Anda di halaman 1dari 37

1

LAPORAN PRAKTIKUM KUALITAS AIR

ANALISIS PARAMETER KUALITAS AIR PADA AIR SAWAH

Diajukan untuk memenuhi tugas Praktikum Matakuliah Dasar Teknik


Pengendalian dan Konservasi Lingkungan (DTPKL)

Disusun Oleh:
Kelompok 2
TEP-C
Firmansya (141710201033)
Anggara Dwi Y (141710201037)
Siti Khuzaimatul U (141710201064)
Puri Rahayu (141710201074)
Agnesa Arunggi G.H (141710201104)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air mempunyai peranan yang penting untuk kelangsungan hidup sebagai
pemenuh berbagai keperluan manusia misalnya pada kegiatan rumah tangga,
pertanian, perikanan, industri, sumber energi, sarana transportasi, tempat rekreasi.
Semakin berkembangnya zaman, kini kualitas dan mutu air mulai berkurang. Hal
ini disebabkan oleh banyaknya pencemaran air yang merajalela di setiap wilayah.
Seperti pencemaran limbah indutri, limbah rumah tangga, limbah pertanian dan lain
sebagainya. Air yang tercemar tersebut banyak mengandung zat-zat kimia dalam
kadar yang tidak tentu, baik zat kimia organik maupun anorganik. Apabila
kandungan zat-zat tersebut terlalu banyak jumlahnya di dalam air, maka air tersebut
dapat menimbulkan bencana bagi kelangsungan makhluk hidup disekitarnya.
Air sawah merupakan salah satu jenis air yang berpengaruh terhadap
kelangsungan makhluk hidup di dalamnya. Air sawah dapat menghasilkan limbah,
limbah dari air sawah tersebut dikenal dengan limbah pertanian. Limbah pertanian
merupakan salah satu yang dapat menyebabkan pencemaran air bagi kelangsungan
makhluk hidup disekitarnya. Limbah pertanian ini dapat berupa limbah padat, cair
dan gas. Pada kualitas air ini limbah yang sangat berpengaruh di bidang pertanian
ini berupa limbah cair. Limbah cair pertanian itu sendiri dihasilkan oleh pencucian
pupuk dan hasil ekskresi. Limbah tersebut akan terbawa dan bercampur pada
sungai, danau atau genangan air yang menampung air dalam jumlah besar.
Bercampurnya limbah tersebut kedalam air, dapat mengakibatkan penurunan pH air
dan kematian pada organisme diperairan tersebut. Untuk mengetahui keadaan
tersebut, maka diperlukan sebuah analisis kualitas air untuk menentukan dan
menghitung zat-zat yang terkandung dalam air sawah. Analisis tersebut dapat
dilakukan dengan melakukan pengukuran pada parameter kualitas air meliputi pH,
alkalinitas, zat terlarut, COD, BOD, TSS, TDS dan Kesadahan dan selanjutnya
membandingkan nilai parameter kualitas air dari hasil pengukuran di lapangan
dengan baku mutu perairan sesuai peruntukannya yang berlaku di Indonesia yakni
mengacu pada PP RI No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air

1.2 Tujuan Praktikum


Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan dari praktikum ini adalah
untuk mengetahui nilai pH, , kekeruhan, kesadahan, alkalinitas, BOD, COD, TDS,
TSS, dan zat padat terendap pada sampel air yaitu air sawah.
1.3 Manfaat Praktikum
Berdasarkan latar belakang dan tujuan dalam praktikum kualitas air ini,
maka manfaat yang diperoleh bagi:
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Air memegang peranan penting di dalam kehidupan manusia dan juga


makhluk hidup lainnya. Oleh Manusia air dipergunakan untuk minum, memasak,
mencuci dan mandi. Di samping itu air juga banyak diperlukan untuk mengairi
sawah, ladang, industri, dan masih banyak lagi. Pencemaran air adalah peristiwa
masuknya zat, energi, unsur, atau komponen lainnya kedalam air sehingga
menyebabkan kualitas air terganggu. Kualitas air yang terganggu ditandai dengan
perubahan bau, rasa, dan warna.

2.1 Baku Mutu Air


Kualitas air adalah keadaan dan sifat-sifat fisik air dan biologis suatu
perairan yang diperbandingkan dengan persyaratan dalam keperluan rumah tangga,
air minum, pertanian, perikanan dan industri. Kualitas air irigasi merupakan
kesusaian air untuk memenuhi fungsi bagi tanaman. Kualitas air ini menunjukkan
mutu air tersebut. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup,
zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya di dalam air. Pada peraturan pemerintah Nomor 82
Tahun 2001 telah ditetapkan pengolahan kualitas air dan pengendalian pencemaran
air yang dibedakan menjadi 4 kelas yaitu.
a. Kelas I
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau
peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
b. Kelas II
Air peruntukannya dapat digunakan untuk sarana / prasarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
c. Kelas III
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
d. Kelas IV
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
Parameter Baku Mutu Air, Kelas
I II III IV
TSS 50 50 400 400
DO 6 4 3 0
pH 6-9 6-9 6-9 6-9
BOD 2 3 6 12
COD 10 25 50 100
Sumber : Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
Selain itu, parameter kualitas air dapat
Sumber : SK Dirjen RLPS

