Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/317136777

Penentuan Status Ekologis Sub-DAS Cikapundung, Jawa Barat

Technical Report · December 2015

CITATIONS READS

0 725

8 authors, including:

Ahmad Ardiansyah Andini Nurfatimah Karim


Wageningen University & Research Bandung Institute of Technology
18 PUBLICATIONS   9 CITATIONS    1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Wildlife Trade Monitoring - Little Fireface Project View project

All content following this page was uploaded by Ahmad Ardiansyah on 25 May 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENENTUAN STATUS EKOLOGIS SUB-DAS CIKAPUNDUNG

Maulana Ahsan Busyairi(1), Ahmad Ardiansyah, Andini Nurfatimah Karim , Yukiko Prameswari Hanifa,
Cyntia Agustene, Khanita Aulya, Sherly Arista Pratiwi, Restu Anisa Rachma, Fadli Uwais Elqorni

1 Program Studi Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung
Email : maulanaahsan@students.itb.ac.id.

Abstrak Sub-DAS Cikapundung merupakan bagian dari DAS Citarum. Dengan ditetapkannya sungai
Cikapundung sebagai Kawasan Strategis Kota maka aktivitas masyarakat di kawasan tersebut akan semakin
meningkat. Dengan demikian, perlu dilakukan tindakan untuk mengetahui kondisi perairan Sungai Cikapundung
saat ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui status ekologi sub-DAS Cikapundung dengan menggunakan
analisis skoring parameter biotik abiotik dan Modified Hielsanhoff Biotic Index pada 7 stasiun penelitian. Hasil
analisis skoring paremeter biotik abiotik menunjukkan bahwa status pada daerah hulu adalah “belum tercemar”,
dan pada daerah hilir “tercemar parah”. Sedangkan hasil analisis dengan Modified Hielsanhoff Biotic Index
menunjukkan kecenderungan penurunan kualitas air, pada daerah hulu “Excellent” dan pada daerah hilir “Very
poor”
Kata kunci : Sub-DAS Cikapundung, Skoring Parameter Biotik Abiotik, Modified Hielsanhoff Biotic Index, Status
Ekologi Sungai

Abstract Cikapundung sub-watershed is part of the Citarum. With be determinded of Cikapundung as the City
Strategic Area, people activities in this region will increase. Thus, it needs action to improve water condition of
Cikapundung River. This research have been done to determine ecological status Cikapundung sub-watershed
with scoring analysis of abiotic and biotic Hielsanhoff Biotic Index parameters at seven research stations. The
result shows that status of the upstream area is “not polluted”, and the downsteam area is “highly polluted”.
Besides, results of the analysis with Hielsanhoff Biotic index shows descent in water quality. The upstream area
is “Excellent” and the downstream area is “Very Poor”.
Keyword : Sub-DAS Cikapundung, Parameter scoring of Biotic Abiotic, Modified Hielsanhoff Biotic Index,
River’s Ecology Status

1. PENDAHULUAN Cikapundung. Oleh karena itu, penelitian


mengenai status ekologis di sub-DAS
Sub-DAS Cikapundung merupakan bagian Cikapundung sangat penting untuk mengetahui
dari DAS Citarum, yang mengalir melalui kualitas dan tingkat pencemaran perairan.
Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Penelitian dilakukan dengan melakukan
bermuara di Sungai Citarum [1]. Sehari – hari pengukuran faktor abiotik berupa fisika-kimia
banyak aktivitas masyarakat sekitar yang perairan dan faktor biotik berupa keberadaan
memanfaatkan keberadaan Sungai makrozoobentos dikaitkan dengan tingkat
Cikapundung. Dalam RAPERDA Rencana toleransinya terhadap polusi (biomonitoring).
Tata Ruang Wilayah Kota Bandung 2011-2030, Faktor fisika-kimia yang diukur yaitu Dissolved
wilayah Sungai Cikapundung ditetapkan Oxygen (DO), pH, suhu air, turbiditas,
sebagai salah satu Kawasan Strategis Kota konduktivitas, kadar nitrogen (amonium, nitrit,
(KSK), dinilai strategis untuk dijadikan sebagai nitrat) dan fosfor (orthofosfat), Total Dissolved
sarana pariwisata, yang salah satu realisasinya Solids (TDS), dan Total Suspended Solids
adalah pembangunan amphiteater [2]. (TSS). Hasil penelitian ini hanya
Banyaknya aktivitas manusia di sekitar sub- menggambarkan kondisi ekosistem pada waktu
DAS Cikapundung akan sangat memengaruhi yang sesaat (snapshots), sedangkan
ekosistem akuatik yang ada di sub-DAS penggambaran kondisi ekosistem dalam jangka

1
panjang dapat dilakukan dengan metode
biomonitoring [3].
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan
dapat memberikan masukan untuk pemerintah
daerah maupun pemerintah pusat agar lebih
memperhatikan faktor ekologis di ekosistem
perairan, dalam hal ini di sub-DAS
Cikapundung, dalam merumuskan kebijakan-
kebijakan pembangunan di kota Bandung.
Gambar 2.2 Lokasi Kawasan Sub-DAS
2. METODE Cikapundung (Google Earth, 2015)

