Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN MAKALAH

KELOMPOK II
ASUHAN KEPERAWATAAN NAPZA

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Dona andriani
Efrira Damaina
Ega Nur Fadillah
Elda Lisa
Enggy Inglian Dani
Esty Lestari
Fadilah Khairina
Faisal Kurniawan
Ferina Oetami Muslim

12031010
12031011
12031012
12031013
12031014
12031015
12031016
12031017
12031018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIkes HANG TUAH PEKANBARU
PEKANBARU
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis kita ucapkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun Laporan makalah yang
berjudul asuhan keperawatan NAPZA ini tepat pada waktunya
Dalam penyusunan laporan ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh sebab itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari
Tuhan Yang Maha Esa.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan laporan selanjutnya.
Akhir kata semoga laporan ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Pekanbaru,24 April 2015


Penyusun
(Kelompok II)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori NAPZA pada akhirakhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran dan majalah serta media
elektrolit seperti TV dan radio. Kecenderungannya semakin makin banyak masyarakat yang
memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut, khususnya anak remaja (15-24 tahun)
sepertinya menjadi suatu model perilaku baru bagi kalangan remaja (DepKes, 2001).
Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya
pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk
mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan masyarakat bukan karena pendidikan yang rendah
tetapi kadangkala disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan faktor lingkungan.
Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor keluarga lebih
pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian keluarga terhadap
individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih pada kurang positif sikap
masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian masyarakat tentang NAPZA
(Hawari, 2000). Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di atas adalah individu mulai
melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat. Hal ini ditunjukkan dengan makin
banyaknya individu yang dirawat di rumah sakit karena penyalahgunaan dan ketergantungan
zat yaitu mengalami intoksikasi zat dan withdrawal.
Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi sering tidak
disadari, kecuali mereka yang berminat pada penanggulangan NAPZA (DepKes,
2001). Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga
kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat yang di rawat di
rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat. Untuk itu
dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat klien dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yaitu asuhan keperawatan klien penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA (sindrom putus zat).
2.1 Tujuan
2.1.1 Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep NAPZA dan asuhan
keperawatan bagi klien dengan Penyalah Gunaan NAPZA .
2.1.2. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui pengertian dari penggunaan


NAPZA
2. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui factor penyebab penggunaan
NAPZA
3. Mahasiswa mampu memahami

dan mengetahui gekal klinis penggunaan

NAPZA
4. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui dampak penggunaan NAPZA
5. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui Penatalaksanaan NAPZA
6. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui pemeriksaan diagnostik
NAPZA
7. Mahasiswa mampu memahami
penggunaan NAPZA

BAB II
ISI
2.1 Defenisi NAPZA

dan mengetahui Asuhan keperawataan

NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain) adalah bahan/ zat/ obat yang bila
masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat,
sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi
kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. NAPZA
sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga
menimbulkan perubahan prilaku, perasaan, dan pikiran. (Prabowo, 2014).

2.2 Jenis-jenis Napza


Ada beberapa jenis napza menurut (Prabowo, 2014) :
1. Heroin: serbuk putih seperti tepung yang bersifat opoid atau menekan nyeri dan juga
depresan SSP.
2. Kokain: diolah dari pohon coca yang punya sifat halusinogenik.
3. Putau: golongan heroin berbentuk bubuk.
4. Ganja: berisi zat kimia delta-9-tetra hidrokanbinol, berasal dari daun cannabis yang
dikeringkan, konsumsi denagn cara dihisap seperti rokok tetapi mengguanakan
hidung.
5. Shabu-shabu:

kristal

yang

berisi

methamphetamine,

dikonsumsi

dengan

mengguanakan alat khusus yang disebut bong kemudian dibakar.


6. Ekstasi: methylendoxy methaphetamine dalam bentuk tablet atau kapsul, mampu
meningkatkan ketahanan seseorang (disalahgunakan untuk aktivitas seksual dan
aktivitas hiburan dimalam hari).
7. Diazepam, nipam, megadon: obat yang jika dikonsumsi secara berlebihan
menimbulkan efek halusinogenik.
8. Alkohol: minuman yang berisi produk fermentasi menghasilkan etanol, dengan kadar
diatas 40%mampu menyebabkan depresi susunan saraf pusat, dalam kadar tinggi bisa
memicu sirosis hepatic, hepatitis alkoholik maupun gangguan sistem persarafan.

