Anda di halaman 1dari 11

Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia

Analisis Kualitas Air Sebagai Upaya Mitigasi


Bencana Hidrologis Di Sub DAS Krueng Jreue Aceh
Besar, Indonesia
1,2*
Helmi, 1Hairul Basri, 1Sufardi, 1Helmi
1
Prodi Doktor Ilmu Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111,
Indonesia;
2
Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan Teungku Chik Pante Kulu, Darussalam, Banda Aceh 23111,
Indonesia.

*Corresponding Author: helmiusi@gmail.com

Abstrak

Kondisi Krueng Jreue saat ini diperkirakan telah mengalami penurunan kualitas
air disebabkan perubahan karakteristik lahan yang berada di daerah tangkapan
airnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas air sungai
berdasarkan baku mutu kualitas air sungai menurut PP No. 82/2001 dan
merumuskan prioritas strategi pengendalian pencemaran air sungai serta upaya
mitigasi bencana hidrologis yang perlu dilakukan. Kualitas air sungai diukur dan
diamati pada 6 titik pengambilan sampel. Analisis kualitas air dilakukan dengan
menggunakan metode indeks pencemaran. Hasil penelitian menunjukkan: (1)
parameter TDS, TSS, DHL, pH, Na+, NO3-, SO4-2 dan BOD di titik L1 dan L2, L3
dan L4, L5 dan L6 tidak banyak berubah, kecuali parameter COD yang melebihi
baku mutu air sungai Kelas I, dan (2) telah terjadi penurunan kualitas air
sungai dari hulu ke hilir yang ditandai dengan nilai indeks pencemaran
cenderung semakin meningkat berdasarkan kriteria sungai Kelas I. Nilai indeks
pencemaran berkisar antara 1,79-2,58. Status mutu air Krueng Jreue telah
tercemar dengan status cemar ringan. Upaya mitigasi bencana hidrologis dapat
dilakukan dengan: (1) secara struktural dengan pembangunan bendungan baru
di beberapa tempat yang strategis, pengaturan resapan air bekas limbah di
areal pertanian serta pengendalian limbah rumah tangga secara komprehensif
dari sumber bahan pencemar, dan (2) secara non-struktural, dengan tindakan
reboisasi dalam kawasan hutan dan penghijauan dengan Multi Purpose Tree
Spesies (MPTS) terutama di sekitar pemukiman, lokasi aktivitas pertanian serta
kiri-kanan sungai dengan rumput dalam rangka meningkatkan kualitas air
sungai serta perlindungan sumber air dengan cara menata tata ruang yang
berwawasan lingkungan.

Kata kunci: Mutu air, Indeks pencemaran, Mitigasi bencana hidrologis, Sub
DAS Krueng Jreue

Pendahuluan

Sumberdaya Sub DAS Krueng Jreue harus dikelola untuk dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan. Pemanfaatan DAS secara berkelanjutan dapat dilakukan dengan cara
mengidentifikasi keterkaitan antara permasalahan lahan, hidrologi serta keterkaitan wilayah
hulu-hilir yang saling berhubungan dan mempengaruhi unit ekosistem DAS. Salah satu
pendekatan untuk memenuhi tujuan pengelolaan lingkungan di suatu wilayah adalah
melalui evaluasi kualitas air (Chang et al., 2001), sebagai upaya mencegah serta
mengurangi pencemaran lingkungan perairan yang terjadi di sungai dan berbagai dampak
negatif yang ditimbulkan (Changming, 1991). Penilaian kualitas air merupakan hal penting
pengukuran yang diambil untuk mengurangi dan mencegah pencemaran air sehingga

A8
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia

menghasilkan status ekologi atau air potensial yang baik (Dimitrovska et al., 2012).
Penilaian kualitas air dapat berfungsi untuk mengidentifikasi sumber atau faktor
pencemaran dan memahami waktu atau variasi spasial terhadap kualitas air dalam rangka
pengelolaan kualitas air sungai yang efektif (Shrestha & Kazama, 2007).

Sumberdaya lahan dan air berkaitan dengan siklus hidrologi. Perubahan iklim mempunyai
pengaruh terhadap perubahan siklus hidrologi (Tallaksen et al., 2009), diantaranya banjir
dan kekeringan sebagai bencana hidrologis. Suatu bencana hidrologis tidak dapat dihindari,
tetapi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didukung oleh data
yang akurat, dapat diantisipasi untuk meminimalisir segala macam kerugian akibat
kerusakan lingkungan. Peringatan dini sebagai langkah non struktural yang diterapkan di
negara-negara berkembang (Jayawardena, 2015), merupakan faktor utama dalam
pengurangan risiko bencana dan sangat diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya suatu
bencana hidrologis sehingga akan meminimalisir kerugian, dapat diantisipasi dengan
langkah-langkah menghadapi bencana dan bagi pemangku kepentingan bisa diambil
kebijaksanaan yang membuat masyarakat lebih siap menghadapi bencana (Bokal et al.,
2014).

