Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN

PENYALAHGUNAAN NAPZA

Di susun oleh:Kelompok II

1. Alvin Anugrah Pratama


2. Erwan Hadi
3. Muhammad Akbar
4. Saupi Yaumil Mahfuz
5. Laros Septi

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM

2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Penyalahgunaan Napza ” dengan baik.
Penyusunan makalah ini, merupakan salah satu tugas mata kuliah
keperawatan jiwa di Stikes Mataram
Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak
kekurangan baik pada penulisan maupun materi, untuk itu kritik dan saran
dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.

Mataram, 05 september 2019

Kelompok II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................

DAFTAR ISI ..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................
B. Rumusan Masalah ...........................................................................
C. Tujuan Penulisan ............................................................................
D. Manfaat Penulisan ...........................................................................

BAB II PEMBAHASAN

I. Konsep Napza
A. Devinisi NAPZA, dan Penyalahgunaan Narkoba ...........................
B. Golongan NAPZA ...........................................................................
C. Faktor Risiko Penyalahgunaan Napza .............................................
D. Dampak Penyalahgunaan Narkoba ..................................................
E. Penanggulangan Napza....................................................................
F. Pohon Masalah ...............................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ...................................................................................
B. Diagnosa ...................................................................................
C. Intervensi Keperawatan ...................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah
bahan/zat/obat yang bila mana masuk ke dalam tubuh manusia akan
mempengaruhi tubuh terumata otak/susunan saraf pusat, sehingga
menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis dan fungsi sosialnya karena
terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi)
terhadap NAPZA. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu
zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku,
perasaan, dan pikiran.
Masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang sangat
kompleks yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif
dengan melibatkan kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta
masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
konsekuen, dan konsisten. Meskipun dalam kedokteran sebagian besar
narkoba masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila disalahgunakan atau
digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan terlebih lagi
bila disertai peredaran di jalur ilegal akan berakibat sangat merugikan bagi
individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Indonesia saat
ini tidak hanya sebagai transit perdagangan gelap serta tujuan peredaran
narkoba, tetapi juga telah menjadi produsen dan pengekspor. (Kemenkes
RI,2014)
Jumlah kasus narkoba berdasarkan penggolongannya yang masuk
dalam kategori narkotika terus mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir
sedangkan yang masuk dalam kategori psikotropika jumlah kasusnya kian
menurun, hal ini terlihat jelas pada tahun 2009 jumlah kasus psikotropika
8.779 kasus dan tahun 2010 jumlah kasus psikotropika menurun secara
signifikan menjadi 1.181 kasus.
Provinsi Jawa Timur dalam 3 tahun terakhir masih menempati urutan
pertama jumlah kasus narkona berdasarkan provinsi. Begitu pula halnya
menurut jumlah tersangka narkoba, Provinsi Jawa Timur menempati urutan
pertama yang jumlah tersangkanya paling banyak dan mengalami
peningkatan dari tahun 2010-2011, yang semula 6.395 tersangka di tahun
2010 meningkat menjadi 8.142 tersangka di tahun 2012. (Kemenkes RI.
2014)
Berdasarkkan Kemenkes (2014) dalam menangani penyalahguna
narkoba saat ini melibatkan berbagai sektor, antara lain Rumah Sakit
khususnya Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) dan Rumah Sakit
Jiwa (RSJ), Panti Rehabilitasi Sosial Narkotika (PRSN), pesantren, lembaga
pemasyarakatan, dan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam
bidang penanggulangan masalah penyalahgunaan narkoba.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
narkotika yang mengamanatkan pencegahan, perlindungan, dan penyalamatan
bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika serta menjamin pengaturan
upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika,
dimana pada pasal 54 menyebutkan bahwa “korban penyalahguna dan
pecandu narkotika wajib rehabilitas”. Undang-undang tersebut juga sudah
mengatur bahwa rehabilitasi adalah alternative lain dari hukuman penjara.
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melalui pendekatan nonmedis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna
NAPZA yang menderita sindrom ketergantungan dapat mencapai
kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan
pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Sarana
rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan
kebutuhan (Depkes, 2002)
B. Rumusan Masalah
Bagaimana mahasiswa mampu menjelaskan dan menguraikan mengenai
konsep asuhan keperawatan jiwa pada remaja dengan penyalahgunaan
NAPZA?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan menguraikan mengenai
konsep asuhan keperawatan jiwa pada remaja dengan penyalahgunaan
NAPZA.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan devinisi dari remaha, NAPZA, serta
perilaku penyalahgunaan NAPZA
b. Mahasiswa mampu menjelaskan Golongan NAPZA
c. Mahasiswa mampu menjelaskan rentang respon dari penyalahgunaan
NAPZA
d. Mahasiswa mampu menjelaskan zat adiktif yang disalahgunakan
e. Mahasiswa mampu menjelaskan efek dan cara penanganan pada
penyalahgunaan napza
f. Mahasiswa mampu menjelaskan proses terjadinya masalah pada
pengguna narkoba
g. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab terjerumusnya remaja
dalam penyalahgunaan narkoba
h. Mahasiswa mampu menjelaskan dampak dari penyalahgunaan
narkoba
i. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan yang dapat
diberikan pada pengguna NAPZA
j. Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan dari penyalahgunaan
NAPZA
k. Mahasiswa mampu menjelaskan pohon masalah dari penyalahgunaan
NAPZA
l. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai masalah-masalah yang
sering timbul pada pengguna NAPZA.
BAB II

