Anda di halaman 1dari 8

Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP

“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”


ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

PENGARUH PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP


KUALITAS AIR SUNGAI PELUS DI SUB DAS PELUS
KABUPATEN BANYUMAS
Nani Noktavia, Suwarsito dan Esti Sarjanti

Program Studi Pendidikan Geografi


FKIP - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Email : naninoktavia446@gmail.com

ABSTRAK
Kualitas air Sungai Pelus mengalami penurunan pencemaran akibat adanya pengaruh
penggunaan lahan berupa permukiman, persawahan, hutan, kebun, belukar, alang-alang,
dan ladang dari aktivitas masyarakat namun penelitian tentang pengaruh penggunaan
lahan di SUB DAS Pelus belum banyak dilakukan.Oleh karena itu untuk mengetahui
pengaruh penggunaan lahan di SUB DAS Pelus terhadap kualitas air Sungai Pelus dan
mengetahui kualitas air Sungai Pelus dibagian hulu, tengah, dan hilir. Metode penelitian
ini menggunakan survei, populasi seluruh air Sungai Pelus untuk parameter, pH, suhu,
ammonia, nitrat, nitrit dan TDS. Pengambilan sampel adalah purposive area sampling,
purposive pada penelitian mewakili bagian hulu berdasarkan penggunaan lahan hutan,
perkebunana, permukiman, sawah, alang-alang, dan belukar, sedangkan bagian tengah
berdasarkan penggunaan lahan permukiman, sawah, kebun, dan alang-alang dan bagian
hilir berdasarkan penggunaan lahan sawah, permukiman, kebun, dan alang-alang.
Pengambilan sampel dilakukan pada musim hujan dan musim kemarau di bawah
percabangan sungai sedangkan area sampel pengambilan tiga titik yang mewakili
penggunaan lahan permukiman 21,87%, sawah 34,66%, hutan 16,06%, kebun 18,74%,
belukar 3,50%, alang-alang 0,13%, dan ladang 5,00%. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan uji laboratorium dan langsung ke lapangan dan perhitungan
menggunakan metode STORET sedangkan analisis data menggunakan US-EPA dan baku
mutu air untuk menentukan pencemaran air Sungai Pelus. Hasil kualitas air Sungai Pelus
menurut Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 termasuk dalam golongan B termasuk
tercemaran ringan, dengan skor untuk musim hujan dan musim kemaru memiliki skor
yang sama bagian hulu memiliki skor -6 sedangkan bagian tengah memiliki skor -6 dan
bagian hilir memiliki skor -6 dengan klasifikasi mutu air menurut Keputusan Mentri
Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003.

Kata Kunci : Penggunaan Lahan, Kualitas Air Sungai Pelus, Tingkat Pencemaran.

PENDAHULUAN

Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum semua tanda
pengenal biosfer, atmosfer, tanah, geologi, timbulan (relief), hidrologi, populasi
tumbuhan dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lampau dan masa kini yang
bersifat mantap dan mendaur (Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 Tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa ). Sedangkan menurut
Ritohardoyo (2013) Penggunaan lahan adalah interaksi manusia dan lingkungannya,
dimana fokus lingkungan adalah lahan, sedangkan sikapdan tanggapan kebijakan manusia
terhadap lahan akan menentukan langkah-langkah aktivitasnya, sehingga akan
meninggalkan bekas diatas lahan sebagai bentuk penggunaan lahan.

270
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

Penggunaan lahan dan kondisi fisik lingkungan merupakan factor-faktor yang dapat
mempengaruhi fungsi daerah aliran sungai (DAS). Diantara komponen-komponen ini
terdapat hubungan timbal balik (interaksi), sehingga perubahan yang terjadi pada salah
satu komponen dapat merubah komponen lainnya. Pengelolaan DAS adalah upaya dalam
mengelola hubungan timbal balik antar sumberdaya alam terutama vegetasi, tanah dan air
dengan sumberdaya manusia di Daerah Aliran Sungai dan segala aktivitasnya untuk
mendapatkan manfaat jasa lingkungan bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian
ekosistem DAS (Susetyaningsih, 2012).