Lokasi Penelitian Stasiun pertama terletak di kawasan kebun


Sungai Cikapundung merupakan sungai kina, Bukit Tunggul, Lembang. Stasiun kedua
dengan alur sepanjang ± 15,5 km (68,2% dari terletak di Kawasan Kompleks Dosen Jajaway,
total panjang sungai) dan diantaranya stasiun ketiga terletak di Curug Dago, stasiun
merupakan daerah pemukiman padat keempat terletak di Amphitheater
penduduk. Sungai Cikapundung memiliki luas Cikapundung, Siliwangi, stasiun kelima
daerah tangkapan di bagian hulu sebesar 11,3 terletak di bawah jembatan layang Pasopati,
km2, di bagian tengah seluas 90,4 km2 dan di stasiun keenam terletak di Cicendo, dan stasiun
bagian hilir seluas 76,5 km2 dengan debit air ketujuh terletak di Dayeuh Kolot, Kabupaten
minimum sebesar 6 m3/detik. Hulu sungai ini Bandung. Penelitian ini dilakukan pada tanggal
terletak di Gunung Bukit Tunggul, Gunung 13 – 22 November 2015. Pengambilan sampel
Palasari, dan Gunung Putri yang berada pada dilakukan sebanyak 3 kali pada tiap stasiun,
ketinggian 650 – 2067 m dpl. Pada bagian hulu yang meliputi sampel air sungai, cuplikan
sungai Cikapundung terdapat percabangan bentos, dan pengukuran faktor mikroklimat.
sungai yang membentuk dua sub sistem DAS, Sedangkan parameter fisika-kimia yang diukur
yang terletak di Maribaya. Percabangan ke arah berupa pH, konduktivitas, temperatur,
barat merupakan sub sistem Cigulung meliputi turbiditas, TDS, TSS, dissolved oxygen, kadar
Cikidang, Cibogo, Ciputri dan Cikawari, nitrogen (nitrit, nitrat, ammonium) dan fosfor
sedangkan ke arah timur meliputi sungai (orthofosfat).
Cibodas dan Sungai Cigalukguk. Sedangkan
bagian hilir sungai terletak pada daerah Dayeuh Pengambilan Sampel Air Analisis Fisika-
Kolot, Kabupaten Bandung [4]. Akan tetapi, Kimia Perairan
secara spesifik terdapat tujuh titik lokasi yang Pengambilan sampel air sungai dilakukan
akan dijadikan fokus subjek penelitian kali ini. dengan cara memasukkan sampel air ke dalam
Ketujuh titik pengamatan ini dapat dilihat pada botol gelap. Untuk sungai dengan kedalaman
Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 di bawah ini: yang tinggi digunakan alat La Motte untuk
pencuplikan sampel air. Kemudian analisis
fisika-kimia dari sampel air dilakukan di
Laboratorium Ekologi SITH ITB yaitu
suhu,derajat keasaman (pH) menggunakan pH
meter, konduktivitas mernggunakan SCT meter
dan oksigen terlarut (DO) menggunakan DO
meter, kadar total orthofosfat, nitrat, nitrit,
amonium, zat padat terlarut total, zat padat
Gambar 2.1 Lokasi Kawasan Sub-DAS
tersuspensi dan tingkat kekeruhan air.
Cikapundung (Google Earth, 2015)

2
Pengambilan Sampel Makrozoobentos dan  Indeks keanekaragaman
Pengukuran Mikroklimat H’ = −∑𝑃𝑖 × ln 𝑃𝑖 (1)
Pencuplikan makrozoobentos dengan  Indeks dominansi
menggunakan jala surber yang berukuran 40 Pi =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑝𝑒𝑠𝑖𝑒𝑠
(2)
cm x 30 cm. Hasil pencuplikan bentos disimpan 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙

dalam plastik. Untuk kedalaman yang tinggi  Biotic Index


∑ 𝑥𝑖 𝑡𝑖
dan substrat yang berlumpur, menggunakan 𝐵𝐼 = (3)
𝑛
Eckman grab berukuran 15 cm x 15 cm. dengan,
Kemudian dilakukan pengukuran mikroklimat xi = jumlah individual dari spesies
dan parameter yang diukur, antara lain ti = nilai toleransi dari taksa
temperatur udara, kelembaban udara, dan n = jumlah total organisme dalam
intensitas cahaya. Dalam pengukuran sampel
mikroklimat, suhu dan kelembaban udara Penentuan kualitas air berdasarkan
diukur dengan menggunakan sling Modified Hilsenhoff Biotic Index dapat dilihat
psychrometer, intensitas cahaya diukur dengan pada tabel di bawah ini:
menggunakan lux/light meter. Tabel 2.2 Indeks penentuan kualitas air
berdasarkan Modified Hilsenhoff Biotic Index [3]
Analisis
Analisis yang dilakukan adalah analisis
status ekologis perairan yang dapat diukur
menggunakan sistem skoring, dengan rentang
skor tiap variabel sebagai berikut [5]:
Tabel 2.1 Skoring Status Perairan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Makrozoobentos
Berikut adalah data hasil pengamatan
makrozoobenthos (famili) yang ada di setiap
stasiun beserta nilai toleransi dan jumlah
individunya:
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Makrozoobentos dan
Nilai Toleransinya
Famili (Nilai Jumlah
Stasiun Toleransi) Individu
Bithyniidae (8) 1
Elmidae (4) 1
1 Planariidae (1) 5
Dilakukan penghitungan indeks Ptilodactylidae (3) 2
keanekaragaman Shannon-Wienner dan Tipulidae (3) 2
metode skoring Modified Hilsenhoff Biotic Thiaridae (3) 1
Index, RBP III. Indeks biotik ini menunjukkan Elmidae (4) 2
nilai toleransi terhadap polusi dari organisme 2 Ptilodactylidae (3) 1
makrozoobenthos [6]. Indeks keanekaragaman Hydropsychidae
Shannon-Wienner dan Biotic Index didapat 1
(4)
dengan menggunakan rumus berikut:

3
Glossiphoniidae Berdasarkan tabel 3.2, stasiun 1 memiliki
36
(6) kualitas air yang paling baik (Excellent) dengan
Chironomidae (8) 1 nilai Biotic Index (BI) sebesar 2,46 karena
Lumbriculidae (5) 2 adanya famili makrozoobentos dengan nilai
Naididae (8) 1 toleransi yang rendah yaitu Planariidae,
3 Ptilodactylidae, Tipulidae,sedangkan pada
Tubificidae (10) 1
stasiun 2 memiliki kualitas air baik (Good)
Erpobdellidae (8) 1
.Menurut Mandaville (2002), kehadiran suatu
Hydropsychidae famili yang memiliki tingkat toleransi yang
5
(4) rendah mengindikasikan kualitas perairan yang
Simuliidae (6) 1 bagus [3]. Pada stasiun 1 ditemukan Planariidae
Elmidae (4) 2 ,spesies ini hidup menempel di substrat dan
4 Tubificidae (10) 2 hidup di perairan dengan rentang suhu 4°C
Erpobdellidae (8) 3 hingga 25°C. Organisme ini sangat sensitif
Glossiphoniidae terhadap perubahan lingkungan dan polutan
6 sehingga dijadikan sebagai bioindikator
(6)
5 perairan yang masih bagus dan .
Tubificidae (10) 11
Chironomidae (8) 1 Terdapat tren BI yang cenderung
meningkat seiring lokasi pengamatan menuju
Simuliidae (6) 1
hulu. Nilai BI yang paling tinggi adalah di
Hydropsychidae
7 stasiun 7 dengan nilai BI sebesar 9,99 yang
(6)
menunjukkan kualitas air yang sangat buruk.
Chironomidae (8) 5
Famili tubificidae ditemukan koloni dengan
6 Elmidae (5) 3 jumlah yang sangat banyak, yaitu 4395 individu
Erpobdellidae (8) 2 dan merupakan indikator perairan tercemar [8].
Culicidae (8) 1 Hal ini juga dipengaruhi oleh substrat pada
Ceratopogonidae stasiun 7 yang berlumpur,dimana substrat ini
2
(6) akan dimanfaatkan oleh spesies yang berperan
Glossiphoniidae sebagai deposit feeder seperti Tubifex sp serta
3
7 (6) famili Glossiphoniidae juga ditemukan di
Tubificidae (10) 4395 stasiun 7 karena memiliki toleransi yang tinggi
terhadap DO rendah (gambar 3.2) akibat
Dengan rumus dari Persamaan (1), pencemaran [9]
dihitung nilai indeks biotiknya dan didapatkan Terdapat hasil yang ganjil pada stasiun 6
kualitas air berdasarkan Modified Hilsenhoff karena memiliki nilai BI yang lebih rendah
Biotic Index seperti pada tabel di bawah ini: dibandingan stasiun 4 dan stasiun 5 yaitu
Tabel 3.2 Indeks Biotik dan Kualitas Air sebesar 6,62. Hal ini menunjukkan kondisi air
Berdasarkan Modified Hilsenhoff Biotic Index yang agak buruk menurut indeks BI. Walaupun
Stasiun Indeks Biotik Kualitas Air banyak ditemukan jenis makrozoobentos
1 2.64 Excellent dengan nilai toleran yang termasuk tinggi,
ditemukan juga bentos dengan nilai toleran
2 3.60 Very good
yang sedang ( tabel 3.1). Pada stasiun 1,2,4 dan
3 5.96 Fair
6 ditemukan famili Elmidae. Hal ini terjadi
4 7.43 Fairly poor karena aliran airnya yang deras sehingga
5 8.56 Very poor kandungan oksigennya tinggi dan spesies ini
6 6.62 Fairly poor juga bersifat fakultatif [10]. Famili
7 9.99 Very poor Chironomidae, Erpobdellidae, dan Culicidae
yang merupakan organisme dengan nilai

4
toleran yang tinggi (Tabel 3.1) dan indikator 3 Tercemar parah
perairan tercemar berat juga ditemukan di 4 Tercemar ringan
stasiun 6 dan ditemukan pula organisme dengan 5 Tercemar parah
nilai toleran sedang sehingga penilaian BI 6 Tercemar sedang
terhadap kualitas air menjadi berkurang dengan 7 Tercemar parah
adanya organisme dengan nilai toleran yang
sedang. Penentuan status ekologis sungai dengan
Berikut adalah hasil pengolahan indeks parameter abiotik-biotik (Tabel 3.4c)
keanekaragaman makrozoobentos: menghasilkan hasil yang berbeda dibandingkan
Tabel 3.3 Nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-
dengan menggunakan Modified Hilsenhoff
Wiener Makrozoobentos
Biotic Index (BI). Skoring dengan parameter
Stasiun ke- H'
abiotik-biotik menunjukkan status tercemar
1 Sedang parah untuk stasiun 3 sedangkan dengan BI,
2 Sedang didapatkan status fair . Hal ini dikarenakan
3 Kecil stasiun 3 memiliki warna air yang sangat keruh,
4 Sedang bau anyir, padatan tersuspensi yang cukup
5 Kecil tinggi, serta keanekaragaman makrobentos
6 Sedang yang rendah. Walaupun terdapat famili
7 Kecil makrobentos dengan nilai toleransi yang cukup
rendah, namun parameter kekeruhan air tinggi
Nilai keanekaragaman Shannon-Wiener (Tabel
skoring status ekologis menjadi sangat buruk.
3.3) tidak memperlihatkan tren karena nilai H’
Kekeruhan ini disebabkan oleh sedimentasi dari
fluktuatif. Nilai keanekaragaman yang paling
tanah dan lumpur di sepadan sungai,. Stasiun 4
tinggi adalah di stasiun 6 yang menunjukkan
berstatus tercemar ringan dengan skoring
keanekaragaman yang sedang. Nilai H’ di
abiotik-biotik dan status fairly poor atau
stasiun 7 adalah yang terkecil dengan namun
tercemar sedang dengan skoring BI. Adanya
kelimpahan spesies di stasiun 7 sangat banyak
famili makrozoobentos dengan nilai toleran
dan mencapai total 4395 individu benthos
yang cukup tinggi mengindikasikan perairan
dengan nilai toleran yang tinggi. Berikut adalah
tersebut berstatus tercemar sedang walaupun
hasil metode scoring status perairan dengan
parameter abiotiknya tergolong tercemar
parameter biotik-abiotik:
ringan.
Tabel 3.4 (a) Nilai Status Perairan dengan Metode
Scoring Tabel 3.4 (c) Perbandingan status ekologi tiap matriks
ST1 ST2 ST3 ST4 ST5 ST6 ST7
WARNA AIR 1 3 10 3 10 6 6
BAU AIR 1 1 6 1 3 10 10
PADATAN
3 3 6 3 6 6 6
TERSUSPENSI
KONDUKTIVITAS 2 6 6 6 6 6 6
PH 1 3 3 3 3 3 3
H' 3 6 10 6 10 3 10 Penentuan status ekologis sungai dengan
1.8 3.6 6.8 3.6 6.3 5.6 6.8 parameter berbeda dapat menyebabkan hasil
SKOR 3 7 3 7 3 7 3 yang berbeda . skoring mempertimbangkan
Tabel 3.4 (b) Keterangan Status Perairan dengan banyak aspek, namun aspek fisika dan kimia
Metode Scoring yang ada hanya sebatas kondisi sementara pada
Stasiun Keterangan saat pengambilan data [3]. Sedangkan skoring
1 Belum tercemar BI yang menggunakan organisme
2 Tercemar ringan makrozoobentos yang dapat memberikan