Kenyataan tersebut mengisyaratkan pentingnya pemahaman tentang karakteristik wilayah


dan responnya terhadap perubahan siklus hidrologi akibat perubahan iklim (Paulson et al.,
1985; Van Huijgevoort et al., 2014). Termasuk Sub DAS Krueng Jreue merupakan informasi
yang penting dalam perencanaan, pengelolaan wilayah serta antisipasi dini terhadap
dampak negatif dan resiko kerusakan akibat bencana hidrologis, baik dalam jangka pendek
maupun panjang.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan penelitian tentang analisis parameter


penyebab bencana hidrologis yang terjadi di Sub DAS berdasarkan aspek biofisik dan aspek
klimatologis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status mutu air berdasarkan nilai
indeks pencemaran (Liu et al., 2011; Tallar & Suen, 2015; Effendi et al., 2015; Awang et
al, 2015), dimana perubahan karakteristik lahan telah mempengaruhi indeks pencemaran
di Sub DAS Krueng Jreue. Dengan adanya penelitian ini akan didapat upaya mitigasi
bencana hidrologis di Sub DAS Krueng Jreue, sehingga dampak negatif dan resiko
kerusakan banjir dapat diminimalisir.

Bahan dan Metode

Penelitian dilaksanakan di wilayah DAS Krueng Aceh, Sub DAS Krueng Jreue. Secara
administrasi wilayah ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar, dengan
koordinat 5o12’– 5o28’ LU dan 95o20’– 95o32’ BT dan luas 23.218,06 ha. Analisis air
dilaksanakan di Laboratorium Penguji Baristand Industri Banda Aceh. Penelitian
dilaksanakan dari bulan Oktober–Desember 2015.

Bahan yang digunakan: peta administrasi, peta penggunaan lahan, peta lokasi
pengambilan sampel air, masing-masing skala 1 : 50.000, botol air dan bahan-kimia
untuk analisis sifat fisika dan kimia air. Alat yang digunakan: GPS, altimeter, atomic
absorption spectrophotometer (AAS), kamera digital, water sampler dan alat analisis sifat-
sifat fisika dan kimia air. Peta lokasi pengambilan sampel air, disajikan pada Gambar 1.

A9
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia

Gambar 1. Peta Pengambilan Sampel Air Sub DAS Krueng Jreue

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, survei lapangan dan analisis laboratorium.
Sampel air diambil secara langsung dari outlet Sub DAS dengan menggunakan metode
purposive sampling berdasarkan composite sample, dengan titik pengambilan sampel air
sub-sub DAS lokasi yaitu bagian kiri, tengah dan kanan badan air. Pengambilan air
dilakukan dengan cara memasukkan water sampler ke dalam air sebanyak 4 liter dengan
kedalaman pengambilan contoh di bawah permukaan air, setelah terisi penuh dan segera
ditutup. Kemudian diusahakan agar jangan sampai ada udara di dalam water sampler,
guna menghindari terjadinya kontaminasi. Sampel air disimpan dalam tempat pendingin.
Data yang digunakan berupa data sampel air di enam titik pengamatan sampel air yang
tersebar dari hulu, tengah dan hilir Sub DAS Krueng Jreue. Hasil analisis laboratorium
kemudian diolah dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP). Analisis kualitas
air meliputi parameter: sifat fisika dan sifat kimia air. Komponen, parameter dan metode
analisis air, tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Komponen, Parameter dan Metode Analisis Air


No. Komponen Parameter Satuan Metode Analisis
1 Sifat Fisika Total Dissolved Solutes (TDS) mg l-1 Gravimetri
Air Total Suspended Solid (TSS) mg l-1 Gravimetri
2 Sifat Kimia Daya Hantar Listrik (DHL) μmhos cm-1 Konduktrometri
Air pH air - pHmetri
Natrium (Na+) mg l-1 AAS
Nitrat (NO3-) mg l-1 Spektrofotometri
Sulfat (SO4-2) mg l-1 Spektrofotometri
Chemical Oxygen Demand (COD) mg l-1 Titrimetrik
Biological Oxygen Demand (BOD) mg l-1 Inkubasi

Guna mengetahui kondisi cemar atau baik suatu sumber air, masing-masing nilai parameter
kualitas air sungai dibandingkan dengan kelas baku mutu air PP No. 82/2001. Penentuan
status mutu air sungai menggunakan metode IP yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 115/2003. Rumus perhitungan metode IP adalah:

A10
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia

dimana :
IPj = Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan
fungsi dari (C/Lij)
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari
hasil cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan dari
suatu alur sungai.
Lij = Konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam baku
mutu peruntukan air (j)
(C/Lij)M = Nilai C/Lij maksimum
(C/Lij)R = Nilai C/Lij rerata

Hasil perhitungan IP ini menunjukkan tingkat ketercemaran sungai dengan membandingkan


baku mutu sesuai kelas air yang ditetapkan berdasarkan PP No. 82/2001, sehingga dapat
diperoleh informasi dalam menentukan dapat atau tidaknya air sungai dipakai untuk
peruntukan tertentu sesuai kelas air, terdiri dari empat kelas, yaitu: (1) cemar berat, (2)
cemar sedang, (3) cemar ringan, dan (2) kondisi baik, tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Status Mutu Air Berdasarkan Nilai Indeks Pencemaran


No. Nilai Indeks Pencemaran (IP) Status Mutu Air
1 IPj ≥10 Cemar berat
2 5,0 ≤ IPj ≤ 10 Cemar sedang
3 1,0 ≤ IPj ≤ 5,0 Cemar ringan
4 0,0 ≤ IPj ≤ 1,0 Kondisi baik
Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 (2003)

Hasil dan Pembahasan

Sifat Fisika dan Kimia Air


Analisis kualitas air dilakukan untuk mengetahui kesesuaian air untuk peruntukan tertentu
dengan membandingkan status mutu air sesuai kelas air. Berdasarkan hasil analisis kualitas
air, diketahui bahwa kondisi kualitas air Sub DAS Krueng Jreue berkriteria cemar ringan.
Hasil analisis kualitas air sungai di enam lokasi pengamatan sampel air, disajikan pada
Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Kualitas Air Sub DAS Krueng Jreue


Lokasi TDS TSS DHL pH Na+ NO3- SO4-2 COD BOD
Pengamatan (mg l-1) (mgl-1) (µmhos (mg l-1) (mg l-1) (mg l-1) (mg l-1) (mg l-1)
Sampel Air cm-1)
Hulu I (L1) 108,2 1,66 116,8 8,10 2,28 0,40 1,00 19,72 1,62
Hulu II (L2) 113,0 2,17 119,7 8,09 2,31 0,40 0,01 29,58 1,32
Tengah I (L3) 112,4 9,17 118,6 8,06 2,24 0,40 4,00 23,00 0,71
Tengah II (L4) 111,7 34,83 120,1 8,00 2,27 0,40 2,00 19,72 1,52
Hilir I (L5) 114,7 23,50 123,2 7,74 2,30 0,40 1,00 26,29 1,83
Hilir II (L6) 114,8 13,67 122,4 7,92 2,36 0,40 3,00 32,86 1,42
Rerata 112.5 14,17 120,13 7,99 2,29 0,40 1,84 25,20 1,40
Baku mutu* 1.000 50 500 6-9 200 10 400 10 2
Ket: *) Baku Mutu Air Kelas I Berdasarkan PP No. 82/2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air &
Pengendalian Pencemaran Air

Hasil analisis kualitas air menunjukkan kondisi kualitas air Sub DAS Krueng Jreue pada
musim hujan rerata berkriteria baik, kecuali parameter COD yang nilai rerata berada di atas
baku mutu kelas I. Karakteristik fisik air TDS dan TSS menunjukkan kategori baik, dimana
nilai rerata berada di bawah nilai baku mutu (1.000 dan 50) serta rerata masing-masing
112,5 dan 14,17. Namun, kondisi parameter fisik kualitas air seperti nilai kekeruhan (TSS
dan TDS) cenderung naik dimana dari hulu ke hilir, hal ini diakibatkan adanya aktivitas

A11
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia

penambangan pasir dan penggunaan lahan. Semakin ke arah hilir Sub DAS, penggunaan
lahan semakin bervariasi.

Kondisi parameter kimia kualitas air menunjukkan nilai kandungan DHL, pH, Natrium,
Nitrat, Sulfat dan BOD dengan kriteria baik, dimana nilai reratanya berada di bawah nilai
baku mutu, kecuali parameter COD yang berada di atas nilai baku mutu. Nilai parameter
COD memperlihatkan nilai lebih tinggi (rerata 25,20 mg l -1) dibandingkan baku mutu yaitu
10 mg l-1. Namun demikian semua parameter kimia kualitas air terdapat peningkatan nilai
dengan bervariasinya penggunaan lahan yang ada. Menurut penelitian Supangat (2013)
terhadap kualitas air sungai di Jambi, keberadaan aktivitas penambangan emas,
permukiman penduduk, pertanian, tegalan dan persawahan mempengaruhi karakteristik
sifat fisik dan kandungan unsur kimia air sungai yang ada.

Distribusi kondisi kualitas air sungai di Sub DAS Krueng Jreue pada masing-masing lokasi
pengamatan sampel air, disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3. Hasil analisis terhadap
parameter fisik dan kimia air sungai pada lokasi pengamatan Hilir I (L5) dan Hilir II (L6)
semakin meningkat, karena pertumbuhan penduduk yang menyebabkan perubahan kualitas
air (Duh et al., 2008) dan banyaknya konversi lahan menjadi daerah pertanian, daerah
terbangun atau permukiman penduduk di sekitar sungai, sehingga menyebabkan padatan-
padatan tanah yang memasuki aliran sungai berakibat aliran permukaan semakin
meningkat. Menurut penelitian Effendi et al. (2015) di Sungai Ciambulawung Banten,
pencemaran air disebabkan limbah pemukiman berupa sampah organik, sampah anorganik
serta deterjen.

Gambar 2. Sebaran Nilai Sifat Fisika Air Gambar 3. Sebaran Nilai Sifat Kimia Air
Sungai Sungai

Analisis Status Mutu Air


Penggunaan dan analisis status mutu air merupakan suatu indikator pencemaran pada
suatu DAS (Sanchez et al., 2007). Status mutu air merupakan tingkat kondisi mutu air yang
menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu badan air berupa sungai dalam
waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan (Akkoyunlu
& Akiner, 2012). Dalam penelitian ini, parameter yang digunakan untuk analisis status mutu
air yaitu: TDS; TSS; DHL; pH, Na+; NO3-; SO4-2; COD; dan BOD. Sedangkan baku mutu air
yang digunakan yaitu baku mutu air kelas I berdasarkan PP. No. 82/2001.

Penentuan status mutu air merujuk Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No.115/2013 (2003a), menggunakan metode IP. Metode IP dan Storet merupakan standar
nasional kualitas air sungai (Firdaus & Nakagoshi, 2013), dan banyak digunakan praktisi
lingkungan di Indonesia. Selain itu, penentuan status mutu air juga digunakan metode
indeks kualitas air (water quality index) dan CCME (Canadian Council of Ministers of the
Environment) (Altansukh & Davaa, 2011; Saraswati et al., 2014). Hasil penelitian di Sub
DAS Krueng Jreue menunjukkan, nilai IP berkisar antara 1,79-2,58. Daerah hulu
mempunyai nilai IP terendah, sedangkan daerah hilir mempunyai IP tertinggi, dimana rerata
meningkat sebesar 12,86%.

A12
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia

Hasil penelitian Sakai et al. (2000), kualitas air daerah hulu lebih jernih dibandingkan
kualitas air pada lokasi-lokasi lain, terutama daerah hilir. Air di daerah hulu mempunyai
kualitas yang sama namun kualitas air di daerah pertengahan dan hilir berbeda. Hasil
penelitian lain menunjukkan, tingkat kualitas air sungai di Dongjiang Cina antara daerah
hulu, tengah dan hilir berbeda dan berubah secara drastis selama beberapa dekade, baik
faktor kuantitas maupun kualitas sungai (Zhou et al., 2012). Hasil perhitungan status mutu
air Sub DAS Krueng Jreue menggunakan metode IP, tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Status Mutu Air Sub DAS Krueng Jreue
Lokasi Pengamatan Nilai Indeks Pencemaran Status Mutu Air
Sampel Air (IP)
Hulu I (L1) 1,79 Cemar Ringan
Hulu II (L2) 2,41 Cemar Ringan
Tengah I (L3) 2,02 Cemar Ringan
Tengah II (L4) 1,80 Cemar Ringan
Hilir I (L5) 2,24 Cemar Ringan
Hilir II (L6) 2,58 Cemar Ringan
Total 12,84
Rerata 2,14
Sumber: Hasil Analisis Data (2015)

Tabel 4 menunjukkan, nilai indeks pencemaran tertinggi dijumpai pada Hilir II (L6), dan
yang terendah dijumpai pada Hulu I (L1), rerata 2,14 dengan status mutu air kelas cemar
ringan. Hasil perhitungan status mutu air dengan metode IP menunjukkan bahwa, kualitas
air Sub DAS Krueng Jreue dari hulu ke hilir mengalami penurunan status mutu air, hal ini
ditandai dengan semakin meningkatnya nilai IP. Status mutu air pada lokasi pengamatan
Hulu (I dan II) serta Tengah (I dan II) dan lokasi pengamatan Hilir (I dan II) menunjukkan
telah tercemar dengan status cemar ringan. Nilai IP dari hulu ke hilir cenderung mengalami
peningkatan meskipun di beberapa lokasi pengamatan sampel air mengalami fluktuasi. Hal
ini menunjukkan bahwa kondisi kualitas air Sub DAS Krueng Jreue sangat berkaitan dengan
penggunaan lahan dan aktivitas masyarakat di sekitarnya. Menurut Tong & Chen (2002),
kondisi hidrologi suatu DAS sangat tergantung pada faktor penggunaan lahan, iklim dan
kondisi tanah. Selanjutnya hubungan antara penggunaan lahan dan status kualitas air
adalah kompleks dan cenderung spesifik lokasi, sehingga diperlukan kerja keras untuk
mewujudkan jumlahnya yang benar-benar terukur (Tallar & Suen, 2015).

Hasil pengamatan lokasi Tengah II (L4), IP justru menurun bila dibandingkan nilai IP pada
lokasi pengamatan Tengah I (L3). Hal ini disebabkan sungai mempunyai kemampuan
memulihkan dirinya sendiri (sel purification) dari bahan pencemar, dimana kandungan
bahan organik mengalami penurunan yang ditunjukkan dengan nilai COD yang menurun
bila dibandingkan lokasi pengamatan Tengah I (L3), masing-masing bernilai 23,0 mg l-1 dan
19,72 mg l-1. Kemampuan self purification sungai terjadi karena penambahan konsentrasi
O2 terlarut dalam air yang berasal dari udara. Keberadaan bendungan Krueng Jreue
menyebabkan terjadinya proses reaerasi. Proses reaerasi merupakan proses penambahan
kandungan O2 di dalam air akibat olakan (turbulensi) sehingga berlangsung difusi O2 dari
udara ke air. Proses reaerasi dinyatakan dengan konstanta reaerasi yang tergantung pada
kedalaman aliran, kecepatan aliran, kemiringan tepi sungai dan kekasaran dasar sungai
(Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2003b).

Sumber utama pencemaran air sungai berasal dari limbah domestik, kotoran hewan, limbah
pertanian, erosi tanah dan aliran permukaan dari permukiman (Christensen et al., 2011).
Selanjutnya semakin kecil tutupan hutan dalam Sub DAS serta semakin beragamnya jenis
penggunaan lahan dalam Sub DAS menyebabkan kondisi kualitas air sungai yang semakin
buruk, terutama akibat adanya aktivitas pertanian dan permukiman (Supangat, 2008).
Dengan demikian, maka kualitas air Sub DAS Krueng Jreue antara lokasi pengamatan I
sampai IV (Hulu I dan II; Tengah I dan II), dapat dimanfaatkan sesuai peruntukan air kelas

A13
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia

I yaitu untuk air baku air minum dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut. Sedangkan antara lokasi Hilir I (L5) dan II (L6) sudah
tidak bisa lagi sesuai peruntukan air kelas I, sehingga diperlukan upaya pengelolaan air Sub
DAS Krueng Jreue, agar dapat tetap bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sekitarnya.
Distribusi kondisi status mutu air Sub DAS Krueng Jreue berdasarkan IP pada masing-
masing lokasi pengamatan sampel air, disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Indeks Pencemaran Air Berdasarkan Status Mutu Air Sungai Kelas I

Gambar 4 menunjukkan, nilai IP berkisar antara 2,5 sampai 3,0. Interval nilai tersebut jika
dibandingkan dengan status mutu air termasuk ke dalam kelas cemar ringan (nilai IP = 1,0
≤ IPj ≤ 5,0). Kualitas air sungai berhubungan erat dengan pola penggunaan lahan.
Parameter penggunaan lahan sangat berhubungan dengan tingkat pencemaran air dan
status mutu air. Peningkatan parameter kualitas air sungai akibat adanya pemanfaatan
kawasan hutan di sekitar badan sungai untuk berbagai aktivitas pertanian dan perkebunan
(Meynendonckx et al., 2006). Perilaku yang tidak baik dan kurang bijaksana dari perambah
kawasan hutan juga memperburuk kondisi kualitas air sungai. Hasil penelitian Handayani et
al. (2001) di sungai Brantas Jawa Timur, berkembangnya aktivitas penduduk di sepanjang
aliran sungai di sekitar kawasan hutan dapat berpengaruh terhadap kualitas air sungai,
karena limbah yang dihasilkan dari aktivitas penduduk tersebut dibuang langsung ke
sungai. Berdasarkan standar evaluasi kualitas air, menunjukkan bahwa kondisi kualitas air
sungai pada wilayah Sub DAS Krueng Jreue, pada wilayah yang belum terganggu maupun
wilayah yang agak terganggu akibat perambahan hutan, aktivitas pertanian dan
permukiman penduduk memiliki nilai di bawah ambang batas yang ada. Kondisi air sungai
tersebut termasuk dalam mutu air kelas I dan layak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
berbagai keperluan.

Kondisi air sungai wilayah Sub DAS Krueng Jreue sudah terganggu, menyebabkan kualitas
airnya melebihi ambang batas baku mutu, terutama pada parameter COD, kondisi air
sungai ini termasuk dalam mutu air kelas II dan kelas III pada musim hujan, dan hanya
dapat dimanfaatkan secara terbatas oleh masyarakat seperti mandi dan mencuci atau untuk
keperluan lain, tetapi harus didahului dengan perlakuan air seperti penjernihan air atau
pemurnian air. Kualitas dan pencemaran air merupakan salah satu faktor yang menjadi
penghambat keberlanjutan DAS. Sesuai pendapat Firdaus et al. (2014), umumnya DAS di
daerah tropis menghadapi banyak masalah yang menghambat keberlanjutan seperti
tekanan sosial-ekonomi, degradasi lahan, kelangkaan dan pencemaran air.

Upaya Mitigasi Bencana Hidrologis


Untuk meminimalisir dampak negatif dan resiko penurunan kualitas air Sub DAS Krueng
Jreue, maka pada zona kualitas air dengan status mutu air cemar ringan (Rerata nilai
Indeks Pencemaran= 2,14), dilakukan upaya mitigasi bencana hidrologis dengan cara
struktural dan non-struktural.

1.1.1. Struktural
Pembangunan check dam di beberapa tempat yang strategis. Keberadaan check dam untuk
mengendalikan sedimen dan debit banjir serta berperan sebagai pengendali kualitas air.

A14
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia

Keberadaan waduk atau reservoir air memiliki kemampuan untuk memulihkan atau
purifikasi kondisi kualitas air secara alami (natural self-purification capacity). Beberapa
tahun terakhir pemantauan kualitas badan air dan reservoir telah menjadi perhatian utama
untuk penentuan perbedaan kondisi dan pengelolaan kebijakan dalam jangka waktu yang
lama.

Upaya mitigasi bencana hidrologis lain dapat ditempuh dengan pengaturan resapan air
bekas limbah di areal pertanian serta pengendalian limbah rumah tangga secara
komprehensif dari seluruh sumber bahan pencemar di sekitar Sub DAS. Namun upaya
untuk mencapai peningkatan kualitas lingkungan yang siginifikan, terutama pengelolaan
kualitas air tersebut memerlukan waktu yang relatif lama dan pendanaan besar dari
sumberdaya internal. Identifikasi yang tepat terhadap kondisi kualitas air pada sistem
sungai berdasarkan observasi yang terbatas adalah tugas pokok untuk menemukan tujuan
dari pengelolaan lingkungan, terutama pengelolaan kualitas air sungai.

1.1.2. Non-struktural
Perlindungan sumber air dengan cara menata tata ruang yang berwawasan lingkungan dan
dilindungi oleh undang-undang yang berlaku. Mempertahankan dan meningkatkan kualitas
air sungai secara berkelanjutan melalui tindakan reboisasi dalam kawasan hutan dan
penghijauan terutama di sekitar permukiman, di lokasi aktivitas pertanian serta kiri-kanan
sungai dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kualitas air sungai. Jenis
tanaman yang dibudidayakan merupakan jenis MPTS (multi purpose tree spesies) dari jenis
buah-buahan dan legum, sehingga masyarakat mendapat keuntungan non kayu dari pohon
yang ditanam. Keberadaan hutan pada kiri-kanan sungai dapat menjaga stabilitas tebing
sungai, menurunkan tingkat kandungan sampah dan bahan kimia berbahaya ke dalam
badan air, memelihara suhu air agar tetap dingin dan dapat memperbaiki tingkat oksigen
terlarut dari air.

Peningkatan kepedulian dan partisipasi masyarakat, koordinasi antar instansi dan perbaikan
kualitas lingkungan dalam menjaga kualitas air dengan cara pencegahan terjadinya
pencemaran air. Upaya pemerintah yang telah dikukuhkan dalam peraturan daerah
dilaksanakan secara konsisten dan terintegrasi antar wilayah. Melakukan inventarisasi dan
identifikasi sumber pencemar, memantau kualitas air pada sumber air dan faktor lain yang
menyebabkan perubahan mutu air. Penyelidikan sumber bahan pencemar dan penjernihan
sebelum air dialirkan ke sungai. Peningkatan fungsi filter DAS di bantaran sungai dan
pengamanan tebing sungai rawan longsor dengan penanaman tanaman dan rumput-
rumputan serta tanaman relatif ringan dan berakar dalam. Pengaturan penggunaan pupuk
sesuai kebutuhan, terutama pupuk buatan. Melakukan pengaturan resapan air bekas
limbah di areal pertanian serta pengendalian limbah rumah tangga secara komprehensif
dari sumber pencemar di sekitar DAS.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan
1. Parameter TDS; TSS; DHL; pH; Na+; NO3-; SO4-2 dan BOD di titik Hulu I dan II;
Tengah I dan II; dan Hilir I dan II umumnya tidak melebihi baku mutu, kecuali
parameter COD yang melebihi baku mutu air sungai Kelas I menurut PP No.
82/2001. Air sungai dari hulu ke hilir mengalami penurunan kualitas, hal ini ditandai
dengan nilai indeks pencemaran yang cenderung semakin meningkat berdasarkan
kriteria sungai Kelas I menurut PP. No. 82/2001.
2. Nilai indeks pencemaran berkisar antara 1,79 sampai 2,58, dengan rerata 2,14.
Status mutu air Krueng Jreue telah tercemar dengan status cemar ringan.
3. Kondisi kualitas air Krueng Jreue berkaitan erat dengan aktivitas masyarakat di
daerah tangkapan airnya. Semakin kecil tutupan hutan dalam Sub DAS serta
semakin beragamnya jenis penggunaan lahan dalam Sub DAS menyebabkan kondisi
kualitas air sungai yang semakin buruk, terutama akibat adanya aktivitas pertanian
dan permukiman.

A15
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia

4. Strategi pengendalian pencemaran air sungai dapat dilakukan melalui cara struktural
dengan pembangunan Check Dam di beberapa tempat strategis, dan secara non-
struktural melalui konservasi secara vegetatif dan peningkatan peran serta
partisipasi seluruh pemegang kepentingan.

Saran

1. Analisis kualitas air menggunakan metode Indeks Pencemaran, perlu dibandingkan


dengan analisis metode Storet, Indeks Kualitas Air (IKA) dan CCME sebagai
pembanding apakah hasil dari penentuan masing-masing metode tersebut terjadi
perbedaan atau tidak.
2. Mengendalikan pencemaran perlu dilakukan perlindungan sumber air dengan cara
menata tata ruang yang berwawasan lingkungan dan dilindungi oleh undang-undang
yang berlaku.
3.

Ucapan Terimakasih

Penelitian ini didukung dana oleh Jamkrindo di bawah perjanjian: 1648/C.22/VIII/2015.


Terima kasih kepada seluruh karyawan Laboratorium Penguji Baristand Industri dan Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Aceh, Banda Aceh, yang telah membantu penyediaan,
perumusan dan proses data.

Daftar Pustaka
Akkoyunlu, A., Akiner, M. A. (2012). Pollution evaluation in streams using water quality
indices: A case study from Turkey's Sapanca Lake Basin. Ecological Indicators 18:
501-51.
Altansukh, O., Davaa, G. (2011). Application of Index Analisys to Evaluate the Water
Quality of the Tuul River in Mongolia. Jurnal of Water Resource and Protection 3: 398-
414.
Awang, H., Hatta,. Z. M. (2015). Hydrology properties and water quality assessment of the
Sembrong DAM, Johor Malaysia. Procedia-Social and Behavioral Sciences 195: 2868-
2873.
Bokal, S., Grobicki, A., Kindler, J., Thalmeinerova, D. (2014). From national to regional
plans – the Integrated Drought Management Programme of the Global Water
Partnership for Central and Eastern Europe. Weather and Climate Extremes 3: 37-46.
Chang, N. B., Chen, H. W., Ning, S. K. (2001). Identification of river water quality using the
Fuzzy Syinthetic Evaluation approach. Journal of Enviromental Management 63: 293-
305.
Changming, Y. (1991). Pollution and protection of Bohai Bay. Marine Pollution Bulletin. 23:
15-18.
Christensen V.G., Lee, K.E., McLees, J. M., Niemela, S. L. (2011). Relations between retired
agricultural land, water quality, and aquatic-community health, Minnesota River basin.
Journal of Environmental Quality 41: 1459-72.
Dimitrovska, O., Markoski, B., Toshevska, B.A., Milevski, I., Gorin, S. (2012). Surface
Water Pollution of Major Rivers in the Republic of Macedonia. Procedia Environmental
Sciences 14: 32-40.
Duh, J. D., Shandas, V., Chang, H., George, L. A. (2008). Rates of urbanisation and the
resiliency of air and water quality. Science of the Total Environment 400: 238-256.
Effendi, H., Romanto, Wardiatno, Y. (2015). Water quality status of Ciambulawung River,
Banten Province, based on pollution index and NSF-WQI. The 1st International
Symposium on LAPAN-IPB Satellite for Food Security and Environmental Monitoring.
Procedia Environmental Sciences 24: 228 -237.
Firdaus, R., Nakagoshi, N. (2013). Assessment of the relationship between land use land
cover and water quality status of the tropical watershed: a case of Batang Merao
Watershed, Indonesia. Journal of Biodiversity and Environmental Sciences (JBES) 3
(11): 21-30.