PEMBAHASAN

1. KONSEP NAPZA
A. Definisi
1) Definisi NAPZA
Napza adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan
bahan adiktif lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila
dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta
menimbulkan ketergantungan (BNN, 2004)
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi
beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat
maupun risiko penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa
banyak, seberapa sering, cara menggunakannya, dan bersamaan
dengan obat atau NAPZA lain yang di konsumsi (Kemenkes RI,
2010).
Narkoba berasal dari bahasa Yunani, dari kata Narke, yang berarti
beku, lumpuh, dan dungu. Menurut Farmakologi medis yaitu
“Narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan (terutama) rasa
nyeri yang berasal dari Visceral dan dapat menibulkan efek stupor
(bengong masih sadar namum masih harus digertak) serta adiksi
(Derman Flavianus, 2006 : I)
2) Definisi Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang
bersifat patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan
lamanya sehingga menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan
fungsi sosial. Sebetulnya NAPZA banyak dipakai untuk
kepentingan pengobatan, misalnya menenangkan klien atau
mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya “enak” bagi pemakai,
maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan utnuk
pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat.
Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna
merasa ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan
kerusakan fisik (Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan
adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan
Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat
agar menghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannya
dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan gejala
fisik dan psikis yang khas.
Penyalahgunaan narkoba dapat dikategorikan sebagai
kejahatan tanpa korban (crime without victim). Pengertian
kejahatan tanpa korban berarti kejahatan ini tidak menimbulkan
korban sama sekali, akan tetapi si pelaku sebagai korban.
Kejahatan yang secara kriminologi diartikan sebagai crime without
victim ini sangat sulit diketahui keberadaannya, karena mereka
dapat melakukan aksinya dengan sangat tertutup dan hanya
diketahui orang-orang tertentu, oleh karena itu sangat sulit
memberantas kejahatan ini (Jimmy, 2015).
B. Golongan Napza
1) Narkotika
Narkotika dibedakan ke dalam golongan-golongan:
a. Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai
potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan (contoh:
heroin/putauw, kokain, ganja)
b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggi mengakibatan ketergantungan (contoh: morfin, petidin).
c. Narkotika Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan
(contoh: kodein)
2) Psikotropika
Psikotropika dibedakan dalam golongan-golongan sebagai berikut:
a. Psikotropika Golongan I
Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan (contoh: ekstasi, shabu, LSD)
b. Psikotropika Golongan II
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom
ketergantungan. (Contoh: Amfetamin, Metilfenidat atau
Ritalin)
c. Psikotropika Golongan III
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan
sidnrom ketergantungan (Contoh: Pentobarbital,
Flunitrazepam)
d. Psikotropika Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom
ketergantungan (Contoh: Diazepam, Nitrazepam, Seperti Pil
KB, Pil Koplo, Rohip, Dum, MG)
C. Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA
Menurut Soetjiningsih (2004), faktor risiko yang
menyebabkan penyalahgunaan NAPZA antara lain faktor genetik,
lingkungan keluarga, pergaulan (teman sebaya), dan karakteristik
individu.
1. Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja
dari orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali
sebagai peminum alkohol dibandingkan remaja dari orang tua
angkat alkoholik. Penelitian lain membuktikan remaja kembar
monozigot mempunyai risiko alkoholik lebih besar dibandingkan
remaja kembar dizigot.
2. Lingkungan Keluarga
Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya
terhadap penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua yang
demokratis dan terbuka mempunyai risiko penyalahgunaan
NAPZA lebih rendah dibandingkan dengan pola asuh orang tua
dengan disiplin yang ketat.
Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga mampu
menciptakan kebahagiaan bagi semua anggotanya. Banyak
keluarga mengalami problem-problem tertentu. Salah satunya
ketidakharmonisan hubungan keluarga. Banyak keluarga
berantakan yang ditandai oleh relasi orangtua yang tidak harmonis
dan matinya komunikasi antara mereka.
Ketidakharmonisan yang terus berlanjut sering berakibat
perceraian. Kalau pun keluarga ini tetap dipertahankan, maka yang
ada sebetulnya adalah sebuah rumah tangga yang tidak akrab
dimana anggota keluarga tidak merasa betah. Orangtua sering
minggat dari rumah atau pergi pagi dan pulang hingga larut malam.
Ke mana anak harus berpaling? Kebanyakan diantara
penyalahguna NAPZA mempunyai hubungan yang biasa-biasa saja
dengan orang tuanya. Mereka jarang menghabiskan waktu luang
dan bercanda dengan orang tuanya (Jehani, dkk, 2006).
3. Pergaulan (teman sebaya)
Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan NAPZA,
teman kelompok sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang
dapat mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada
diri seseorang. Menurut Hawari (2006) perkenalan pertama dengan
NAPZA justru datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman
kelompok ini dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan,
sehingga yang bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh
teman kelompok ini tidak hanya pada saat perkenalan pertama
dengan NAPZA, melainkan juga menyebabkan seseorang tetap
menyalahgunakan NAPZA, dan yang menyebabkan kekambuhan
(relapse).
Bila hubungan orangtua dan anak tidak baik, maka anak
akan terlepas ikatan psikologisnya dengan orangtua dan anak akan
mudah jatuh dalam pengaruh teman kelompok. Berbagai cara
teman kelompok ini memengaruhi si anak, misalnya dengan cara
membujuk, ditawari bahkan sampai dijebak dan seterusnya
sehingga anak turut menyalahgunakan NAPZA dan sukar
melepaskan diri dari teman kelompoknya.
4. Karakteristik Individu
a. Umur
Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA
adalah mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini
secara kejiwaan masih sangat labil, mudah terpengaruh oleh
lingkungan, dan sedang mencari identitas diri serta senang
memasuki kehidupan kelompok. Hasil temuan Tim Kelompok
Kerja Pemberantasan Penyalahgunaan Narkoba Departemen
Pendidikan Nasional menyatakan sebanyak 70% penyalahguna
NAPZA di Indonesia adalah anak usia sekolah (Jehani, dkk,
2006).
b. Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang
menyatakan apakah pendidikan mempunyai risiko
penyalahgunaan NAPZA. Akan tetapi, pendidikan ada
kaitannya dengan cara berfikir, kepemimpinan, pola asuh,
komunikasi, serta pengambilan keputusan dalam keluarga.
c. Pekerjaan
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia tahun 2009 di kalangan pekerja di Indonesia
diperoleh data bahwa penyalahguna NAPZA tertinggi pada
karyawan swasta dengan prevalensi 68%, PNS/TNI/POLRI
dengan prevalensi 13%, dan karyawan BUMN dengan
prevalensi 11% (BNN, 2010).
D. Dampak Penyalahgunaan NAPZA
1. Terhadap kondisi fisik
a. Akibat zat itu sendiri
Termasuk di sini gangguan mental organik akibat zat,
misalnya intoksikasi yaitu suatu perubahan mental yang terjadi
karena dosis berlebih yang memang diharapkan oleh
pemakaiannya. Sebaliknya bila pemakaiannya terputus akan
terjadi kondisi putus zat.
Contohnya :
1) Ganja : pemakaian lama menurunkan daya tahan