Air merupakan sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia, namun
keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai resiko mudah tercemar, jika
pengolahan lingkungan pada pembangunan sektor industri, domestik, pertanian,
pertambangan, dan sektor lainnya tidak diperhatikan. Sumber air yang sering menjadi
pusat perhatian adalah sungai dan danau (Mentri Lingkungan Hidup No.1 Tahun 2007
Tentang Pedoman Pengkajian Teknis Untuk Menetapkan Kelas Air).

Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari daerah
tangkapan sedangkan kualitas pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan
aktivitas manusia yang ada di dalamnya (Wiwoho, 2005). Perubahan kondisi kualitas air
pada aliran sungai merupakan dampak dari buangan dari penggunaan lahan yang ada
(Tafangenyasha dan Dzinomwa, 2005).

Pencemaran sungai merupakan masalah yang membauat salah satu sumber air tidak
dapat digunakan lagi sebagi mestinya (Cahyaningsi dan Budi, 2010). Sungai Pelus
merupakan salah satu sungai yang bervariasi dalam pemanfaatannya oleh penduduk,
pemanfaatan lahan menjadi lahan pertanian, tegalan dan permukiman serta meningkatnya
aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi hidrologis dalam suatu
Daerah Aliran Sungai. Selain itu, berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian akan
menghasilkan limbah yang memberi sumbangan pada penurunan kualitas air sungai
(Suriawiria, 2003).

Hasil pengujian baku mutu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
2001 tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yang dilalukan
oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas pada tanggal 2 November 2018.
Hasil uji laboratorium yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas
menujukan pencemaran fisika pada Sungai Pelus total suspended soild (TSS)n53̽ mg/L
yang melebihi baku mutu air yang dimana baku mutu air adalah 50 mg/ L, total disolved
(TDS) 102 mg/L yang kurang dari baku mutu air 1000 mg/L, sedangkan temperatur
sendiri pada sungai pelus 27 ̊C. Pada hasil kimia pH sungai pelus adalah 6, biochemical
oxygen demand pada sungai pelus adalah 25,48̽ yang melebihi baku mutu air 3, chemical
oxygen demand 47,6̽ yaitu melebihi baku mutu air 25, phospat 0,4 sedangkan pada baku
mutu air 0,02, total coliform 220.000̽ melebihi baku mutu air 5000.

271
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

Tabel 1. Hasil Uji Laboratorium Dinas Lingkuan Hidup Tentang Pengolahan


Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Sungai Pelus

Hasil Pemeriksaan
No Parameter Satuan Baku Mutu SPL 021118 Keterangan
Fisika
1. TSS mg/L 50 53̽̽ -
2. TDS mg/L 1000 102 -
3. Temperatur ̊C - 27 -
Kimia
1. pH - 6-9 6 -
2. BOD mg/L 3 25,48̽ Sebagai O2
3. COD mg/L 25 47.6̽ Sebagai O2
4. Phospate mg/L 0,02 0,4 -
5. Total Jumlah 100 5000 220.000̽ Tabel MPN
coliform ml
Sumber : Laboratorium Dinas Lingkuan Hidup Kabupaten Banyumas

Uji Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup tentang Pengolahan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air pada Sungai Pelus dapat diketahui bahwa kualitas air
Sungai Pelus termasuk tercemar sedang. Dilihat dari kondisis tersebut, peneliti ingin
mengetahui pengaruh penggunaan lahan terhadap pencemaran air Sungai Pelus.

Tujuan penelitian ini 1.) Mengetahui pengaruh penggunaan lahan di SUB DAS Pelus
terhadap kualitas air di Sungai Pelus dan 2.) Mengetahui kualitas air di Sungai Pelus di
bagian hulu, tengah, dan hilir.
METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Teknik
pengambilan sampel dilakukan secara acak terpilih tiga titik yang diulang sebanyak dua
kali interval waktu musim hujan dan musim kemarau dibawah percabangan sungai, untuk
mewakili bagian hulu berdasarkan penggunaan lahan hutan, perkebunana, permukiman,
sawah, alang-alang, dan belukar, sedangkan bagian tengah berdasarkan penggunaan lahan
permukiman, sawah, kebun, dan alang-alang dan bagian hilir berdasarkan penggunaan
lahan sawah, permukiman, kebun, dan alang-alang.

Perhitungan untuk menetukan pencemaran air Sungai Pelus menggunakan metoda


STORET ini dapat diketahui parameter-parameter yang telah memenuhi atau melampaui
baku mutu air. Sistem nilai dari “US-EPA (Environmental Protection Agency)” dengan
klasifikasi mutu air dalam empat kelas (Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No, 115
Tahun 2003 tentang pedoman penentuan status mutu air).

Tabel 2. Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No, 115 Tahun 2003


No Nama Kelas
1. Kelas A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu
2. Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 cemar ringan
3. Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 cemar sedang
4. Kelas D : buruk, skor ≥ -31 cemar berat
Sumber : Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No, 115 Tahun 2003

272
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

HASIL DAN PEMBAHASAN

SUB Daerah Aliran Sungi Pelus yang di dalamnya mengalir Sungai Pelus memiliki
letak astronomis 7̊ 14’48,22”-7̊ 29’ 53,88” LS dan 109̊ 12’ 34,01”-109̊ 20’12,87” BT.

Penggunaan lahan pada SUB DAS Pelus berupa permukiman, sawah, hutan, kebun,
belukar, dan alang-alang. Penggunaan lahan yang paling mendominasi adalah sawah
sebanyak 5.092 Ha (34,66% ) seperti Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 dari luas wilayah SUB
DAS Pelus 14.689,38 . Luaas masing-masing penggunaan lahan di Daerah Aliran Sunga
Pelus meliputi permukiman 3.214 Ha (21,87%), hutan memilki luas 2.360 Ha (16,06%),
kebun memiliki luas 2.754 Ha (18,74%), ladang memiliki luas 735 Ha (5,00%), belukar
memiliki luas 515 Ha (3,50%), dan alang-alang memiliki luas 19,380525 Ha (0,13%).

Tabel 3. Penggunaan Lahan SUB DAS Pelus


No Nama Penggunaan Lahan Luas Ha Peresentase (%)
1 Permukiman 3214 21,87
2 Sawah 5092 34,66
3 Hutan 2360 16,06
4 Kebun 2754 18,74
5 Belukar 515 3,50
6 Alang-alang 19,38 0,13
7 Ladang 735 5,00
TOTAL 14.689,38 100%
Sumber : Data Primer

Penggunaan lahan SUB DAS Pelus untuk bagian hulu sungai berupa hutan,
permukiman, sawah, alang-alang, kebun, dan belukar, sedangkan untuk bagian tegah
sungai penggunaan lahan berupa sawah, permukiman, dan kebun, dan untuk daerah hilir
sungai berupa sawah, permukiman, kebun, dan alang-alang.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei. Tekni pengambilan


sampel dilakukan secara acak terpilih pada 3 titik penelitian yang ditentukan berdasarkan
pertemuan cabang sungai, pada daerah hulu di desa kemutu kidul, tengah di desa kedung
malang, dan hiir di desa pajerukan. Pengambilan sampel diulang sebanyak 2 kali dengan
interval waktu musim hujan musim kemarau. Variabel penelitian terdiri dari variabel
terikat yaitu kualitas Air pada Sungai Pelus yang terdiri dari pH, TDS, suhu, nitrit, nitrat,
dan amonia dan variabel bebas yaitu penggunaan lahan.

Sungai Pelus berasal dari mata air dari lereng Gunung Slamet. Panjang Sungai Pelus
sekitar 19,81 Km. Sungai Pelus bermuara di Sungai Klawing dengan Sub Das Pelus
seluas 14.689,38 ha. Berdasarkan perhitungan parameter suhu, pH, ammonia, TDS, nitrat
dan nitrit menggunakan metode storet menujukan bahwa pada saat musim hujan air
Sungai Pelus tergolong tercemar ringan dengan skor total -6 dan pada musim kemarau air
Sungai Pelus tergolong tercemar ringan dengan skor total -6. Aktivitas penggunaan lahan
di daerah SUB DAS Pelus masih beragam yang paling mendominasi adalah penggunaan
lahan Persawahan dan Permukiman.

273
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

Gambar 1. Peta Penggunaan Lahan SUB DAS Pelus

274
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

Tabel 4. Hasil Rekappitulasi Baku Mutu Air Sungai Pelus Di Sub Das Pelus

No Parameter Satuan Baku Hasil Pengukuran Skor


Mutu
Musim Hujan Musim Kemarau
Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir
Fisika
1 Suhu ̊C 24-30̊C 25 25 27 26 27 28 0
2 TDS TDS 1000 72 78 96 77 81 151 0
Kimia
1 pH - 5-9 7,8 7,4 7,2 7,4 7,1 7,4 0
2 Ammonia Mg/l 0,5 1,97 1,94 1,85 1,92 1,91 1,94 -6
3 Nitrit Mg/l 1,0 0,0061 0,00165 0,0225 0,00 0,00 0,00 0
4 Nitrat Mg/l 10 0,3332 0,90335 0,47945 - - - 0
Jumlah -6
Sumber : Data Primer dan Uji Laboratorium 2019

Suhu sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Kelarutan


gas-gas H2, N2, CO2, dan O2 menurun dengan meningkatnya suhu perairan (Effendi,
2003) hasil pengukuran suhu air tidak menujukan adanya pengaruh besar. Suhu pada
Sungai Pelus 25̊C sampai 28̊C tidak melebihi baku mutu air golongan B menurut PP No
20 tahun 1990) baku mutu kualitas air golongan B menurut Peraturan Pemerintah No 20
Tahun 1990 adalah 24-30̊C.

Nilai pH secara umum menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau


kebebasan suatu perairan (Effendi, 2003). Menurut PP No. 20 Tahun 1990 kisaran pH
untuk kriteria air golongan B adalah 5-9. pH Sungai Pelus memiliki kadar dari 7,1-7,8.

Nilai TDS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, dan pengarun
antropogenik (berupa limbah domestik dan industri). Bahan-bahan tersuspensi dan
terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksin, akan tetapi jika jumlahnya berlebihan
dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya
matahari ke kolam air dan akhirnya berpengaruh pada proses fotosintesis di perairan
(effendi, 2003). Hasil pengukuran TDS memiliki perbedaan yang setabil antara 1,85- 1,97
PPM yang tidak melebihi baku mutu air golongan B 1000 PPM.

Ammonia mengendap terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi dalam koloid


sehingga mengendap di dasar perairan (effendi, 2003). Berdasarkan hasil uji laboratorium
kandungan ammonia pada musim hujan sangat berpengaruh pada tingkat pencemaran.
Hal ini disebabkan karena pada saat musim hujan debit air besar sehingga kadar ammonia
yang mengendap di dasar perairan naik ke badan perairan. Kadar ammonia pada Sungai
Pelus 1,85- 1,97 yang melebihi ambang batas baku mutu air golongan B yaitu 0,5 mg/l.

Hasil nitrit pada Sungai Pelus 0,00-0,0225 mg/l. Hasil pengukuran di hilir pada
musim hujan lebih tinggi karena sumber nitrit yang berupa limbah industri maupun
domestik sudah tercemar memepengaruhi kadar nitrit di bagian hilir. Kadar nitrit pada
Sungai Pelus tidak melebihi ambang batas baku mutu air golongan B yaitu 1,0 mg/l.