A16
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia

Firdaus, R., Nakagoshi, N., Idris, A. (2014). Sustainability assessment of humid tropical
watershed: A case of Batang Merao Watershed, Indonesia. Procedia Environmental
Sciences 20: 722-731.
Handayani, S.T., Suharto, B., Marsoedi. (2001). Penentuan status kualitas perairan Sungai
Brantas Hulu dengan biomonitoring makrozoobentos: tinjauan dari pencemaran bahan
organik. Biosain 1(1): 30-38.
Jayawardena, A. W. (2015). Hydro-meteorological Disasters: Causes, Effects and
Mitigation Measures with Special Reference to Early Warning with Data Driven
Approaches of Forecasting. Procedia IUTAM 17: 3-12.
Kementerian Lingkungan Hidup. (2003). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 115 Tahun 2003, Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Jakarta. 10
Juli 2013. 15 p.
Kementerian Lingkungan Hidup. (2003). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 110 Tahun 2003, Tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban
Pencemaran Sumber Air. 27 Juni 2003. Jakarta. 24 p.
Liu, S., Lou, S., Kuang, C., Huang, W., Chen, W., Zhang, J., Zhong, G. (2011). Water
quality assessment by pollution-index method in the coastal waters of Hebei Province
in western Bohai Sea, China. Marine Pollution Bulletin 62 (10): 2220-2229.
Meynendonckx, J., Heuvelmans, G., Muys, B., Feyen, J. (2006). Effects of watershed and
riparian zone characteristics on nutrient concentrations in the River Scheldt Basin.
Hydrol. Earth Syst. Sci. 10: 913-922.
Paulson, E. G., Sadeghipour, J., Dracup, J. A. (1985). Regional frequency analysis of
multiyear droughts using watershed and climatic information. Journal of Hydrology 77
(1-4): 57-76.
Pemerintah Republik Indonesia. (2001). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Tanggal 14 Desember 2001. Jakarta. 31 p.
Sakai, H., Iiyama, S., Toko, K. (2000). Evaluation of water quality and pollution using
multichannel sensors. Sensor and Actuators B 66: 251-255.
Sanchez, E., Colmenarejo, M. F., Vicente, J., Rubio, A., García, M. G., Travieso, L., Borja,
R. (2007). Use of the water quality index and dissolved oxygen deficit as simple
indicators of watersheds pollution. Ecological Indicators 7 (2): 315-328.
Saraswati, S. P., Sunyot, Kironoto, B. A., Hadisusanto, S. (2014). Assessment of the Forms
and Sensitivity of the Index Formula PI, Storet, CCME for The Determination of Water
Quality Status of A Tropical Stream in Indonesia. Jurnal Manusia dan Lingkungan 21
(2): 129-142.
Shrestha, S., Kazama, F. (2007). Assessment of surface water quality using multivariate
statistical techniques: A case study of the Fuji river basin, Japan. Environmental
Modelling & Software 22: 464-475.
Supangat, A. B. (2008). Pengaruh berbagai penggunaan lahan terhadap kualitas air sungai
di Kawasan Hutan Pinus Gombong, Kebumen Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hutan
dan Konservasi Alam V (3): 267-276.
Supangat, A. B. (2013). Pengaruh gangguan pada kawasan hutan lindung terhadap kualitas
air sungai: Studi Kasus di Provinsi Jambi. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
1 (1): 75-89.
Tallaksen, L. M., Hisdal, H., Lanan, H. A. J. V. (2009). Space-time modellling of catchment
scale drought characteristic. Journal of Hydrology 375 (3-4): 363-372.
Tallar, R. Y., Suen J. P. (2015). Identification of waterbody status in Indonesia by using
predictive index assessment tool. International Soil and Water Conservation Research
3: 224-238.
Tong, S. T.Y., Chen, W. (2002). Modelling the relationship between lang use and surface
water quality. Journal of Environmental Management 66: 377-393.
Van Huijgevoort, M. H. J., Van Lanen, H. A. J., Teuling, A. J., Uijlenhoet, R. (2014).
Identification of changes in hydrological drought characteristics from a multi-GCM
driven ensemble constrained by observed discharge. Journal of Hydrology 512: 421-
434.

A17
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia

Zhou, T., Wu, J., Peng, S. (2012). Assessing the effects of land scape on river water quality
at multiple scales: A case study of the Dongjiang River Watershed, Cina. Ecological
Indicators 23: 166-175.

A18

Anda mungkin juga menyukai