2.3 Golongan Napza


1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanama atau bukan tanama baik
sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilakan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan (UU Nomor 22 tahun 1997 tentang narkotika).
Narkotika dibedakan kedalam golongan-golongan:
a. Narkotika golongan I

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak
ditunjukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan
ketergantungan, (contoh: heroin/putauw, kokain, ganja).
b. Narkotika golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan
dapat digunaka dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (contoh: morfin
petidin).
c. Narkotika golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan (contoh: kodein).
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika,
yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (UU No. 5 tahun
1997 tentang psikotropika).
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut:
a. Psikotropika golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan un\tuk kepentingan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sidroma ketergantungan (contoh: ekstasi, shabu, LSD).
b. Psikotropika golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, dan
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sidroma
ketergantungan (contoh: amfetamin, metilfenidat atau ritalin).
c. Psikotropika golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan
untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan (contoh: pentobarbital, flunitrazepam)
d. Psikotropika golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi
dan tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sidrom

ketergantungan

(contoh:

diazepam,

bromazepam,

fenobarbital,

klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil BK, pil koplo, rohip, dum,
MG).
3. Zat adiktif
Zat adiktif adalah suatu bahan atau zat yang apabila digunakan dapat menimbulkan
kecanduan atau ketergantungan.
4. Zat psikoaktif

Golongan zat yang bekerja secara selektif, terutama pada otak sehingga dapat
menimbulkan perubahan pada: perilaku, emosi, kognitif, persepsi. (Prabowo, 2014).

2.4 Rentang Respon


Rentang respon ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai dengan yang berat. Indikator
dari rentang respon berdasarkan perilaku yang ditampakkan oleh remaja dengan gangguan
penggunaan zat adiktif. (Prabowo, 2014).
Respon adaptif

Eksperimental

Respon maladaptif

Rekreasional

Situsional

Penyalahgunaan

Ketergantungan

Gambar rentang respon penggunaan zat adiktif

1. Penggunaan zat adiktif secara eksperimental ialah kondisi penggunaan pada taraf
awal, disebabkan rasa ingint ahu, ingin memiliki pengalaman yang baru, atau sering
dikatakan taraf coba-coba.
2. Penggunaan zat adiktif secara rekreasional ialah mengguanakan zat od saat berkumpul
bersama-sama debgan teman sebaya, yang bertujuan untuk rekreasi bersama teman
sebaya.
3. Penggunaan zat adiktif secara situasional ialah orang yang menggunakan zat
mempunyai tujuan tertentu secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi
dirinya sendiri, seringkali penggunaan zat ini merupakan cara untuk melarikan diri
atau mengatasi masalah yang dihadapinya. Biasanya digunakan pada saat sedang
konflik, stress, frustasi.
4. Penyalahgunaan zat adiktif ialah penggunaan zat yang sudah bersifat patologis, sudah
mulai digunakan secara rutin, paling tidak sudah berlangsung selama 1 bulan, dan
terjadi penyimpangan perilaku dan mengganggu fungsi dalam peran dilingkungan
sosial dan pendidikan.
5. Ketergantungan zat adiktif ialah penggunan zat yang cukup berat, telah terjadi
ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai oleh adanya
toleransi dan sidroma putus zat. Yang dimaksud sindroma putus zat adal;ah suatu
kondisi dimana orang yang biasa menggunakan secara rutin, pada dosis tertentu

berhenti menggunakan atau menurunkan jumlah zat yang biasa digunakan, sehingga
menimbulkan gejala pemutusan zat.