sehingga mudah terserang infeksi. Ganja juga
memperburuk aliran darah koroner.
2) Kokain : bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi
sekat hidung, jangka panjang terjadi anemia dan
turunnya berat badan.
3) Alkohol : menimbulkan banyak komplikasi, misalnya :
gangguan lambung, kanker usus, gangguan hati,
gangguan pada otot jantung dan saraf, gangguan
metabolisme, cacat janin dan gangguan seksual.
b. Akibat bahan campuran/pelarut :
bahaya yang mungkin timbul : infeksi, emboli.
c. Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril
Akan terjadi infeksi, berjangkitnya AIDS atau hepatitis.
d. Akibat pertolongan yang keliru
Misalnya dalam keadaan tidak sadar diberi minum.
e. Akibat tidak langsung
Misalnya terjadi stroke pada pemakaian alkohol atau
malnutrisi karena gangguan absorbsi pada pemakaian alkohol.
f. Akibat cara hidup pasien
Terjadi kurang gizi, penyakit kulit, kerusakan gigi dan
penyakit kelamin.
2. Terhadap kehidupan mental emosional
Intoksikasi alkohol atau sedatif-hipnotik menimbulkan
perubahan pada kehidupan mental emosional yang bermanifestasi
pada gangguan perilaku tidak wajar. Pemakaian ganja yang berat
dan lama menimbulkan sindrom amotivasional. Putus obat
golongan amfetamin dapat menimbulkan depresi sampai bunuh
diri.
3. Terhadap kehidupan social
Gangguan mental emosional pada penyalahgunaan obat
akan mengganggu fungsinya sebagai anggota masyarakat, bekerja
atau sekolah. Pada umumnya prestasi akan menurun, lalu
dipecat/dikeluarkan yang berakibat makin kuatnya dorongan untuk
menyalahgunakan obat.
Dalam posisi demikian hubungan anggota keluarga dan
kawan dekat pada umumnya terganggu. Pemakaian yang lama
akan menimbulkan toleransi, kebutuhan akan zat bertambah.
Akibat selanjutnya akan memungkinkan terjadinya tindak
kriminal, keretakan rumah tangga sampai perceraian. Semua
pelanggaran, baik norma sosial maupun hukumnya terjadi karena
kebutuhan akan zat yang mendesak dan pada keadaan intoksikasi
yang bersangkutan bersifat agresif dan impulsif (Alatas, dkk,
2006).
4. Terhadap Tingkah Laku
Menurut Prabowo, Eko 2014 menyatakan dampak narkoba
sebagai berikut :
a. Tingkah Laku Klien Pengguna Zat Sedatif Hipnotik
1) Menurunnya sifat menahan diri
2) Jalan tidak stabil, koordinasi motorik kurang
3) Bicara cadel, bertele-tele
4) Sering datang ke dokter untuk minta resep
5) Kurang perhatian
6) Sangat gembira, berdiam, (depresi), dan kadang bersikap
bermusuhan
7) Gangguan dalam daya pertimbangan
8) Dalam keadaan yang over dosis, kesadaran menurun, koma
dan dapat menimbulkan kematian.
9) Meningkatkan rasa percaya diri
b. Tingkah Laku Klien Pengguna Ganja
1) Kontrol didi menurun bahkan hilang
2) Menurunnya motivasi perubahan diri
3) Ephoria ringan
c. Tingkah Laku Klien Pengguna Alcohol
1) Sikap bermusuhan
2) Kadang bersikap murung, berdiam
3) Kontrol diri menurun
4) Suara keras, bicara cadel,dan kacau
5) Agresi
6) Minum alcohol pagi hari atau tidak kenal waktu
7) Partisipasi di lingkungan social kurang
8) Daya pertimbangan menurun
9) Koordinasi motorik terganggu, akibat cenerung mendapat
kecelakaan
d. Tingkah Laku Klien Pengguna Opioda
1) Terkantuk-kantuk
2) Bicara cadel
3) Koordinasi motorik terganggu
4) Acuh terhadap lingkungan, kurang perhatian
5) Perilaku manipulatif, untuk mendapatkan zat adiktif
6) Kontrol diri kurang
e. Tingkah Laku Klien Pengguna Kokain
1) Hiperaktif
2) Euphoria, agitasi, dan sampai agitasi
3) Iritabilitas
4) Halusinasi dan waham
5) Kewaspadaan yang berlebihan
6) Sangat tegang
7) Gelisah, insomnia
8) Tampak membesar –besarkan sesuatu
9) Dalam keadaan over dosis: kejang, delirium, dan paranoid
f. Tingkah Laku Klien Pengguna Halusinogen
1) tingkah laku tidak dapat diramalkan
2) Tingkah laku merusak diri sendiri
3) Halusinasi, ilusi
4) Distorsi (gangguan dalam penilaian, waktu dan jarak)
5) Sikap merasa diri benar
6) Kewaspadaan meningkat
7) Depersonalisasi
8) Pengalaman yang gaib/ ajaib

E. Penanggulangan NAPZA
1. Pencegahan
Pencegahan penyalahgunaan NAPZA, meliputi (BNN, 2004) :
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan
kepada mereka, individu, keluarga, kelompok atau komunitas
yang memiliki risiko tinggi terhadap penyalahgunaan NAPZA,
untuk melakukan intervensi agar individu, kelompok, dan
masyarakat waspada serta memiliki ketahanan agar tidak
menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini dilakukan sejak
anak berusia dini, agar faktor yang dapat menghabat proses
tumbuh kembang anak dapat diatasi dengan baik.
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada kelompok atau komunitas
yang sudah menyalahgunakan NAPZA. Dilakukan pengobatan
agar mereka tidak menggunakan NAPZA lagi.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah
menjadi penyalahguna NAPZA dan telah mengikuti program
terapi dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak kambuh lagi.
Sedangkan pencegahan terhadap penyalahgunaan NAPZA yang
kambuh kembali adalah dengan melakukan pendampingan
yang dapat membantunya untuk mengatasi masalah perilaku
adiksinya, detoksifikasi, maupun dengan melakukan
rehabilitasi kembali.
2. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan
detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau
menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi Tanpa Subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti
menggunakan zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi
obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien
hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti
sendiri.
b. Detoksifikasi dengan Substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis
opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi
bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti
ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah
dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti
sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan
obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat
penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai
dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut
(Purba, 2008).
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya memulihkan dan mengembalikan
kondisi para mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam
arti sehat fisik, psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi
sehat tersebut diharapkan mereka akan mampu kembali berfungsi
secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari.
Menurut Hawari (2006) jenis-jenis rehabilitasi antara lain :
a. Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan
penyalahgunaan NAPZA benar-benar sehat secara fisik.
Termasuk dalam program rehabilitasi medik ini ialah
memulihkan kondisi fisik yang lemah, tidak cukup diberikan
gizi makanan yang bernilai tinggi, tetapi juga kegiatan olahraga
yang teratur disesuaikan dengan kemampuan masing-masing
yang bersangkutan.
b. Rehabilitasi Psikiatrik
Rehabilitasi psikiatrik ini dimaksudkan agar peserta
rehabilitasi yang semula bersikap dan bertindak antisosial dapat
dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan baik
dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing
atau mengasuhnya.
Termasuk rehabilitasi psikiatrik ini adalah
psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai
“rehabilitasi” keluarga terutama bagi keluarga-keluarga broken
home. Konsultasi keluarga ini penting dilakukan agar keluarga
dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang terlibat
penyalahgunaan NAPZA, bagaimana cara menyikapinya bila
kelak ia telah kembali ke rumah dan upaya pencegahan agar
tidak kambuh.
c. Rehabilitasi Psikososial
Dengan rehabilitasi psikososial ini dimaksudkan agar peserta
rehabilitasi dapat kembali adaptif bersosialisasi dalam
lingkungan sosialnya, yaitu di rumah, di sekolah/kampus dan di
tempat kerja. Program ini merupakan persiapan untuk kembali
ke masyarakat. Oleh karena itu, mereka perlu dibekali dengan
pendidikan dan keterampilan misalnya berbagai kursus ataupun
balai latihan kerja yang dapat diadakan di pusat rehabilitasi.
Dengan demikian diharapkan bila mereka telah selesai
menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali ke
sekolah/kuliah atau bekerja.
d. Rehabilitasi Psikoreligius
Rehabilitasi psikoreligius memegang peranan penting. Unsur
agama dalam rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna
NAPZA mempunyai arti penting dalam mencapai
penyembuhan. Unsur agama yang mereka terima akan
memulihkan dam memperkuat rasa percaya diri, harapan dan
keimanan. Pendalaman, penghayatan dan pengamalan
keagamaan atau keimanan ini akan menumbuhkan kekuatan
kerohanian pada diri seseorang sehingga mampu menekan risiko
seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan
NAPZA.
e. Forum Silaturahmi
Forum silaturahmi merupakan program lanjutan (pasca
rehabilitasi) yaitu program atau kegiatan yang dapat diikuti oleh
mantan penyalahguna NAPZA (yang telah selesai menjalani
tahapan rehabilitasi) dan keluarganya. Tujuan yang hendak
dicapai dalam forum silaturahmi ini adalah untuk memantapkan
terwujudnya rumah tangga/keluarga sakinah yaitu keluarga yang
harmonis dan religius, sehingga dapat memperkecil kekambuhan
penyalahgunaan NAPZA
f. Program Terminal
Pengalaman menunjukkan bahwa banyak dari mereka
sesudah menjalani program rehabilitasi dan kemudian mengikuti
forum silaturahmi, mengalami kebingungan untuk program
selanjutnya. Khususnya bagi pelajar dan mahasiswa yang karena
keterlibatannya pada penyalahgunaan NAPZA di masa lalu
terpaksa putus sekolah menjadi pengangguran; perlu menjalani
program khusus yang dinamakan program terminal (re-entry
program), yaitu program persiapan untuk kembali melanjutkan
sekolah/kuliah atau bekerja
F. Pohon Masalah

Risiko Bunuh Diri

Risiko perilaku kekerasan

Halusinasi Efek

Intoksikasi Core

Penyalahgunaan Zat Cause

Harga Diri Rendah

Gangguan Konsep Diri

Koping individu tidak efektif

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Setiap melakukan pengkajian, tulis tanggal pengkajian, tanggal dan tempat
klien dirawat.
1. Identitas Klien
Identitas klien yang perlu di tulis adalah nama klien, jenis kelamin, umur
(biasanya pada usia produktif), pendidikan (segala jenis/ tingkat
pendidikan beresiko menggunakan NAPZA), pekerjaan (tingkat
keseriusan/ tuntutan dalam pekerjaannya dapat menimbulkan masalah),
status (belum menikah, menikah atau bercerai), alamat,
kemudian nama perawat
2. Data Demografi
Buatlah genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dan keluarga.
Jelaskan: Seseorang yang berada dalam disfungsi keluarga akan tertekan
dan ketertekanan itu dapat merupakan faktor penyerta bagi dirinya terlibat
dalam penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA, kondisi keluarga yang
tidak baik itu adalah: 1) Keluarga yang tidak utuh: orang tua meninggal,
orang tua cerai, dll, 2) kesibukan orang tua, 3) hubungan interpersonal
dalam keluarga tidak baik
3. Keluhan Utama
Biasanya karena timbul gejala-gejala penyalahgunaan NAPZA. Alasan
masuk tanyakan pada keluarga klien.
4. Riwayat Penggunaan Zat Sebelumnya
Tanyakan pada klien apakah pernah menggunakan narkotika, psikotropika
atau zat adiktif lainnya sebelumnya.
5. Riwayat Pengobatan
Tanyakan pada klien dan keluarga apakah klien sudah mendapatkan terapi
dan rehabilitasi. Biasanya klien yang telah mendapatkan terapi sebagian
besar akan mengulangi kebiasaannya menggunakan NAPZA.
6. Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi
pecandu/ pengguna NAPZA, baik dari pasien maupun keluarga seperti:
Factor biologis, factor psikologis dan faktor sosial kultural
7. Faktor Presipitasi
Kaji faktor yang membuat klien menggunakan napza:
a. Pernyataan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya sebagai
pengakuan (resiko relatif untuk terlibat NAPZA 81,3%)
b. Sebagai prinsip kesenangan, menghindari sakit/stress
c. Kehilangan seseorang atau sesuatu yang berarti
d. Diasingkan oleh lingkungan: rumah, teman-teman
e. Kompleksitas dari kehidupan modern
8. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: klien dengan pengguna napza biasanya akan
dijumpai kondisi yang disebut intoksikasi (teler) yang menyebabkan
perubahan memori, perilaku, kognitif, alam perasaan dan kesadaran.
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : hipotensi/normal
Nadi : takikardi
Suhu : meningkat, berhubungan dengan gangguan keseimbangan
cairan elektrolit
Pernafasan : sesak nafas, nyeri dada
Berat badan : mengalami penurunan akibat nafsu makan menurun
Keluhan fisik : nyeri sendi, otot dan tulang
9. Psikososial
Klien dengan pengguna napza akan mengalami perubahan dalam
kehidupan individualnya baik yang bersifat psikologik maupun kehidupan
social seperti:
a. Prestasi sekolah menurun secara drastis/anjlok
b. Pola tidur berubah, misalnya pagi susah dibangunkan dan malam suka
begadang
c. Selera makan berkurang
d. Banyak mengurangi diri dalam kamar, menghindari bertemu anggota
keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak makan bersama
e. Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya, dan
mulai suka berbohong
f. Mabuk, bicara pelo (cadel), dan jalan sempoyongan
10. Konsep Diri
a. citra tubuh : Klien mungkin merasa tubuhnya baik-baik saja
b. Identitas : Klien mungkin kurang puas terhadap dirinya sendiri
c. Peran : klien meruapakan anak keberapa dari berapa saudara
d. Ideal diri : Klien menginginkan keluarga dan orang lain
menghargainya
e. Harga diri : Kurangnya penghargaan keluarga terhadap perannya
11. Hubungan Sosial
Banyak mengurung diri dalam kamar, menghindari bertemu anggota
keluarga lainnya karena takut ketahuan, dan menolak makan bersama.
Bersikap tidak ramah, kasar terhadap anggota keluarga lainnya, dan mulai
suka berbohong
12. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik untuk
kesehatan.
b. Kegiatan ibadah : Tidak menjalankan ibadah selama menggunakan
NAPZA
13. Status Mental
a. Penampilan
Tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak seperti biasanya
b. Pembicaraan
Kaji cara bicara klien apakah cepat, keras, gagap, apatis, lambat atau
membisu
Biasanya klien menghindari kontak mata langsung, berbohong atau
memanipulasi keadaa, bengong/linglung
c. Aktivitas Motorik
1) Kelambatan : hipoaktifitas (lesu), katalepsi (gangguan kesadaran)
2) Peningkatan : gelisah, TIK, grimasen (gerakan otot muka yang
berubah-ubah, tidak dapat dikontrol), tremor, kompulsif (kegiatan
yang dilakukan berulang)
d. Afek Dan Emosi
1) Afek : tumpul (datar) dikarenakan terjadi penurunan kesadaran
2) Emosi : klien dengan penyalahgunaan NAPZA biasanya memiliki
emosi yang berubah-ubah (cepat marah, depresi, cema, eforia)
e. Interaksi Selama Wawancara
Kontak mata kurang dan cepat tersinggung. Biasanya klien akan
menunjukkan rasa curiga
14. Persepsi
Biasanya klien mengalami halusinasi
15. Proses Piker
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa sehingga
menunjukkan tangensial. Beberapa NAPZA menimbulkan penurunan
kesadaran, sehingga klien mungkin kehilangan asosiasi dalam
berkomunikasi dan berpikir.
16. Isi Piker
Pecandu ganja mudah percaya mistik, sedangkan amfetamin
menyebabkan paranoid sehingga menunjukkan perilaku phobia. Pecandu
amfetamin dapat mengalami waham curiga akibat paranoidnya
17. Tingkat Kesadaran
Menunjukkan perilaku bingung, disorientasi dan sedasi akibat pengaruh
NAPZA.
18. Memori
Golongan NAPZA yang menimbulkan penurunan kesadaran mungkin
akan menunjukkan gangguan daya ingat jangka pendek.
19. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan konsentrasi. Pecandu
ganja mengalami penurunan berhitung.
20. Kemampuan Penilaian
Penurunan kemampuan menilai terutama dialami oleh klien alkoholik.
Gangguan kemampuan penilaian dapat ringan maupun bermakna.
21. Daya Tilik Diri
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-hal
diluar dirinya
B. Diagnosa