2.2 Parameter Kualitas Air


Penentuan kualitas dari air perlu dilakukan untuk menentukan baku mutu
dari air. Parameter kualitas air dapat diilai secara fisika, kimia, biologi dan
radioaktivitas. Berikut adalah macam-macam parameter yang menjadi pengukuran
kualitas air.
2.2.1 Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion hidrogen
dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat
keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral,
pH <7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, pH> 7 dikatakan kondisi perairan
bersifat basa (Effendi, 2003).
Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan.
Dalam air yang bersih jumlah konsentrasi ion H+ dan OH- berada dalam
keseimbangan sehingga air yang bersih akan bereaksi netral. Organisme akuatik
dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran
toleransi antara asam lemah dan basa lemah. pH ynag ideal bagi kehidupan
organisme akuatik umumnya berkisar antara 6,5-8,5. Kondisi perairan yang bersifat
sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup
organisme karena akan menyebabkan mobilitas senyawa logam berat yang bersifat
toksik (Barus, 1996). Adapun alat yang digunakan untuk mengukur pH adalah ph
meter dan multimeter prof. Berikut gambar dari pH meter dan multimeter prof

Gambar 2.1 Alat pH meter Gambar 2.2 Multimeter prof


2.2.2 TDS (Total Dissolve Solid)
TDS adalah ukuran zat terlarut (baik itu zat organik maupun anorganik,
misalnya garam dan sebagainya) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS meter
menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per Million (PPM) atau sama
dengan milligram per Liter (mg/L). Umumnya berdasarkan definisi di atas
seharusnya zat yang terlarut dalam air (larutan) harus dapat melewati saringan yang
berdiameter 2 micrometer (2×10-6 meter). Aplikasi yang umum digunakan adalah
untuk mengukur kualitas cairan biasanya untuk pengairan, pemeliharaan aquarium,
kolam renang, proses kimia, pembuatan air mineral, dan sebagainya. Setidaknya,
kita dapat mengetahui air minum mana yang baik dikonsumsi tubuh, ataupun air
murni untuk keperluan kimia (misalnya pembuatan kosmetika, obat-obatan,
makanan, dan lain-lain) (Insan, 2008).
Prinsip pengukuran total padatan terlarut adalah senyawa-senyawa terlarut
yang dapat melewati kertas saring dan tetap tertinggal setelah filter diuapkan pada
1030C sampai 1050C. sedangkan padatan tersuspensi total adalah senyawa yang
tertinggal pada kertas saring. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur TSS
adalah TDS meter. Berikut gambara alat TDS meter.