5
kondisi ekologis perairan dalam rentang waktu 3
yang lebar. Hal ini dikarenakan organisme ini 2,5

Konsentrasi gr/ml
2
hidup di dasar perairan dalam waktu yang lama 1,5
1
(menetap) dan sangat sensitif terhadap 0,5
perubahan lingkungan. Oleh karena itu, 0
-0,5
keberadaan makrozoobentos ini dapat
mengindikasikan kondisi perairan selama
jangka waktu yang lama [11].
R² = 0,7951 Stasiun Pengamatan
Kadar Nitrogen (amonium, nitrit, nitrat),
Gambar 3.1 Grafik Konsentrasi Amonium
Fosfor (orthofosfat) dan Dissolved Oxygen
(DO) Amonium akan mengalami oksidasi oleh
Konsentrasi amonium tertinggi diperoleh bakteri nitritasi menjadi nitrit. Proses tersebut
stasiun 6 sebesar 2,06 gr/ml. Berdasarkan hasil merupakan proses aerob sehingga kadar DO
wawancara dengan warga sekitar, warga dalam air sangat berperan. Dari ketiga
setempat telah melakukan pelepasan ikan lele. pengukuran DO yang sudah dilakukan, ketujuh
Menurut Wurts (2000) [12], ikan akan stasiun memiliki kondisi yang baik karena
mengekresikan amonium ke dalam air melalui konsentrasinya diatas 7mg/l [13]. Namun dari
insangnya sehingga memengaruhi nilai analisis regresi (gambar 3.2) dilihat bahwa
amonium . Pada stasiun 1, konsentrasi tidak ada kecenderungan bahwa DO dari hulu
amonium terukur sangat rendah yaitu 0,0056 ke hilir cenderung memiliki tren naik atau
gr/ml yang dikarenakan minimnya pencemaran turun.
limbah. 12
Konsentrasi gr/ml

Pada stasiun 2, konsentrasi amonium yang 9


terukur adalah 0,56 gr/ml. Pencemaran utama 6
yang terjadi berasal dari sampah rumah tangga. 3
Konsentrasi amonium mengalami peningkatan 0
di stasiun 3 hingga mencapai 1,11 gr/ml karena
adanya penumpukkan sampah dan adanya
tempat pemotongan ayam yang berada dekat R² = 0,4278 Stasiun Pengamatan
dengan stasiun pengamatan sehingga limbah
organik pun mencemari sugai. Konsentrasi Gambar 3.2 Grafik konsentrasi DO
amonium mengalami penurunan pada stasiun 4
Pola aliran yang relatif tidak tenang dan
hingga mencapai 0,67 gr/ml.Hal ini disebabkan
banyak pergolakan (turbulensi) akibat
tidak terlihat adanya penumpukkan sampah
banyaknya batuan pada stasiun 1,2,3,4 dan 6
seperti di stasiun 3. Selain itu warga sekitar
yang menyebabkan proses aerasi udara ke
telah meminimalisir pembuangan sampah ke
dalam air menjadi bertambah sehingga self
sungai. Kandungan ammonia semakin tinggi
purifikasi sungai menjadi optimal. Peningkatan
pada stasiun 5 dan 6, yaitu sebesar 2,06 gr/ml
kemiringan dasar sungai seperti pada stasiun
dan 2,12 gr/ml. Dan pada gambar 3.1 terdapat
1,2,4 dan 6 juga dapat menaikkan kemampuan
kecenderungan bahwa terjadi kenaikan
self purifikasi DO pada kondisi kecepatan aliran
amonium dari hulu ke hilir ditunjukan dari
rendah [14]. Namun, konsentrasi DO pada
analisis regresi.Namun pada stasiun 7, terjadi
stasiun 5 dan 7 memiliki konsentrasi yang lebih
penurunan konsentrasinya sebesar 1,84 g/ml
rendah karena adanya daur nitrogen yaitu
dan lebih rendah dari stasiun sebelumnya
berubahnya nitrat menjadi nitrit pada air harus
karena telah dilakukan pengerukan sampah.
pada kondisi kadar DO yang rendah [15].
Berikut adalah grafik yang menunjukkan
Sehingga dapat dilihat bahwa kandungan nitrit
konsentrasi ammonium:

6
yang tinggi dapat dijumpai pada stasiun 5 dan 7 air. Kadar fosfor yang rendah disebut
yaitu sebesar 8,23 gr/ml dan 7,9 gr/ml karena oligotrofik dan kadar fosfor sedang disebut
didukung rendahnya konsentrasi DO di stasiun mesotrofik [17]. Pada stasiun 1, konsentrasi
tersebut. fosfat yang diukur hanya sedikit sehingga
Pada stasiun 2 dan 4, konsentrasi nitrat kualitas airnya baik dan oligotrofik. Hal ini
terukur sebesar 11,9 gr/ml dan 12,05 gr/ml. didukung karena air sungai stasiun 1 hanya
Kedua stasiun tersebut memiliki konsentrasi digunakan untuk kepentingan irigasi.
nitrat yang lebih besar dari stasiun 3 yang hanya Pada stasiun 2, kandungan fosfat
10,32 gr/ml. Hal tersebut diperkirakan karena meningkat sehingga kualitas airnya sedang dan
aktivitas bakteri nitratasi telah berlangsung mesotrofik karena pada stasiun 2 dekat dengan
lebih lama saat pencuplikan air dilakukan [16]. daerah pemukiman dan sudah mulai tercemar.
Begitu pula yang terjadi pada stasiun 6 yang Kemudian pada stasiun 3, konsentrasi fosfor
memiliki konsentrasi nitrat 12,10 gr/ml, lebih semakin meningkat sehingga kualitas airnya
tinggi dari konsentrasi stasiun 5 dan 7 yaitu sudah tercemar dan eutrofik. Kondisi air di
9.87 gr/ml dan 5,67 gr/ml dan dapat dilihat pada stasiun 3 sangat kotor, didukung adanya
gambar 3.3 bahwa data konsentrasi nitrat pencemaran yang dilakukan oleh masyarakat
sangat fluktuatif untuk disimpulkan berdasar sekitar.
analisis regresi. Berikut adalah gambar yang Namun pada stasiun 4, konsentrasi fosfor
menunjukkan konsentrasi nitrat: menurun sehingga kualitas airnya menjadi
15 sedang dengan status mesotrofik. Menurunnya
12 konsentrasi fosfor diduga air dari stasiun 3 tidak
Konsentrasi gr/ml

9 masuk ke stasiun 4, melainkan ke sub-das


6
lainnya dan dapat disebabkan oleh terserapnya
3
fosfor ke dalam mikro organisme [18]. Pada
0
stasiun 5 dan 6, kembali terjadi kenaikan
konsentrasi fosfor sehingga kedua stasiun
memiliki kualitas air yang tercemar dengan
R² = 0,0439 Stasiun Pengamatan
status eutrofik dan mendapat banyak sampah
Gambar 3.3 Grafik Konsentrasi Nitrat kiriman dari anak sungai lainnya.
Tanah yang terkikis dapat melarutkan
2
fosfat di tanah yang berasal dari tumbuhan-
Konsentrasi mg/l

1 tumbuhan dan hewan yang mati [19].


Konsentrasi fosfor di stasiun 6 dapat
0 disebabkan oleh banyaknya kiriman sampah
dari anak sebelumnya dan sampah rumah
-1
yangga yang dialihkan ke sungai. Namun,
Gambar 3.4 Grafik Konsentrasi Ortofosfat konsentrasi fosfor di stasiun 6 lebih rendah dari
R² = 0,0753 stasiun 5. Hal ini dapat disebabkan pada stasiun
Stasiun Pengamatan
6 sering diadakan kerja bakti membersihkan
sungai setiap 2 minggu sekali. Pada stasiun 7,
Parameter fisika kimia selanjutnya adalah kandungan fosfor kembali menurun sehingga
ortofosfat. Larutan standar yang sudah diukur kualitas airnya tercemar sedang dan
didapatkan persamaan yaitu y = 0.037x + 0.44 berdasarkan gambar 3.4 hasil analisis regresi
dengan y adalah variabel adsorbansi dan x dalam pengukuran ortofosfat,data dari hulu ke
adalah konsentrasi ortofosfat (mg/l). Dari data- hilir cenderung fluktuatif. Kandungan fosfor
Kadar fosfat yang tinggi pada air yang rendah, karena digunakan oleh
meningkatkan suatu fenomena eutrofikasi pada mikroorganisme yang tinggal di dalam sungai
[19]

7
400
350

Konduktivitas (mu.s)
Total Dissolved Solids (TDS) 300
TDS merupakan bahan-bahan terlarut dan 250
200
koloid yang berupa senyawa kimia dan bahan- 150
bahan lain, yang tidak tersaring menggunakan 100
50
kertas saring. Zat terlarut dan tersuspensi pada 0
perairan alami tidak bersifat toksik, namun
ketika berlebihan akan meningkatkan nilai
kekeruhan [20]. TDS biasanya disebabkan oleh R² = 0,825 Stasiun Pengamatan
bahan-bahan organik yang terlarut yang berupa
Gambar 3.6 Grafik Nilai Konduktivitas
ion-ion yang biasa ditemukan diperairan seperti
Na+, Ca+, Fe+, K+ dan lainnya yang Konduktivitas adalah daya hantar listrik
dipengaruhi pelapukan batuan [21]. Kandungan suatu benda atau zat dan kemampuan benda
organik pada musim hujan lebih tinggi atau suatu zat dan kemampuan benda itu sendiri
dibandingkan dengan musim kemarau [22]. untuk menghantar listrik [24]. Faktor yang
600 lebih dominan dalam perubahan konduktivitas
TDS (mg/L)

500
400
air adalah temperatur [25]. Pada penelitian ini,
300 pengukuran konduktivitas dilakukan di dalam
200 Laboratorium dengan keadaan sampel telah
100
0 dimasukan kedalam coolbox, makadari itu
suhu tidak dapat dijadikan sebagai parameter.
Nilai konduktivitas sangat dipengaruhi oleh
R² = 0,085 Stasiun Pengamatan kandungan ion-ion yang terlarut dalam air [26].
Nilai konduktivitas yang tinggi cenderung
Gambar 3.5 Grafik Nilai TDS
memiliki kualitas air yang semakin buruk
Menurut Gambar 3.5, hasil karena dapat diasumsikan memiliki kandungan
pengukuran total padatan terlarut atau TDS di mineral organik dan anorganik yang banyak
perairan Sungai Cikapundung berkisar 150 – [26]. Pada stasiun 1, terlihat bahwa rata-rata
500 mg/L, dengan nilai rata 360,714 mg/L. konduktivitasnya paling rendah diantara 6
stasiun lainnya. Menurut hasil wawancara,
Baku mutu kualitas air kelas 1 berdasarkan PP
No.82 tahun 2001 [23] untuk total padatan bahwa pada stasiun 1 tidak ada aktivitas
terlarut maksimum 1000 mg/L. Nilai total perindustrian namun aktivitas perkebunan yang
padatan terlarut perairan Sungai Cikapundung mendominasi pada stasiun ini. Selanjutnya,
masih di bawah ambang batas baku mutu pada stasiun 2 seharusnya rata-rata nilai
persyaratan. Dan dapat disimpulkan bahwa konduktivitas tidak terlalu signifikan
lokasi penelitian tidak ada atau sedikit perbedaanya dengan stasiun 1, namun hal ini
terjadinya pelapukan batuan limpasan tanah dapat terjadi karena menurut hasil wawancara
terhadap air, dan antropogenik yang yang dilakukan kepada masyarakat sekitar
bahwa keadaan sungai pada stasiun 2 ini dahulu
mempengaruhi nilai TDS terhadap kondisi air
tanah. dan dari hasil analisis regresi (gambar lebih jernih dibandingkan sekarang. Hal ini
3.5) pengukuran TDS kali ini juga cenderung dapat terjadi karena sekarang telah terjadi
fluktuatif eksploitasi bebatuan yang ilegal pada stasiun
tersebut dan menyebabkan terjadi pencemaran
Konduktivitas
Berikut merupakan hasil pengolahan sungai. Kemudian, stasiun 3 memiliki nilai rata-
konduktivitas dari ketujuh stasiun: rata konduktivitas yang tinggi dibandingkan
dengan stasiun 2 karena pada stasiun ini
terdapat rumah penyembelihan ayam yang

8
limbah darahnya dialiri ke sungai tiap Berdasarkan gambar 3.7, dari hasil analisis
harinya.dan pada stasiun 4 nilai rata-rata regresi data cendeurng fluktuatif secara
konduktivitasnya lebih rendah dibandingkan keseluruhan jika dihilangkan beberapa data
dengan stasiun 3 karena kawasan ini yang dianggap pencilan seperti pada stasiun 3
memberlakukan sanksi kepada masyarakat dan 5, dapat ditarik kesimpulan bahwa data TSS
yang membuang sampah ke sungai. Kemudian, cenderung konstan dari bagian hulu ke tengah
pada stasiun 5 nilai rata-rata konduktivitas lebih dan mengalami peningkatan di bagian hilir
tinggi dibandingkan dengan dengan stasiun 4 yang salah satunya disebabkan kegiatan
karena pada stasiun 5 terdapat pekerjaan antropogenik yang lebih tinggi pada stasiun
pembangunan yang menyisakan sisa-sisa tersebut.
pembangunan dan dibiarkan tenggelam Nilai TSS yang sangat tinggi berada pada
sehingga terbentuk edapan sedimen baru dan stasiun 3 dan 5. Sebaran padatan tersuspensi
menaikan dasar sungai.sehingga kandungan dipengaruhi oleh inlet (masukan) yang berasal
bahan anorganik yang tinggi dan nilai rata-rata dari aliran sebelumnya, perpindahan resuspensi
konduktivitas air tinggi dibandingkan dengan endapan akibat pengikisan maupun dari
stasiun sebelumnya. Selanjutnya, stasiun 6 lingkungan terestrial sekitar [28]. Terdapat
memilki nilai rata-rata konduktivitas yang kemiripan antara stasiun 3 dan 5 dimana kedua
relatif lebih rendah dibandingkan stasiun 5, stasiun ini sama-sama memiliki arus paling
karena sampah kiriman dari anak sungai kencang dibanding stasiun lain, terdapat inlet
sebelumnya. Terakhir, stasiun 7 yang memiliki limbah rumah tangga dengan kadar sedang, dan
nilai rata-rata konduktivitas yang tinggi tumpukan sedimentasi yang tinggi. Kandungan
dibandingkan dengan stasiun lainnya. Letak padatan tersuspensi yang tinggi menyebabkan
stasiun ini berada ditengah kota yang aktivitas tingkat kekeruhan air meningkat. Kondisi ini
perindustriannya cukup banyak dan perilaku dapat menghambat penetrasi cahaya matahari
masyarakat sekitar yang membuang sampah ke yang masuk sehingga memengaruhi proses
sungai cukup tinggi. Menurut Wiono dan fotosintesis yang berlangsung [21].
Endah (2014) [27] nilai konduktivitas Produktivitas produsen akan menurun dan
meningkat seiring bertambahnya konsentrasi memengaruhi komposisi rantai makanan [29].
(TDS) larutan.Dan berdasar analisis regresi TSS juga dapat mempengaruhi kondisi
terjadi kecenderungan meningkat dari hulu ke perikanan di perairan karena peningkatan
hilir.Hal ini sesuai dengan literatur bahwa padatan tersuspensi dapat menurunkan tingkat
peningkatan tersebut disebabkan oleh pertumbuhan dan reproduksi ikan serta
akumulasi garam-garam dan terlarut dari menurunkan kuantitas makanan alami ikan
buangan limbah. [30].Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001 [23],
nilai ambang batas untuk baku mutu TSS yaitu
TSS (Total Suspendid Solid) 400, dengan kategori nilai dibawah 400 status
Berikut adalah hasil pengolahan nilai TSS air baik dan nilai diatas 400 status air tercemar.
dari ketujuh stasiun pengamatan: Maka, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan
hasil pengamatan pada gambar 3.7, kondisi
250
TSS (mg/L)

200 perairan di ketujuh stasiun status airnya


150 tergolong baik karena nilai diatas 400 namun
100
50 seluruh stasiun berada dalam rentang TSS 81-
0 400, dimana menurut Alabaster dan Llyod
(1982) [30] pengaruh terhadap kepentingan
perikanan tergolong kurang baik.
Stasiun Pencuplikan
R² = 0,037
Turbiditas (kekeruhan)
Gambar 3.7 Grafik Nilai TSS

9
Berikut adalah hasil pengolahan nilai turbiditas rumah tangga nya merupakan yang paling
dari ketujuh stasiun pengamatan: tinggi dibanding stasiun lain. Terakhir, tingkat
kekeruhan tertinggi berada pada stasiun 3
400
300 diduga karena stasiun ini mendapat inlet limbah
Turbiditas (NTU)

200 terbanyak dibanding yang lain. Terdapat limbah


100 industri dari tempat penyembelihan hewan
0
-100 ternak (ayam) dan limbah rumah tangga dari
pemukiman sekitar.

Tingkat Keasaman (pH)


R² = 0,021 Stasiun Pengambilan
Berdasarkan hasil penelitian dari tujuh
Gambar 3.8 Grafik Nilai Turbiditas titik pengamatan pada Gambar 3.9, hasil pH
Berdasarkan hasil pengamatan pada gambar rata-rata menunjukkan kadar pH basa karena
3.8, didapat nilai turbiditas yang fluktuatif dari berada pada rentang 7,75 – 8. pH tertinggi
ketujuh stasiun pengamatan. Umumnya, terdapat pada stasiun 2 dan stasiun 5, yaitu
kekeruhan berkaitan dengan padatan sebesar 8,025 dan hasil pH terendah terdapat
tersuspensi (TSS) didalam air dimana semakin pada stasiun 1. Menurut Peraturan Pemerintah
tinggi kadar TSS, semakin tinggi pula tingkat Nomor 82 Tahun 2001 [23] tentang
kekeruhan. . Meski demikian, tidak selalu nilai Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
kekeruhan berbanding lurus dengan TSS karena Pencemaran Air, baku mutu air sungai kelas I
dalam kandungan TSS terdapat berbagai berkisar antara pH 6-9. Hal ini berarti data hasil
macam zat dengan bentuk dan berat jenis yang pH pada setiap stasiun masih tergolong baik
berbeda [31]. terutama untuk makrozoobentos didalamnya
Faktor penyebab kekeruhan hampir sama
dengan faktor penyebab kandungan TSS yakni
8,1
keberadaan limbah organik/anorganik, 8
perpindahan resuspensi endapan dan inlet lain 7,9
7,8
Nilai pH

dari lingkungan terestrial sekitar [28]. Dilihat 7,7


dari urutan terendah hingga tertinggi tingkat 7,6
7,5
kekeruhan pada gambar 3.8, stasiun 1
menempati tingkat kekeruhan terendah dimana
stasiun ini terletak dibagian hulu sungai dan
R² = 0,0747 Stasiun Pengamatan
kondisi air masih jernih. Kemudian, stasiun 7
yang merupakan bagian hilir. Meskipun sedikit Gambar 3.9 Grafik Nilai pH
anomali, namun hal ini dapat dijelaskan dari
informasi hasil wawancara dengan warga
sekitar bahwa telah dilakukan pengerukan
sampah dua hari sebelum pengambilan sampel. 4. KESIMPULAN
Selanjutnya yaitu stasiun 4, dimana tingkat
kekeruhan juga menunjukkan anomali. Hal ini Berdasarkan skoring parameter biologis,
diduga karena minimnya inlet dan gangguan Modified Hilsenhoff Biotic Index pada daerah
langsung dari lingkungan terestrial. Kemudian hulu ke hilir memiliki kecenderungan
stasiun 2, dimana tingkat kekeruhan cukup penurunan kualitas air yaitu pada daerah hulu
tinggi diduga karena kadar inlet yang juga adalah “Excellent” dan daerah hilir adalah
tinggi dan kondisi arus yang deras.dan stasiun “Very poor” dan skoring nilai status perairan
5 dan 6, dimana stasiun 5 kondisi arusnya dengan menggunakan parameter biotik-abiotik
merupakan yang paling deras diantara seluruh pada daerah hulu adalah “Belum tercemar dan
stasiun. Sementara, stasiun 6 kadar limbah pada daerah hilir adalah “ Tercemar parah” dan