275
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

Hasil pengukuran nitrat di perairan Sungai Pelus berkisar 0,3332-0,90335 mg/l.


Kadar nitrat pada Sungai Pelus tidak melebihi ambang batas baku mutu air golongan B
yaitu 10 mg/l.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh ( Umiyatun, dkk, 2017)


berdujul “Hubungan Antara Kandungan Silika Dengan Kelimpahan Diatom Benthik di
Sepanjang Sungai Pelus Kabupaten Banyumas” kandungan silika di perairan Sungai
Pelus Kabupaten Banyumas berkisar antara 112,48–175 mg.l–1dengan rata–rata sebesar
146mg.l–1; kelimpahan total diatom bentik sebesar 44.442 ind.cm–2, kelimpahan paling
tinggi pada stasiun II yaitu 11.128 ind.cm–2, kelimpahan terendah berada pada stasiun IV
yaitu 6.828 ind.cm–2; dan hubungan antara kandungan silika dengan kelimpahan diatom
adalah rendah ditunjukkan dengan R2 (koefisien determinasi) sebesar 0,38 atau 38%. Jadi
kelimpahan diatom dipengaruhi oleh silika sebesar 38% dan sisanya ditentukan oleh
faktor lain. Dari hasil penelitian kondisi kualitas air Sungai Pelus perlu dipertahankan
dengan mengendalikan pembuangan sampah domestik dari kegiatan masyarakat di
sepanjang Sungai Pelus. Sehingga kelestarian lingkungan dapat terjaga.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Penggunaan lahan yang ada
pada SUB DAS Pelus mempengaruhi kuallitas air Sungai Pelus, terutama kandungan
ammonia melebihi ambang batas baku mutu yang dipengaruhi dari penggunaan lahan di
SUB DAS Pelus adalah permukiman dan persawahan. Kualitas air Sungai Pelus menurut
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 termasuk dalam golongan B termasuk
tercemaran ringan, dengan skor untuk musim hujan dan musim kemaru memiliki skor
yang sama bagian hulu memiliki skor -6 sedangkan bagian tengah memiliki skor -6 dan
bagian hilir memiliki skor -6 dengan klasifikasi mutu air menurut Keputusan Mentri
Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003.

DAFTAR PUSTAKA

Mentri Lingkungan Hidup No. 1 Tahun 2007 Tentang Pedoman Prngkajian Teknis Untuk
Menetapkan Kelas Air.

Mentri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status
Mutu Air.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 20 Tahun 1990 Tentang Pengendali


pencemaran Air.

Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 Tentang Pengendalian Kerusakan Tanah
Untuk Produksi Biomassa.

Ritohardoyo, Su. 2013. Penggunaan dan Tata Guna Lahan. Yogyakarta : Penertbit
Ombak.

Sahabuddin, Hartini, Dony Harisuseno, dan Emma Yuliani. 2014. Analisis Setatus Mutu
Air Dan Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Waggu Kota Kendari. Malang
: Universitas Brawijaya Malang.

276
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019

Susetyaningsih,Adi. 2012. Penggunaan Lahan Daerah DAS ( Pengaturan Penggunaan


Lahan di Daerah Hulu DAS Cimanuk Sebagai Upaya Optimalisasi Pemanfaatan
Sumberdaya Air). Garut : Sekolah Tinggi Teknologi Garut. Jurnal.

Suriawiria, Unus. 2003. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit
Alumni. Bandung.

Tafangenyasha, C. and T. Dzinomwa. 2005. Land-use Impacts on River Water Quality in


Lowveld Sand River Systems in South-East Zimbabwe. Land Use and Water
Resources Research 5 : 3.1-3.10. http://www.luwrr.com Tchobanoglous.

Wiwoh. 2005. Model Identifikasi Daya Tampung Beban Cemar Sungai Dengan Qual2e
Study Kasus Sungai Babon. Semarang : Universitas Diponogoro.

277

Anda mungkin juga menyukai