ABSTRAK
Kualitas air Sungai Pelus mengalami penurunan pencemaran akibat adanya pengaruh
penggunaan lahan berupa permukiman, persawahan, hutan, kebun, belukar, alang-alang,
dan ladang dari aktivitas masyarakat namun penelitian tentang pengaruh penggunaan
lahan di SUB DAS Pelus belum banyak dilakukan.Oleh karena itu untuk mengetahui
pengaruh penggunaan lahan di SUB DAS Pelus terhadap kualitas air Sungai Pelus dan
mengetahui kualitas air Sungai Pelus dibagian hulu, tengah, dan hilir. Metode penelitian
ini menggunakan survei, populasi seluruh air Sungai Pelus untuk parameter, pH, suhu,
ammonia, nitrat, nitrit dan TDS. Pengambilan sampel adalah purposive area sampling,
purposive pada penelitian mewakili bagian hulu berdasarkan penggunaan lahan hutan,
perkebunana, permukiman, sawah, alang-alang, dan belukar, sedangkan bagian tengah
berdasarkan penggunaan lahan permukiman, sawah, kebun, dan alang-alang dan bagian
hilir berdasarkan penggunaan lahan sawah, permukiman, kebun, dan alang-alang.
Pengambilan sampel dilakukan pada musim hujan dan musim kemarau di bawah
percabangan sungai sedangkan area sampel pengambilan tiga titik yang mewakili
penggunaan lahan permukiman 21,87%, sawah 34,66%, hutan 16,06%, kebun 18,74%,
belukar 3,50%, alang-alang 0,13%, dan ladang 5,00%. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan uji laboratorium dan langsung ke lapangan dan perhitungan
menggunakan metode STORET sedangkan analisis data menggunakan US-EPA dan baku
mutu air untuk menentukan pencemaran air Sungai Pelus. Hasil kualitas air Sungai Pelus
menurut Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 termasuk dalam golongan B termasuk
tercemaran ringan, dengan skor untuk musim hujan dan musim kemaru memiliki skor
yang sama bagian hulu memiliki skor -6 sedangkan bagian tengah memiliki skor -6 dan
bagian hilir memiliki skor -6 dengan klasifikasi mutu air menurut Keputusan Mentri
Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003.
Kata Kunci : Penggunaan Lahan, Kualitas Air Sungai Pelus, Tingkat Pencemaran.
PENDAHULUAN
Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum semua tanda
pengenal biosfer, atmosfer, tanah, geologi, timbulan (relief), hidrologi, populasi
tumbuhan dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lampau dan masa kini yang
bersifat mantap dan mendaur (Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 Tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa ). Sedangkan menurut
Ritohardoyo (2013) Penggunaan lahan adalah interaksi manusia dan lingkungannya,
dimana fokus lingkungan adalah lahan, sedangkan sikapdan tanggapan kebijakan manusia
terhadap lahan akan menentukan langkah-langkah aktivitasnya, sehingga akan
meninggalkan bekas diatas lahan sebagai bentuk penggunaan lahan.
270
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
Penggunaan lahan dan kondisi fisik lingkungan merupakan factor-faktor yang dapat
mempengaruhi fungsi daerah aliran sungai (DAS). Diantara komponen-komponen ini
terdapat hubungan timbal balik (interaksi), sehingga perubahan yang terjadi pada salah
satu komponen dapat merubah komponen lainnya. Pengelolaan DAS adalah upaya dalam
mengelola hubungan timbal balik antar sumberdaya alam terutama vegetasi, tanah dan air
dengan sumberdaya manusia di Daerah Aliran Sungai dan segala aktivitasnya untuk
mendapatkan manfaat jasa lingkungan bagi kepentingan pembangunan dan kelestarian
ekosistem DAS (Susetyaningsih, 2012).
Air merupakan sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia, namun
keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai resiko mudah tercemar, jika
pengolahan lingkungan pada pembangunan sektor industri, domestik, pertanian,
pertambangan, dan sektor lainnya tidak diperhatikan. Sumber air yang sering menjadi
pusat perhatian adalah sungai dan danau (Mentri Lingkungan Hidup No.1 Tahun 2007
Tentang Pedoman Pengkajian Teknis Untuk Menetapkan Kelas Air).
Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari daerah
tangkapan sedangkan kualitas pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan
aktivitas manusia yang ada di dalamnya (Wiwoho, 2005). Perubahan kondisi kualitas air
pada aliran sungai merupakan dampak dari buangan dari penggunaan lahan yang ada
(Tafangenyasha dan Dzinomwa, 2005).
Pencemaran sungai merupakan masalah yang membauat salah satu sumber air tidak
dapat digunakan lagi sebagi mestinya (Cahyaningsi dan Budi, 2010). Sungai Pelus
merupakan salah satu sungai yang bervariasi dalam pemanfaatannya oleh penduduk,
pemanfaatan lahan menjadi lahan pertanian, tegalan dan permukiman serta meningkatnya
aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi hidrologis dalam suatu
Daerah Aliran Sungai. Selain itu, berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian akan
menghasilkan limbah yang memberi sumbangan pada penurunan kualitas air sungai
(Suriawiria, 2003).
Hasil pengujian baku mutu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
2001 tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, yang dilalukan
oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas pada tanggal 2 November 2018.
Hasil uji laboratorium yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas
menujukan pencemaran fisika pada Sungai Pelus total suspended soild (TSS)n53̽ mg/L
yang melebihi baku mutu air yang dimana baku mutu air adalah 50 mg/ L, total disolved
(TDS) 102 mg/L yang kurang dari baku mutu air 1000 mg/L, sedangkan temperatur
sendiri pada sungai pelus 27 ̊C. Pada hasil kimia pH sungai pelus adalah 6, biochemical
oxygen demand pada sungai pelus adalah 25,48̽ yang melebihi baku mutu air 3, chemical
oxygen demand 47,6̽ yaitu melebihi baku mutu air 25, phospat 0,4 sedangkan pada baku
mutu air 0,02, total coliform 220.000̽ melebihi baku mutu air 5000.
271
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
Hasil Pemeriksaan
No Parameter Satuan Baku Mutu SPL 021118 Keterangan
Fisika
1. TSS mg/L 50 53̽̽ -
2. TDS mg/L 1000 102 -
3. Temperatur ̊C - 27 -
Kimia
1. pH - 6-9 6 -
2. BOD mg/L 3 25,48̽ Sebagai O2
3. COD mg/L 25 47.6̽ Sebagai O2
4. Phospate mg/L 0,02 0,4 -
5. Total Jumlah 100 5000 220.000̽ Tabel MPN
coliform ml
Sumber : Laboratorium Dinas Lingkuan Hidup Kabupaten Banyumas
Uji Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup tentang Pengolahan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air pada Sungai Pelus dapat diketahui bahwa kualitas air
Sungai Pelus termasuk tercemar sedang. Dilihat dari kondisis tersebut, peneliti ingin
mengetahui pengaruh penggunaan lahan terhadap pencemaran air Sungai Pelus.
Tujuan penelitian ini 1.) Mengetahui pengaruh penggunaan lahan di SUB DAS Pelus
terhadap kualitas air di Sungai Pelus dan 2.) Mengetahui kualitas air di Sungai Pelus di
bagian hulu, tengah, dan hilir.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Teknik
pengambilan sampel dilakukan secara acak terpilih tiga titik yang diulang sebanyak dua
kali interval waktu musim hujan dan musim kemarau dibawah percabangan sungai, untuk
mewakili bagian hulu berdasarkan penggunaan lahan hutan, perkebunana, permukiman,
sawah, alang-alang, dan belukar, sedangkan bagian tengah berdasarkan penggunaan lahan
permukiman, sawah, kebun, dan alang-alang dan bagian hilir berdasarkan penggunaan
lahan sawah, permukiman, kebun, dan alang-alang.
272
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
SUB Daerah Aliran Sungi Pelus yang di dalamnya mengalir Sungai Pelus memiliki
letak astronomis 7̊ 14’48,22”-7̊ 29’ 53,88” LS dan 109̊ 12’ 34,01”-109̊ 20’12,87” BT.
Penggunaan lahan pada SUB DAS Pelus berupa permukiman, sawah, hutan, kebun,
belukar, dan alang-alang. Penggunaan lahan yang paling mendominasi adalah sawah
sebanyak 5.092 Ha (34,66% ) seperti Gambar 4.2 dan Gambar 4.3 dari luas wilayah SUB
DAS Pelus 14.689,38 . Luaas masing-masing penggunaan lahan di Daerah Aliran Sunga
Pelus meliputi permukiman 3.214 Ha (21,87%), hutan memilki luas 2.360 Ha (16,06%),
kebun memiliki luas 2.754 Ha (18,74%), ladang memiliki luas 735 Ha (5,00%), belukar
memiliki luas 515 Ha (3,50%), dan alang-alang memiliki luas 19,380525 Ha (0,13%).
Penggunaan lahan SUB DAS Pelus untuk bagian hulu sungai berupa hutan,
permukiman, sawah, alang-alang, kebun, dan belukar, sedangkan untuk bagian tegah
sungai penggunaan lahan berupa sawah, permukiman, dan kebun, dan untuk daerah hilir
sungai berupa sawah, permukiman, kebun, dan alang-alang.
Sungai Pelus berasal dari mata air dari lereng Gunung Slamet. Panjang Sungai Pelus
sekitar 19,81 Km. Sungai Pelus bermuara di Sungai Klawing dengan Sub Das Pelus
seluas 14.689,38 ha. Berdasarkan perhitungan parameter suhu, pH, ammonia, TDS, nitrat
dan nitrit menggunakan metode storet menujukan bahwa pada saat musim hujan air
Sungai Pelus tergolong tercemar ringan dengan skor total -6 dan pada musim kemarau air
Sungai Pelus tergolong tercemar ringan dengan skor total -6. Aktivitas penggunaan lahan
di daerah SUB DAS Pelus masih beragam yang paling mendominasi adalah penggunaan
lahan Persawahan dan Permukiman.
273
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
274
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
Tabel 4. Hasil Rekappitulasi Baku Mutu Air Sungai Pelus Di Sub Das Pelus
Nilai TDS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, dan pengarun
antropogenik (berupa limbah domestik dan industri). Bahan-bahan tersuspensi dan
terlarut pada perairan alami tidak bersifat toksin, akan tetapi jika jumlahnya berlebihan
dapat meningkatkan nilai kekeruhan yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya
matahari ke kolam air dan akhirnya berpengaruh pada proses fotosintesis di perairan
(effendi, 2003). Hasil pengukuran TDS memiliki perbedaan yang setabil antara 1,85- 1,97
PPM yang tidak melebihi baku mutu air golongan B 1000 PPM.
Hasil nitrit pada Sungai Pelus 0,00-0,0225 mg/l. Hasil pengukuran di hilir pada
musim hujan lebih tinggi karena sumber nitrit yang berupa limbah industri maupun
domestik sudah tercemar memepengaruhi kadar nitrit di bagian hilir. Kadar nitrit pada
Sungai Pelus tidak melebihi ambang batas baku mutu air golongan B yaitu 1,0 mg/l.
275
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Penggunaan lahan yang ada
pada SUB DAS Pelus mempengaruhi kuallitas air Sungai Pelus, terutama kandungan
ammonia melebihi ambang batas baku mutu yang dipengaruhi dari penggunaan lahan di
SUB DAS Pelus adalah permukiman dan persawahan. Kualitas air Sungai Pelus menurut
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1990 termasuk dalam golongan B termasuk
tercemaran ringan, dengan skor untuk musim hujan dan musim kemaru memiliki skor
yang sama bagian hulu memiliki skor -6 sedangkan bagian tengah memiliki skor -6 dan
bagian hilir memiliki skor -6 dengan klasifikasi mutu air menurut Keputusan Mentri
Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003.
DAFTAR PUSTAKA
Mentri Lingkungan Hidup No. 1 Tahun 2007 Tentang Pedoman Prngkajian Teknis Untuk
Menetapkan Kelas Air.
Mentri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status
Mutu Air.
Peraturan Pemerintah No. 150 tahun 2000 Tentang Pengendalian Kerusakan Tanah
Untuk Produksi Biomassa.
Ritohardoyo, Su. 2013. Penggunaan dan Tata Guna Lahan. Yogyakarta : Penertbit
Ombak.
Sahabuddin, Hartini, Dony Harisuseno, dan Emma Yuliani. 2014. Analisis Setatus Mutu
Air Dan Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Waggu Kota Kendari. Malang
: Universitas Brawijaya Malang.
276
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
Suriawiria, Unus. 2003. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit
Alumni. Bandung.
Wiwoh. 2005. Model Identifikasi Daya Tampung Beban Cemar Sungai Dengan Qual2e
Study Kasus Sungai Babon. Semarang : Universitas Diponogoro.
277