Gambar 2.3 Alat TDS meter


2.2.3 TSS (Total Suspended Solid)
TSS atau total padatan tersuspensi adalah padatan yang tersuspensi di dalam
air berupa bahan-bahan organik dan anorganik yang dapat disaring dengan kertas
millipore berporipori 0,45 μm. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk
terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air,
kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi
organisme produser (Huda,2009). Bagian yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah
liat, logam, oksida, sulfide, ganggang, bakteri dan jamur. TSS memberikan
kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk
fotosintesis dan visibilitas perairan sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi
ke nilai TSS (Sutrisno et al, 201 3).
Untuk menghilangkan TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan
penyaringan. Prinsip analisa pengukuran TSS yaitu semua zat yang terlarut dalam
air yang tertahan membrane saring yang berukuran 0,45 μm. Kemudian membrane
saring tersebut dikeringkan dalam oven pada temperatur 103 oC -105oC hingga
diperoleh berat yang tetap. (Rahmawati et al, 2005). Selain menggunakan prinsip
analisa seperti yang dipaparkan diatas pengukuran TSS juga dapat menggunakan
alat multiparameter.
Gambar 2.4 Alat multimeter
2.2.4 Alkalinitas
Alkalinitas adalah kemampuan air dalam menyangga atau menetralisir
asam-asam lemah, walaupun asam lemah atau basah lemah juga sebagai
penyebabnya. Penyusun alkalinitas diperairan adalah bikarbonat (HCO3-),
karbonal (CO3-), dan hidroksida (OH-) garam dari asam lemah lain seperti borat
(H2SO3-), silikat (HSiO3-), fosfat (HPO42-dan H2PO4-), sulfide (HS-), ammonia
(NH3) juga berkontribusi dalam menyumbanh alkalinitas walaupun dalam jumlah
yang sedikit.
Alkalinitas juga didefenisikan sebagai gambaran kapasitas air untuk
menetralkan asam atau kuantitas anion di dalam air yang dapat menetralkan kation
hidrogen. Alkalinrtas juga diartikan sebagai kapasitas penyangga terhadap
perubahan pH perairan. Secara khusus, alkalinitas sering disebut sebagai besaran
yang menunjukkan kapasitas menyangga dari ion bikarbonat, dan sampai tahap
terlentu terhadap ion karbonat dan hidroksida dalam air. Semakin tinggi alkalinitas
maka kemampuan air untuk menyangga lebih tinggi sehingga fluktuasi pH perairan
semakin rendah. Alkalinitas biasanya dinyatakan dalam satuan ppm (mg/l) kalsium
karbonat (Cole, 1988).
2.2.5 Kesadahan
Istilah kesadahan digunakan untuk menunjukkan kandungan garam kalsium
dan magnesium yang terlarut, dinyatakan sebagai ekuivalen (setara) kalsium
karbonat. Air sadah adalah air yang mengandung beberapa jenis mineral yaitu Ca,
Mg, Sr, Fe dan Mn yang konsentrasinya tinggi sehingga mengakibatkan air menjadi
keruh dan dapat mengurangi daya kerja sabun serta menimbulkan kerak pada dasar
ketel. Kesadahan air dikenal dengan nama kekerasan air (hard water).
Menurut Gabriel (2001), berdasarkan kadar kalsium di dalam air maka
tingkat kesadahan air digolongkan dalam 4 (empat) kelompok yaitu:
1. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 0-75 mg/l disebut air lunak (soft water)
2. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 75-150 mg/l disebut moderately hard
water
3. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 150-300 mg/l disebut hard water
4. Kadar CaCO3 terdapat dalam air 300 mg/l ke atas disebut very hard water
Menurut Gaman (1992), berdasarkan kandungan mineral maka kesadahan
air dibagi dalam 2 (dua) golongan yaitu:
a. Kesadahan air sementara/temporer disebut pula kesadahan karbonat.
Air disebut mempunyai kesadahan sementara apabila kesadahannya
dapat dihilangkan dengan pendidihan, mengandung kalsium dam
magnesium bikarbonat. Air dengan tipe ini terdapat di daerah
berkapur. Sejumlah kecil karbon ioksidasi terlarut dalam air hujan
membentuk asam lemah yaitu asam bikarbonat.
H2O + CO2→ H2CO3
Air dioksida Karbon dioksida Asam karbonat
Asam karbonat secara perlahan-lahan melarutkan kalsium karbonat
membentuk kalsium bikarbonat yang larut.
b. Kesadahan air tetap/permanen disebut pula kesadahan non karbonat.
Air dengan kesadahan tetap mengandung sulfat dan klorida kalsium
dan magnesium yang terlarut dalam air hujan yang lewat menerobos
batu-batuan yang mengandung garam-garam tersebut.
Menurut (Gaman, 1992) metode penghilang kesadahan air antara lain adalah
sebagai berikut.
1. Pendidihan (pemanasan)
Jika air dididihkan, hanya kesadahan sementara yang dapat dihilangkan.
Bikarbonat dipecah menjadi karbonat, air dan karbon dioksida. Persamaan
berikut menunjukkan pemecahan kalsium karbonat:
Ca(HCO3)2 → CaCO3 ↓ + H2O + CO2 K
alsium Bikarbonat Kalsium Karbonat Air Karbon Dioksida
Persamaan untuk magnesium bikarbonat adalah serupa. Karbonat adalah
endapan dan oleh karena itu tidak bereaksi dengan sabun dan keluar dari
larutan.
2. Penambahan Kapur mati
Kapur mati (kalsium hidroksida) juga hanya memisahkan kesadahan
sementara. Kapur harus ditambahkan pada jumlah yang telah
diperhitungkan sehingga kapur tersebut hanya cukup untuk menetralkan
bikarbonat. Terbentuknya kalsium karbonat yang tidak larut.
3. Penambahan Soda Cuci
Metoda ini menghilangkan kesadahan sementara dan kesadahan tetap. Soda
pencuci (natrium karbonat) bereaksi dengan garam kalsium dan magnesium
dalam air sadah membentuk garam natrium yang larut dengan garam
kalsium dan magnesium yang tidak larut yang tertinggal sebagai endapan.
4. Proses pertukaran ion
Metoda ini digunakan dalam rumah tangga dan industri untuk
menghilangkan kedua tipe kesadahan. Proses ini meliputi penggunaan resin
alami dan resin buatan seperti permutit dan zeolit. Air sadah dilewatkan
melalui kolom yang diisi resin dan ion-ion kalsium dan magnesium dalam
air ditukar dengan ion natrium dalam resin. Resin diregenerasi dengan
dialiri larutan garam pekat (natrium klorida). Hal ini akan mengisi ion
natrium lagi.

2.2.5 Imhoff
Analisis Imhoff adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui
jumlah zat terendap pada sampel air dengan menggunakan kerucut imhoff. Analisis
imhoff juga merupakan salah satu contoh metode gravimetri. Analisis imhoff ini
memerlukan waktu selama 1 jam dikarenakan harus menunggu dan hanya dapat
digunakan untuk kadar komponen yang cukup besar. Suatu kesalahan kecil, secara
relatif akan berakibat besar. Kendati demikian gravimetri masih dipergunakan
untuk keperluan analisis karena waktu pengerjaannya yang tidak perlu terus-
menerus dilakukan analis karena setiap tahapan pengerjaan memakan waktu yang
cukup lama. Sebagian analisis gravimetri menyangkut unsur yang akan ditentukan
menjadi senyawa murni yang stabil dan mudah diubah ke dalam bentuk yang dapat
ditimbang. Berikut gambar tabung kerucut yang digunakan untuk pengukuran
secara imhoff.

Gambar 2.5 Tabung kerucut imhof


2.2.6 Kekeruhan
Kekeruhan merupakan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat
dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organic dan anorganik yang
tersuspensi dan terlarut maupun bahan anorganik dan organic yang berupa plankton
dan mikroorganisme yang lain.
Kekruhan dinyatakan dalam satuan turbiditas yang setara dengan 1 mg/liter
SiO2. Peralatan yangpertama kali digunakan untuk mengukur kekeruhan adalah
Jacson Candler Turbidimeter, yang dikalibrasi dengan menggunakan silika.
Kemudian Jacson Candler Turbidimeter dijadikan alat baku atau standart bagi
pengukuran kekeruhan. Satu unit Jacson Candler Turbidimeter dinyatakan dengan
satuan 1 JTU. Pengukuran kekeruhan dengan menggunakan Jacson Candler
Turbidimeter bersifat visual yaitu membandingkan air sampel dengan standart.
Selain dengan menggunakan Jacson Candler Turbidimeter, kekeruhan
sering diukur dengan metode Nephelometric. Pada metode ini, sumber cahaya
dilewatkan pada sampel dan intensitas cahay yang dipantulkan oleh bahan bahan
penyebab kekruhan diukur dengan menggunakn suspense polimer formazin sebagai
larutan adalah standart. Satuan kekeruhan yang diukur dengan menggunkan metode
Nephelometric adalah NTU (Nephelometric Turbidy Unit). Padatan tersuspensi
berkorelasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi nilai
kekeruhan juga semakin tinggi, tetapi tidak berarti memiliki kekeruhan yang tinggi.
Kekeruhan pada air yang tergenang misalnya danau, lebih banyak
disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus.
Sedangkan kekeruhan pada sungai yang sedang banjir lebih banyak disebabkan
oleh bahan bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar, yang berupa lapisan
permukaan tanah yang terbawa oleh aliran air pada saaat hujan. Kekruhan yang
tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya
pernafasan dan daya lihat organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi
cahaya kedalam air. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha
penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air
(Efendi 2003).
Bahan bahan yang menyebabkan kekeruha ini meliputi tanah liat, lumpur,
bahan bahan organic yang tersebar secara baik dan partikel partikel kecil yang
tersuspensi lainnya. Niali yang menunjuukkan kekeruhan berdasarkan pada bahan
bahan tersuspensi pada jalannya sinar melalui sampel.
Kekeruhan dihilangkan melalui pembubuhan sejenis bahan kimia dengan
sifat-sifat tertentu yang disebut flokulan. Umumnya flokulan tersebut adalah tawas
namun dapat pula garam Fe (III), ayau salah satu polielektrolit organis. Selain
pebubuhan flukulan diperlukan pengadukan flok flok terbentuk. Flok-flok ini
mengumpulkan partikel partikel kecil koloid tersebut (bertumbukan) dan akhirnya
bersama sama mengendap (Alaerts, 1987).
Menurut Alaerts (1987) kekeruhan dipengaruhi oleh benda benda halus yang
tersuspensi, seperti lumpur dan sebagainya, adanya jasad jasad renik (plankton) dan
warna air. Adapun alat untuk mengukur kekeruhan yaitu turbidimeter. Berikut
gambar alat turbidimeter.
Gambar 2.6 Alat turbidimeter
2.2.7 DO (Dissolved Oxygen)
DO (Dissolved Oxygen) atau yang lebih dikenal sebagai oksigen yang
terlarut merupakan jumlah oksigen terlarut di dalam air yang dikur dalam satuan
milligram per liter (mg/l). komponen ini merupakan parameter yang penting bagi
organisme dalam air misalnya ikan. Besar kecilnya oksigen yang terlarut dalam
suatu cairan dipengaruhi oleh temperatur air. Biasanya oksigen pada air yang
temperaturnya dingin memiliki kandungan oksigen terlarut labih tinggi
dibandingkan air yang temperaturnya lebih tinggi (Siregar, et al. 2004).
Oksigen diperlukan oleh organisme air untuk menghasilkan energi yang
sangat penting bagi perencanaan dan asimilasi pemeliharaan keseimbangan
osmotik, dan aktivitas lainnya. Jika persediaan oksigen terlarut diperairan sangat
sedikit maka perairan tersebut tidak baik bagi ikan dan makhluk hidup lainnya yang
hidup di perairan, karena akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan organisme
air tersebut. Kandungan oksigen terlarut minimum 2 mg/l sudah cukup mendukung
kehidupan organisme perairan secara normal (wardana, 1995).