2.5 Proses Terjadinya Masalah


1. Faktor predisposisi
a. Faktor biologis: genetik (tendensi keluarga), infeksi pada organ otak, penyakit
kronis.
b. Faktor psikologis
1) Gangguan kepribadian: anti sosial (resiko relatif 19,9%)
2) Harga diri rendah: depresi (resiko relatif 18,8%), faktor sosial, ekonomi.
3) Disfungi keluarga
4) Orang/ remaja yang memiliki perasaan tidak aman.
5) Orang/remaja yang memiliki ketrampilan pemecahan masalah yang
menyimpang.
6) Orang/remaja yang mengalami gangguan identitas diri, kecendrungan
homoseksual,

krisis

identitas,

menggunakan

zat

untuk

menyatakan

kejantanannya
7) Rasa bermusuhan dengan orang lain.
c. Faktor sosial kultural
1) Masyarakat yang ambivalensi tentang pengguaan dan penyalahgunaan zat
adiktif: ganja, alkohol.
2) Norma kebudayaan.
3) Adiktif untuk upacara adat.
4) Lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah yang tertdapat banyak
pengedar (mudah didapat: resiko relatif 80%)
5) Persepsi masyarakat terhadap gangguan zat.
6) Remaja yang lari dari rumah.
7) Remaja dengan perilaku penyimpangan seksual dini.
8) Orang/remaja yang terkait dengan tindakan kriminal.
2. Faktor presipitasi
a. Pernyataan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya sebagai pengakuan
(resiko relatif untuk terlibat NAZA: 81,3%)
b. Sebagai prinsip kesenangan, menghindari sakit/stress
c. Kehilangan seseorang atau sesuatu yang berarti
d. Diasingkan oleh lingkungan: rumah, teman-teman
e. Komplrksitas dari kehidupan modern.
3. Faktor kontribusi (resiko relatif 7,9% terlibat penyalahgunaan NAZA)
Seseorang yang berada dalam disfumgsi keluarga akan tertekan, dan ketertekanan itu
dapat merupakan faktor penyerta bagi dirinya terlibat dalam penyalahgunaan/
ketergantungan NAZA, kondisi keluarga yang tidak baik itu adalah:
a. Keluarga yang tidak utuh: orang tua meninggal, orang tua cerai, dll
b. Kesibukan orang tua
c. Hubungan interpersonal dalam keluarga tidak baik

2.6 Tanda dan gejala penguna NAPZA


a. Tingkah laku pasien penggunaan zat sedatif hipnotik
1) Menurunya sifat menahan diri
2) Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
3) Bicara cadel, bertele-tele
4) Sering datang kedokter untuk minta resep
5) Kurang perhatian
6) Sangat genbira, berdiam(depresi), dan kadang bersikap bermusuhan
7) Gangguan dalam daya pertimbangan
8) Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma dan dapat

b.

c.

d.

e.

f.

menimbulkan kematian
9) Meningkatkan rasa percaya diri
Tingkah laku pasien penggunaan ganja
1) Kontrol diri menurun bahkan hilang
2) Menurunnya motivasi dan perubahan diri
3) Ephoria ringan
Tingkah laku pasien pengguna alkohol
1) Sikap brmusuhan
2) Kadang bersikap murung, berdiam
3) Kontrol diri menurun
4) Suara keras, bicara cadel, dan kacau
5) Agresi
6) Minum alkohol pagi hari atau tidak kenal waktu
7) Partisipasi dilingkungan sosial kurang
8) Daya pertimbang an menurun
9) Koordinasi motorik terganggu, akibat cenderung mendapat kecelakaan
10) Dalam keadaan over dosis, kesadaran menurun bahkan sampai koma
Tingkah laku pasien penggunaan opioda
1) Terkantuk-kantuk
2) Bicara cadel
3) Koordinasi motorik terganggu
4) Acuh tehadap lingkungan, kurang perhatian
5) Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
6) Kontrol diri kurang
Tingkah laku pasien penggunaan kokain
1) Hiperaktif
2) Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
3) Iritabilitas
4) Halusinasi dan waham
5) Kewaspadaan yang berlebihan
6) Sangat tegang
7) Gelisah, insomnia
8) Tampak membesar-besarkan sesuatu
9) Dalam keadaan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
Tingkah laku pasien penggunaan halusinogen
1) Tingkah laku tidak dapat diramalkan
2) Tingkah laku menrusak diri sendiri
3) Halusinasi, ilusi
4) Distrosi (gangguan dalam penilayan, waktu dan jarak)

5)
6)
7)
8)

Sikap merasa diri benar


Kewaspadaan meningkat
Depersonalisasi
Pengalaman yang gaib/ajaib

2.7 Akibat Atau Dampak Penggunaan NAPZA


Martono (2006) menjelaskan bahwa penyalahgunaan NAPZA mempunyai dampak
yang sangat luas bagi pemakainya (diri sendir), keluarga, pihak sekolah (pendidikan),
serta masyarakat, bangsa dan negara.
a. Bagi diri sendiri
Penyalahgunaan NAPZA dapat mengakibatkan tergangguanya fungsi otak dan
perkembangan moral pemakainya, intoksikasi (keracunan), overdosis (OD), yang
dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan dan perdarahan otak,
kekambuhan,

gangguan

perilaku

(mental

sosial),

gangguan

kesehatan,

menurunnya nilai-nilai dan masalah ekonomi dan hukum. Sementara itu, dari segi
efek dan dampak yang ditimbulkan pada para pemakai narkoba dapat dibedakan
menjadi 3 golongan/ jenis:
1) Upper yaitu jenis narkoba yang membuat sipemakai menjadi aktif seperti
sabu-sabu, ekstasi dan amfetamin
2) Downer yang merupakan golongan narkoba yang dapat membuat orang
memakai

jenis

narkoba

itu

jadi

tenang

dengan

sifatnya

yang

menenangkan/sedatif seperti obat tidur (hipnotik) dan obat anti rasa cemas
3) Halusinogen adalah napza yang beracun karena lebih menonol sifat racunnya
dibandingkan dengan kegunaan medis.
b. bagi keluarga
penyalah gunaan NAPZA dalam keluarga dapat mengakibatkan suasanan nyaman
dan tentram dalam keluarga terganggu. Dimana orang tua akan merasa malu
karena memiliki anak pecandu, merasa bersalah, dan berusa menutupi perbuatan
anak mereka. Steress keluarga meningkat, merasa putus asa karena pengeluaran
yang meningkat akibat pemakaian narkoba ataupun melihat anak yang harus
berulang kali di rawat atau bahkan menjadi penghuni dirumah tahanan maupu
Lembaga Permasyarakatan.
c. Bagi pendidik atau sekolah
NAPZA akan merusak disiplin dan motivasi yang sangat tinggi untuk proses
belajar. Penyalahgunaan NAPZA berhubungan dengan kejahatan dan perilaku
asosiasi lain yang menganggu suasana tertib dan aman. Rusaknya barang-barang
sekolah dan meningkatkan perkelahian.
d. Bagi masyarakat dan negara

Penyalah gunaan NAPZA mengakibatkan terciptanya hubungan pengedar narkoba


dengan korbanya sehinga membentuk pasar gelap perdagangan NAPZA yang
sangat sulit diputuskan mata rantainya. Masyarakat yang rawan narkoba tidak
memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan terancam. Akibatnaya
negara mengalami kerugian karena masyarakat tidak produktif, kejahatan
meningkat serta sasaran dan prasarana yang harus di sediakan untuk mengatasi
masalah tersebut.
2.8 Penatalaksanaan NAPZA
a.

b.

Pencegahan
1) Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA.
2) Deteksi dini perubahan perilaku
3) Menolak tegas untuk mencoba (Say no to drugs) atau Katakan tidak pada
narkoba.
Pertolongan Pertama : Pertolongan pertama penderita dimandikan dengan air
hangat, minum banyak, makan makanan bergizi dalam jumlah sedikit dan sering
dan dialihkan perhatiannya dari narkoba. Bila tidak berhasil perlu pertolongan
dokter. Pengguna harus diyakinkan bahwa gejala-gejala sakaw mencapai puncak

c.

dalam 3-5 hari.


Pengobatan
1) Detoksifikasi tanpa subsitusi : Klien ketergantungan putau (heroin) yang
berhenti menggunakan zat yang mengalami gejala putus zat tidak diberi obat
untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja
sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
2) Detoktifkasi dengan substitusi : Patau atau heroin dapat disubstitusi dengan
memberikan jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon, substitusi
bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas,
misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis
secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi
dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya
obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala
yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
c. Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melaui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA
yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional
seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik,
mental, sosial dan spiritual.

Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama karena
tergantung pada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas dan sarana
penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2000) bahwa
setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu menjalani program terapi dan
dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan
dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi dan unit lainnya) selama
3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter
sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa
sampai 2 tahun (Wiguna, 2003). Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas,
maka perawatan di ruang rehabilitasi tidak terlepas dari perawatan sebelumnya
yaitu di ruang detoksifikasi.Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah
selesai menjalani detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan
menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang
selalu terjadi (DepKes, 2001).
Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi


Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA
Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya
Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik
Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja
Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan
dengan lingkungannya.

2.9 Pohon Masalah NAPZA


Resiko menciderai diri sendiri

Intoksikasi

HRD, koping individu inefektif

2.10 Asuhah Keperawatan NAPZA

Effect

Cor problem

Causa

1. Pengkajian
1. Riwayat penggunaan NAPZA :
a) Apa jenis zat yang digunakan ?
b) Kapan terahir penggunaan zat?
c) Bagaimana cara mengunakan zat ?
d) Berapa banyaknya zat yang digunakan perhari ?
e) Apa tanda gejala yang dirasakan ?
f) Apa penyebab mengunakaan zat ?
g) Apakah pernah mengurangi/ berhenti ? karena apa?
h) Berapa kali mencoba berhenti ? kapan paling lama ?
i) Apa yang telah dilakukan untuk berhenti ?
j) Apa yang menyebabkan pakai lagi ?
2. Riwayat pengobatan NAPZA :
a) Apakah pernah over dosis ? apakah pernah dirawat karena over dosis?
b) Apakah pernah dirawat untuk detoksifikasi ? berapa kali ? kapan
terahir?
c) Apakah ada penyakit serius akibat penggunan zat ?
d) Apakah pernah mengikuti rehabilitasi ? kapan? Berapa lama?
2. Diagnosa keperawataan
1. Acaman kehidupan
a) Gangguan keseimbangan cairan : mual, muntah berhubungan dengan
pemutusan opioda
b) Resiko terhadap amuk berhubungan dengan intoksikasi sedatif
hipnotik.
c) Resiko cidera diri berhubungan dengan intoksikasi alkohol, sedaktif,

2.

hipnotik.
d) Panik berhubungan dengan putus zat alkohol.
Intoksikasi
a) Cemas berhubungan dengan intoksikasi ganja
b) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan intoksikasi sedatif

3.

hipnotik,alkohol opioda
Withdrawl
a) Perubahan proses piker : waham berhubungan dengan putu zat
alcohol, sedatif, hipnotik.
b) Nyeri berhubungan dengan putu zat opiodia, MDMA : Extasy
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan putu

4.

zat opioda
Pasca detoksikas
a) Gangguan pemutusan perhatian berhubungan dengan dampak
penggunaan zat adiktif
b) Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak
mampu mengenal kualitas yang positif dari diri sendiri.
c) Resiko melarikan diri berhubungan dengan ketergantungan terhadap

zat adiktif.
3. Dari Pohon Masalah, Diagnosa Yang Timbul

a) Resiko tinggi menciderai diri sendiri dan orang lain berhubungan


dengan intoksikasi
b) Gangguan konsep diri harga diri rendah berhubungan dengan koping
individu in efektif

4. Intervensi keperawataan NAPZA

a. Resiko Tinggi Menciderai Diri Sendiri Dan Orang Lain Berhubungan Dengan
Intoksikasi
Tujuan

Intervensi

Tujuan umum :

Bina hubungan saling percaya dengan

Pasien mampu mengontrol perilaku

mengunakan komunikasi terapeutik :

kekerasan
Tujuan khusus :
TUK 1 :
Pasien dapat membina hubungan saling
percaya

1. Beri salam setiap interaksi


2. Sebutkan nama pangilan perawat
3. Tanyakan nama lengkapa dan nama
pangilan pasien

Kriteria hasil :
Setelah ....x interaksi pasien menunjukan

4. Jelaskan tujuan pertemuan

tanda-tanda percaya pada perawat :


1. Wajah cerah dan tersenyum
2. Mau kenalan
3. Ada kontak mata
4. Bersedia menceritakan perasanya

5. Jujur dan menepati janji


6. Tunjukan sikap empati dan menerima
pasien apa adanya
7. Buat kontrak yang jelas
8. Tanyakan perasaan klien dan masalah
yang dihadapi
9. Bantu pasien mengungkapkan
perasaan jengkel/kesal
10. Dengarkan dengan penuh perhatian

ungkapan perasaan klien


Bantu pasien mengungkapkan perasanya

TUK 2 :
Pasien dapat mengidentifikasi penyebab

1. Beri

perilaku kekerasan
interaksi,

menceritakan
kekerasan

pasien

untuk

menceritakan penyebab kekesalanya

Kriteria hasil :
Setelah...x

kesempatan

pasien

penyebab
yang

dapat
perilaku

dilakukannya:

2. Dengarkan

tanpa

menyela

atau

memberi penilaian setiap ungkapan


perasaan pasien.

menceritakan penyebab jrngkel /kesal


baik dari diri sendiri maupun lingkungan.
TUK 3 :

1. Anjurkan pasien mengukapkan yang

Pasien dapat mengidentifikasikan tanda

ddialami dan dirasakan saat kesal.

perilaku kekerasanya
2. Bantu pasien mengukapkan tanda-

Keriteria hasil :
Setelah...x interaksi, pasien menceritakan
tanda saat terjadi perilaku kekerasan
1. Tanda fisik : mata merah, tangan
mengepal, eksperesi tegang.

tanda

perilaku

kekerasan

yang

dialami.
3. Observasi tanda perilaku kekerasan
pada pasien.

2. Tanda emosional : perasaan marah,


jengkel, bicara kasar.

4. Simpulkan bersama pasien tanda-

3. Tanada social : bermusuhan yang


dialami

saat

terjadi

tanda kesal yang dialami.

perilaku

kekerasan.
TUK 4 :

Diskusikan dengan pasien perilaku

Pasien dapat mengungkapkan perilaku

kekerasan yang dilakukan selama ini :

marah yang sering dilakukan.


Kriteria hasil :
Setelah..x interaksi, pasien mampu
menjelaskan.
1. Ekspresi kemarahanya yang
selama ini dilakukannya
2. Perasaan saat dia melakukan
kekerasan

1. Motivasikan pasien untuk


menceritakan jenis tindakan perilaku
kekerasan yang selam ini pernah
dilakukan.
2. Motivasi pasien untuk menceritakan
perasanya setelah melakukan

3. Efektifitas cara dipakai dalam

tindakan kekerasan.

menyelesaikan masalah
3. Diskuiskan apakah dengan tindakan
kekerasan yang dilakukan masalah
TUK 5 :
Pasien dapat mengidentifikasi akibat
perilaku kekerasan :

teselesaikan.
1. bicarakan akibat kerugian cara yang
dilakukan pada :
a. diri sendiri

1. Diri sendiri : luka, dijahui teman.

b. orang lain dan keluarga

2. Orang lain kelurga : luka,

c. lingkungan

tersingung , ketakutan.
3. Lingkungan : barang benda rusak.

2. bersama pasien menyimpulkan cara


yang digunakan pasien
3. tanyakan pasien apakah mau tahu
cara marah yang sehat untuk

TUK 6

mengontrol rasa marah


Diskusikan dengan pasien

Setelah...x interaksi, pasien

1. Tanyakan pada pasien apakah pasien

mengidentifikasi car construksi dalam

mau tahu cara baru yang sehat untuk

berespons terhadap perilaku kekerasan

mengungkapkan marah.

Kriteria hasil :
Setelah... x interaksi pasien dapat :
1. menjelaskan cara yang sehat
mengungkapkan marah (cara fisik,
verbal, social spiritual).
2. Mendemontrasikan cara
mengungkapkan marah yang sehat
secara verbal, fisik, social dan
sepiritual.

2. Jelaskan berbagai alternative pilihan


untuk mengungkapkan marah selain
perilaku kekerasan yang diketahui
pasien.
3. Jelaskan cara-cara sehat untuk
mengungkapkan marah
a. Cara fisik : nafas dalam jika
kesal. Pukul bantal, olah raga
b. Verbal ; mengungkapkan
bahwa dirinya sedang kesal
kepada orang lain
c. Sosial : latihan asertif dalam
kelompok cara marah yang
sehat.
d. Spiritual : sembahnyang dan

berdoa, dzikir, meditasi sesuai


agama masing-masing.
1. diskusikan dengan pasien untuk

TUK 7
Pasien

dapat

mendemontrasikan

cara

mengontrol perilaku kekerasan.

mengungkapkan marah

Kriteria hasil :
Setelah

....x

mendemontrasikan

memilih cara yang paling tepat dalam


2. pasien dapat mengidentifikasi

pertemuan,
cara

pasien

mengontrol

perilaku kekerasan dengan cara :

manfaat yang terpilih


3. ajurkan pasien untuk mengunakan
cara yang sudah dilatih saat marah

1. Fisik

4. susun jadwal untuk melakukan cara

2. Verbal

yang telah dipelajri.

3. Sosial

5. Berikan reinforcement positif atas

4. Spiritual
TUK 8

keberhasilanya.
1. diskusikan dengan pasien tentang :

Pasien mengunakan obat dengan benar

2. bantu pasien menggunakan obat

sesuai dengan program yang telah

dengan perinsip 5 benar

ditetapkan.

3. anjurkan pasien membicarakan efek

Setelah ...x interaksi, pasin mampu

dan efek samping obat yang

menyebutkan :

dirasakan

1. Manfaat minum obat dan kerugian


tidak minum obat

obat tanpa konsultasi dengan dokter.

2. Nama,warna dosis, efek samping


obat

5. Anjurkan pasien berkonsultasi


dengan dokter/perawat jika terjadi

Setelah ...x interaksi, pasien mampu


mendemontrasikan

4. diskusikan akibat berhenti minum

penggunaan

obat

dengan benar.

hal-hal yang tidak diinginkan


6. Berika reinforcement bla paasien
minum obat dengan benar.

Setelah ...x interaksi, pasien mampu


menyebutkan akibat berhenti minum obat
tanpa konsultasi dengan dokter
TUK 9

1. Identifikasi kemapuan kelurga dalam

Pasien mendapat dukungan keluarga

merawat pasien dari sikap yang telah

untuk mengontrol perilaku kekerasan

dilakukan keluarga terhadap pasien

Kriteri hasil :

selam ini

Setelah ..x interaksi, keluarga dapat

2. Diskusikan dengan keluarga tentang

menjelaskan tentang :

pentingnya peran kelurga sebagai

1. Pengertian perilaku kekerasan

pendukung untuk mengatsi perilaku

2. Tanda dan gejala perilaku

kekerasan.

kekerasan

3. Diskusi

potensi

keluarga

untuk

3. Penyebab dan perilaku kekerasan

membantu pasien mengatasi perilaku

4. Cara merawat pasien dengan

kekerasan

perilaku kekerasan.

4. Diskusikan dengan keluarga melalui

Setelah ...x interaski, keluarga mampu

pertemuan

mendemontrasikan cara merawat pasien

pengertian,tanda

waham

gejala.perilaku
merawat

kelurga

pasien

tentang

:
dan

,penyebab
dengan

cara
perilaku

kekerasan terhadap diri sendiri dan


orang lain.
5. Berikan

reinforcement

atas

keterlibatn keluarga.
b. Gangguan konsep diri harga diri rendah berhubungan dengan koping
individu in efektif
Tujuan
Tujuan umum :
Pasien memiliki konsep diri yang positif.
Tujuan khusus :
TUK 1 :
Pasien dapat mebina hubungan saling
percaya dengan perawat.
Kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama......x....jam pasien mampu :
1. 1. Pasien menujukan eksperesi wajah
bersahabat,menujukan rasa senang,ada
kontak mata, mau berjabat tanggan, mau
menyebut nama, mau terjawab salam,
pasien mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang
dihadapi.

Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan
mengungkapkan prinsip komunikasi
terapeutik :
1. Sapa pasien dengan ramah baik verbal
maupun non verbal.
2. Perkenakan diri dengan sopan.
3. Tanyakan nama lengkap pasien dan
nama pangilan yang disukai pasien.
4. Jelaskan tujuan pertemuan.
5. Jujur dan menepati janji.
6. Tunjukan sikap empati dan menerima
pasien apa adanya.
7. Beri perhatian kepada pasien dan
memperhatikan kebutuhan dasar
pasien.

