KELOMPOK 3
ABIGAEL P. MEGA
AURELIUS GELU
FEBY N. A MARING
MARIA V. J. MANUK
RAHMAWATI ALIL
WILIBALDUS J. SIGA
YODIKSON M. BANG
IFNA P. RAMLY
CHAIRIYANI KOSSAH
WINDI BOIMAU
ERIFIN
DESTI
KUPANG
2018
A. PENGERTIAN SKRINING DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Skrining atau penapisan adalah penggunaan tes atau metode diagnosis lain untuk
mengetahui apakah seseorang memiliki penyakit atau kondisi tertentu sebelum
menyebabkan gejala apapun. Untuk banyak penyakit (misalnya, kanker) pengobatan dini
mengarahkan hasil yang lebih baik. Tujuan skrining adalah menemukan penyakit ini
sehingga pengobatan dapat dimulai sedini mungkin. Penyakit demam berdarah dengue
atau yang disingkat sebagai DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti betina lewat air liur gigitan saat
menghisap darah manusia. Selama nyamuk aides aigypti tidak terkontaminasi virus
dengue maka gigitan nyamuk DBD tersebut tidak berbahaya. Jika nyamuk tersebut
menghisap darah penderita DBD maka nyamuk menjadi berbahaya karena bisa
menularkan virus dengue yang mematikan. Untuk itu perlu pengendalian nyamuk jenis
aedes aegypti agar virus dengue tidak menular dari orang yang satu ke orang yang lain.
a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
Setiap penderita yang sudah didiagnosis dibagi kedalam derajat penyakit demam
berdarah dengue yang diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah
ditemukan trombositpenia dan hemokonsentrasi).
C. JENIS-JENIS SKRINING
1. Mass scrining
Merupakan penyaringan yang dilakukan pada seluruh penduduk
2. Selectifscrining
Penyaringan yang dilakukan terhadap kelompok penduduk tertentu
3. Single disease scrining
Merupakanpenyaringan yang hanya ditunjukan pada suatu jenis penyakit misalnya
penyaringan untuk mengetahui penyakit tbc
4. Multiphase scrining
Merupakan penyaringan untuk mengetahui kemungkinan adanya beberapa penyakit
pada individu, misalnya penyaringan kesehatan pada pegawai sebelum bekerja.
D. GOLD STANDAR DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Standar yang digunakan dalam menegakan penderita demam berdarah dengue adalah
dengan melakukan diagnosis secara laboratoris. Saat ini pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui infeksi virus Dengue dapat dikelompokkan dalam 3 golongan yaitu isolasi
dan identifikasi virus, deteksi antigen, dan tes serologi.
Isolasi dan identifikasi virus mempunyai nilai ilmiah tertinggi karena penyebab
infeksi dapat dipastikan. Akan tetapi virus Dengue relatif labil terhadap suhu dan
faktor-faktor fisiko kimiawi tertentu, dan masa viraemia sangat singkat sehingga
keberhasilan cara ini sangat tergantung kepada kecepatan dan ketepatan
pengambilan bahan, juga pengolahan dan pengirimannya. Isolasi dapat dilakukan
pada nyamuk, biakan sel atau bayi mencit. Waktu yang diperlukan cukup lama
yaitu 7 - 14 hari, sehingga tidak dapat digunakan untuk panduan terapi. Di samping
itu biayanya relatif mahal dan hanya dapat dilakukan oleh laboratorium tertentu
saja.
Deteksi antigen adalah mencari bagian tertentu dari virus Dengue yang
menimbulkan penyakit baik yang berupa peptida ataupun asam nukleat. Metode
yang digunakan bisa immunofluorecence, mmunoperoxydase, atau polymerase
chain reaction ( PCR ). Metode PCR lebih sensitif karena dapat mendeteksi antigen
yang sangat sedikit dalam darah dan dalam waktu yang relatif singkat. Viremia
yang terjadi dalam waktu singkat sebelum antibodi terbentuk sudah dapat diketahui.
Metode reverse transcription PCR sangat sensitif dan spesifik sekali dan dapat
mendeteksi viremia oleh virus Dengue pada hari kedua demam. Akan tetapi karena hanya
laboratorium tertentu saja yang dapat melakukan metode diagnosis molekular ini dan juga
biayanya amat mahal, sulit untuk dijadikan panduan terapi bagi semua kasus yang
menyangkut masyarakat luas.
Tes serologi merupakan jenis pemeriksaan yang paling sering dilakukan. Uji
serologis yang klasik adalah uji hambatan hemaglutinasi, uji pengikatan
komplemen dan uji netralisasi. Uji yang lebih modern adalah enzyme linked
immunosorbent assay ( ELISA ), immunoblot dan immunochromatography.
Diantara uji klasik, uji netralisasi sebenarnya merupakan uji yang terbaik, akan tetapi
tekniknya sulit sehingga jarang dipakai. Uji hambatan hemaglutinasi dan uji pengikatan
komplemen lebih mudah dilakukan tetapi lebih tidak spesifik. Hasil yang positif hanya
menunjukkan bahwa pasien sedang atau baru saja terinfeksi oleh Flaviviridae dan tidak
dapat memastikan apakah penyebabnya virus Dengue, apalagi serotipe tertentu. Hal ini
disebabkan oleh adanya reaksi silang antara anggota Flavivridae dan antar tipe virus
Dengue. WHO pernah menggunakan uji hambatan hemaglutinasi sebagai standar untuk
mengklasifikasikan respons antibodi menjadi respons primer ( infeksi primer ), respons
sekunder (infeksi sekunder ) dan bukan Dengue. Untuk itu diperlukan pengambilan bahan
paling sedikit dua kali yaitu serum fase akut dan serum fase konvalesens ( menjelang
pasien pulang ) dengan jarak minimal 7 hari. Oleh karena itu tes ini agak sulit untuk
digunakan serbagai panduan pemberian terapi pada kasus-kasus yang meragukan. Berikut
ini adalah bagan interpretasi menurut WHO dengan menggunakan uji hambatan
hemaglutinasi.
Untuk diagnosis cepat pada fase akut sehingga dapat dijadikan panduan terapi telah
dikembangkan metode ELISA, immunoblot dan immunochromatography. Metode
ELISA biasanya menggunakan plat yang dilapisi antibodi poliklonal yang
umumnya diperoleh dengan menyuntik virus Dengue pada mencit dan diambil
serumnya. Antibodi ini akan menangkap antigen Dengue baik dalam bentuk
kompleks dengan antibodi ( Ig M atau Ig G ) atau sendiri, tanpa ikatan apa-apa. Ig
M atau Ig G yang tertangkap akan dideteksi dengan anti human Ig M dari serum
kelinci yang telah dilabel dengan enzim. Keberadaan enzim tersebut akan
diperlihatkan dengan menggunakan sistem substrat-kromogen.
CONTOH SOAL
Puskesmas Alak melakukan deteksi dini terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue
dengan menggunakan Rapid Test untuk mendeteksi antibody penyebab DBD pada sampel
darah 200 orang yang mengalami gejala DBD dan 600 orang yang tidak mengalami
gejala DBD. Dari hasil tes ternyata memberikan hasil positif pada 150 orang yang
mengalami gejala, dan hasil tes positif juga didapat pada 150 orang yang tidak mengalami
gejala DBD.
Pertanyaan :
Gold standar
Positif (Sakit) Negatif (Tidak sakit)
Positi Sejati ( a ) Positif Palsu ( b )
Positif ( + )
150 150
Skrining Negatif Palsu ( c ) Negatif Sejati ( d )
Negatif ( - )
50 450
Jumlah 200 600
a. Sensitifitas = kemampuan dari tes secara benar menempatkan mereka yang positif
betul-betul sakit
Rumus Sensitivitas : PS x 100 = 150 x 100 = 75 %
( PS + NP ) (150 + 50 )
b. Spesifisitas = kemampuan dari tes secara benar menempatkan mereka yang negatif
betul-betul tidak sakit
Rumus Spesifisitas : PP x 100 = 150 x 100 = 25 %
( PP + NS ) (150 + 450 )
c. Positive Predictive Value ( Nilai Prediksi Positif ) = prosentase penderita yang hasil
tes positif dan benar-benar sakit.
Rumus PPV/NPP : PS x 100 = 150 x 100 = 50 %
( PS + PP ) (150 + 150 )
d. Negative Predictive Value ( Nilai Prediksi Negatif ) = prosentase mereka yang hasil
tes negatif dan benar-benar tidak sakit.
DAFTAR PUSTAKA