10
begitu juga pada stasiun lainnya kecuali pada Makrozoobentos Studi Kasus Sungai
stasiun 4 dan 6 yang berturut-turut memiliki Cikapundung. Bandung : Puslitbang
status “tercemar ringan” dan “tercemar sedang” SDA
[9] Hynes,H.B.N. (1963). The biology of
karena dilakukan kerja baktin rutin di kawasan
polluted waters. London : Livervool
tersebut secara periodik University Press
[10] Elliot, J. Malcolm.(2008). The
5. REFERENSI
ecology of Riffle Beetles
[1] Sutrisna, N.,Santun R.P.Sitorus. (Coleoptera: Elmidae). UK:
K.Subagyono. (2010). “Tingkat Freshwater Biological Association.
Kerusakan tanah di Hulu Sub Das [11] Barbour, M. T., Gerritsen, J.,
Cikapundung Kawasan Bandung Griffith, G. E., Frydenborg, R.,
Utara”. Jurnal Tanah dan Iklim McCarron, E., White, J. S., Bastian,
No.32/2010 M. L. (1996). “A Framework for
[2] BAPPEDA Kota Bandung, (2011) Biological Criteria for Florida
dalam RAPERDA Rencana Tata Streams Using Benthic
Ruang Wilayah Kota Bandung 2011- Macroinvertebrates”. Journal of the
2030 North American Benthological
[3] Mandaville, S. M. (2002). Benthic Society 15(2): 185-211.
Macroinvertebrates in Freshwaters- [12] Wurts, W.A. (2000). Sustainable
Taxa Tolerance Values, Metrics, and
Protocols. Soil & Water aquaculture in the twenty‐first
Conservation Society of Metro century. Reviews in Fisheries
Halifax: New York. Science 8: 131–150.
[4] Maria, Rizka dan Lestiana, Hilda. [13] Kaill and Frey. (1973). Enviromental
(2004). “Pengaruh Penggunaan in Profile an Aquatic Perspective.
Lahan terhadap Fungsi Konservasi San Fransisco USA.
Air Tanah di Sub DAS [14] Eko Harsono. (2010). Evaluasi
Cikapundung”. Ris. Geo. Tam. 24(2): Kemampuan Pulih Diri Oksigen
77-89. Terlarut Air Sungai Citarum
[5] Rondo., M. (1982). Hewan Bentos Hulu.Jurnal Limnotek. Vol 17 No.1
sebagai Indikator Ekologi di Sungai Hal 17-36
Cikapundung, Bandung. Tesis .http://limnologi.lipi.go.id/limnologi/
magister Biologi. Institut Teknologi p2limnologi/images/stories/Publikasi
Bandung. /limnotek/Volume%
[6] Perry, Joy. (2004). “The Kankapot 2017_Nomor%201_Tahun%202010.
Creek Coast Guard: Public Service pdf#page=21. Diakses tanggal 3
through monitoring water quality of Desember 2015.
a stressed stream”. Pages 255-280 in [15] Aswadi, M. (2006). “Pemodelan
Tested Studies for Laboratory Fluktuasi Nitrogen (Nitrit) pada
Teaching, Volume 26 (M.A. Aliran Sungai Palu”. Jurnal
O’Donnell, Editor). Proceedings of SMARTek 4 : 2.
the 26th Workshop/ Conferenceof [16] Nurlita, H. dan Sudarno. (2011).
the Association for Biology “Potensi Nitrifikasi oleh Bakteri
Laboratory Education (ABLE). yang Terdapat di Laut Aliran Kali
[7] Hawkes, H. A. (1975). Determines in Plumbon, Laut Aliran Kali Banjir
Freshwater Ecosystem and Man- Kanal Barat dan Laut Aliran Kali
Modifiable Factors Inducing Change Banjir Kanal Timur”. Jurnal
in Hydobiocenoces. In: Principles Presipitasi 8:1.
and Methods for Determining [17] Rista, Yogiarti N.L.P., Setiawan, D.,
Ecological Criteria on Ayu, I.M.P. (2014). Analisis Kadar
Hydobiocenoces. Oxford.p 45-73 Fosfat Air Sungai di Desa Beng,
[8] Bahri,S.,Hidayat,R. dan Priadie,B. Gianyar dengan Metode
(2004). Analisis Kualitas Secara Spektrofotometri UV-VIS. Chemistry
Cepat Menggunakan Laboratory . Vol. 1 No. 2

11
[18] Tchobanoglous and Burton. (1991). Alam. Universitas Brawijaya.
Wastewater Engineering – Malang
Treatment, Disposal and Reuse. [30] Alabaster, JS dan R Lloyd. (1982).
Rotterdamseweg, Lenntech BV. Water Quality Criteria for
[19] Rumondang. (2009). Penentuan Freshwater Fish. Second Edition.
Kadar Fosfat pada Air Umoan Food and Agriculture Organization
Recovery Boiler dengan Metode of The United Nations. Butterworths.
Spektrofotometri UV-Vis di PT. Toba London. Hal. 1-129.
Pulp Lestari, Tbk. Medan, Fakultas [31] Tantowi. (2002). Penelitian kualitas
MAtematika dan Ilmu Pengetahuan. air waduk jatiluhur sebagai sumber
Universitas Sumatera Utara baku air minum dan penurunan
[20] Kusnoputranto, Haryoto. (1985). kualitasnya setelah mengalir melalui
Kesehatan Lingkungan. FKM UI. saluran tarum barat.
Jakarta
[21] Effendi, H. (2003). Telaah kualitas
Air bagi Pengolahan Sumber Daya
dan Lingkungan
Perairan.Yogyakarta: Kaninsus
[22] Sugiharto. (1987). Dasar-Dasar
Peng olahan Air Limbah,UI Press,
Jakarta
[23] Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun
2001 Tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran
Air.
[24] Alik Arislan. (1989). Studi Hidrologi
Waduk Cengklik Kabupaten
Boyolali. Skripsi. Fakultas Geografi.
Universitas Gadjah Mada.
[25] Davis, S. N. dan Wiest, R. J. M. D.
(1966). Hydrogeology. John Wiley
and Sons, Inc., New York.
[26] Kurniawan. (2009). Identifikasi
Kualitas Air Berdasarkan Nilai
Resistivitas Air. Yogyakarta:
Kanisius
[27] Wiono,, Andri dan Endah
Rahmawati. (2014). Perancangan
dan Pembuatan Alat Ukur
Konduktivitas Larutan Berbasis
Mikrokontroler. Jurusan Fisika.
Universitas Neger Surabaya.
Surabaya
[28] Permana, S.D., Triyati, E., Nontji, A.
“Pengamatan Klorofil dan Seston di
Perairan Selat Malaka 1978-1980”.
(1994). Evaluasi Kondisi Perairan
Selat Malaka 1978-1980, p. 63.
[29] Samino, S., Catur, R., Dwi, S., dan
Rudina, A.R. (2004). Monitoring
Dinamika Komunitas Fitoplankton
dan Zooplankton di Waduk Sutami
Malang. Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan

12

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai