan program K3RS selama 3 tahun kedepan (setiap 3
tahun dapat direvisi kembali,sesuai dengan kebutuhan).

25
Pembudayaan perilaku K3RS :

1) Advokasi sosialisasi K3 kepada seluruh jajaran Rumah Sakit,


baik bagi SDM Rumah Sakit, pasien maupun pengantar
pasien/pengunjung pasien.
2) Penyebaran media komunikasi dan informasi baik melalui
leaflet,poster,pamphlet,dan lain-lain.
3) Promisi K3 pada setiap pekerja yang bekerja disetiap unit Rumah
Sakit dan pada para pasien serta pengantar pasien/pengunjung
Rumah Sakit.

Pengembangan SDM K3RS :

1) Pelatihan umum K3RS


2) Pelatihan internal RS bagi seluruh personel
3) Pengirim SDM Rumah Sakit untuk pendidikan formal, pelatihan
lanjutan,seminar dan workshop yang berkaitan dengan K3.
4) Pengembangan Pedoman,Petunjuk Teknis Dan Standar
Oprasional Prosedure (SOP) K3RS.
Berbagai pedoman yang disisn antara lain: penyusunan
pedoman praktis ergonomic di Rumah Sakit ,penyusunan pedoman
pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja,penyusunan pedoman
pelaksanaan tanggap darurat di RS,penyusunan pedoman
pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran,penyusunan pedoman pelaksanaan pengelolaan
penyehatan lingkungan Rumah Sakit dan berbagai SOP yang
disusun.
Rumah Sakit penyusun pedoman pengelolaan faktor resiko
dan pengelolaan limbah Rumah Sakit penyusuna petunjuk teknis
pencegaan kecelakaan dan penanggulangan bencana penyusun
control terhadap penyakit infeksi penyusunan SOP angkat angkut
pasien diRumah Sakit penyusun SOP terhadap bahan beracun dan

26
berbahaya (B3).Penyusun SOP kerja dan peralatan di masing-
masing unit kerja Rumah Sakit.
e) Pemantauan Dan Evaluasi Kesehatan Lingkungan Tempat Kerja
Mapping lingkungan tempat kerja (area atau tempat kerja
yang dianggap beresiko dan berbahaya,area/tempat yang belum
melaksanakan program K3RS ,area/tempat kerja yang sudah
melaksanakan program K3RS,area/tempat yang sudah
melaksanakan dan mendokumentasi pelasanaan program
K3RS).Evaluasi lingkungan tempat kerja (walk traough) observasi
wawancara SDM Rumah Sakit survey dan kuesioner checklist, dan
evaluasi lingkungan tempat kerja secara rinci.
f) Pelayanan Kesehatan Kerja
Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum
bekerja,pemeriksaan kesehatan berkala, dan pemeriksaan kesehatan
khusus bagi SDM Rumah Sakit memberikan pengobatan dan
perawatan serta rehabilitasi bagi SDM Rumah Sakit yang
menderita peningkatan kesehatan badan, kondisi mental (rohani)
dan kemampuan fisik personel Rumah Sakit perlindungan spesifik
dengan pemberian immunisasi pada personel Rumah Sakit yang
bekerja pada area/tempat kerja yang beresiko dan berbahaya.
g) Pembinaan Dan Pengawasan
Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana
prasarana dan peralatan kesehatan di Rumah Sakit.Pembinaan dan
pengawasan perlengkapan keselamatan kerja diRumah
Sakit.Pengelolaan pemeliharaan dan sertifikasi sarana prasarana
dan peralatan Rumah Sakit,pengadaan peralatan K3RS.
h) Pengembangan Program Pemeliharaan Limbah Padat Cair Dan Gas
Penyediaan fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan
limbah padat,cair dan gas.Pengelolaan limbah medis dan non
medis.Pengelolaan jasa, bahan beracun dan berbahaya dan barang
berbahaya inventarisasi jasa,bahan beracun berbahaya dan barang

27
berbahaya (Permenkes nomor 472 tahun 1996) pembuat kebijakan
dan prosedur pengadaan,penyimpanan dan penanggulangan bila
terjadi kontaminasi dengan acuan lembar data keselamatan bahan
(MSDS Material Safety Data Sheet) atau lembar data pengaman
(LPD) : Lembar informasi dari pabrik tentang sifat khusus
(fisik/kimia) dari bahan, cara penyimpanan, resiko pajanan dan cara
penanggulangan bila terjadi kontaminasi.
i) Pengembangan Manajemen Tanggap Darurat
Penyusun rencana tanggap darurat (survey
bahaya,membentuk tim tanggap darurat, menetapkan prosedur
pengendalian, pelatihan dan lain-lain). Pembentukan organisasi/tim
kewaspadaan bencana pelatihan dan uji coba terhadap kesiapan
petugas tanggap darurat inventarisasi tempat-tempat yang
beresiko dan berbahaya serta membuat denahnya (laboratorium,
rontgen, farmasi,CSSD, kamar operasi, genset, kamar isolasi
penyakit menular, dan lain-lain). Penyiapan sarana dan prasarana
tanggap darurat /rencana pembuat kebijakan dan prosedur
kewaspadaan ,upaya pencegahan dan pengendalian bencana pada
tempat-tempat beresiko tersbut. Pembuat rambu-rambu/tanda
khusus jalan keluar untuk evakuasi apabila terjadi bencana pembuat
kebijakan dan prosedur kewaspadaan ,upaya pencegahan dan
pengendalian bencana pada tempat-tempat yang beresiko tersebut.
Pembuat rambu-rambu/tanda khusus jalan keluar untuk
evakuasi apabila terjadi bencana,memberikan alat pelindung diri
(APD) pada petugas di tempat yang beresiko (masker,apron,
kacamata,sarung tangan,dan lain-lain).Sosialisasi dan penyuluhan
keselamatan kerja dan kewaspadaan bencana keseluruh personel
Rumah Sakit ,pembentukan system komukasi internal dan eksternal
tanggap darurat Rumah Sakit,evaluasi system tanggap
darurat/bencana.

28
j) Pengumpulan, Pengelolaan, Dokumentasi Data, Dan Pelaporan
Data Keselamatan Kerja Dan Kewaspadaan Bencana
Penyususn prosedur pencatatan dan pelapran serta
penanggulangan kecelakaan kerja, PAK, kebakaran, dan bencana
(termasuk format pencatatan dan pelaporan yang sesuai dengan
kebutuhan). Pembuatan system pelaporan kejadian dan tindak
lanjutnya (alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka serta
SOP pelaporan,penanganan dan tindak lanjut kejadian nyaris celaka
(near miss) dan celaka pendokumentasian data seluruh personel
Rumah Sakit ,data personel Rumah Sakit,yang sakit dilayani data
pemerikasaan kesehatan personel Rumah Sakit 2 sebelum
bekerja,berkala,khusus cakupan MCU bagi personel Rumah Sakit
angka absensi personel Rumah Sakit kasus penyakit umum pada
personel Rumah Sakit jrnis penyakit yang terbanyak dikalangan
pekerja Rumah Sakit, kasus diduga penyakit akibat kerja (
personel Rumah Sakit), kasus kebakaran,peledakan akibat bahan
kimia ,data kejadian nhyaris celaka (near miss) dan celaka data
sarana,prasarana dan peralatan keselamatan kerja data perizinan.
Data kegiatan pemantauan keselamatan kerja, data
pelatihan dan sertifikat, data pembinaan dan pengawasan, terhadap
kantin dan pengelolaan makanan di Rumah Sakit, data promosi
kesehatan dan keselamatan kerja bagi personel Rumah Sakit,
Pasien dan pengunjung/pengantar pasien,data petugas kesehatan
Rumah Sakit yang berpendidikan formal kesehatan kerja,sudah
dilatih kesehatan dan keselamatan kerja dan sudah dilatih tentang
diagnosis PAK, data kegiatan pemantauan APD
(jenis,jumlah,kondisi penggunaannya), data kegiatan pemantauan
kesehatan lingkungan kerja dan pengendalian bahaya tempat kerja
(unit kerja Rumah Sakit).

29
k) Review Program Tahunan
Melakukan internal audit keselamatan kerja dan
kewaspadaan bencana dan menggunakan instrument self
assessment akreditasi Rumah Sakit.Umpan balik personel Rumah
Sakit melalui wawancara langsung, observasi singkat, survey
tertulis dan kuesioner, dan evaluasi ulang .Analisis biaya terhadap
personel Rumah Sakit atas kejadian penyakit dan kecelakaan akibat
kerja pengikut akreditasi Rumah Sakit.
4. Membuat laporan pelaksanaan evaluasi dan tindak lanjut rencana
program kerja kesehatan dan keselamatan RS. Rencana program karena
ditinjau dan dievaluasi kembali , untuk kegiatan yang belum
dilaksanakan dievaluasi hambatan dan kendalanya, direncanakan untuk
dilaksanakan kembaki direncana program berikutnya.
5. Menyusun rencana program kerja kesehatan dan keselamatan Rumah
Sakit ,penyusun rencana program K3RS, RS sebagai pedoman
pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya.
2.12. Langkah - Langkah Penyelenggaraan K3RS
Untuk memudahkan penyelenggaraan K3 di Rumah Sakit, maka
perlu langkah-langkah penerapannya sebagai berikut :
1) Tahap Persiapan
a. Menyatakan komitmen : komitmen harus dimulai dari direktur
utama/ direktur RS (manajemen puncak). Pernyataan komitmen
oleh manajemen puncak tidak hanya dalam kata-kata tetapi juga
harus dengan tindakan nyata, agar dapat diketahui, dipelajari,
dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh staf dan petugas Rumah
Sakit.
b. Menetapkan cara penerapan K3 di Rumah Sakit: menetapkan cara
penerapan K3RS dapat menggunakan jasa konsultan atau tanpa
menggunakan jasa konsultan jika Rumah Sakit memiliki personil
yang cukup mampu untuk mengorganisasikan dan mengarahkan
orang.

30
c. Pembentukan organisasi/ unit pelaksana K3RS.
d. Membentuk kelompok kerja penerapan K3 : anggota kelompok
kerja sebaiknya terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja,
misalnya manajer unit kerja. Peran, tanggung jawab dan tugas
anggota kelompok kerja perlu ditetapkan. Sedangkan mengenai
kualifikasi dan jumlah anggota kelompok kerja disesuaikan dengan
kebutuhan Rumah Sakit.
e. Menetapkan sumber daya yang diperlukan : sumber daya disini
mencakup orang (mempunyai tenaga K3), sarana, waktu dan dana.
2) Tahap Pelaksanaan
a. Penyuluhan K3 ke semua petugas Rumah Sakit.
b. Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan
kelompok di dalam organisasi Rumah Sakit. Fungsinya memproses
individu dengan perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan
yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dan
pelatihan.
c. Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku
diantaranya sebagai berikut :
1. Pemeriksaan kesehatan petugas.
2. Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatam kerja.
3. Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan
darurat.
4. Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi
kesehatan.
5. Pengobatan pekerja yang menderita sakit.
6. Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur,
melalui monitoring lingkungan kerja dari hazard yang ada.
7. Melaksanakan biological monitoring.
8. Melaksanakan surveilas kesehatan pekerja.

31
3) Tahap Pemantauan dan Evaluasi
Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di Rumah Sakit adalah
salah satu fungsi manajemen K3 Rumah Sakit yang berupa suatu
langkah yang diambil untuk mengetahui dan menilai sampai sejauh
mana proses kegiatan K3RS itu berjalan, dan mempertanyakan
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3RS dalam
mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pemantauan dan evaluasi meliputi :
a. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem
pelaporan Rumah Sakit (SPRS)
1) Pencatatan dan pelaporan K3
2) Pencatatan semua kegiatan K3
3) Pencatatan dan pelaporan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
4) Pencatatan dan pelaporan Penyakit Akibat Kerja (PAK)
b. Inspeksi dan pengujian
Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3
secara umum dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3 di Rumah
Sakit dilakukan secara berkala terutama oleh petugas K3 Rumah
Sakit sehingga kejadian KAK (kecelakaan akibat kerja) dan PAK
(penyakit akibat kerja) dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan
lain adalah pengujian baik terhadap lingkungan maupun
pemeriksaan terhadap pekerja beresiko seperti biological
monitoring (pemantauan secara biologis).
c. Melaksanakan audit K3
Audit K3 yang meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan
pengelolaan, karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan,
kebijakan dan prosedur, pengembangan karyawan dan program
pendidikan, evaluasi dan pengendalian.

32
Tujuan audit K3 :
1) Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan
keselamatan.
2) Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan
sesuai ketentuan.
3) Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial
serta pengembangan mutu.

Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit,


identifikasi, penilaian risiko direkomendasi kepada manajemen
puncak. Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen
secara berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan
keefektifan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3 di Rumah
Sakit.

2.13. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Rumah Sakit

Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan (SMK3) adalah


bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang
meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab,
prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan,
penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman,
efisien dan produktif. Adapun tujuan dan sasaran SMK3 adalah
menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat
kerja yang aman, nyaman, efisien dan produktif (ILO 2015).

33
Pelaksanaan SMK3 di Rumah Sakit

1. Penyuluhan K3 ke semua Petugas Rumah Sakit


2. Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam organisasi
Rumah Sakit
3. Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku
a. Pemeriksaan keselamatan petugas
b. Penyediaan Alat Pelindung Diri dan Keselamatan Kerja
c. Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan
darurat
d. Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan
e. Pengobatan pekerja yang menderita sakit
f. Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur
g. Melaksakan biologikal monitoring
h. Melaksanakan surveilas kesehatan pekerja
2.14. Tanggap Darurat Di Rumah Sakit

Tanggap Darurat Di Rumah Sakit Keadaan darurat adalah situasi


atau keja dian tidak normal yang terjadi tiba-tiba dan dapat menganggu
kegiatan komunitas dan perlu segera di tanggulangi. Rencana darurat
adalah suatu rencana formal tertulis, yang berdasarkan pada potensi
kecelakaan yang dapat terjadi di instalasi dan konsekuensi-konsekuensinya
yang dapat dirasakan didalam dan diluar tempat kerja serta bagaimana
suatu keadaan darurat itu harus segera ditangani.

 Protap keselamatan kesehatan kerja (K3) Penanganan Gempa Bumi (Code


Green) di Rumah Sakit :
1. Jangan panik.
2. Tetap tenang di dalam gedung/ruangan.
3. Ambil jarak dengan jendela sejauh 4-5 meter.
4. Bila berada ditempat yang tinggi, jangan segera turun saat terjadi
gempa

34
5. Jika sedang berada di dalam lift, segera keluar menuju lantai
terdekat, apabila tiba-tiba lift berhenti diantara dua lantai, tetap
tenang dan tekan tombol “PANGGILAN DARURAT” atau
berkomunikasi dengan teknisi melalui HT dan tunggu beberapa
waktu.
6. Berlindung dibawah tempat perlindungan yang cukup kuat untuk
menahan jatuhnya puing atau reruntuhan benda lainnya.
7. Setelah ada perintah evakuasi dari komandan bencana lakukan
evakuasi dengan tenang dan teratur. Menujut empat berkumpul.
8. Tunggu instruksi selanjutnya.
 Protap Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) Penanganan Kebanjiran di
Rumah Sakit, yaitu:
1. Amankan lingkungan sekitarnya (pasien, asset, serta dokumen) dari
kemungkinan bahaya banjir yang lebih besar yang dapat terjadi,
disamping harus memperhatikan keselamatan dirinya.
2. Matikan arus listrik dari kabel atau alat yang mungkin dapat
terendam air.
3. Singkirkan benda – benda, sampah atau apapun yang
menghambat / menyumbat jalannya air.
4. Tim penanggulangan bencana alam memonitor di masing-masing
ruang, dengan melakukan evakuasi di beberapa titik evakuasi banjir :
a. Evakuasi pasien
b. Evakuasi dokumen di area gedung utama (perkantoran).
c. Evakuasi alat medik yang dipakai saat kondisi darurat .
d. Evakuasi alat medik yang tidak dipakai saat kondisi darurat.
e. Evakuasi untuk alat elektronik lain di Perinatologi
5. Tim penanggulangan bencana melakukan tindakan-tindakan
pencegahan lainnya dilapangan.
6. Tim penanggulangan bencana alam membuat laporan kepada direktur
tentang kejadian banjir termasuk kerusakan bila ada.

35
 Protap Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) Penanganan Kebakaran di
Rumah Sakit, yaitu:
1. Petugas jaga menyelamatkan pasien dan ditempatkan pada tempat yang
aman.
2. Menyelamatkan sarana dan prasarana yang bisa diselamatkan.
3. Salah satu petugas jaga lapor kepada pengawas perawatan yang saat
itu bertugas jaga, untuk selanjutnya pengawas perawatan menghubungi
unit terkait lainnya (Karu IGD, Ka. IGD, Direktur RS, Kepolisian)
4. Dokter jaga IGD bertugas sebagai triage officer untuk mengkoordinir
semua kegiatan penanggulangan bencana.
5. Listrik dipadamkan serta dilakukan pemadaman dengan alat yang
tersedia.
6. Jika dirasa perlu agar menghubungi Dinas Pemadam Kebakaran
setempat untuk mendapat pertolongan.
7. Setelah kebakaran bisa diatasi, dibawah koordinasi pihak RS, pasien
dan seluruh peralatan yang ada dipindahkan ke tempat penampungan
sementara.
8. Mendata semua kerugian RS.
9. Jika hanya IGD yang terbakar, maka dibawah koordinasi pihak RS dan
Kepala IGD mencarikan tempat penampungan sementara untuk pasien
dan sarana di lingkungan RS.

Identifikasi daerah paling beresiko terjadi bahaya kebakaran di Rumah


Sakit, yaitu:

1. Instalasi gizi.
2. Bagian pemeliharaan sarana.
3. Tempat penyimpanan O2.
4. Tempat penyimpanan LPG.
5. Ruang panel, ruang mesin dan tangki BBM generator.
6. Instalasi farmasi.
7. Isntalasi laboratorium.

36
8. Instalasi kamar operasi.
9. Instalasi pusat sterilisasi (KST dan Binatu).
10. Instalasi radiologi.
2.15. Pemadam Api Yang Paling Umum

Semua laboratorium kimia harus memiliki pemadam api jenis karbon


dioksida dan bahan kimia kering. Sediakan pemadam api jenis lain
tergantung pekerjaan yang dilakukan di laboratorium. Berikut ini adalah
empat jenis pemadam api yang paling umum dan jenis kebakaran yang
cocok dengan pemadam api tersebut. Pemadam api multiguna juga bisa
disediakan.

1. Pemadam api jenis air efektif untuk kertas dan sampah yang terbakar.
Jangan gunakan pemadam ini untuk memadamkan kebakaran listrik,
cairan, atau logam.

2. Pemadam api jenis karbon dioksida efektif untuk memadamkan cairan


yang terbakar, seperti hidrokarbon atau cat, dan kebakaran listrik.
Pemadam api ini dianjurkan untuk kebakaran yang melibatkan peralatan
komputer, instrumen yang mudah pecah, dan sistem optik karena tidak
merusak peralatan tersebut. Pemadam ini kurang efektif untuk
memadamkan kebakaran kertas dan sampah serta tidak boleh digunakan
untuk menangani kebakaran logam hidrida atau logam. Berhati-hatilah
saat menggunakan pemadam api ini karena gaya dorong gas mampat
bisa menyebarkan bahan yang mudah terbakar, seperti kertas, dan bisa
menumpahkan wadah cairan yang mudah terbakar.

3. Pemadam api jenis serbuk kering, yang berisi amonium fosfat atau
natrium bikarbonat, efektif memadamkan cairan yang terbakar dan
kebakaran listrik. Pemadam ini kurang efektif untuk memadamkan
kebakaran kertas dan sampah atau logam. Pemadam api ini tidak
dianjurkan untuk kebakaran yang melibatkan instrumen yang mudah
pecah atau sistem optik karena masalah pembersihan. Peralatan
komputer mungkin perlu diganti jika terpapar serbuk kering dalam

37
jumlah cukup. Pemadam api ini umumnya digunakan di tempat yang
mungkin terdapat pelarut dalam jumlah besar.

4. Pemadam api Met-L-X dan pemadam api lainnya yang memiliki


formulasi granular khusus efektif memadamkan logam yang terbakar.
Tercakup dalam kategori ini adalah kebakaran yang melibatkan
magnesium, litium, natrium, dan kalium; paduan logam reaktif; dan
hidrida logam, alkil logam, dan organologam lainnya. Pemadam api ini
kurang efektif untuk memadamkan kebakaran kertas dan sampah,
cairan, atau listrik.

Setiap pemadam api harus memiliki label yang memperlihatkan


jenis kebakaran yang dipadamkan dan tanggal pemeriksaan terakhir.
Ada sejumlah jenis pemadam api lain yang lebih khusus yang tersedia
untuk menangani situasi bahaya kebakaran yang tidak biasa. Setiap
orang di laboratorium yang terlatih harus bertanggung jawab untuk
mengetahui lokasi, pengoperasian, dan keterbatasan pemadam
kebakaran di daerah kerja. Supervisor laboratorium bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa semua pegawai mengetahui lokasi pemadam
api dan dilatih untuk menggunakannya. Pegawai yang ditunjuk harus
segera mengisi ulang atau mengganti pemadam kebakaran yang sudah
digunakan.

2.16. SOP Alat Pemadam Api Ringan (APAR)


a. Tujuan :
Dalam rangka untuk mensiap siagakan pemberantasan pada mula
terjadinya kebakaran, maka setiap alat pemadam api ringan
penggunaannya harus sesuai dengan dasar hukum Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor : Per-
04/Men /1980 tentang syarat – syarat pemasangan dan pemeliharaan
alat pemadam api ringan.

38
b. Pemasangan APAR
1. Setiap satu atau kelompok alat pemadam api ringan harus
ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas, mudah
dicapai dan diambil serta dilengkapi dengan pemberian tanda
pemasangan.
2. Pemberian tanda pemasangan tersebut harus sesuai dengan tanda
untuk menyatakan tempat alat pemadam api ringan yang dipasang
pada dinding.
3. Tinggi pemberian tanda pemasangan tersebut adala 125 cm dari
dasar lantai tepat diatas satu atau kelompok alat pemadam api
ringan bersangkutan.
4. Pemasangan dan penempatan alat pemadam api ringan harus sesuai
dengan jenis dan penggolongan kebakaran.
5. Kebakaran dapat digolongkan :
 Kebakaran bahan padat kecuali logam (Golongan A)
 Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar (Golongan
B)
 Kebakaran instalasi listrik bertegangan (Golongan C)
 Kebakaran logam (Golongan D).
6. Jenis alat pemadam api ringan terdiri dari :
 Jenis cair ( air ).
 Jenis busa.
 Jenis serbuk kering.
 Jenis gas (Hydrocarbon berhalogen dan sebagainya ).
7. Penempatan alat pemadam api ringan yang satu dengan lainnya
atau kelompok satu dengan lainnya tidak boleh melebihi 15 meter,
kecuali ditetapkan oleh pegawai pengawas atau ahli keselamatan
kerja.
8. Setiap alat pemadam api ringan harus dipasang (ditempatkan)
menggantung pada dinding dengan penguat sengkang atau dengan

39
konstruksi penguat lainnya atau ditempatkan dalam lemari atau peti
(box) yang tidak dikunci.
9. Lemari atau peti ( box ) dapat dikunci dengan syarat bagian
depannya harus diberi kaca aman dengan tebal maximum 2 mm.
10. Sekang atau konstruksi penguat lainnya tidak bo;leh dikunci atau
digembok atau diikat mati.
11. Ukuran panjang dan lebar bingkai kaca aman, harus sesuai dengan
besarnya alat pemadam api ringan yang ada dalam lemari atau peti
(box) sehingga mudah dikeluarkan.
12. Pemasangan alat pemadam api ringan harus dipasang sedimikian
rupa sehingga bagian paling atas berada pada ketinggian 1,2 m dari
permukaan lantai, kecuali CO2 dan serbuk kering dapat
ditempatkan lebih rendah dengan syarat jarak antara dasar alar
pemadam api ringan tidak kurang 15 cm dari permukaan lantai.
13. Alat pemadam api ringan tidak boleh dipasang dalam ruangan atau
tempat dimana suhu melebihi 49 derajat C atau turun samai minus
44 derajat C kecuali apabila alat pemadam api ringan tersebut
dibuat khusus untuk suhu diluar batas tersebut di atas.
14. Alat pemadam api ringan yang ditempatkan di alam terbuka harus
dilindungi dengan tutup pengaman.
c. Pemeliharaan APAR
1. Setiap alat pemadam api ringan harus diperiksa 2 ( dua ) kali dalam
setahun, yaitu :
a. Pemeriksaan dalam jangka 6 ( enam ) bulan.
b. Pemeriksaan dalam jangka 12 ( dua belas ) bulan.
2. Cacat pada alat perlengkapan pemadam api ringan yang ditemui
waktu pemeriksaan, harus segera diperbaiki atau alat tersebut
segera diganti dengan yang tidak cacat.
3. Pemeriksaan dalam jangka 6 ( enam ) bulan meliputi dengan cara :
a. Berisi atau tidaknya tabung, berkurang atau tidaknya tekanan
dalam tabung, rusak atau tidaknya segi pengaman tabung.

40
b. Bagian luar tabung tidak boleh cacat termasuk handle dan label
harus selalu dalam keadaan baik.
c. Mulut pancar tidak boleh tersumbat dan pipa pancar yang
terpasang tidak boleh retak, atau menunjukan tanda – tanda
rusak
d. Untuk alat pemadam jenis busa diperiksa dengan
mencampurkan sedikit larutan sodium bicarbonate dan
alumunium sulfat di luar tabung, apabila cukup kuat, maka alat
pemadam api ringan tersebut dipasang kembali.
e. Untuk alat pemadam api ringan hydrocarbon berhalogen kecuali
jenis tetra chloride diperiksa dengan cara menimbang, jika
beratnya sesuai dengan aslinya dapat dipasang kembali.
f. Cara – cara pemeriksaan tersebut dapat dilakukan dengan cara
lain sesuai dengan perkembangan.
4. Pemerikasaan dalam jangka 12 (dua belas) bulan meliputi dengan
cara :
a. Untuk alat pemadam api ringan jenis busa dilakukan
pemeriksaan dengan membuka tutup kepala secara hati – hati
dan dijaga supaya tabung dalam posisi berdiri tegak,
lalu di teliti :
 Isi alat pemadam api harus sampai batas permukaan yang
ditentukan.
 Pipa pelepas isi yang berada dalam tabung dan saringan
tidak boleh tersumbat atau buntu.
 Ulir tutup kepala tidak boleh cacat, dan saluran
penyemprotan tidak boleh tersumbat.
 Perlatan yang bergerak tidak boleh rusak, dapat bergerak
dengan bebas, mempunyai rusuk atau sisi yang tajam dan
bak gasket atau packing harus masih dalam keadaan baik.
 Gelang tutup kepala harus dalam keadaan baik.

41
 Bagian dalam dari alat pemadam api tidak boleh berlubang
atau cacat karena karat.
 Untuk jenis cairan busa yang dicampur sebelum
dimasukakan larutannya harus dalam keadaan baik.
 Lapisan pelindung dari tabung gas bertekanan harus dalam
keadaan baik.
 Tabung gas bertekanan harus berisi penuh sesuai dengan
kapasitasnya.
 Untuk alat pemadam api jenis busa harus tahan terhadap
tekanan coba sebesar 20 kg per cm2.
b. Untuk alat pemadam api jenis hydrocarbon berhalogen
dilakukan dengan cara :
 Isi tabung harus diisi dengan berat yang ditentukan.
 Pipa pelelas isi yang berada dalam tabung dan saringan
tidak boleh tersumbat atau buntu.
 Ulir tutup kepala tidak boleh rusak, dan saluran keluar tidak
boleh tersumbat.
 Gelang tutup kepala harus dalam keadaan baik.
 Lapisan pelindung dari tabung gas harus dalam keadaan
baik.
 Tabung gas bertekanan harus terisi penuh sesuai dengan
kapasitasnya.
5. Petunjuk cara – cara pemakaian alat pemadam api ringan harus
dapat dibaca dengan jelas.
6. Untuk setiap alat pemadam api ringan dilakukan percobaan secara
berkala dengan jangka waktu tidak melebihi 5 tahun sekali dan
harus kuat menahan tekanan coba.
7. Untuk alat pemadam api ringan jenis carbon dioxide (CO2) harus
dilakukan percobaan tekan dengan syarat :
a. Percobaan tekanan pertama satu setengah kali tekana kerja.
b. Percobaan tekan ulang satu setengah kali tekanan kerja.

42
8. Setiap tabung alat pemadam api ringan harus diisi kembali dengan
cara :
a. Untuk asam soda, busa, bahan kimia, harus diisi setahun sekali.
b. Untuk jenis cairan busa yang dicampur dahulu harus diisi 2
tahun sekali.
c. Untuk jenis tabung gas hydrocarbon berhalogen, tabung harus
diisi 3 tahun sekali.
d. Untuk tabung selainnya diisi selambat – lambatnya 5 tahun
sekali.
9. Semua alat pemadam api ringan sebelum diisi kembali harus
dilakukan pemeriksaan atau tindakan sebagai berikut :
a. Isinya dikosongkan secara normal.
b. Setelah seluruh isi tabung dikeluarkan, katup kepala dibuka dan
tabung serta alat – alat diperiksa.
c. Bagian dalam dan luar tabung harus diteliti untuk memastikan
tidak terdapat lubang – lubang atau cacat.
d. Ulir katup kepala harus dberi gemuk tipis, gelang tutup
ditempatkan kembali dan tutup kepala dipasang dengan
mengunci sampai kuat.
e. Apabila selang tutup terbuat dari karet harus dijaga gelang
tersebut tidak terkena gemuk.
f. Tanggal, bulan dan tahun pengisian harus dicatat pada badan
alat pemadam api ringan tersebut.
g. Alat pemadam api ringan ditempatkan pada posisi yang tepat

43
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Contoh Kegiatan K3RS


Beberapa contoh Kegiatan K3 di Rumah Sakit adalah :
1. Mengetahui dan Menempatkan Simbol-simbol K3 di tempat yang
tepat. Beberapa simbol dikenal sebagai simbol yang berhubungan
dengan aspek K3, seperti simbol tengkorak untuk bahan beracun,
simbol kipas untuk menandakan bahaya radiasi, tanda-tanda seperti
awas jalan licin, jika terjadi hujan yang menyebabkan jalan basah dan
sebagainya.
2. Menggunakan APD (Alat Perlindungan Diri) di saat yang tepat.
Misalnya ketika akan kontak dengan pasien, atau masuk ke daerah
pasien dengan penyakit menular atau kerja aseptis harus menggunakan
APD yang tepat. APD bisa terdiri dari masker dan sarung tangan saja,
ada juga yang full suit misal untuk kerja aseptis atau handling
sitostatika.
3. Menghindari tindakan-tindakan yang berpotensi bahaya
Seperti berdiri di dekat benda yang ditumpuk tinggi, bekerja di
pencahayaan yang sedikit, mengangkat barang dengan posisi
membungkuk, atau bercanda saat sedang memegang jarum suntik.
4. Memahami penggunaan APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
Menggunakan teknik TATA, yaitu :
a) T : Tarik => Tarik Kunci Pengaman dari APAR
b) A : Arahkan => Arahkan ke dasar api, jangan lupa yang
dipegang adalah daerah di dekat ujung noozle
c) T : Tekan => Tekan gagang untuk mengeluarkan isi
APAR
d) A : Ayunkan =>Ayunkan searah gerakan angin, tujuannya
adalah agar arah api dan isi APAR tidak mengenai kita jika kita
searah gerakan angin.

44
3.1 Gambar APAR

5. Mengetahui Pintu darurat, jalur evakuasi, atau titik kumpul jika ada
bencana.
3.2. Simbol Keselamatan Kerja

45
Simbol ini harus diperhatikan dan dipahami supaya Anda mengetahui
bahaya yang ada pada suatu benda atau zat kimia.Berikut adalah
penjelasan simbol-simbol tersebut :

1. Animal hazard adalah bahaya yang berasal dari hewan. Mungkin


saja hewan itu beracun karena telah disuntik bermacam-macam zat
hasil eksperimen atau dapat menggigit dan mencakar Anda.
2. Sharp instrument hazard adalah bahaya yang berasal dari benda-
benda yang tajam. Benda itu jika tidak digunakan dengan benar
maka dapat melukai Anda.
3. Heat hazard adalah bahaya yang berasal dari benda yang panas.
Tangan Anda akan kepanasan jika menyentuh benda tersebut dalam
keadaan aktif atau menyala.
4. Glassware hazard adalah bahaya yang berasal dari benda yang
mudah pecah. Biasanya berupa gelas kimia.
5. Chemical hazard adalah bahaya yang berasal dari bahan kimia.
Bisa saja bahan kimia itu dapat membuat kulit kita gatal dan iritasi.
6. Electrical hazard adalah bahaya yang berasal dari benda-benda
yang mengeluarkan listrik. Hati-hati dalam menggunakannya supaya
tidak tersengat listrik.
7. Eye & face hazard adalah bahaya yang berasal dari benda-benda
yang dapat membuat iritasi pada mata dan wajah. Gunakan masker
atau pelindung wajah sebelum menggunakan bahan tersebut.
8. Fire hazard adalah bahaya yang berasal dari benda yang mudah
terbakar. Contohnya adalah kerosin (minyak tanah) dan spiritus.
9. Biohazard adalah bahaya yang berasal dari bahan biologis. Bahan
tersebut bisa dapat menyebabkan penyakit mematikan seperti AIDS.
Contohnya adalah tempat pembuangan jarum suntik.
10. Laser radiation hazard adalah bahaya yang berasal dari sinar laser.

46
11. Radioactive hazard adalah bahaya yang berasal dari benda
radioaktif. Benda ini dapat mengeluarkan radiasi dan jika terpapar
terlalu lama maka akan menyebabkan kanker.
12. Explosive hazard adalah bahaya yang berasal dari benda yang
mudah meledak. Jauhkan benda tersebut dari api.

47
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

1. Pengertian Rumah Sakit dan Keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah


Sakit :
a. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakanpelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
b. Keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah Sakit difilosofikan sebagai
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya
menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian
secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya
dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
2. Identifikasi potensi bahaya di Rumah Sakit yaitu fisik, kimia, biologi,
ergonomic, dan psikososial.
3. Beberapa contoh Kegiatan K3 di Rumah Sakit adalah :
a. Mengetahui dan Menempatkan Simbol-simbol K3 di tempat yang tepat.
b. Menggunakan APD (Alat Perlindungan Diri) di saat yang tepat.
c. Menghindari tindakan-tindakan yang berpotensi bahaya
d. Memahami penggunaan APAR
e. Mengetahui pintu darurat, jalur evakuasi, atau titik kumpul jika ada
bencana.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun


2016Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit
2. Sri Rejeki. 2016. Kesehatan dan keselamatan kerja. Jakarta. Modul bahan
ajar cetak farmasi.
3. Keputusan menteri kesehatan republik Indonesia Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007.
4. Asih Widowati. 2018. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit.
Jakarta. CV Trans Info Media.

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016


Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit.

6. Syaifuddin. 2011. Gambaran Pelaksanaan Tanggap Darurat sebagai Upaya


Penanggulangan Bencana di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. [Laporan
Khusus]. Jakarta, Universitas Sebelas Maret.

7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia


Nomor : Per- 04//Men/1980.

8. Standar operasional prosedur penanggulangan banjir RSI AT-TIN


HUSADA Jl. Raya Ngawi – Solo Km 4 Watualang.

9. Standar operasional prosedur penanggulangan Kebakaran RSUD


“KANJURUHAN” KEPANJEN Jl. Panji No. 100 KEPANJEN-MALANG

49

Anda mungkin juga menyukai