Tabel 1. Status Kualitas Air berdasarkan Kadar Oksigen Terlarut


No Kadar Oksigen Terlarut (mg/l) Status Kualitas Air
1 >6,5 Tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan
2 4,5-6,4 Tercemar ringan
3 2,0-4,4 Tercemar sedang
4 <2,0 Tercemar berat
Sumber
2.2.8 BOD (Biochemical Oxgen Demand)
BOD (Biochemical Oxygen Demand) adalah ukuran berapa banyak oksigen
yang digunakan oleh mikroorganisme dalam proses oksidasi aerobik, atau
penguraian bahan organik di dalam air. Biasannya semakin besar jumlah material
organik dalam air maka semakin besar pula oksigen yang digunakan untuk oksidasi
aerobik (Siregar, et al. 2004).
Semakin besar nilai BOD maka menunjukan bahwa derajat pengotoran air
limbah semakin besar. Reaksi yang terjadi dalam botol BOD adalah reaksi aerob
dan terjadi dua fase terpisah yaitu kebutuhan karbon dan kebutuhan nitrogen. BOD5
merupakan salah satu indikator pencemaran oragnik pada suatu perairan. Perairan
dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan
organik. Bahan organik yang akan distabilkan secara biologik dengan melibatkan
mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Untuk tes BOD diperlukan
waktu 5 hari karena dalam waktu tersebut sebanyak 60-70% kebutuhan terbaik
karbon dapat tercapai yang dikenal sebagai BOD L. Selama 12 hari bakteri
nitrifikasi mulai mengoksidasi ammonia, pada fase ini kevutuhan oksigen
mempunyai nilai terbaik dan dikenal sebagai BOD LN selama 50 hari (Sugiharto,
1987).
Menurut Sutrisno, T. (2006) pengukuran BOD dilakukan melalui cara yang
di standarisasi dengaan tes yang dilakukan di tempat yang geap, pada temperature
tertentu dan periode waktu terbatas. Pengukuran BOD pada dasarnya dilakukan
dengan menempatkan sampel pada botol 300 ml di inkubasi pada temperature 20oC
selama 5 hari. Perbedaan konsentrasi DO pada akhir dan semula dihitung. Selain
itu, untuk memperkirakan pengaruh konsenrasi adaanya mikroorganisme diadakan
dilusi dan penambahan mikroorganisme (seeding).
Tabel 2. Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD5
Sumber
2.2.9 COD (Chemycal Oxygen Demand)
COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi
kimia yang dinyatakan dalam mg O2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan
diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses
oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis
maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan secara biologis. COD atau
kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2 ) yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana
pengoksidasi K2Cr2O7 digunakansebagai sumber oksigen.
Menurut Sastrawijaya (2000) COD erat kaitannya dengan BOD. Banyak zat
organik yang tidak mengalami penguraian biologi secara cepat berdasarkan
pengujian BOD5. Tetapi senyawa-senyawa organik ini tetap menurunkan kualitas
air. Karena itu perlu diketahui konsentrasi organik dalam limbah dan setelah masuk
dalam perairan. Untuk itulah tujuan diadakannya uji COD. Pengujian COD
dibutuhkan dengan mengambil contoh dengan volume tertentu yang kemudian
dipanaskan dengan larutan kalium kromat dengan kepekaan tertentu. Dengan
katalis asam sulfat diperlukan waktu dua jam, maka kebanyakan zat organik telah
teroksidasi. Dengan penentuan jumlah kalium dikromat yang dipakai, maka COD
contoh dapat dihitung. Dalam pengujian ini tiga hal yang dierhatikan :
1. Zat organik yang dapat mengalami biodegradasi yang biasanya diuraikan oleh
bakteri dalam uji BOD5.
2. Zat organik yang dapat mengalami biodegradasi yang tidak dapat diuraikan
bakteri dalam waktu lima hari, tetapi akhirnya akan terurai dan menurunkan
kualitas air.
3. Zat organik yang tidak dapat mengalami biodegradasi

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Praktikum


Praktikum mengukur kualitas air dilaksanakan pada hari Selasa dan Minggu
pada tanggal April 2016 di Laboraturium Kualitas air, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Jember. Praktikum ini dilakasanakan pada pukul 13.00-
selesai.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai
berikut.
3.2.1 Alat dan Bahan Pengukuran pH
1. pH meter atau multiparameter prof
2. Gelas Ukur
3. Sampel Air sawah
4. Aquades
5. tisu

3.2.2 Alat dan Bahan Analisis TDS


1. Gelas Ukur 5. Cawan dan Alumunium foil
2. Oven 6. Kertas Saring
3. Desikator 7. Air sawah
4. Timbangan

3.2.3 Alat dan Bahan Uji Alkalinitas


1. Erlenmeyer 250 ml 5. H2SO4 0,1 N
2. Pipet 6. Na2S2O3 0,1N
3. Buret 7. Indikator metil jingga
4. Air sawah 8. Indikator phenolfthalein (pp

3.2.4 Alat dan Bahan Analisis TSS


1. Cawan penguapan 2. Oven untuk pemanasan
3. Desikator
4. Timbangan/neraca 6. Air sawah
5. Cawan gooch (alat penyaring 7. Filter kertas
membran)

3.2.5 Alat dan Bahan Kesadahan Sementara


1. Erlemeyer 250 ml 5. Air dan H2SO4
2. Desikator 6. Air sawah
3. Coloumn 7. Indikator metil jingga
Chromatography 8. NaOH, Natrium Karbonat,
4. Labu takar Na2CO3 0,1 N

Alat dan Bahan Kesadahan Tetap


1. Erlemeyer 250 ml 6. Indikator metil jingga
2. Desikator 7. NaOH, Natrium Karbonat,
3. Coloumn Na2CO3 0,1 N
Chromatography 8. Air sawah
4. Labu takar 9. Pemanas
5. Air dan H2SO4

3.2.6 Alat dan Bahan Analisis Imhoff


1. Kerucut imhoff 7. Filter kertas.
2. Cawan penguapan. 8. Bejana hisap.
3. Oven untuk pemanasan. 9. Jaring-jaring dari stainless
4. Desikator. stell.
5. Timbanagan. 10. Air sawah
6. Cawan gooch (alat 11. Zat padat terendap
penyaring membran).

3.2.7Alat dan Bahan Analisis BOD


1. Botol winkler 3. Labu takar
2. Inkubator 4. pipet
5. Erlenmeyer 125 ml dan 250 8. Larutan Alkali-Iodida-Azida
ml 9. Indikator amilum
6. Air sawah 10. Larutan tiosulfat 0,025 N
7. Larutan MnSO4 11. Aquades

3.2.8 Alat dan Bahan Analisis DO


1. Botol winkler volume 0,1 ml 8. Erlenmeyer 125 ml dan
2. 2 buret 25 atau 50 ml 250 ml
3. Bermacam-macam pipet 9. Air sawah
4. Gelas arloji 10. Larutan MnSO4
5. Erlenmeyer 250 dan 500 ml 11. Larutan Alkali-Iodida-
6. Labu takar Azida
7. Pipet 12. Indikator amilu
13. Larutan tiosulfat 0,025 N
1. Aquades
3.2.9 Alat dan Bahan Analisis COD
1. Air sawah
2. Aquades
3. Reagen COD HI 93574C
4. COD Reactor
5. Air sawah
6. Tabung reaksi
3.2.10 Alat dan Bahan uji kekeruhan
1. Turbidimeter
2. air sawah
3. gelas ukur
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum kualitas air adalah sebagai berikut.
3.3.1 Pengukuran pH

3.3.2 Analisis TDS


Mulai

Air
Sawah

Menyiapkan alat TDS meter

Menghidupkan alat TDS meter, dan memasukkan alat


TDS meter ke dalam air sawah yang sudah dilakukan
uji TSS

Mencatat nilai TDS meter air sawah

Selesai

Gambar 3.2 Flowchart Prosedur kerja analisis TDS


3.3.3 Uji Alkalinitas
Gambar 3.3 Flowchart Prosedur kerja analisis Alkalinitas
3.3.4 Analisis TSS
Mulai

Air
Sawah

Memanaskan kertas saring pada oven dengan suhu


1050C selama 1 jam 15 menit

Mendinginkan kertas saring kedalam desikator selama


15 menit

Menimbang kertas saring dan mencatatnya

Mengkocok air sawah, dan menyaring air sawah


sebanyak 50 ml ke dalam kertas saring yang sudah di
timbang

Hasil residu yang tertinggal pada kertas saring,


kemudian dilakukan pengovenan selama 1 jam

Mendinginkan kertas saring yang ada residunya


kedalam desikator selama 15 menit

Menimbang kertas saring yang ada residunya

Menimbang kertas saring yang ada residunya dan


mencatatnya

Selesai

Gambar 3.4 Flowchart Prosedur kerja analisis TSS

3.3.5 Uji kesadahan


a. Kesadahan sementara
Mulai

Air
Sawah

Memasukkan 100 ml air sawah ke dalam erlenmeyer

Menambahkan indikator metil jingga sebanyak 2-3


tetes

Menitrasi dengan H2SO4


0,02 N Sampai dengan warna pucat

Mencatat volume titrasi yang dihasilkan dan


menghitung nilai kesadahan sementaranya

Selesai

Gambar 3.5 Flowchart Prosedur kerja uji kesadahan sementara


b.Kesadahan Tetap
Mulai

Air
Sawah

Memasukkan 100 ml air sawah kedalam erlenmeyer

Mendidihkan air sawah dan menambahkan NaOH 0,1


N dan Na2CO3 0,1 N sebanyak 10 ml

Memanaskan air sawah dan larutan NaOH 0,1 N dan


Na2CO3 0,1 N hingga volume 40 ml

Mendinginkan larutan dan menyaringnya. Filtar hasil


saringan dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml

Mencuci Residu yang tertinggal pada kertas saring


dengan air suling dan menampung dalam beker gelas

Menambahkan indikator pp hasil saringan sampai


dengan warna merah muda

Memasukkan Hasil dari penambahan indikator pp


kedalam labu ukur dari hasil penyaringan

Menambahkan indikator metil jingga sebanyak 2 tetes

Menitrasi dengan H2SO4


Samapai warna merah muda menjadi jernih

Selesai

Gambar 3.6 Flowchart Prosedur kerja uji kesadahan tetap


3.3.6 Analisis imhof
Gambar 3.7 Flowchart Prosedur kerja analisis imhof

3.3.7 Uji BOD


Mulai

Air
Sawah

Hasil perhitungan DO air sawah digunakan untuk


menghitung nilai BOD

Memasukkan rumus DO kedalam rumus BOD

Selesai

Gambar 3.8 Flowchart Prosedur kerja uji BOD

3.3.8 Uji DO
Mulai

Air
Sawah

Memasukkan sampel 0,08 ml ke dalam botol winkler


dan menambah aquades sampai botol penuh

Menambahkan 2 ml larutan MnSO4

Menambahkan 2 ml alkali-iodida-azida

Menunggu larutan Hingga mengendap selama 15


menit

Menambahkan 2 ml H2SO4 pekat pada larutan

Memindahkan larutan kedalam erlemeyer 250 ml

Menitrasi campuran larutan dengan larutan tiosulfat


0,025 N hingga warna berubah

Menambahkan indikator amilum 1-2 tetes hingga


timbul warna biru

Menitrasi campuran larutan dengan larutan tiosulfat


0,025 N hingga warna biru menghilang

Selesai

Gambar 3.9 Flowchart Prosedur kerja uji DO

3.3.9 Uji COD


Mulai

Air
Sawah

Mengocok air Air sawah

Membuka tutup botol reagen dengan menggunakan


sarung tangan tanpa menyentuh dinding botol(batas
hijau)

Memasukkan air sampel ke dalam botol reagen


sebanyak 0.8 ml dengan menggunakan pipet dan
menambahkan aquades

Menutup botol dan mengocok dengan perlahan

Memanaskankan botol reagen selama 2 jam

Mengukur dan mencatat nilai COD dengan


menggunakan multiparameter

Selesai

Gambar 3.10 Flowchart Prosedur kerja uji COD


3.3.0 Uji kekeruhan
Gambar 3.11 Flowchart Prosedur kerja uji kekeruhan
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Analisis dan pengukuran kualitas air dengan sampel air sawah di lakukan di
laboratorium dan Air sungai dilakukan di praktikum lapang (Air sungai Antirogo).
Hasil dari pengukuran kualitas air dilakukan berdasarkan parameter tiap sampel.
Berikut adalah hasil pengukuran.

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Do, pH, T dan TDS Air Sungai (dilapang) dengan
Multiparameter

No Pias DO (ppm) pH T (◦C) TDS (ppm)


1 2,8 6,7 27,3 199
2 2,8 6.69 27,38 198
3 2.79 6.69 27,44 197
Rerata 2,8 6,69 27,37 198

Tabel 4.2 Data Pengukuran Kualitas Air Sawah


Air Sawah
Hasil
Parameter
Analisis dan Baku Mutu
Pengukuran
TSS (mg/l) 500 (Total
TDS (ppm) 226,7 Padatan)
pH 6,4 6,5-8,5
Alkalinitas sementara
40,3 -
(mg/l)
Alkalinitas Total
151,2
(mg/l)
Kesadahan Sementara
0,8 5
(mg/l)
Kesadahan Tetap
60 5
(mg/l)
IMHOF (ml/l) 0,9 -
Kekeruhan (NTU) 30,2 5
DO (ppm) 2,48 -
BOD5 (pmm) 78,56 -
COD (ppm) 302,5 -

No Parameter Hasil Analisis dan Pengukuran


1 TSS (mg/l) 67,5
2 TDS (ppm) 226,7
3 pH 6,4
4 Alkalinitas sementara (mg/l) 40,3
5 Alkalinitas Total (mg/l) 151,2
6 Kesadahan Sementara (mg/l) 0,8
7 Kesadahan Tetap (mg/l) 4,8
8 IMHOF (ml/l) 0,9
9 Kekeruhan (NTU) 30,2
10 DO (ppm) 2,48
11 BOD5 (pmm) 78,56
12 COD (ppm) 302,5

Berikut Standart baku mutu air sawah berdasarkan pp nomer 82 tahun 2001

Table
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1. Air Sungai
Berdasarkan hasil analisis dan pengukuran air sungai mengunakan alat ukur
Multiparameter data yang diperoleh yaitu seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.1.
Pengukuran diatas tujuannya yaitu untuk mendapatkan 4 parameter yang dapat
mewakilkan kondisi air disungai tersebut yaitu DO, pH, T (suhu) dan TDS. Nilai
hasil pengukuran berturut-turut dari 4 parameter yaitu 2,8 ppm, 6,69 pH, 27,37 ◦C,
dan 198 ppm.
Dalam menentukan baku mutu kualitas air dapat dilakukan dengan
membandingkan beberapa parameter tersebut dan dibandingkan dengan baku
mutunya, apabila air tersebut akan dikonsumsi otomatis harus menyesuaikan
dengan batu mutu air minum. Namun, juga perlu di lakukan pengujian parameter
an-organik dan pengolahan terlebih dahulu untuk membunuh bakteri-bakteri yang
menyebabkan penyakit atau mengganggu kesehatan.

4.2.2 TDS
Hasil pengukuran total padatan terlarut pada sampel air sawah adalah 226,7
mg/l. Menurut SK Dirjen RLPS bahwa parameter TDS dengan nilai <1000
termasuk dalam status kelas air yang baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa air
sawah itu baik atau tingkat pencemaran rendah dilihat dari parameter TDS. Nilai
total padatan terlarut yang didapatkan pada penelitian ini lebih tinggi dari nilai
total padatan tersuspensi. Hal ini menggambarkan bahwa padatan yang masuk
ke sawah lebih banyak yang berbentuk padatan yang ukurannya kecil (padatan
terlarut), atau padatan yang terdapat di air sawah lebih didominasi oleh
padatan yang berasal dari limbah-limbah organik.
4.2.4 TSS

4.2.5 Kesadahan
Berdasarkan indicator kualitas air, indicator kesadahan juga menjadi salah
satu penentu pengukuran kualitas air sehingga perlu dilakukan uji kesadahan
sementara dan kesadahan tetap pada air sawah. Berdasarkan praktikum didapatkan
nilai kesadahan sementara air sawah sebesar 0,8 mg/l dan kesadahan tetap sebesar
4,8 mg/l. Sehingga didapatkan kesadahan total pada sampel air sawah yaitu 5,6 mg/l
dan baku mutu air pada kesadahan adalah 5 mg/l. Oleh karena itu dapat dikatakan
bahwa air sawah memiliki selisih sedikit dengan baku mutu. Dan berdasarkan kadar
kalsium di dalam air maka tingkat kesadahan sampel air sawah yaitu sebagai air
lunak (soft water).
4.2.7 BOD
BOD5 merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menggambarkan
keberadaan bahan organik di perairan. Nilai BOD5 yang tinggi menunjukkan
semakin besarnya bahan organik yang terdekomposisi menggunakan sejumlah
oksigen di perairan. Hasil pengukuran didapatkan nilai BOD5 air sawah yaitu 78,56
ppm. Nilai BOD5 pada analisis kualitas air sawah ini melebihi baku mutu yang ada
pada pp nomor 82 tahun 2001. Pada perairan yang relatif tenang (stagnant) seperti
air sawah, limbah organik yang masuk dimungkinkan akan mengendap dan
terakumulasi pada subtrat dasar perairan, sehingga proses dekomposisi meningkat
dan menyebabkan kandungan oksigen terlarut menurun
4.2.8 DO
Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut pada air sawah
berkisarantara 2,48 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa air sawah oksigennya
tinggi sebagai akibat dari terjadinya peningkatan jumlah limbah organik yang
ada pada pertanian. Menurut sumber menunjukkkan bahwa Kandungan
oksigen tersebut pada air sawah termasuk kedalam air yang tercemar sedang.
Kandungan oksigen terlarut ini memberikan gambaran bahwa secara umum
air sawah sudah tercemar oleh bahan organik yang mudah terurai.
4.2.9 COD
Parameter lain yang juga dapat digunakan sebagai penduga pencemaran
limbah organik adalah COD. Nilai COD menggambarkan total oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat
didegradasi secara biologi (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi (non
biodegradable) menjadi CO2 dan H2O.
Dari hasil analisis kualitas air sawah menunjukkan bahwa nilai COD air
sawah berkisar 302,5mg/l. Nilai COD air sawah lebih tinggi atau mempunyai selisih
banyak dari nilai BOD. Nilai COD yang diperoleh pada penelitian ini jauh lebih
besar dibandingkan BOD5. Menurut Metcalf and Eddy (1979), perbedaan nilai
COD dengan BOD5 biasanya terjadi pada perairan tercemar karena bahan organik
yang mampu diuraikan secara kimia lebih besar dibandingkan penguraian secara
biologi.
BAB 5. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan kualitas air diatas, maka dapat disimpulkan


sebagai berikut:
1. Pengukuran kualitas air dapat ditentukan berdasarkan parameter pH, kekeruhan,
imhof, TDS, TSS, DO, COD, BOD, alkalinitas dan kesadahaan
2. Nilai COD yang semakin tinggi dan BOD yang semakin rendah disebabkan oleh
adanya bahan organik yang tidak dapat diurai secara biologi.
3. Pada praktikum pengukuran kualitas air, sampel air sawah memiliki nilai TDS
yang lebih tinggi di bandingkan dengan nilai TSS yang berarti pada air sawah
banyak mengandung zat yang terlarut dalam air.
4. Kekeruhan air sawah yang tinggi dikarenakan pengambilan sampel dilakukan
pada lokasi sawah yang mana ditemukan banyak lumpur dan zat-zat anorganik
maupun organik
5. Kualitas air yang baik bagi suatu perairan dengan keadaan diamana parameter
yang ada dalam perairan tersebut dapat terjaga dan terkontrol dengan baik serta
tetap stabil setiap saat sehingga dapat tercapai keadaan yang optimal bagi
kegiatan makhluk hidup.
Baku mutu air sawah tergolong ke dalam baku mutu air kelas 3
LAMPIRAN
PENGUKURAN DO
DO0
a. Titrasi Aquades/balnko (mgO2/I)
Titrasi Awal Titrasi Akhir
Vo 0,5 1
Vt 1 1,8
titrasi 1,3

b. Titrasi Air sawah (mgO2/I)


Titrasi Awal Titrasi Akhir
Vo 7 8,3
Vt 8,3 9,1
titrasi 2,1

𝑇 𝑥 𝑁 𝑥 0,2 𝑥 1000
OT atau DO (ppm) = 0,025.𝐴

1,3 𝑥 0,025 𝑥 0,2 𝑥 1000


OT0 Blanko = 0,025 𝑥 250

6,5
= 6,25 = 1,04 ppm

2,1 𝑥 0,025 𝑥 0,2 𝑥 1000


OT0 air sawah = 0,025 𝑥 125

10,5
=3,125 = 3,36 ppm

Keterangan:

A = Kapasitas volum (ml) botol BOD

N = Normalitas titran

T = Volum titran (ml) yang terpakai


0,2 = mg oksigen yang setara dengan 1 ml

DO5

c. Titrasi Aquades/balnko (mgO2/I)


Titrasi Awal Titrasi Akhir
Vo 17,5 19,5
Vt 19,5 20,6
titrasi 3,1

d. Titrasi Air sawah (mgO2/I)


Titrasi Awal Titrasi Akhir
Vo 22 23,5
Vt 23,5 23,9
titrasi 1,5

𝑇 𝑥 𝑁 𝑥 0,2 𝑥 1000
OT atau DO (ppm) = 0,025.𝐴

3,1 𝑥 0,025 𝑥 0,2 𝑥 1000


OT5 Blanko = 0,025 𝑥 250

15,5
= 6,25 = 2,48 ppm

3,1 𝑥 0,025 𝑥 0,2 𝑥 1000


OT5 air sawah = 0,025 𝑥 125

7,5
=3,125 = 2,4 ppm

Keterangan:

A = Kapasitas volum (ml) botol BOD

N = Normalitas titran

T = Volum titran (ml) yang terpakai


0,2 = mg oksigen yang setara dengan 1 ml

PENGUKURAN BOD

(𝑋0−𝑋5)−(𝐵0−𝐵5)(1−𝑃)
BOD =
𝑃

(3,36−2,4)−(1,04−2,48)(1−0,03)
=
0,03

(0,96)−(−1,44)(0,97)
= 0,03

0,96+1,3968
= 0,03

=78,56 ppm

UJI KESADAHAN TETAP DAN KESADAHAN SEMENTARA


1. Uji kesadahan sementara
Vo Vt Vt-Vo
16,7 17,5 0,8
𝑚𝑙.𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 𝑥 0,001 𝑥 10⁵
Kesadahan sementara = 𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

0,8 𝑥 0,001 𝑥 10⁵


= = 0,8 ppm
100

2. Uji kesadahan tetap


Titrasi Limbah
Vo Vt Vt-Vo
22,8 23,4 0,6

Titrasi Blanko
Vo Vt Vt-Vo
16,7 17,5 0,8

𝑇𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑥 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 2 𝑥 0,005 𝑥 10⁵


Kesadahan tetap = 100
0,8 𝑥 0,6 𝑥 2 𝑥 0,005 𝑥 10⁵
= = 4,8ppm
100

Kesadahan total = Kesadahan sementara+ Kesadahan tetap


=0,8 + 4,8

=5,6 ppm

Anda mungkin juga menyukai