TUK 2:
Pasien dapat mengidentifikasi

1. Diskusikan kemapuan aspek positif,


keluarga dan lingkungan yang dimiliki

kemampuan dan aspek positif yang

pasien
2. Bersama pasien membuat daftar

dimiliki.
Kriteria hasil :
Setelah dilakukan perawatan ..... X

tantangan:
a) Aspek positif pasien, keluarga,

interaksi pasien dapat menyebutkan :


1. Kemampuan yang dimiliki pasien
2. Aspek positif keluarga
3. Aspek positif keluarga

lingkungan.
b) Kemampuan yang dimiliki
paien.
3. Utamakan memberikan pujian yang
reaslistik dan hidarkan penilaian

TUK 3 :
Pasien dapat menilai kemampuan yang

negatif
1. Diskusikan dengan pasien kemapuan
yang masih dapat dilaksanakan dan

dimiliki untuk digunakan .


digunakan selama sakit.
Keteria hasil :
2. Diskusikan kemapuan yang
Setelah dilakukan perawatan ....x interaksi
dilajutkan penggunaanya
pasien dapat menyebutkan kemapuan
yang dapat digunakan.
TUK 4 :
Pasien dapat merenncanakan kegiatan
sesuai dengan kemapuan yang dimiliki
Kriteria hasil :
Setelah dilakukan perawataan .....x
interasksi

pasien

mampu

membuat

rencana kegiatan harian.

dapat

1. Rencanakan kebersamaan pasien


aktivitas yang dapat dilakukan setaip
hari sesuai kemapuan.
a. Kegiatan mandiri
b. Kegiatan dengan bantuaan
c. Kegiatan yang membutuhkan
bantuan total.
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan
toleransi kondisi pasien.
3. Beri contoh cara pelaksanan kegiatan

TUK 5
Pasien dapat melakukan kegiatan sesuai
dengan rencana yang telah dibuat
Kriteri hasil :
Setelah
dilakukan
perawatan
pertemuan,

pasien

dapat

....x

melakukan

kegiatan sesuai jadwal yang telah dibuat.

yang boleh pasien lakukan.


1. Beri kesempatan pasien untuk
mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
2. Pantau kegiatan yang dilaksanakan
pasien
3. Beri pujian atas keberhasilan pasien.
4. Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan kegiatan setelah pasien

TUK 6 :

pulang.
1. Berikan pendidikan kesehatan pada

Pasien

dapat

memanfaatkan

sistem

keluarga tentang cara merawat pasien

pendukung yang ada.


Kriteria hasil :
Setelah ....x pertemuan, pasien memanfaat

dengan harga diri rendah


2. Bantu kelurga memberikan dukungan
selama pasien dirawat
3. Bantu
keluarga

sistem pendukung yang ada di keluarga


TUK 7 :
Pasien dapat memanfaatkan obat dengan
baik.
Setelah .... pertemuan :

menyiapkan

lingkungna rumah.
Diskusikan dengan pasien dan kelurga
tentang dosis, frekuwensi dan manfaat
pobat.
1. Anjurkan pasien meminta sendiri

1. Pasien dan kelurga dapat


menyebutkan manfaat, dosis dan
efek samping obat.
2. Pasien dapat mendemotrasikan
pengunaan obat
3. Pasien termotivasi untuk berbicara
dengan perwat apabila dirasakan

obat pada perawat dan merasakan


manfaatnya.
2. Anjurkan pasien dengan bertanya
kepada dokter tentang efek dan efek
samping obat yang dirasakan.
3. Diskusikan akiabat berhentinya obata
tanpa konsultasi
4. Bantu pasien dengan perinsi 5 benar.

efek smaping obat


4. Pasien memahami akibat
berhentinya obat
5. Pasien dapat menyebutkan prinsip
5 benar penggunaan obat.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain) adalah bahan/ zat/ obat yang bila
masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat,
sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi
kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.

Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah
terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap
sebagai penyakit. umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan
ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap obat.
Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala
putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart dan Sundeen, 1995).
3.2 Saran
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan juga pembaca khususnya bagi mahasiswa yang telah menyususn makalah
ini agar meningkatkan pemahamannya terhadap asuhan keperawatan NAPZA sehingga dapat
dikembangkan dalam tatanan layanan keperawatan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi semua.
.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. (1995). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 6. (terjemahan). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Depkes. (2002). Keputusan Menteri kesehatan RI tentang pedoman penyelenggaraan sarana
pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika, psikotropika dan zat
adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Hawari, D. (2000). Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (narkotik, alkohol dan zat
adiktif). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Prabowo, E.(2014).Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta:Nuha Medika


Stuart, G.W., and Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing. Fifth
edition. St. Louis: Mosby Year Book.

Anda mungkin juga menyukai