1. Risiko Bunuh Diri berhubungan dengan perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi sensori persepsi
3. Halusinasi persepsi sensori berhubungan dengan intoksikasi akibat
penyalahgunaan zat
4. Isolasi sosial
5. Harga diri rendah
6. Koping individu inefektif
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Masalah penyalahgunaan narkoba / NAPZA khususnya pada
remaja adalah ancaman yang sangat mencemasakan bagi keluaga
khususnya dan bagi bangsa dan negara pada umumnya. Pengaruh narkoba
sangatlah buruk, baik dari segi kesehatan, maupun dampak sosial yang
ditimbulkan.
Secara garis besar faktor yang menyebabkan terjadianya
penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja terdiri dari faktor internal dan
faktor eksternal yakni yang berasal dari dalam diri sendiri baik yang
berasal dari lingkungan.
Masalah pencegahan penggunaan narkoba bukanlah menjadi tugas
dari sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya
pencegahan penyarahgunaan narkoba yang dilakukan sejak dini sangatlah
baik, tentunya dengan pengetahuan yang cukup tentang penganggulangan
tersebut.
Peran orang tua dalam keluarga dan juga pendidik di sekolah
sangatlah besar bagi pencegahan penanggulangan terhadap narkoba.
B. SARAN
Dalam mencegah penyalahgunaan narkoba pihak yang
bertanggung jawab bukan hanya pemerintah penegak hukum ataupun
pelayanan kesehata saja namun diharapkam peran orang tua dalam
mengawasi dan membimbing anggota keluarganya harus lebih baik, serta
lebih meluangkan waktunya untuk selalu berada disisi anak-anaknya
dalam kondisi apapun, sehingga remaja tidak terjerumus melakukan hal-
hal yang menyimpang terutama melakukan penyalahgunaan narkoba.
Selain itu masyarakat hendaknya melakukan kegiatan yang positif
dan berguna agar remaja tidak terlibat dalam kasus penyalahgunaan
narkoba serta memperdalam iman dan taqwa guna ketahanan diri dari
dalam menghadapi dan memecahkan permasalahan hidup.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI Tentang Pedoman


Penyalahgunaan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya (Napza). Jakarta
Hawari, D. 2000. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Naza (Narkotika, alkohol dan zat
adiktif). FKUI: Jakarta
Keliat, dkk. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 2. EGC: Jakarta
Kemenkes RI. 2014. Buletin Jendela Data dan informasi Kesehatan. Jakarta
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika: Yogyakarta
Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Salemba Medika: Jakarta
Simangsong Jimmy. 2015. Penyalahgunaan Nrkoba di Kalangan Remaja. Daiakses pada tanggal
1 November 2016
Darman, Flavianus. Mengenal Jenis dan Efek Buruk Narkoba. Visimedia, Jakarta. 2006
Budiarto. 1989. Narkoba dan Pengaruhnya. Ganeca Exact. Bandung.
Kartini Kartono. 1992. Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Rajawali Press, Jakarta.
Libertus Jehani & Antoro dkk. 2006. Mencegah Terjerumus Narkoba. Visimedia. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, 2009. Asa Mandiri.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai