net/publication/348325019
Buku Ajar : Inderaja dan SIG Perikanan Pemetaan Habitat Pesisir Laut
CITATIONS READS
0 1,173
3 authors:
Sigit Febrianto
Universitas Diponegoro
28 PUBLICATIONS 93 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
The Microbiome of Sediment Mangrove from pond restoration and pristine habitat using Metagenomic and Geographic Information System (GIS) approach View
project
ANALISA KLOROFIL-α, NITRAT DAN FOSFAT PADA VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN DATA LAPANGAN DAN DATA SATELIT GEOEYE DI PULAU PARANG, KEPULAUAN
KARIMUNJAWA View project
All content following this page was uploaded by Nurul Latifah on 08 January 2021.
Disusun oleh:
Prof. Dr. Ir. Agus Hartoko, M.Sc.
Nurul Latifah, S.Kel., M.Si
Sigit Febrianto, S.Kel., M.Si
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut ii
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
BUKU AJAR
BUKU AJAR
INDERAJA DAN SIG PERIKANAN
MODEL DAN SIMULASI EKOSISTEM PERAIRAN
Pemetaan Habitat Pesisir Laut
Disusun oleh:
Prof.oleh:
Disusun Dr. Ir. Sutrisno Anggoro, MS.
Prof.Dr.
Dr.Ir. Bambang
Ir. Agus Hartoko,Sulardiono,
M.Sc. M. Si
Nurul Latifah, S.Kel., M.Si
Sigit Febrianto, S.Kel., M.Si
Mata Kuliah : Model dan Simulasi Ekoisistem Perairan
Mata Kuliah
SKS : Inderaja dan SIG Perikanan
: 3 SKS
SKSSemester : 3 SKS
: VII
Semester
Program Studi : 4 : Manajemen Sumberdaya Perairan
Program Studi
Fakultas : Manajemen Sumberdaya
: Perikanan dan Ilmu Perairan
Kelautan
Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan
Diterbitkan oleh:
Diterbitkan oleh:
UNDIP PRESS
UNDIP PRESS
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
UNIVERSITAS
Jl. Prof. Sudarto, SH –DIPONEGORO SEMARANG
Kampus Tembalang, Semarang
Jl. Prof. Sudarto, SH – Kampus Tembalang, Semarang
xxx hal + xiv
xxx hal + xiv
ISBN: XXX-XXX-XXXX-XX-X
99ISBN:
hal + XXX-XXX-XXXX-XX-X
xiv
ISBN:
Revisi 978-979-097-671-9
0, Tahun
Revisi 0, Tahun 20192019
Dicetak oleh:
Revisi 0, Tahun 2019
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Dicetak oleh:
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Isi di luar tanggung jawab percetakan
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Isi di luar tanggung jawab percetakan
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Diizinkan menyitir dan menggandakan isi buku ini dengan memberikan
Diizinkan
apresiasi
Isi di menyitir dan menggandakan
sebagaimana
luar tanggung jawab isi buku ini dengan memberikan
kaidah yang berlaku.
percetakan
apresiasi sebagaimana kaidah yang berlaku
Diizinkan menyitir dan menggandakan isi buku ini dengan memberikan apresiasi
sebagaimana kaidah yang berlaku.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut iii
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
PERSEMBAHAN
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut iv
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
ANALISIS PEMBELAJARAN
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut v
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur senantiasa Penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena atas berkat rahmat, taufik, hidayah dan Innyah-Nya maka penyusunan
Buku Ajar Inderja dan SIG Perikanan: Pemetaan Habitat Pesisir Laut ini dapat
terselesaikan dengan baik. Buku ajar ini disusun atas prakarsa Direktorat
Pengembangan Pembelajaran dan Kerjasama Akademik (DP2KA) Universitas
Diponegoro.
Buku ajar ini disusun berdasarkan RPS yang telah dibuat sesuai dengan Mata
Kuliah Inderaja dan SIG Perikanan, program studi Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Buku
ajar ini merupakan buku ajar I untuk MK inderja dan SIG Perikanan yang terdiri
dari 7 pokok bahasan. Poko bahasan tersebut berisi infomasi tentang konsep dasar
penginderaan jauh dan sistem informasi geografis terutama tentang analisa data
digital satelit, image processing dasar, blocking darat dan laut, analisa
geomorfologi wilayah pesisir, pemetaan klorofil-a dan produktivitas perairan,
pemetaan terumbu karang, dan pemetaan mangrove.
Buku Ajar untuk mata kuliah Indera dan SIG Perikanan ini disajikan dengan
mengikuti standard penulisan menurut program Pelatihan Keterampilan Dasar
Teknik Instruksional, Applied Approach, dan pelatihan Buku Ajar (PEKERTI-AA-
BUKU AJAR) yang jumlahnya masih terbatas, khususnya yang diterbitkan dalam
Bahasa Indonesia. Buku Ajar ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan untuk
mahasiswa Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan terutama yang
mengambil Mata Kuliah Inderaja dan SIG Perikanan, tidak menutup kemungkinan
sebagai bahan bacaan mahasiswa lainnya dan juga dosen.
Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktorat
Pengembangan Pembelajaran dan Kerjasama Akademik (DP2KA)-UNDIP dan
Badan Penerbit UNDIP (UNDIP Press) yang telah membantu dalam perbaikan
hingga penerbitan buku ajar ini. Terima kasih disampaikan pula kepada seluruh
staf dosen Departemen Sumberdaya Akuatik, FPIK, UNDIP yang telah
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut vi
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
memberikan kepercayaan serta kesempatan kepada Penulis untuk menyusun buku
ajar ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu baik langsung maupun tidak langsung demi menyelesaikan penulisan
buku ajar ini.
Penulis sangat menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan buku ajar ini. Semoga buku ajar ini dapat bermanfaat bagi
mahasiswa dan kalangan pembaca lebih luas terutama mereka yang membutuhkan.
Penulis
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut vii
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
DAFTAR ISI
PERSEMBAHAN ............................................................................................................ IV
PRAKATA ....................................................................................................................... VI
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut viii
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
BAB 2. IMAGE PROCESSING DASAR...................................................................... 29
INDEX .............................................................................................................................. 96
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut xi
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
DAFTAR TABEL
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut xii
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
DAFTAR GAMBAR
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut xiii
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Gambar 22. Analisis spasial metode RGB, Merah: salinitas (‰ -psu) - Hijau: lanau
(%) - Biru: kedalaman (m) zona pesisir Semarang ............................. 52
Gambar 23. Zonasi Baru berdasarkan Variabel Ekosistem .................................... 60
Gambar 24. Zonasi Baru berdasarkan Variabel Organisme Endemik ................... 61
Gambar 25. Zonasi Baru berdasarkan Variabel Ekosistem dan Organisme Endemik
.............................................................................................................. 61
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut xiv
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
TINJAUAN MATA KULIAH
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pengetahuan aplikasi teknologi inderaja dan SIG untuk bidang perikanan dan
kelautan sebagai suatu pengetahuan aplikatif dan bentuk kemampuan / softskill
yang penting bagi mahasiswa sebagai bekal dalam profesi lulusan, bidang
pekerjaan dan karier selanjutnya. Terutama dalam lingkup perencanaan,
pengelolaan wilayah dan sumberdaya perikanan di Indonesia.
Teknologi Penginderaan Jauh merupakan ilmu atau seni yang digunakan
untuk memantau melihat suatu objek dan mendapatkan informasi dari objek
tersebut tanpa harus menyentuh objek secara langsung, dilanjutkan dengan
pengolahan, analisis dan interpretasi terhadap data tersebut, salah satu contohnya
adalah satelit. Sedangkan sistem informasi geografis adalah suatu sistem yang
berbasis komputer yang dijalankan menggunakan data spasial atau bereferensi
keruangan.
Aplikasi teknologi penginderaan jauh telah banyak dipakai dalam berbagai
bidang diantaranya bidang pertambangan, kependudukan, kehutanan, perikanan
dan kelautan. Dalam bidang perikanan dan kelautan teknologi penginderaan jauh
ini sangat memudahkan bagi akademisi maupun peneliti untuk mendapatkan data
yang diinginkan seperti data klorofil, suhu permukaan laut, produktivitas perairan,
luasan terumbu karang, mangrove dan sebagainya tanpa menyentuh objek tersebut
dengan cakupan yang luas.
Mata kuliah Inderaja dan SIG Perikanan memiliki 14 pokok bahasan dimana7
pokok bahasan diterangkan pada buku ajar ini yaitu: Analisa Data Digital, Image
Processing Dasar, Blocking Darat Laut, Analisa Geomorfologi Wilayah Pesisir,
SPL Klorofil PP, Pemetaan Terumbu Karang, Pemetaan Mangrove.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
1
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
II. RELEVANSI
Mata kuliah Inderaja dan SIG Perikanan ini sangat bermanfaat untuk
mahasiswa khususnya dalam menambah soft skill penggunaan software-software
pemetaan seperti ArcGIS, ER Mapper dan lainnya. Penggunaan software pemetaan
tersebut dapat menjadi nilai tambah bagi lulusan MSP untuk bersaing dengan
lulusan prodi lainnya dalam mencari pekerjaan. Mata kuliah ini dipelajari terutama
sebagai alat untuk mempelajari dan mengaplikasikan prinsip dasar serta
mengoperasiakan software aplikasi analisa inderaja dan SIG terutama pemetaan
habitat pesisir dan laut.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
2
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
e. Memahami, menjelaskan dan melakukan pemetaan klorofildan
produktivitas perairan menggunakan software ER Mapper
f. Memahami, menjelaskan dan melakukan pemetaan terumbu karang
menggunakan software ER Mapper
g. Memahami, menjelaskan dan melakukan pemetaan mangrove
menggunakan software ER Mapper
III.3. Indikator
1. Kemampuan mahasiswa dalam menjelaskan kembali serta menerapkan
analisa data digital diukur dengan indikator kemampuannya dalam:
a) Memahami dan menjelaskan jenis-jenis satelit, klasifikasi satelit dan
kegunaannya.
b) Memahami dan menjelaskan komponen-komponen yang ada dalam
inderaja dan SIG
c) Memahami dan menjelaskan interaksi antara objek dengan radiasi
gelombang elektromagnetik
d) Menampilkan dan menganalisa data digital berbagai jenis dan sistem
file data satelit
e) Menjelaskan dan menganalisa macam dan contoh resolusi yang
dihasilkan satelit yang ditampilkan dalam bentuk peta
2. Kemampuan mahasiswa dalam menjelaskan kembali serta menerapkan
image processing dasar diukur dengan indikator kemampuannya dalam:
a) Memahami, menjelaskan dan melakukan processing koreksi
radiometri pada citra satelit menggunakan software ER Mapper
b) Memahami, menjelaskan dan melakukan processing koreksi geometri
pada citra satelit menggunakan software ER Mapper
3. Kemampuan mahasiswa dalam menjelaskan kembali serta menerapkan
blocking darat dan laut diukur dengan indikator kemampuannya
dalam:
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
3
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
a) Mendemonstrasikan processing blocking darat dan laut pada citra
satelit menggunakan software ER Mapper
b) Mendemonstrasikan proses gridding menggunakan data perikanan dan
keluatan dengan software ER Mapper
c) Mendemonstrasikan layouting peta
4. Kemampuan mahasiswa dalam menjelaskan kembali serta menerapkan
analisa geomorfologi wilayah pesisir diukur dengan indikator
kemampuannya dalam:
a) Menjelaskan kembali apa yang dimaksud dengan analisa
geomorfologi wilayah pesisir
b) Merangkum kembali skor spasial berdasarkan variabel ekosistem
pesisir
c) Merangkum kembali skor spasial berdasarkan organisme endemik
d) Merangkum kembali skor spasial berdasarkan kombinasi ekosistem
dan variabel organisme endemik
5. Kemampuan mahasiswa dalam menjelaskan kembali serta menerapkan
pemetaan klorofil dan produktivitas perairan diukur dengan
indikator kemampuannya dalam:
a) Merangkum kembali bagaimana citra satelit dapat mengidentifikasi
klorofil-a dan produktivitas perairan
b) Mendemonstrasikan cara melakukan pemetaan klorofil-a dan
produktivitas perairan menggunakan software ER Mapper
c) Mengidentifikasi citra satelit yang tepat untuk digunakan analisis
pemetaan klorofil-a dan produktivitas perairan sesuai dengan area
studi
6. Kemampuan mahasiswa dalam menjelaskan kembali serta menerapkan
pemetaan termbu karang diukur dengan indikator kemampuannya
dalam:
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
4
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
a) Menjelaskan kembali bagaimana teknik penginderaan jauh dapat
digunakan dalam pemetaan terumbu karang
b) Mendemonstrasikan bagaimana pemetaan terumbu karang dengan
citra satelit menggunakan software ER Mapper
7. Kemampuan mahasiswa dalam menjelaskan kembali serta menerapkan
pemetaan mangrove diukur dengan indikator kemampuannya dalam:
a) Menjelaskan kembali bagaimana teknik penginderaan jauh dapat
digunakan dalam pemetaan mangrove
b) Mendemonstrasikan bagaimana pemetaan mangrove dengan citra
satelit menggunakan software ER Mapper
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
5
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
BAB 1. ANALISA DATA DIGITAL
1.1. PENDAHULUAN
1.1.1. Deskripsi Singkat
Satelit merupakan salah satu contoh aplikasi teknologi penginderaan
jauh, dimana satelit dapat merekam objek di permukaan bumi tanpa
menyuentuh objek tersebut secara langsung. Mengingat satelit dapar
merekam semua kejadian di permukaan bumi dengan cakupan yang luas dan
dalam waktu yang singkat sehingga banyak sekali yang memanfaatkan
teknologi ini untuk keperluan navigasi, komunikasi, pengamatan kejadian-
kejadian di bumi, pengamatan cuaca, survei wilayah geografis termasuk
pengamatan kejadian-kejadian di atmosfer dan lautan. Beragamnya
pemanfaatan teknologi satelit menjadikan di atmosfer atau orbit satelit
dipenuhi dengan berbagai jenis/macam satelit tergantung penggunaanya.
Sumber energi dari satelit yaitu berasal dari sinar matahari maupun dari
satelit itu sendiri. Radiasi energi memancarkan radiasi gelombang
elektromagnetik (REM) dengan berbagai macam spektrum gelombang dan
sampai ke permukaan bumi kemudian akan diteruskan, dipancarkan dan
dihamburkan kr atmosfer dan akan diterima oelh satelit. Data tersebut
kemudian diteruskan ke stasiun di permukaan bumi dan diolah dan dianalisis.
Jenis dan macam satelit sangat beragam begitu pula dengan resolusi
(kemampuan sensor satelit) yang dihasilkan juga semakin beragam. Dalam
suatu sistem sensor satelit terdapat empat macam resolusi yaitu resolusi
spasial, resolusi temporal, resolusi spektral dan resolusi radiometrik.
1.1.2. Relevansi
Materi ini diberikan dengan tujuan untuk memperkanalkan kepada
mahasiswa tentang apa itu satelit, orbit satelit, jenis-jenis satelit, klasifikasi
satelit dan kegunaannya, mengetahui komponen-komponen yang ada dalam
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
6
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
penginderaan jauh seperti sumber energi satelit, cara kerja satelit, interaksi
antara objek dengan radiasi elektromagnetik, dan resolusi satelit.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
7
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
1.2. PENYAJIAN
1.2.1. Uraian
A. Satelit
Satelit adalah satu contoh teknologi penginderaan jauh, dimana dapat
mengindera atau merekam kondisi di bumi tanpa menyentuh secara langsung.
Penginderaan jauh satelit terdiri dari beberapa instrument penginderaan jauh
yang terletak pada satelit itu sendiri sehingga satelit dapat mengumpulkan
informasi obyek di permukaan bumi tanpa menyentuh secara langsung.
Terdapat banyak sekali jenis satelit yang ada di atmosfer bumi diantaranya
tersaji pada Tabel 1. Terdapat tiga jenis orbit yang biasanya digunakan pada
satelit penginderaan jauh yaitu orbit leo, orbit meo dan orbit geosinkron
(Tabel 2).
Tabel 1. Satelit dan Kegunaannya
a. Leo b. Meo
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
11
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
B. Jenis Satelit
Tabel 3. Jenis Satelit dan Klasifikasinya
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
12
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Nama Satelit Sensor Lebar Resolusi Resolusi Resolusi Wavebands
Sapuan Spasial Radiometri Temporal
SPOT satellites HRV 60 km Multispektral: 8 bit 26 hari SPOT 1–3: XS mode
HRVIR 20 m Band 1 = 500–590 nm
Pankromatik: Band 2 = 610–680 nm
10 m Band 3 = 790–890 nm
XP (panchromatic) mode = 510–730 nm
SPOT 4
Blue band = 430–470 nm
Red band = 610–680 nm
Near-IR band = 780–890 nm
Short-wave IR band = 1580–1750 nm
IRS Satellites LISS- LISS-I: LISS-I:73 m 7 bit LISS-I dan LISS-I and II:
IdanII: 148 km LISS-II:36,5 II: Band 1 = 450–520 nm
IRS 1A LISS-II: m 22 hari Band 2 = 520–590 nm
and 146 km LISS- LISS-III: Band 3 = 620–680 nm
1B. LISS-III: III:23,5m 24 hari Band 4 = 770–860 nm
LISS-III: 142 km LISS-III:
IRS 1C (band 1– Band 1 = 520–590 nm
and 1D 3), 148 km Band 2 = 620–680 nm
(band 4).
Band 3 = 770-860 nm
Band 4 = 1550–1750 nm
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
13
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Nama Satelit Sensor Lebar Resolusi Resolusi Resolusi Wavebands
Sapuan Spasial Radiometri Temporal
Band 7 = 2130–2250 nm
Band 8 = 2270–2400 nm
RADARSAT SAR 50 x 50 km 10 – 100 m 16 bit variable microwave, (C-band). Single band at 5.6
500 x 500 cm
km wavelength (5.3 GHz) with horizontal
transmit and receive polarisation (HH).
Incidence angle can be varied between 20–
60º dependent on beam mode.
Sumber: (Green et al., 2010)
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
14
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
C. Cara Kerja Satelit
Cara kerja satelit (Gambar 2) yaitu sumber energi matahari atau
pemancar radar dari satelit menyinari bumi sehingga radiasi pancarannya
melalui atmosfer dan sampai di permukaan bumi. Di permukaan bumi,
radiasi tersebut ada yang diteruskan, dihamburkan atau dipantulkan kembali
ke atmosfer. Sensor yang ada di satelit akan menangkap energi yang
dihamburkan atau dipantulkan oleh bumi. Data yang diterima sensor akan
dikirimkan ke stasiun bumi, kemudian diolah. Proses pengolahan, interpretasi
dan analisa data akan menghasilkan informasi yang berguna.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
15
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
D. Sumber Energi
Sumber energi utama dalam inderaja adalah radiasi gelombang
elektromagnetik (REM) baik yang berasal dari sinar matahari (sensor pasif)
dan radiasi dari satelit (sensor aktif). Radiasi gelombang elektromagnetik
merupakan suatu bentuk perjalanan energi dalam ruang hampa yang
menunjukkan sifat-sifat partikel dan gelombang. Ditambahkan pula bahwa
berdasarkan sifat gelombang, energi elektromagnetik terlihat berjalan melalui
ruang dalam sebuah bidang dengan pola gelombang yang harmonis pada
kecepatan sinar yaitu 3 x 10 10 cm/detik.
Spektrum elektromagnetik merupakan bagian dari tenaga
elektromagnetik yang meliputi sinar gamma, ultraviolet, tampak, inframerah,
gelombang mikro dan gelombang radio. Spektrum elektomagnetik yang
umumnya digunakan dalam remote sensing adalah spektrum tampak (380 –
780 nm), spektrum inframerah (780 nm – 0,1 mm), spektrum microwave
(0,1mm – 1m).
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
16
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Pengumpulan data penginderaan jauh menggunakan alat pengindera
disebut sensor. Sensor adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi radiasi
elektromagnetik yang diemisi atau dipancarkan oleh objek. Berdasarkan
sumber energinya, sensor dibedakan menjadi dua yaitu sensor aktif yaitu
sumber energi buatan yang diletakkan dalam wahana yang membawa sensor
digunakan untuk mendeteksi respon REM dari objek yang dipancarkan;
sensor pasif adalah sumber energi yang digunkan untuk mendeteksi pantulan
REM berasal dari sinar matahari langsung.
a. Sensor pasif menggunakan energi radiasi matahari untuk menerangi
permukaan bumi dan mendeteksi refleksi dari permukaan bumi.
Panjang gelombang yang dapat di rekam yaitu pada cahaya tampak
(430 – 720 nm) dan cahaya inframerah dekat (NIR) (750 – 950 nm).
Ditambahkan pula bahwa beberapa dirancang pada panjang gelombang
inframerah-tengah (MIR) (1580-1750 nm). Contohnya: Satelit Landsat,
SPOT, EROS< GeoEye, WorldView.
b. Sensor aktif menggunakan energi sendiri yang berasal dari satelit unutk
menerangi objek dan mndeteksi refleksi dari permukaan bumi. Sensor
ini menggunakan panjang gelombang cahaya tampak, inframerah dekat
dan gelombang radar.
E I ( ) E R ( ) E A ( ) E T ( )
E R ( ) E I ( ) E A ( ) E T ( )
Keterangan: EI = energi yang mengenai objek
ER = energi yang dipantulkan (yang direkam oleh sensor)
EA = energi yang diserap
ET = energi yang ditransmisikan
(λ) = panjang gelombang
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
18
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Gambar 6. Interaksi Radiasi Elektromagnetik dengan Objek (Arhatin, 2010)
F. UTM
UTM merupakan Metode grid berbasis menentukan lokas di
permukaan bumi yang merupakan aplikasi praktis dari 2 dimensi. Universal
Transerve Mercator sistem koordinat dikembangkan oleh Amerika Serikat
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
19
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Army Corps of Engineers pada tahun 1940-an. UTM merupakan sistem
proyeksi silinder, konform, secant, transversal. Untuk seluruh dunia grid ini
dibagi menjadi 60 zona utara-selatan, masing-masing meliputi strip 6 ° lebar
bujur, tersaji pada Gambar .
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
20
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
sehingga untuk mempresentasikan obyek atau data tersebut maka yang dapat
dilakukan oleh komputer adalah memanipulasinya sebagai data yang
memiliki atribut geometri. Sampai dengan saat ini representasi data spasial
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu data raster dan data vektor,
sehingga untuk menyajikan kedua jenis data tersebut digunakan model data
raster dan model data vektor. Selain itu juga terdapat suatu model data yang
diturunkan dari model data vektor yang disebut dengan Triangulasi Irreguler
Network (TIN).
H. Resolusi
Resolusi adalah ukuran kemampuan sensor dalam remote sensing.
Dalam suatu sistem sensor satelit terdapat empat macam resolusi yaitu
resolusi spasial, resolusi temporal, resolusi spektral dan resolusi radiometrik.
a. Resolusi Spasial adalah rincian data tentang obyek dalam bentuk
ukuran obyek terkecil yg dapat disajikan, dibedakan dan dikenali pada
citra disebut pixel.
80 m 30 m
10 m 1m
Gambar 11. Contoh masing-masing Nilai Resolusi Spasial
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
24
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Resolusi Radiometrik julat (range) representasi / kuantisasi data yang
biasanya dipergunakan untuk format raster. Semakin besar bit yang
dimiliki oleh suatu sensor, maka sesnsor tersebut dapat dikatakan
mempunyai resolusi radiometrik yang tinggi. Semakin tinggi resolusi
radiometrik yang dimiliki maka akan semakin tinggi pula kemampuan
untuk membedakan objek-objek di permukaan bumi.
Julat tersebut dapat berupa 2 bit (0-1), 3 bit (0-3), 4 bit (0-15), 5 bit (0-
31), 6 bit (063), 7 bit (0-127), 8 bit (0-255), 10 bit (0-1023), 16 bit (0-
65535).
Landsat 7 ETM+ memiki resolusi radiometrik sebesar 8 bit
Landsat 8 OLI yang memiliki resolusi radiometrik sebesar 16 bit
Contoh Sistem Integer 8 bit, yaitu (Hartoko, 2008) 2n – 1 = 2 8 – 1
= 255
Kisaran nilai pixel atau Digital Number (DN) adalah : 0 – 255
Data citra satelit berisi digital number (DN) dalam bentuk grid vertikal
dan horisontal yang terdiri dari susunan pixel (elemen gambar terkecil)
dalam baris (line) dan kolom (colum).
80 80 74 62 45
74 74 74 62 45
62 74 62 45 45
45 45 45 37 37
39 39 39 56 56
Gambar 15. Struktur Penyimpanan Baris dan Kolom Pixel Model Data
Raster
1.3. PENUTUP
1.3.1. Rangkuman
Satelit adalah salah satu contoh teknologi penginderaan jauh yang dapat
merekam obyek di permukaan bumi tanpa menyentuh obyek secara langsung.
Satelit memiliki sensor yang dapat merekam objek di permukaan bumi
dengan bantuan radiasi elektromagnetik yang berasal dari cahaya matahari
ataupun dari satelit itu sendiri. Umumnya satelit berada di orbit geosinkron –
geostationer dan sudah banyak satelit yang beroperasi sesuai dengan
kegunaan masing-masing. Satelit yang sudah beroperasi sampai sekarang
diantaranya adalah satelit NOAA, ERS, Landsat, SPOT, IRS, JERS-1, MOS,
ERS, RADARSAT.
Sumber energi citra satelit berupa radiasi gelombang elektromagnetik
(REM) yang berasal dari sinar matahari untuk sensor pasif dan sensor aktif
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
26
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
berasal dari satelit itu sendiri. Radiasi gelombang elektromagnetik (REM)
menyinari bumi melalui atmosfer dan sampai ke permukaan bumi sejumlah
70% dan sisanya 30% REM dipantulkan oleh atmosfer kembali ke luar
angkasa. Di permukaan bumi, interkasi REM dengan objek terdapat tiga
interaksi yaitu dipantulkan, diserap, dan ditransmisikan/diteruskan. Sensor
yang ada di satelit akan menangkap energi yang dihamburkan atau
dipantulkan oleh bumi. Sensor memiliki kemampuan sesuai dengan jenis
citra satelit masing-masing yang disebut dengan resolusi. Resolusi dibagi
menjadi 3 yaitu resolusi spasial, resolusi temporal, resolusi spektral dan
resolusi radiometrik. Data citra satelit berupa data spasial dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu data raster dan data vektor.
1.3.2. Test Formatif
Jawablah pertanyaan berikut dengan jawaban yang singkat, padat dan jelas!
1. Kenapa satelit yang terletak pada atmosfer bumi tidak jatuh?
2. Apa yang dimaksud dengan sabuk radiasi van allen? Jelaskan!
3. Apa yang mempengaruhi resolusi spasial? Jelaskan!
4. Jelaskan apa yang membedakan antara citra multispectral dan
pankromatik!
5. Jelaskan hubungan antara resolusi spektral dan kualitas citra satelit!
1.3.3. Umpan Balik
Untuk dapat melanjutkan ke pokok bahasan berikutnya, mahasiswa
harus dapat menjawab semua pertanyaan tes formatif paling tidak 75% benar.
Selamat bagi Anda yang telah lolos ke materi selanjutnya.
1.3.4. Tindak Lanjut
Pada akhir kuliah mahasiswa diminta untuk mengambangkan teori
sebagai tugas individu dengan mencari artikel pada jurnal baik nasional
maupun internasional yang berhungan dengan jenis satelit perikanan dan
kelautan dan klasifikasinya kemudian dibuat rangkuman dari artikel tersebut.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
27
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
1.3.5. Kunci Jawaban Test Formatif
1. Satelit tetap berada di orbitnya karena adanya keseimbangan gaya tarik
gravitasi dan gaya sentrifugal. Kecepatan sudut satelit ditentukan oleh
persamaan keseimbangan gaya yang menyeimbangkan gaya grafitasi dan
gaya sentrifugal
GMm/R2 = mRꞶsat2
Ketika diluncurkan satelit akan mendapatkan kecepatan yang cukup
untuk menyeimbangkan kedua gaya tersebut. Satelit yang dekat dengan
bumi membutuhkan kecepatan lebih untuk menahan tarikan gravitasi jika
dibandingkan dengan satelit yang terletak jauh dari bumi, karena
hambatan yang dapat diabaikan di luar angkasa, satelit tidak pernah
kehilangan kecepatan. Ini berarti satelit akan melanjutkan gerakan
memutarnya sekitar bumi tanpa sumber energi eksternal
2. Sabuk radiasi van allen yaitu wilayah atmosfer yang memiliki partikel
bermuatan tinggi yang dapat merusak bagian elektronik satelit, sehingga
pada wilayah ini tidak terdapat satelit.
3. Resolusi spasial dipengaruhi oleh pixel citra tersebut. Semakin banyak
pixel dan ukuran pixel yang kecil memberikan detail yang lebih baik,
karena setiap pixel akan mewakili informasi suatu citra.
4. Citra multispectral memiliki band berwarna sehingga tampilan objek
yang dihasilkan akan memiliki warna sedangkan pankromatik memiliki
band hitam putih sehingga tampilan objek tidak berwarna hanya hitam
putih saja.
5. Resolusi spectral merupakan salah satu factor yang mempengaruhi
kualitas sensor dalam menghasilakn citra penginderaan jauh. Jenis
resolusi ini berkaitan dengan kemampuan sensor untuk dapat
mengidentifikasi objek, semakin sempit lebar kanal sensor maka
semakin tinggi sensitivitas sensor tersebut untuk membedakan energy
spectrum yang dipancarkan objek.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
28
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
BAB 2. IMAGE PROCESSING DASAR
2.1. PENDAHULUAN
2.1.1. Deskripsi Singkat
Image processing dasar ini terdiri dari dua koreksi, koreksi radiometri
dan geometri. Koreksi Radiometri untuk mengurangi pengaruh hamburan
atmosfer pada citra satelit terutama pada saluran tampak (visible light), hal ini
dikarenakan salran tampak memiliki panjang gelombang yang kecil sehingga
pengaruh hamburan semakin besar. Hamburan atmosfer disebabkan oleh
adanya partikel-partikel di atmosfer yang memberikan efek hamburan pada
radiasi energi elektromagnetik matahari yang berpengaruh pada nilai spektral
citra. Pengaruh hamburan (scattering) pada citra menyebabkan nilai spektral
citra menjadi lebih tinggi daripada nilai sebenarnya, sehingga diperlukan
melakukan koreksi radiometri pada citra satelit menggunakan software
pemetaan salah satu contohnya seperti ER Mapper.
Koreksi geometri dilakukan jika pada citra satelit belum terkoreksi.
Tujuan melakukan koreksi geometri untuk menyesuaikan koordinat yang
tidak tepat dengan koordinat peta dunia sesungguhnya. Pengecekan citra
satelit dapat dilakukan menggunakan software pemetaan salah satu
contohnya menggunakan ER Mapper. Cara nya adalah melihat informasi
pada citra tersebut dengan mengklik info, jila terlihat bahwa datum dan
proyeksi petanya RAW menunjukkan citra satelit masih mentah dan belum
terkoreksi, sehingga diperlukan melakukan koreksi geometri dengan
membandingkan citra pada daerah yang sama yang sudah terkoreksi.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
29
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
2.1.2. Relevansi
Materi ini diberikan dengan tujuan untuk menjelaskan konsep image
processing dasar yaitu koreksi radiometri dan geometri dan aplikasinya
menggunakan software pemetaan yaitu ER Mapper.
2.2. PENYAJIAN
2.2.1. Uraian
Kesalahan hasil perekaman baik pada foto udara maupun citra satelit
dapat dikurangi menggunakan koreksi radiometri dan koreksi geometri.
A. Koreksi Radiometri
Koreksi radiometri merupakan koreksi yang dilakukan untuk
memperbaiki kualitas sekaligus nilai pixel hasil perekaman agar sesuai
dengan nilai pantulan objek yang sebenarnya disebabkan karena atmospheric
scattering. Koreksi radiometri dilakukan untuk menghilangkan efek dari
atmosfer yang terekam pada citra, untuk memperbaiki nilai pixel supaya
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
30
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
sesuai dengan yang seharusnya. Adanya partikel-partikel kecil di atmosfe
menyebabkan nilai pantulan obyek di permukaan bumi yang terekam oleh
sensor menjadi bukan merupakan nilai aslinya, tetapi menjadi lebih besar
oleh karena adanya hamburan (amospheric scattering) atau lebih kecil karena
proses serapan (atmospheric absorption). Hal ini mempengaruhi perekaman
citra dan harus dihilangkan atau diminimalkan untuk menghindari terjadinya
bias pada masing-masing spectral band.
a. Atmospheric absorption
Absorpsi adalah retensi dari energi radian oleh suatu benda atau
materi/zat. Di atmosfer, radiasi elektromagnetik diserap secara efektif
oleh molekul gas da partikel kecil khusunya air (H2O), karbon dioksida
(CO2), oksigen (O2) dan ozon (O3), sehingga energi elektromagnetik yang
membawa informasi dari bumi ke sensor melalui atmosfer akan berkurang
bahkan hilang. Peristiwa ini umumnya terjadi pada panjang gelombang
infra merah. Oleh karena itu terdapat istilah attenuation coefficient /
koefisien attenuasi merupakan faktor pengurangan dimana radiasi yang
melalui medium tersebut berkurang selama menempuh jarak di atmosfer.
b. Amospheric scattering
Proses scattering / hamburan merupakan penyebaran radiasi
elektromagnetik (REM) oleh partikel-partikel di atmosfer ke segala arah.
Hal ini menyebabkan nilai pantulan obyek di permukaan bumi yang
terkem oleh sensor lebih besar dari aslinya. Ada tiga jenis scattering
yaitu:
Hamburan/ scattering Raleigh
Bila diameter molekul dan partikel kecil yang ada di atmosfer jauh
lebih kecil daripada panjang gelombang radiasi. Efek ini menerangkan
bahwa langit tampak biru pada suasana cerah, karena radiasi ultraviolet
(biru) dipancarkan lebih banyak daripada radiasi gelombang tampak
yang memiliki panjang gelombang yang lebih panjang.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
31
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Hamburan Mie
Bila diameter molekul dan partikel kecil yang ada di atmosfer kira-
kira sama dengan ukuran panjang gelombang radiasi.
Hamburan nonselektif
Bila diameter molekul dan partikel kecil yang ada di atmosfer jauh
lebih besar daripada panjang gelombang radiasi seperti butiran kecil
air, pancarannya disebut. Awan putih merupakan hasil tipe pancaran
ini yang memancarkan semua panjang gelombang sinar tampak (yaitu
biru, hijau dan merah) dalam jumlah yang sama. Oleh karena itu untuk
mendapatkan citra yang berkualitas bagus, sistem filter yang tepat
harus dipasang pada sensor satelit untuk menghilangkan tau
meminimalkan efek pancaran ini.
Gambar 16. . Contoh grafik nilai pixel hasil perekaman data citra
satelit. Konversi dari DN ke spectral radiance mengikuti standar Y =
a+bx, sehingga spectral radiance = Bias +(grain x DN) (Green et al.,
2000)
Jika nilai minimum DN atau pixel lebih besar dari nol maka terdapat
pengaruh atmosferik yang menyebablan nilai DN menjadi tinggi, sehingga
untuk menghilangkan nilai tersebut maka persamaan yang digunakan
yaitu:
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
32
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Yi-n = Nilai pixel (DN) terkoreksi pada blok pixel 5 x 5 pada titik
sampling i dan pada ke-n
∑X i-n = Sebaran nilai pixel (DN) asli pada blok pixel 5 x 5 pada titik
sampling ke-i sampai pada ke-n
DNmin = Nilai pixel (DN) minimum dalam citra
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
33
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
band citra. Hal ini menyebabkan citra yang dihasilkan menjadi tidak bagus
sehingga sulit untuk di analisis. Semakin besar panjang gelombang yang
digunakan untuk perekaman citra satelit, maka pengaruh hamburan yang
mempengaruhi akan semakin kecil. Pada hal ini panjang gelombang
inframerah memiliki kemampuan menapis pengaruh hamburan atmosfer yang
lebih baik daripada panjang gelombang tampak mata (visible).
Metode-metode yang sering digunakan untuk menghilangkan efek
atmosfer antara lain metode penyesuaian histogram (histogram adjustment).
Pemilihan metode ini dilandasi oleh alasan bahwa metode ini cukup
sederhana, waktu yang digunakan untuk pemrosesan lebih singkat dan tidak
memerlukan perhitungan matematis yang rumit. Asumsi dari metode ini
adalah dalam proses koding digital oleh sensor, obyek yang memberikan
respon spektral yang paling rendah seharusnya bernilai 0. Apabila nilai ini
ternyata melebihi angka 0 maka nilai tersebut dihitung sebagai offset dan
koreksi dilakukan dengan mengurangi seluruh nilai pada saluran tersebut
dengan offset-nya (Gambar 18). Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa
dengan mengurangi nilai minimum dari semua piksel, histogram akan
bergeser ke kiri sehingga nilai nol sekarang muncul dalam data gambar, hal
ini lah yang dinamakan meminimalkan fek hamburan atmosfer. Cara ini juga
akan berdampak pada hasil dari citra satelit yang dihasilkan seperti tersaji
pada Gambar 19.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
34
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
a b
Gambar 18. Histogram pada citra satelit a) sebelum dan b) setelah dilakukan
koreksi radiometri (ER Mapper, 2006)
a b
Gambar 19. Citra a) sebelum koreksi radiometri dan b) setelah koreksi
radiometri (Hartoko, 2008)
Adapun langkah-langkah koreksi radiometri menggunakan ER Mapper
adalah (ER Mapper, 2006):
1. Memeriksa Nilai Atmospheric Bias Citra
a) Memiilih Edit Algorithm, kemudian Load Dataset, membuka file citra
Landsat_TM_23Apr85.ers.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
35
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
b) Membuat duplikat Pseudo Layer menjadi 6, kemudian mengubah
namanya menjadi band 1, band 2 dan seterusnya sampai band 7 (tanpa
mengikuti Band 6).
c) Memilih band 1, kemudian mengklik Edit Transform Limit, maka akan
muncul windows Transform dan terlihat nilai atmospheric biasnya adalah
68.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
36
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
b) Melakukan langkah yang sama untuk band 2, band 3 dan seterusnya
sampai band 7, kecuali band 6 dengan rumus: INPUT1-nilai
atmospheric biasnya.
c) Kemudian memilih band 1 lagi, klik Edit Delete this Transform.
Melakukan hal yang sama untuk band 2, band 3, band 4, band 5 dan band
7.
d) Save file dengan nama baru 23Apr85_Histogram.ers. tipe file ER
Mapper Raster Dataset. OK.
e) Setelah selesai proses file, memanggil kembali citra
23Apr85_Histogram.ers, kemudian memilih Edit Transform Limit,
maka akan terlihat nilai atmospheric biasnya adalah 1.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
38
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
B. Enhanced Dark Pixel Correction ( Chavez ) (EDPC)
a) Melakukan proses yang sama dengan teknik DPC.
b) Pada window Processing TM Imagery Atmospheric Bias, memilih
Enhanced Dark Pixel Correction ( Chavez ), mengklik Next.
c) Masukkan file citra yang akan dikoreksi, yaitu Landsat_TM_23Apr85.
Next.
d) Memilih Use TM1 as Initial Band dan memasukkan nilai atmospheric
biasnya, mengklik Next.
e) Memilih range besarnya nilai atmospheric biasnya sesuai dengan nilai
atmospheric bias, sehingga yang diklik adalah Clear (TM1 >55 <=75)
dan menuliskan nama file outputnya, yaitu
Landsat_TM_23Apr85_EDPC.ers. Next.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
39
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
c) Memasukkan file citra yang akan dikoreksi, yaitu
Landsat_TM_23Apr85.ers, dan nama file outputnya
Landsat_TM_23Apr85_Cutoff.ers., maka akan muncul beberapa
window baru.
d) Pada window Processing TM Imagery : Atmospheric Effect Correction
(Cut-off Values), memasukkan nilai-nilai bias masing-masing band yang
dapat dilihat pada window Scattergram.
e) Untuk melihat nilai-nilai atmospheric bias lainnya, mengklik Setup.
f) Pada window Scattergram Setup, mengklik bagian X Axis atau Y Axis,
memilih band yang akan dilihat nilai atmospheric biasnya.
g) Pada window Processing TM Imagery : Atmospheric Effect Correction
( Cut-off Values), melengkapi nilai-nilai Cutoffnya, kemudian mengklik
Finish.
h) Selanjutnya, lakukan langkah yang serupa dengan teknik DPC dan EDPC.
i) Sebelum dilakukan saving, mengklik Cut layer TM6.
j) Menyimpan hasilnya dengan nama koreksi_radio_cutoff.ers dengan type
file ER Mapper Raster Dataset.
k) Memeriksa kembali nilai-nilai atmospheric biasnya.
B. Koreksi Geometri
Koreksi geometrik untuk mengkoreksi posisi dari citra yang telah
didapatkan yang sesuai dengan koordinat peta dunia sesungguhnya.
Penyesuaian proyeksi dilakukan sesuai dengan sistem proyeksi UTM
menggunakan titik kontrol medan (GCP) yang koordinatnya ditentukan dari
lapangan. Koreksi geometri dilakukan untuk menghilangkan distorsi pada
citra yang disebabkan oleh kelengkungan bumi, rotasi bumi, varisasi tinggi
satelit, ketegakan satelit, ketinggian sensor, dan ketidakstabilan sensor
(Lillesand dan Kiefer, 1979). Selain itu juga kita harus menentukan posisi
yang sesungguhnya dalam citra foto tersebut yaitu dengan proses Geocoding
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
40
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Wizard untuk menjelaskan informasi tentang posisi yang sesungguhnya.
Untuk melakukan koreksi geometri dibutuhkan paling tidak 4 titik yang
menyebar pada citra. Dengan menggunakan data citra yang telah terkoreksi
sebelumnya dilakukan transformasi koordinat dengan menggunakan analisa
titik ikat medan (ground control point/ GCP). Untuk melakukan koreksi
geometri dibutuhkan data yang sudah terkoreksi, bisa menggunakan data dari
peta (image to map rectification) atau menggunakan data citra (image to
image registration). Metode ini memerlukan ketersediaan peta teliti yang
sesuai dengan daerah liputan citra dan titik-titik ikat medan yang dikenali
pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1979).
Nilai RMSE kurang dari 1 menurut beberapa kalangan analisis data
inderaja cukup memadai dan dapat diterima. Pada overlay citra, kita
menggabungkan dua citra di tempat yang sama tetapi dari satelit yang
berbeda. Citra yang satu berwarna tetapi memiliki resolusi rendah
digabungkan dengan citra lain yang resolusinya tinggi tetapi hitam-putih.
Maka kedua citra ini akan saling melengkapi satu sama lain.
Adapun langkah-langkah koreksi geometri menggunakan ER Mapper adalah
(ER Mapper, 2006):
1. Memeriksa koreksi citra satelit
a) Membuka file citra yang belum dikoreksi geometri, yaitu
Cilacap1998_Rad.ers.
b) Untuk melihat informasi citra, memilih Info, maka akan terlihat bahwa
datum dan proyeksi petanya masih mentah (RAW).
c) Kemudian membuka peta Rupa Bumi Indonesia sebagai referensi, yaitu
:RBI_gabung.ers.
d) Memilih Info untuk melihat informasi dataset. Akan terlihat bahwa
Map Projection-nya SUTM49 menandakan bahwa citra sudah
terkoreksi.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
41
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
2. Proses Geocoding Wizard
a) Mengklik toolbars : Process lalu Geocoding Wizard, maka akan
muncul window Geocoding Wizard.
b) Pada bagian input, masukkan file citra yang belum dikoreksi geometri,
yaitu : Cilacap1998_Rad.ers.
c) Memilih Linier.
d) Pada bagian GCP Picking Method, masukkan file RBI_gabung.ers.
e) Kemudian akan terdapat GCP Edit dan muncul 4 windows baru,
setelah itu mengatur posisinya sehingga windows referensi yang telah
terkoreksi berada disebelah kanan windows yang belum dikoreksi.
f) Menutup 2 windows overview to roam, sehingga hanya tersisa 2 citra.
g) Menentukan satu titik yang sama dari citra yang belum dikoreksi
dengan citra referensi. Kemudian memiilih icon , mengklik kedua
titik yang sama pada windows.
h) Setelah itu menambahkan GCP baru, melakukan hal yang sama untuk
titik-titik yang lain.
i) Untuk mengetahui nilai RMS Error (dapat dilihat pada window
Geocoding Wizard step 4 of 5), minimal sudah ditentukan 4 titik
GCP.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
42
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
j) Kemudian menyimpan hasil GCP tersebut. Kita dapat membuka file
hasil saving tadi pada direktori yang telah ditentukan.
k) Lalu lanjutkan tahap kelima, yaitu : Geocoding Wizard : Rectify.
l) Isikan output dengan nama Rectificasi.ers biarkan bagian yang lain,
kemudian klik Save File and Start Rectification. Maka akan
dilakukan proses oleh computer.
3. Overlay Citra
a) Membuka file citra di Shared Data, Landsat_MSS_27Agu91.ers
melalui window algorithm.
b) Pada window Algorithm, memilih Edit, Add Vector Layer kemudian
Annotation/Map Composition. Duplikat menjadi dua.
c) Membuka file San_Diego_drainage.erv untuk Annotation Layer
pertama dan file San_Diego_roads.erv untuk Annotation Layer
kedua.
d) Memilih New, membuka melalui window Algorithm, file citra dari kota
yang sama namun oleh satelit yang berbeda, yaitu SPOTS, yang
memiliki resolusi lebih tinggi, namun hitam-putih
(SPOT_Pan_14Apr91.ers).
e) Mengklik kanan pada pseudo layer, mengubah menjadi Intensity,
kemudian pilih 99% Contras Enhancement
f) Memilih Default Surface pada citra satelit SPOTS, Copy Paste di citra
Landsat_MSS_27Aug91.ers.
g) Maka kedua citra tersebut akan menyatu dan saling mengisi. Citra
Landsat_MSS_27Aug91.ers yang berwarna, tapi kurang resolusinya
dilengkapi oleh citra SPOTS yang resolusinya cukup tinggi, namun
hitam-putih. Kedua citra tersebut dapat menyatu karna telah dikoreksi
dan memiliki proyeksi peta yang sama.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
43
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
2.2.2. Latihan
Buatlah kelompok dengan 2 orang anggota, buatlah rangkuman dengan
sumber dari buku, artikel pada jurnal, tugas akhir, dsb dalam bentuk laporan
yang terdiri dari tinjauan pustaka, langkah-langkah pengerjaan koreksi
geometri dan radiometri.
2.3. PENUTUP
2.3.1. Rangkuman
Koreksi radiometri merupakan koreksi yang dilakukan untuk
memperbaiki kualitas sekaligus nilai pixel hasil perekaman agar sesuai
dengan nilai pantulan objek yang sebenarnya disebabkan karena atmospheric
scattering. Adanya partikel-partikel kecil di atmosfer menyebabkan nilai
pantulan obyek di permukaan bumi yang terekam oleh sensor menjadi bukan
merupakan nilai aslinya, tetapi menjadi lebih besar oleh karena adanya
hamburan (atmospheric scattering) atau lebih kecil karena proses serapan
(atmospheric absorption). Hal ini mempengaruhi perekaman citra dan harus
dihilangkan atau diminimalkan untuk menghindari terjadinya bias pada
masing-masing spectral band. Sedangkan koreksi geometrik untuk
mengkoreksi posisi dari citra yang telah didapatkan yang sesuai dengan
koordinat peta dunia sesungguhnya. Koreksi geometri dilakukan untuk
menghilangkan distorsi pada citra yang disebabkan oleh kelengkungan bumi,
rotasi bumi, varisasi tinggi satelit, ketegakan satelit, ketinggian sensor, dan
ketidakstabilan sensor. Untuk melakukan koreksi geometri dibutuhkan data
yang sudah terkoreksi, bisa menggunakan data dari peta (image to map
rectification) atau menggunakan data citra (image to image registration).
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
44
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
2.3.2. Test Formatif
1. Secara teoritik, nilai pantulan spectral obyek pada permukaan bumi sama
dengan nilai radiasi spectral yang terekam di detector. Apakah teori
tersebut berlaku pada kenyataannya terutama pada spectrum tampak?
2. Bagaimana cara yang digunakan untuk menyamakan nilai radiasi spectral
yang terekam di detector dengan nilai nilai pantulan spectral obyek di
permukaan bumi?
3. Apa itu atmospheric scattering? Jelaskan!
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
45
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
2. Cara yang digunakan untuk menyamakan nilai radiasi spectral yang
terekam di detector dengan nilai nilai pantulan spectral obyek di
permukaan bumi sehingga tidak terjadi bias dan nilai piksel sesuai dengan
seharusnya adalah menggunakan metode penyesuaian regresi histogram
dan metode penyesuaian regresi
3. Atmospheric scattering adalah hamburan atmosfer Hamburan atmosfer
bervariasi menurut panjang gelombang Semakin besar panjang gelombang
yang digunakan untuk perekaman citra satelit, maka pengaruh hamburan
yang mempengaruhi akan semakin kecil.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
46
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
BAB 3. BLOCKING DARAT DAN LAUT
3.1. PENDAHULUAN
3.1.1. Deskripsi Singkat
Pemisahan daratan dan lautan diperlukan untuk tujuan analisis objek
tertentu secara spesifik, seperti pemetaan terumbu karang, pemetaan
ekosistem mangrove, pemetaan SPL, pemetaan klorofil-a, pemetaan vegetasi
daratan dan sebaginya. Jika ingin menganalisis laut maka nilai DN daratan
dibuat menjadi nol, begitu pula sebaliknya jika yang akan dianalisis adalah
daratan maka nilai DN laut dibuat menjadi nol. Sedangkan untuk analisis
grididing tidak diperlukan blocking darat dan laut, karena data yang akan
dipetakkan sudah ready atau ada. Data tersebut bisa berasal dari pengukuran
lapangan atau data sekunder.
3.1.2. Relevansi
Materi ini diberikan dengan tujuan untuk menjelaskan cara proses
gridding dan pemisahan daratan dan lautan.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
47
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
a. Mendemonstrasikan processing blocking darat dan laut pada citra satelit
menggunakan software ER Mapper
b. Mendemonstrasikan proses gridding menggunakan data perikanan dan
keluatan dengan software ER Mapper
c. Mendemonstrasikan layouting peta
3.2. PENYAJIAN
3.2.1. Uraian
Blocking darat dan laut dapat mempermudah kita dalam analisis objek
spesifik yang ingin dipetakan secara khusus. Jika ingin menganalisis laut
maka nilai DN daratan dibuat menjadi nol, begitu pula sebaliknya jika yang
akan dianalisis adalah daratan maka nilai DN laut dibuat menjadi nol.
Setelah dilakukan blocking darat dan laut maka dapat dilanjutkan analisis
lanjutan yang dinginkan seperti pemetaan terumbu karang, pemetaan
ekosistem mangrove, pemetaan SPL, pemetaan klorofil-a, pemetaan vegetasi
daratan dan sebaginya
Langkah-langkah pengerjaan blocking daratan dan lautan (ER Mapper,
2006):
a) Image DN/ spectral identification, spektral darat,laut dan nilai DN
pembatas
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
48
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
b) Algoritma blocking darat,
Teknik gridding ini dapat dilakukan jika data yang diperlukan sudah
ready. Data yang digunakan merupakan data ASCII XYZ dengan komponen
X Y adalah koordinat lintang dan bujur, sedangkan komponen Z yaitu data
yang akan digridding. Kelemahan teknik gridding menggunakan Er Mapper
adalah hanya satu parameter data lapangan yang bisa disimpan dengan nama
yang file yang sama, sedangkan pada software spasial lainnya seperti Arc
GIS beberapa data lapangan dapat disimpan dalam satu file nama yang sama.
Selain itu kelemahan yang lainnya adalah hasil gridding yang diperoleh pada
Er Mapper hanya terdapat 3 klas yaitu RGB sedangkan padda Arc GIS hasil
gridding dapat diklaskan menjadi lebih atau kurang dari 3 klas. Cara kerja
proses gridding adalah dengan melakukan interpolasi terhadap titik-titik
terdekat yang telah memiliki nilai secara horisontal. Nilai dari titik-titik data
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
49
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
yang berdekatan memiliki nilai data yang sama atau mendekati dibandingkan
dengan nilai pada titik yang jauh.
Hasil gridding kemudian dapat dioverlay dengan citra satelit, kemudian
dibuat multi lapisan dengan beberapa variabel ekologis yang berbeda
menggunakan metode RGB. RGB adalah komposit warna red (merah), green
(hijau) dan blue (biru). Jika perpaduan warna RGB tinggi maka warna yang
dihasilkan adalah putih, sedangkan jika RGB rendah maka akan
menghasilkan warna hitam/gelap. Jika RG tinggi dan B rendah akan
menghasilkan warna kuning, jika GB tinggi dan R rendah akan menghasilkan
hijau kebiruan (cyan) dan sebagainya seperti tersaji pada Gambar 20.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
50
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Langkah pengerjaan analisis gridding menggunakan ER Mapper adalah (ER
Mapper, 2006):
a) Menyimpan file dalam bentuk XYZ dan save dalam format .txt
b) Membuka ER Mapper, memilih process dan mengklik gridding wizard
c) Muncul windows Gridding Wizard kemudian mengklik next dan pilih
add
d) Memilih file yang disimpan dalam bentuk txt
e) Mengatur Projection memilih geodetic datum dengan WGS 84 dan
geodetic projection Geodetic dan klik OK
f) Memilih Create a separate band from each data source pada Output
Bands klik next
g) Memilih all minimum curvature pada Grid Type dan mengklik next
h) Pada create grid, mengisikan cell size X dan cell size Y 0,001 serta
menyimpan file dalam format .ers dan memberi nama file
i) Mengklik finish selanjutnya akan muncul 3 layer dan simpan masing-
masing layer dengan nama Pseudo, Shading, stasiun
j) Membuka citra satelit dan melakukan Overlay layer hasil gridding dengan
citra satelit dengan cara mengklik copi pada layer hasil gridding dan paste
pada layer citra satelit
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
51
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Langkah pengerjaan layouting peta (ER Mapper, 2006):
a) Membuka file yang akan di layout dan pilih file klik page setup, pada Page
Setup mengatur background color menjadi putih constraints Auto vary
page pada border isikan top 10 left 10 right 80 bottom 10
b) Memilih edit klik annotate vector layer
c) Melakukan layout peta dengan judul peta, mata angin, skala, legenda,
sumber data dan grid seperti dibawah ini
Gambar 22. Analisis spasial metode RGB, Merah: salinitas (‰ -psu) - Hijau:
lanau (%) - Biru: kedalaman (m) zona pesisir Semarang (Hartoko dan
Wibowo, 2011)
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
52
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
3.2.2. Latihan
Buatlah kelompok dengan jumlah anggota 3 orang, lakukanlah
blocking darat dan laut dengan tempat bebas. Syaratnya adalah tempat antar
kelompok tidak boleh sama. Kemudian susunlah langkah pengerjaannya dan
screen shot langkah-langkah tersebut sampai didapatkan hasil akhir blocking
darat dan laut.
3.3. PENUTUP
3.3.1. Rangkuman
Teknik gridding dilakukuan jika kita sudah mempunyai data yang akan
dipetakan lengkap dengan koordinat .Cara kerja proses gridding adalah
dengan melakukan interpolasi terhadap titik-titik terdekat yang telah
memiliki nilai secara horisontal. Nilai dari titik-titik data yang berdekatan
memiliki nilai data yang sama atau mendekati dibandingkan dengan nilai
pada titik yang jauh.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
53
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
3.3.5. Kunci Jawaban Test Formatif
Blocking darat dan laut dilakukan saat operator ingin menganalisis suatu
objek namun terdapat beberapa objek lain yang seharusnya tidak dianalisis,
seperti pemetaan lamun, pemetaan terumbu karang, pemetaan SPL, klorofil
perairan yang semua objek dalam pemetaan itu hanya terdapat di laut saja
sehingga dilakukan blocking darat. Blocking darat ini dengan menolkan nilai
DN atau reflektan pada daratan sehingga warna daratan akan hitam. Proses
blocking ini dilakukan untuk menghindari terjadinya bias.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
54
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
BAB 4. ANALISA GEOMORFOLOGI WILAYAH PESISIR
4.1. PENDAHULUAN
4.1.1. Deskripsi Singkat
Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari kenampakan di
permukaan bumi yang memiliki kaitan dengan kehidupan manusia karena
berhubungan dengan ancaman bencana dan potensi sumberdaya. Sedangkan
wilayah pesisir merupakan suatu wilayah batas daratan dan lautan, batas
daratan adalah batas yang masih terkena aktivitas pasang surut air laut, angin
laut dan intrusi air laut, batas ke arah laut adalah batas laut yang masih
terpengaruh oleh aktivitas daratan seperti aliran air tawar, sedimentasi
maupun aktivitas manusia.
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat potensial untuk
dikembangkan sumberdaya yang besar, akan tetapi wilayah ini rentan akan
kerusakan baik itu kerusakan manusia maupun kerusakan alam. Oleh karena
itu dibutuhkan pengelolaan geomorfologi wilayah pesisir ini melalui
pemodelan spasial dengan membuat peta zonasi wilayah pesisir dan laut.
4.1.2. Relevansi
Materi ini diberikan dengan tujuan untuk memperkanalkan kepada
mahasiswa tentang analisa geomorfologi wilayah pesisir meliputi
karakteristik geologi, fisik, biologi dan kimia.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
55
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
4.1.3.2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (Sub-CPMK)
Setelah sub pokok bahasan analisa geomorfologi wilayah pesisir
selesai, diharpakan mahasiswa mampu:
a) Menjelaskan kembali apa yang dimaksud dengan analisa geomorfologi
wilayah pesisir
b) Merangkum kembali skor spasial berdasarkan variabel ekosistem
pesisir
c) Merangkum kembali skor spasial berdasarkan organisme endemik
d) Merangkum kembali skor spasial berdasarkan kombinasi ekosistem dan
variabel organisme endemik
4.2. PENYAJIAN
4.2.1. Uraian
Wilayah pesisir memiliki nilai yang strategis dalam potensi
sumberdaya yang besar namun memiliki ancaman yang besar tehadap
kerusakan baik kerusakan oleh manusia ataupun kerusakaan alami. Hal
tersebut dikarenakan kawasan pesisir merupakan sumberdaya milik bersama
(common property resources) yang dapat dimanfaatkan oleh semua orang
(open access) yang berorietasi dengan keuntungan. Sehingga sering terjadi
konflik pemanfaatan, pencemaran, over eksploitasi sumberdaya. Untuk itu
diperlukan strategi pengelolaan terpadu untuk menunjang prinsip ekonomi,
ekologi maupun sosial.
Dalam pengelolaan kawasan dibutuhkan pemetaan zonasi suatu
wilayah pesisir / laut sebagi pedomannya. Untuk mencapai hal tersebut maka
diperlukan analisis pendekatan berbasis spasial dengan detail yang andal dan
akurasi yang memadai Pemodelan spasial merupakan kombinasi dari analisis
data satelit dan lapangan. Analisis pemodelan spasial ini juga disebut
pemodelan berbasis sel berdasarkan data raster / spasial dan metode
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
56
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
'penilaian spasial' dengan menekankan pada ekosistem spesifik dan penilaian
organisme endemik berdasarkan pendekatan bobot.
Tabel 4. Skor Spasial berdasarkan Variable Ekosistem
Weight Score
Ecosystem Value :
Range : (%) : : References :
variabels : (A)
(B) (AxB)
75 – 100 4 60
Living coral cover 50 – 74.9 3 45 Brown (1986) in
15
(%) 25 – 49.9 2 30 Tandipayuk (2006)
0.0 – 24.9 1 15
75 – 100 4 60
50 – 74.9 3 45 Brown (1986) in
Seagrass cover (%) 15
25 – 49.9 2 30 Tandipayuk (2006)
0.0 – 24.9 1 15
28 – 30 4 20
Ministry of
Seawater 25 – 27 3 15
5 Environment .No.
temperature (oC) 31 – 32 2 10
51 year 2004
<25 ; >32 1 5
30 – 35 4 20 SNI : 01 – 6487.3 –
20 – 29 3 15 2000 ;
Salinity (‰) 5
<20 2 10 Dir-gen of Fisheries
>35 1 5 (1994)
<25 4 40
Ministry of
25 – 49 3 30
TSS (mg/l) 10 Environment. No.
50 – 75 2 20
51 year 2004
>75 1 10
0.2 – 0.3 4 40 Dir-gen of Fisheries
0.1 – 0.19 3 30 (1982);
Current (m/sec) 10
0.31 – 0.4 2 20 Gufron and Kordi
<0.1 ; >0.4 1 10 (2005)
75 – 100 4 20
50 – 74.9 3 15
Transparency (%) 5 Field data 2008
25 – 49.9 2 10
0.0 – 24.9 1 5
6.5 – 8.5 4 20 SNI : 01 – 6487.3 –
4 – 6.4 3 15 2000 ;
pH 5
8.5 – 9 2 10 Akbar et.al., (2001)
<4 ; >9.5 1 5 ;
>6 4 40
SNI : 01 – 6487.3 –
Dissolved oxygen 4–6 3 30
10 2000 ;
/DO (mg/l) <4 2 20
Akbar et.al., (2001)
2 1 10
0.9 – 3.2 4 40
Ministry of
0.7 – 0.8 3 30
Nitrate (mg/l) 10 Environment. No.
3.3 – 3.4 2 20
51 year 2004
<0.7 ; >3.4 1 10
0.3 – 0.5 4 40
Romimohtarto . K.
Phosphate (mg/l) 0.1 –0.2 3 10 30
(2003)
0.6 – 1 2 20
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
57
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Weight Score
Ecosystem Value :
Range : (%) : : References :
variabels : (A)
(B) (AxB)
<0.1; >1 1 10
Total 100 375
Sumber: Hartoko et al., 2014
Tabel 5. Skor Spasial berdasarkan Organisme Endemik
Weight
Ecosystem Value : Score
Range : (%) : References :
variabels : (A) (AxB)
(B)
75 – 100 4 80
Brown (1986) vide
Living Hard 50 – 74.9 3 60
20 Tandipayuk
Coral 25 – 49.9 2 40
(2006)
0.0 – 24.9 1 20
75 – 100 4 80
Brown (1986) vide
50 – 74.9 3 60
Soft Coral 20 Tandipayuk
25 – 49.9 2 40
(2006)
0.0 – 24.9 1 20
>1 4 120
Endemic 1 3 90
30 Field data, 2008
organism <1 2 60
0 1 30
75 – 100 4 60
Brown (1986) vide
50 – 74.9 3 45
Seagrass cover 15 Tandipayuk
25 – 49.9 2 30
(2006)
0.0 – 24.9 1 15
>6 4 12 SNI : 01 – 6487.3
Dissolved 4–6 3 9 – 2000 ;
3
Oxygen (mg/l) <4 2 6 Akbar et.al.,
2 1 3 (2001)
0.9 – 3.2 4 12
Ministry of
0.7 – 0.8 3 9
Nitrate (mg/l) 3 Environment No.
3.3 – 3.4 2 6
51 year 2004
<0.7 ; >3.4 1 3
0.3 – 0.5 4 12
0.1 –0.2 3 9 Romimohtarto K.
Phosphate (mg/l) 3
0.6 – 1 2 6 2003
<0.1; >1 1 3
<25 4 6
Ministry of
25 – 49 3 4.5
TSS (mg/l) 1.5 Environment No.
50 – 75 2 3
51 year 2004
>75 1 1.5
75 – 100 4 6
Transparency 50 – 74.9 3 4.5
1.5 Field data 2008
(%) 25 – 49.9 2 3
0.0 – 24.9 1 1.5
30 – 35 4 6 SNI : 01 – 6487.3
20 – 29 3 4.5 – 2000 ;
Salinity (‰) 1.5
<20 2 3 Dir-gen of
>35 1 1.5 Fieheries (1994)
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
58
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Weight
Ecosystem Value : Score
Range : (%) : References :
variabels : (A) (AxB)
(B)
6.5 – 8.5 4 6 SNI : 01 – 6487.3
4 – 6.4 3 4.5 – 2000 ;
pH 1.5
8.5 – 9 2 3 Akbar et.al.,
<4 ; >9.5 1 1.5 (2001) ;
Total 100
Sumber: Hartoko et al., 2014
Tabel 6. Penilaian Spasial Berdasarkan Kombinasi Ekosistem dan Organisme
Endemik
Weight
Ecosystem Value : : Score :
Range : References :
variabels : (A) (%) (AxB)
(B)
75 – 100 4 60
50 – 74.9 3 45 Brown (1986) vide
Hard Coral 15
25 – 49.9 2 30 Tandipayuk (2006)
0.0 – 24.9 1 15
75 – 100 4 50
50 – 74.9 3 37.5 Brown (1986) vide
Soft Coral 12.5
25 – 49.9 2 25 Tandipayuk (2006)
0.0 – 24.9 1 12.5
>1 4 80
Endemic 1 3 60
20 Field data 2008
organism <1 2 40
0 1 20
75 – 100 4 60
50 – 74.9 3 45 Brown (1986) vide
Seagrass cover 10
25 – 49.9 2 30 Tandipayuk (2006)
0.0 – 24.9 1 15
<25 4 23
Ministry of
25 – 49 3 17.25
TSS (mg/l) 5.75 Environment. 51
50 – 75 2 11.5
tahun 2004
>75 1 5.75
75 – 100 4 23
Transparency 50 – 74.9 3 17.25
5.75 Field data 2008
(%) 25 – 49.9 2 11.5
0.0 – 24.9 1 5.75
30 – 35 4 23 SNI : 01 – 6487.3
20 – 29 3 17.25 – 2000 ;
Salinity (‰) 5.75
<20 2 11.5 Dir-gen of
>35 1 5.75 Fisheries (1994)
Seawater 28 – 30 4 20 Ministry of
temperature 25 – 27.9 3 15 Environment No.
5
(oC) 31 – 32 2 10 51 tahun 2004
<25 ; >32 1 5
Current (m/sec) 0.2 – 0.3 4 20 Dir-gen of
0.1 – 0.19 3 5 15 Fisheries (1982);
0.31 – 0.4 2 10 Gufron dan Kordi
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
59
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Weight
Ecosystem Value : : Score :
Range : References :
variabels : (A) (%) (AxB)
(B)
<0.1 ; >0.4 1 5 (2005)
>6 4 16 SNI : 01 – 6487.3
Dissolved 4–6 3 12 – 2000 ;
4
oxygen (mg/l) <4 2 8 Akbar et.al.,
2 1 4 (2001)
0.9 – 3.2 4 16
Ministry of
0.7 – 0.8 3 12
Nitrate (mg/l) 4 Environment No.
3.3 – 3.4 2 8
51 tahun 2004
<0.7 ; >3.4 1 4
0.3 – 0.5 4 16
Phosphate 0.1 –0.2 3 12 Romimohtarto K .
4
(mg/l) 0.6 – 1 2 8 (2003)
<0.1; >1 1 4
6.5 – 8.5 4 13 SNI : 01 – 6487.3
4 – 6.4 3 9.75 – 2000 ;
pH 3.25
8.5 – 9 2 6.5 Akbar et.al.,
<4 ; >9.5 1 3.25 (2001) ;
Total 100
Sumber: Hartoko et al., 2014
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
60
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Gambar 24. Zonasi Baru berdasarkan Variabel Organisme Endemik
(Hartoko et al., 2014)
4.2.2. Latihan
Buatlah kelompok dengan jumlah anggota 3 orang, buatlah skor spasial
untuk pemodelan spasial geomorfologi wilayah pesisir. Skor penilaian bisa
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
61
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
didapatkan dari referensi penelitian terdahulu dalam bentuk buku, artikel
pada jurnal nasional maupun internasional.
4.3. PENUTUP
4.3.1. Rangkuman
Analisis geomorfologi wilayah pesisir didekati menggunakan
pemodelan spasial berbasis sel dengan pendekatan bobot atau skor dengan
variabel berasal dari ekosistem dan organisme endemik.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
62
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
supervised (terbimbing) dan unsupervised (tak terbimbing). Sedangkan
klasifikasi OBIA merupakan klasifikasi baru menggunakan proses
segmentasi pada pemrosesan dengan system hirarki, sehingga karakteristik
objek dapat ditambahkan seperti bentuk, tekstur, dan informasi lain tentang
objek. Kelebihan dari klasifikasi OBIA adalah tebukti mampu meningkatkan
akurasi pemetaan geomorfologi dan ekologi.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
63
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
BAB 5. PEMETAAN KLOROFIL DAN PPRODUKTIVITAS
PERAIRAN
5.1. PENDAHULUAN
5.1.1. Deskripsi Singkat
Penginderaan jauh untuk klorofil-a pada perairan didasarkan bahwa
semua fitoplankton yang terdapat pada perairan mengandung klorofil-a yang
memiliki pigmen warna hijau, dimana klorofil ini cenderung menyerap warna
biru dan merah serta memantulkan warna hijau. Sedangkan untuk
memetakan produktivitas perairan menggunakan indikator klorofil dengan
asumsi bahwa kelimpahan fitoplankton dapat dijadikan sebaai indikator
untuk produktivitas perairan karena mengandung banyak nutrient, jika
kelimpahan fitoplankton tinggi maka kelimpahan klorofil-a tinggi dan
kandungan produktivitas perairan juga tinggi.
5.1.2. Relevansi
Materi ini diberikan dengan tujuan untuk memperkanalkan kepada
mahasiswa tentang pemetaan klorofil-a dan produktivitas perairan.
5.2. PENYAJIAN
5.2.1. Uraian
Pemetaan klorofil-a dan fitoplankton di perairan dideteksi dengan
pendekatan kelimpahan fitoplankton. Fitoplankton atau organisme autotrof
mengandung klorofil-a, dimana klorofil-a tersebut dapat mengabsorpsi sinar
biru, merah dan memantulkan sinar sinar hijau pada spektrum cahaya
tampak. Hal tersebut menyebabkan warna air laut berubah jika kandungan
klorofil pada air tesebut berbeda dengan warna biru tua sampai hijau.
Deteksi konsentrasi klorofil-a dari citra satelit dilakukan dengan rasio kanal
yang mempunyai daya serap / absorpsi minimum dan maksimum terhadap
klorofil-a. Terdeteksinya klorofil-a menggunakan citra satelit dapat
digunakan untuk mendeteksi produktivitas primer perairan. Hal tersebut
dikarenakan semakin melimpah fitoplankton pada perairan maka konsentrasi
klorofil-a dan produktivitas primer perairan juga tinggi.
Klorofil-a dan produktivitas perairan dapat diamati menggunakan
teknologi penginderaan jauh yang terdapat pada beberapa satelit diantaranya
satelit dengan sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometers) dalam Aqua dan Terra, sensor AVHRR (Advanced Very
High Resolution Radiometer), Landsat, Sentinel dan sebaginya. Kelebihan
dari citra satelit MODIS, Sentinel 3 yaitu data yang ada pada citra tersebut
sudah dalam bentuk nilai konsentrasi klorofil-a maupun NPP (Net Primary
Productivity), sehingga langkah selanjutnya yang diperlukan hanya
melakukan pemotongan data sesuai dengan area study. Sedangkan jika
menggunakan citra satelit Landsat, Sentinel 2A dan citra lainnya tidak
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
65
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
memiliki nilai klorofil dan NPP, nilai yang terkandung dalam pixel citra
tersebut berupa nilai DN (digital number), sehingga diperlukan proses lebih
lanjut untuk mendapatkan nilai klorofil-a dan NPP melalui rumus algoritma.
Format level data yang dihasilkan oleh MODIS yaitu level 0, level 1,
level 2, level 3 dan level 4 dengan penjelasan sebagai berikut:
Level 0 adalah data yang tidak diproses pada resolusi penuh. Data ini
adalah format yang paling baku
Level 1: data mentah ditambah dengan informasi tentang kalibrasi, sensor
dan geolokasi. Pada level 1 terdapat level 1a dan 1b. Level 1a
mengandung informasi lebih yang dibutuhkan pada set data. Level 1a
digunakan sebagai input untuk geolocation, calibration dan processing.
Level 1b adalah data yang telah mempunyai terapannya merupakan hasil
dari aplikasi sensor kalibrasi sensor pada level 1a.
Level 2, dihasilkan dari proses penggabungan data level 1a dan 1b. Data
level 2 menetapkan nilai geofisik pada tiap piksel yang berasal dari
perhitungan raw radiance level 1a dengan menerapkan kalibrasi sensor,
koreksi atmosfer dan algoritma bio-optik
Level 3 merupakan data level 2 yang dikumpulkan dan dipaketkan dalam
periode 1 hari, 8 hari, 1 bulan dan 1 tahun.
Mendownload Data Klorofil
a) Membuka website http://oceancolor.gsfc.nasa.gov
b) Memilih Data Browser dan pilih level 3 browser
c) Setelah itu mengganti menjadi Aqua MODIS Chlorophyll
Concentration;
d) Mengubah resolusi spasial dari 9 km menjadi 4 km, kemudian memilih
bulan sesuai keperluan, kemudian download
Mendownload data NPP
a) Membuka website
http://www.science.oregonstate.edu/ocean.productivity/
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
66
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
b) Kemudian masuk ke ocean productivity, standard products
c) Mengklik get data pada bagian bawah
d) Memilih data NPP yang ingin di amati dan download
Mengolah Data
a) Membuka aplikasi SeaDas
b) Memilih open data product, klik pen product
c) Mengklik rasters dan pilih rasterchlor_a
d) Setelah itu zoom pada daerah yang ingin di amati klorofilnya
e) Crop gambar dengan cara klik ikon crop, klik ok
f) Memilih Analysis, Histogram Plot, setelah itu mengklik refresh view,
akan muncul angka min dan max
g) Mengklik color palette, mengisikan angka min dan max yang
sebelumnya ke dalam kolom min dan max yang terdapat pada color
pallete.
h) Menambahkan garis antai dengan cara Add coastline kemudian create
masks
i) Setelah itu mengklik layer yang terdapat disebelah color, mencentang
pada coastlinemask dan menghilangkan centang pada landmask
j) Memilih showmap gridlines layer, kemudian zoom out sampai terlihat
angka, mengubah orientation menjadi vertical. Menganti tick mark
count dan decimal places sesuai kebutuhan
k) Menyimpan file dan mengubah type menjadi JPEG
l) Cara membuat color bar setelah klorofil, mengklik export the color
bar
m) Menyimpan hasil klorofil dengan cara mengklik file, export utilities,
image, kemudian mengganti file type menjadi JPEG
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
67
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
5.2.2. Latihan
Lakukan pemetaan klorofil-a dan produktivitas perairan menggunakan citra
satelit MODIS per individu mahasiswa. Dengan syarat cakupan area studi
yang tidak boleh sama antar individu. Laporan dibuat dalam bentuk video
menggunakan software CamStudio atau software lainnya, dengan syarat pada
salah satu sisi layar desktop diberikan note Nama dan Nim masing-masing
individu kalian.
5.3. PENUTUP
5.3.1. Rangkuman
Pemetaan klorofil dan produktivitas primer perairan dengan teknologi
penginderaan jauh dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Cara
pertama adalah menggunakan citra satelit yang sudah memiliki nilai
konsentrasi klorofil dan PP pada citranya seperti citra MODIS dan citra
Sentinel 3. Cara kedua adalah menggunakan citra satelit yang hanya
memiliki nilai DN atau reflektan pada tiap pixelnya, sehingga membutuhkan
langkan pengerjaan lagi untuk mendapatkan konsentrasi klorofil-a dan
produktivitas perairan.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
69
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
BAB 6. PEMETAAN TERUMBU KARANG
6.1. PENDAHULUAN
6.1.1. Deskripsi Singkat
Pemetaan terumbu karang menggunakan teknologi penginderaan jauh
sudah banyak dilakukan. Pengenalan objek secara visual dan proses
klasifikasi masih sangat bergantung pada interprestasi kondisi lapangan
secara visual. Interpretasi sangat membantu untuk proses klasifikasi dalam
pemetaan terumbu karang. Data lapangan yang dibutuhkan yaitu keterangan
objek dengan posisi koordinat lintang bujurnya. Data lapangan atau uji
akurasi dengan GPS tersebut akan dibandingkan dengan kenampakan citra
pada lokasi yang sama. Kebutuhan uji akurasi GPS bergantung pada resolusi
spasial cira satelit yang digunakan. Jika resolusi spasial dalam pemetaan
terumbu karang 30 meter, maka minimal akurasi GPS / pengukuran data
lapangan yang diperlukan adalah 15 meter. Sehingga perlu ditentukan kelas
apa saja yang ditemukan atau diidentifikasi secara lapangan dalam ukuran 15
x 15 meter yang mewakili 1 pixel. Penentuan jenis berbagai objek
dilapangan ini sangat diperlukan untuk ketelitian yang tinggi. Metode yang
dapatdigunakan untuk survei GPS ersebut adalah manta tow, metode transek
garis dan belt (sabuk) dimana 1 pixel diwakili 1 garis transek.
6.1.2. Relevansi
Materi ini diberikan dengan tujuan untuk memperkanalkan kepada
mahasiswa tentang bagaimana cara melakukan pemetaan terumbu karang
menggunakan teknologi penginderaan jauh.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
70
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
6.1.3. Capaian Pembelajaran
6.1.3.1. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)
Mahasiswa dapat mengerti dan memahami bagaimana cara kerja satelit
sehingga dapat melakukan pemetaan terumbu karang dan mengerti
bagaimana melakukan pemetaan terumbu karang menggunakan teknologi
penginderaan jauh.
6.1.3.2. Sub-Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (Sub-CPMK)
Setelah sub pokok bahasan pemetaan terumbu karang selesai,
diharapakan mahasiswa mampu:
a) Menjelaskan kembali bagaimana teknik penginderaan jauh dapat
digunakan dalam pemetaan terumbu karang
b) Mendemonstrasikan bagaimana pemetaan terumbu karang dengan citra
satelit menggunakan software ER Mapper
6.2. PENYAJIAN
6.2.1. Uraian
A. Inderaja untuk Pemetaan Terumbu Karang
Teknologi inderaja dan SIG perikanan dan keluatan untuk pemetaan
substrat dasar perairan menggunakan radiasi elektromagnetik pada spectrum
sinar tampak (visible light). Spektrum sinar tampak merupakan spectrum
dengan panjang gelombang 380 – 800 nm yang dapat enembus ke perairan
dan digunakan untuk proses fotosisntesis atau disebut juga PAR
(Photosyntetically Available Radiation). Semakin panjang panjang
gelombang spectrum tampak yaitu sinar merah maka daya tembusnya
semakin dangkal, sebaliknya semakin pendek panjang gelombang spketrum
tampak yaitu sinar biru maka daya tembusnya semakin dalam.
Untuk dapat memetakan terumbu karang pada perairan dangkal dapat
digunakan kombinasi 3 band (kanal) sinar tampak menggunakan citra satelit
LANDSAT 7-ETM yaitu: band 1 sinar tampak violet-biru (450 – 520 nm) ,
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
71
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
band 2 sinar tampak hijau (520 – 600 nm) dan band 3 sinar tampak merah
(630 – 690 nm). Spektrum sinar ini dapat mencapai terumbu karang dan
sinar tersebut dihamburkan kembali ke atmosfer dan ditangkap oleh sensor
satelit. Jumlah radiasi yang diterima oleh sensor merupakan gabungan dari
beberapa komponen yaitu radiasi dari atmosfer (La), radiasi dari permukaan
laut (Ls), radiasi dari kolom air (Lu) dan radiasi dari dasar perairan (Lb).
Untuk mendeteksi terumbu karang maka radiasi dari atmosfer (La), radiasi
dari permukaan laut (Ls) dan radiasi dari kolom air (Lu) dihilangkan.
B. Transformasi Citra
Transformasi citra untuk pemetaan terumbu karang ini ini terdiri dari
proses penggabungan informasi melalui band rasioning (menghitung
perbandingan nilai digital piksel di setiap saluran). Transformasi ini
dilakukan guna untuk memisahkan informasi yang tidak diperlukan seperti
kedalaman air, kekeruhan dan pergerakan permukaan air. Algoritma yang
digunakan adalah algoritma Lyzenga hasil penurunan “Standart Exponential
Attenuation Model” dengan persamaan (Lyzenga, 1978; Lyzenga, 1981):
k
Y ln B1 i ln B 2
kj
Dimana:
Y = citra hasil ekstraksi dasar perairan
B1 = kanal pertama sinar tampak dari citra satelit
B2 = kanal kedua sinar tampak dari citra satelit
Ki/Kj = koefisien atenuasi perairan
Untuk memperoleh nilai Ki/Kj perlu dilakukan sampling area yang dianggap
mewakili obyek pada data raster citra asli yang akan dianalisis. Selanjutnya
dilakukan perhitungan nilai varian dan covarian B1 dan B2 dengan rumus
(Lyzenga, 1978; Lyzenga, 1981):
ki
kj
a a 1
2
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
72
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
a
var TM 1 var TM 2
2 cov ar TM 1TM 2
C. Klasifikasi
Klasifikasi pemetaan terumbu karang didasarkan pada nilai digital citra
hasil transormasi algoritma Lyzenga. Teknik klasifikasi yang bisa dilakukan
yaitu klasifikasi tak terbimbing (unsupervised classification), klasifikasi
terbimbing (supervised classification). Berdasarkan hasil klasifikasi baik
terbimbing maupun tak terbimbing terumbu karang umumnya
dikelompokkan menjadi: daratan, lautan, karang hidup, karang mati, lamun
dan pasir.
D. Langkah Kerja Pemetaan Terumbu Karang
Pemetaan terumbu karang dapat dilakukan menggunakan software
pemetaan salah satunya yaitu ER Mapper meliputi koreksi geometri, koreksi
radiometri, penajaman citra dan klasifikasi. Langkah pemetaan terumbu
karang (ER Mapper, 2006) adalah:
1. Cropping data
a) Memanggil citra yang akan di lakukan cropping dengan mengklik load
dataset.
b) Memperbesar daerah citra yang diinginkan dengan menklik zoom.
c) Menduplicate band pseudolayer menjadi 4 band.
d) Menyimpan file cropping dengan mengklik save as type file .ers
2. Membuat RGB
a) Membuka file hasil cropping menggunkan icon load dataset.
b) Membuat RGB 421.
c) Menyimpan algorithm dengan type file ER Mapper Algorithm (.alg).
3. Membuat Training Area
a) Membuka file hasil RGB 421.
b) Membuat training area minimal 30 region pada daerah yang
diperkirakan yaitu merupakan terumbu karang atau perairan dangkal
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
73
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
dengan warna homogen. Region yang dibuat tidak harus luas, tetapi
harus menyebar. Caranya, mengklik Edit, Create Regions.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
74
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
e) Menghitung Nilai Koefisien Attenuasi (ki/kj)
Mengaktifkan program Microsoft Excel.
Membuka file hasil Calculate Statistic, yang berisi informal nilai
Band 1 dan Band 2 dari region yang telah dibuat
Mencari nilai-nilai berikut ini:
- Varian Band 1, Varian Band 2 dan Covarian Band 1 dan Band 2
- a = (varian Band 1 - varian Band 2) / (2 x covarian Band 1 Band 2)
- a2 + 1
- ki/kj = SQRT((a2 + 1) + a)
- Menyimpan file dengan format .xls.
4. Membuat Algoritma Lyzenga
a) Membuka citra yang akan diproses untuk pemetaan substrat dasar
perairan.
b) Mengklik Formula Editor (E = mc2), lalu masukkan formula berikut
ini :
if i3/i2 <= 1 then log(i1) + (ki/kj * log(i2)) else null
c) Mengisikan nilai ki/kj berdasarkan nilai perhitungan pada Excel
Input 1 : isi dengan Band 1
Input 2 : isi dengan Band 2
Input 3 : isi dengan Band 4
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
75
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
d) Mengklik Apply Changes, Refresh, mengganti color table
menjadi Rainbow, sehingga tampilan darat akan berubah menjadi
hitam. Memperbesar pada daerah terumbu karang yang paling
jernih dengan mengklik zoom.
e) Mengatur streching dengan menggeser batas maksimum dan
minimum pada histogram. Sehingga banyak perubahan warna pada
terumbu karang dan pada laut sedikit perbedaan warnanya.
f) Menyimpan tampilan algoritma tersebut, misal Lyz.alg, sedangkan
tampilkan seluruh dataset disimpan dalam nama baru, misal Lyz.ers.
g) Pada pesan Null Value : hapus angka 0 (none).
h) Citra yang telah dikenakan algoritma Lyzenga, daratan akan
tampak berwarna hitam sedangkan perairan dangkal terbagi menjadi
beberapa kelas warna.
5.Klasifikasi
a) Membuka file hasil algoritma Lyzenga, yaitu Lyz.ers.
Mengklik Process, Classification, ISOClass Unsupervised.
Isikan seperti contoh berikut :
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
76
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
b) Membuka file hasil klasifikasi, RGB dan membuka file hasil
algoritma Lyzenga.
c) Melakukan klasifikasi/pengelompokkan kelas. Pada file klasifikasi,
mengklik kanan pada pseudo layer, mengganti dengan class display.
d) Mengklik Edit , Edit Class/region color names.
e) Melakukan pengeditan warna kelas berpedoman pada hasil Lyzenga
dan RGB.
File hasil klasifikasi File hasil Lyzenga
6. Re-klas
Dilakukan untuk mengelompokkan kelas-kelas hasil klasifikasi yang
semula 20 kelas menjadi 7 kelas saja, yaitu karang hidup, karang mati,
rubble (pecahan karang), lamun, pasir, daratan dan lautan.
a) Mengklik E = mc2 , ketik rumus untuk reklas.
If (i1=1) then 6 else if (i1>=2 and i1<=11) then 7 else if (i1>=12
and i1<=13) then 1 else if (i1>=14 and i1<=16) then 2 else if
(i1=17) then 3 else if (i1>=18 and i1<=19) then 4 else if (i1=20)
then 5 else null
b) Mengklik apply changes, menyimpan dengan nama file baru.
c) Mengganti warna kelas sesuai dengan urutan kelas yang diinginkan,
missal :
Kelas 1 : Karang hidup = cyan
Kelas 2 : Karang mati = merah
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
77
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Kelas 3 : Rubble = oranye
Kelas 4 : Lamun = hijau
Kelas 5 : Pasir = kuning
Kelas 6 : Daratan = abu-abu
Kelas 7 : Laut = putih
6.2.2. Latihan
Lakukanlah pemetaan terumbu karang menggunakan citra satelit
Landasat yang didownload pada website www.earthexplorer.usgs.gov . Area
lokasi pemetaan terumbu karang antar individu berbeda-beda. Videokanlah
saat mendownload data satelit dan proses pengerjaan pemetaan terumbu
karang menggunakan software CamStudio atau software lainnya, dengan
syarat pada salah satu sisi layar desktop diberikan note Nama dan Nim
masing-masing individu kalian
6.3. PENUTUP
6.3.1. Rangkuman
Teknologi penginderaan jauh sangat membantu dalam pemetaan
terumbu karang, karena kita dapat melakukan pemetaan dengan area yang
luas dan tidak membutuhkan biaya dan waktu yang besar. Walaupun seperti
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
78
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
itu, pemetaan terumbu karang dengan teknologi penginderaan jauh masih
memerlukan akurasi survey data lapangan. Dimana luasan survey data
lapangan ini tergantung dari resolusi spasial citra satelit yang digunakan,
dimana luas survey data lapangan adalah setengah dari luasan 1 pixel pada
citra satelit yang digunakan. . Langkah yang diperlukan dalam pemetaan
terumbu karang menggunaka teknologi penginderaan jauh adalah koreksi
geometri, koreksi radiometri, cropping data, membuat RGB, membuat
training area, penajaman citra, klasifikasi, re-klas dan membuat algoritma
Lyzenga.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
79
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
6.3.5. Kunci Jawaban Test Formatif
1. Untuk mendapatkan akurasi yang stabil dengan menggunakan data satelit
yang berbeda maka diperlukan skema klasifikasi 4 kelas yaitu kelas makro
alga, karang, lamun dan substrat (pasir). Objek kelas yang kontras bisa
dibedakan adlah substrat (pasir) karena memiliki reflektan yang tinggi,
sementara objek lain menyerap gelombang elektromagnetik. Kelas lamun,
makro alga, karang hidup dan karang mati agak lebih susah dibedakan.
Sebenarnya karang lebih jelas dibedakan dengan warna karena terkait
dengan spectrum sinar tampak yang digunakan, seperti karang biru,
karang coklat.
2. Dalam melakukan pemetaan terumbu karang, sebaiknya menggunakan
klasifikasi supervised, karena pada klasifikasi ini pengelompokkan kelas
dipandu oleh operator yang dibantu dengan interpretasi saat survey di
lapangan. Sedangkan klasifikasi unsupervised tidak dianjurkan walaupun
memiliki kecepatan yang lebih cepat dalam pengolahan, karena klasifikasi
unsupervised dilakukan oleh computer yang hanya membedakan objek
melalui nilai pixel yang terkandung.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
80
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
BAB 7. PEMETAAN MANGROVE
7.1. PENDAHULUAN
7.1.1. Deskripsi Singkat
Indonesia sebagai Negara tropis dan Negara Kepulauan memiliki
panjang pantai yang cukup panjang yaitu 108.000 km. Potensi ini
menjadikan Negara Indonesia memiliki hutan mangrove yang cukup besar
4,25 juta hektar atau sebesar 4% dari total hutan di Indonesia. Mangrove
merupakan vegetasi yang tumbuh di daerah intertidal yang memiliki adaptasi
yang baik terhadap pasang surut air laut, mangrove dapat tumbuh di pantai
dengan pasang surut rata-rata atau bahkan pasang maksimum dengan substrat
lumpur atau pasir berlumpur.
Hutan mangrove memiliki fungsi sebagai tempat berlindung, spawning
ground, feeding ground berbagai macam biota, mampu melindungi pantai
dari terjangan gelombang sehingga meminimalisisr terjadinya erosi di pantai.
Mangrove dapat berfungsi sebagai sedimen trap sehingga menjaga stabilitas
pantai, menahan laju sedimentasi sampai ke laut sehingga dapat melindungi
lamun dan terumbu karang. Selain itu, mangrove sebagai salah satu
eksositem blue carbon yang dapat meneyerap karbon dioksida antropogenik
dan menyimpannya karbon dioksida tersebut dalam bentuk biomassa,
sehingga dapat mengurangi karbon dioksida antropogenik yang ada di
atmosfer. Pentingnya fungsi mangrove tidak disertai dengan usaha untuk
menjaga hutan mangrove. Banyaknya alih fungsi lahan mangrove menjadi
tambak atau lahan lain yang dapat menguntungkan menjadinkan luasan hutan
mangrove di Indonesia mengalami penurunan. Sehingga diperlukan
pengelolaan yang benar dan berkelanjutan dengan menggunakan basis data
yang baik, update dan sesuai dengan kondisi lapangan. Oleh karena itu
pemetaan mangrove menggunakan teknologi penginderaan jauh sangatlah
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
81
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
diperlukan, mengingat kelebihan yang dimiliki teknologi tersebt yaitu dapat
mencakup area yang luas dengan waktu dan biaya yang terbatas.
7.1.2. Relevansi
Materi ini diberikan dengan tujuan untuk memperkanalkan kepada
mahasiswa tentang bagaimana cara melakukan pemetaan mangrove
menggunakan teknologi penginderaan jauh.
7.2. PENYAJIAN
7.2.1. Uraian
Dalam penginderaan jauh, komposisi nilai pixel dipengaruhi oleh
vegetasi, tanah dan air, sehingga mangrove yang tumbuh di daerah intertidal
yang dipengaruhi oleh pasang dan surut akan memiliki karateristik spectral
pada komponen citra, sehingga memerlukan tantangan utama untuk
mendapatkan karakteristik radiometri dengan teliti. Perkembangan teknologi
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
82
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
penginderaan jauh yang pesat sehingga memunculkan data citra satelit
hypersektral yang memiliki > 50 band dengan rentang panjang gelombang
yang kecil. Akan tetapi citra satelit dengan tipe data tersebut memiliki harga
yang cukup mahal. Biasanya data citra satelit yang tidak membutuhkan biaya
atau free download memiliki data multispektrak dengan 7-12 band. Semakin
kecil atau pendek rentang panjang gelombang tiap bandnya maka semakin
teliti citra tersebut dalam mendeteksi objek yang ada di permukaan bumi.
Kenampakan mangrove dalam teknologi penginderaan jauh akan
tampak homogen atau heterogen tergantung pada karakter tekstur dan
spektral dari kanopi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kerapatan,
tinggi tegakan, pola distribusi dan komposisi spesies. Dalam pemetaan
mangrove menggunakan teknologi penginderaan jauh, selain data citra satelit
yang dibutuhkan adalah data lapangan berupa data spectral pohon mangrove
untuk membedakan genus mangrove secara spasial.
Langkah awal untuk melakukan pemetaan mangrove adalah dengan
melakukan koreksi radiometri terlebih dahulu. Koreksi terain dan koreksi
terhadap sudut matahari adalah termasuk koreksi radiometri. Koreksi
tersebut berfungsi untuk menghilangkan perbedaan nilai digital pixel yang
disebabkan oleh posisi matahari yang berbeda. Proses koreksi dilakukan
dengan mengubah nilai digital pixel menjadi nilai radian (radiasi dari objek
ke sensor) dan merubah lagi menjadi reflektansi (rasio antara radian dan
irradian atau rasio antara radiasi objek ke matahari dan radiasi matahari ke
objek). Setelah dilakukan koreksi radiometri kemudian dilakukan koreksi
atmosferik. Koreksi ini dilakukan karena radiasi dari objek permukaan bumi
saat perjalanan ke sensor melewati atmosfer dan dapat menghasilkan
attenuasi yang besar yang akan menghasilkan nilai reflektan yang berbeda
dari yang dipantulkan objek. Setelah itu dilakukan koreksi kolom air karena
di air cahaya akan berkurang karena serapan (absorption) dan hamburan
(scattering) oleh partikel-partikel) yang terdapat dalam air.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
83
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
A. Pembuatan Komposit Warna
a) Membuka file yang telah dilakukan koraksi radiometri dan geometri.
Setelah citra yang dimaksud telah terbuka, membuka dialog Algorithm
b) Mengubah komposisi band pada dialog Algorithm menjadi 342,
perubahan komposisi ini berpengaruh pada tampilan citra.
c) Menajamkan citra dengan mengklik refresh enhancment, sehingga
tampilan citra akan menjadi lebih tajam.
dan mengisikan angka 1, mengklik Apply dan tutup juga dialog box
Tools.
f) Pada Default Surface memasukkan dalam Formula Editor mengklik
pada menu, Standart, Inside region polygon test, kemudian mengklik
Apply changes
g) Pada kolom Inputs, untuk Red isikan band 3, kemudian pada regions
isikan REGION1 : 1, lakukan hal yang sama pada Green (input diisi
dengan band 4) dan Blue (input diisi dengan band 2).
h) Pada dialog algorithm, pilih Annotation Layer kemudian mengklik Cut
untuk menghilangkannya.
i) Hasil proses masking ini adalah:
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
85
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
j) Menyimpan hasil tersebut dengan klik File, Save As,
SPOT5_crop_area_penelitian.ers dengan tipe file Unsigned8BitInteger
dan Output Size pastikan Pixel Width dan Pixel Height berisi 10 sesuai
resolusi SPOT5.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
86
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
b) Membuat trainning area dengan mengklik icon polygon , kemudian
membuat suatu area yang mewakili objek tertentu. Misalnya untuk
menentukan obyek mangrove, cari obyek dengan rona merah tua atau
merah kecoklatan.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
87
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
k) Pada main menu, mengklik process, memiilih Classification, lalu
mengklik Edit Class/Region Color and Name, akan muncul kotak dialog
edit class/region details.
l)Pada awalnya citra yang ditampilkan berwarna putih, untuk membedakan
kelas satu dengan yang lain, maka mengisikan warna masing-masing kelas
dengan mengklik pada set color, save, refresh.
m) Hasil dari klasifikasi Supervised tampak pada gambar berikut:
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
88
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
d) Menyimpan file tersebut dengan nama SPOT5_mangrove.ers dengan
data type Unsigned8BitInteger.
Pembuatan citra NDVI
a) Membuka file yang akan diproses menjadi citra NDVI,
spot5_22012006_crop_area_penelitian_untuk_NDVI.ers.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
89
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
e) Menyimpan file tersebut dengan nama NDVI_area_penelitian.ers,
dengan data type IEEE4ByteReal.
Pembuatan Citra NDVI Area Mangrove
a) Membuka file baru dan mengisikan NDVI_area_penelitian.ers.
b) Membuka file baru lagi, mengklik dialog Raster Dataset dan mengisikan
SPOT5_mangrove.ers.
c) Mengcopi file SPOT5_mangrove.ers, ke dalam dialog Algorithm pada
NDVI_area_penelitian.ers, pada Default Surface mempaste file yang
dicopi tadi dengan maka akan terlihat dua buah pseudolayer.
d) Mengganti nama masing-masing pseudolayer dengan NDVI (untuk file
NDVI_area_penelitian.ers) dan Mangrove_cover (untuk
SPOT5_mangrove.ers).
e) Mengklik dialog Transform, kemudian mengklik Limits, Limits to
Actual, Close.
f) Menyimpan file tersebut dengan nama NDVI_mangrove_VDS.ers.
dengan tipe file ER Mapper Virtual Dataset.
g) Membuka file tersebut kembali dengan mengklik dialog Raster Dataset
dan memilih file NDVI_mangrove_VDS.ers.
h) Mengklik Formula Editor mengetikkan formula: if i1>0 and i2 then i2
else null, Apply changes.
i) Pada INPUT1 isikan B2:Mangrove_cover dan pada INPUT2 isikan
B1:NDVI.
j) Mengklik dialog Transform, kemudian mengklik Limits, Limits to
Actual, Close.
k) Menyimpan file tersebut dengan nama NDVI_mangrove.ers dengan tipe
file ER Mapper Raster Dataset, data type isikan IEEE4ByteReal
kemudian OK.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
90
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
7.2.2. Latihan
Lakukanlah pemetaan mangrove menggunakan citra satelit Landasat
yang didownload pada website www.earthexplorer.usgs.gov . Area lokasi
pemetaan mangrove antar individu berbeda-beda. Videokanlah saat
mendownload data satelit dan proses pengerjaan pemetaan mangrove
menggunakan software CamStudio atau software lainnya, dengan syarat pada
salah satu sisi layar desktop diberikan note Nama dan Nim masing-masing
kalian.
7.3. PENUTUP
7.3.1. Rangkuman
Pemetaan mangrove menggunakan teknologi penginderaan jauh
dilakukan dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut yaitu koreksi
radiometri, koreksi atmosferik, koreksi kolom air, pembuatan komposit
warna, pemisahan objek mangrove dan non mangrove (masking), klasifikasi
citra satelit multispektral, pengambilan trainning area, pengambilan area
mangrove dari hasil supervised classification, pembuatan citra NDVI,
pembuatan citra NDVI area mangrove.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
91
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
7.3.2. Test Formatif
Pada citra SPOT5 komposit band yang digunakan untuk pemetaan
mangrove adalah 342. Apakah pemetaan mangrove dengan citra Landsat 8
juga menggunakan komposit warna yang sama? Jelaskan!
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
92
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
DAFTAR PUSTAKA
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
93
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Hartoko, A. 2008. Aplikasi Teknologi Inderaja dan GIS untuk Analisa dan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Ekosistem Laut. Marine Geomatic Center,
Undip, Semarang. 87 hlm. ISBN: 978-979-704893-8.
Hartoko.A and Alexander Leonardus Kangkan. 2009. SPATIAL MODELING
FOR MARINE CULTURE SITE SELECTION BASED ON
ECOSYSTEM PARAMETERS AT KUPANG BAY, EAST NUSA
TENGGARA – INDONESIA. International Journal of Remote Sensing and
Earth Science (IJRSES). ISSN : 0216-6739. VOL 6. pp: 57 – 64
Hartoko,A; I.Susilowati; TW Agustini, J.Hutabarat. 2010. ADAPTATION
STRATEGY TOWARDS CLIMATE CHANGE FOR THE VULNERABLE
FISHERIES OF INDONESIA. Convention on Biological Diversity.
UNITED NATIONS ON ENVIRONMENT PROGRAMS (UNEP). Nairobi.
Kenya
Hartoko A., dan P. Wibowo. 2011. Multi Layer Spatial Analysis for Demersal
Shrimp Fishery and SST Warming in the Semarang Coastal Waters. Journal
of Coastal Development. 15(1): 17-23
Hartoko,A. I. Kumalasari, S. Angooro. 2014. Toward a New Paradigm of
Ecosystem and Endemic Organism based on Spatial Zonation for Taka
Bonerate Marine Protected Area. International Jornal of Marine and Aquatc
Resource Conservation and Co-existence. Vol 1 (1): 39-49.
Janssen, L.L.F and G.C. Huurneman. 2001. Principles of Remtoe Sensing. The
International Institute for Aerospace Survey and Earth Sciences (ITC)
Educational Textbook Series:2. Enschede, The Netherlands. 410 pp.
LAPAN. 2015. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Ekosistem Pesisir
(Terumbu Karang dan Mangrove). Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh,
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. 61 hlm.
Lo, C.P. 1986. Applied Remote Sensing. Longman: Harlow, UK. Terjemahan
Purbawases, B. 1996. Penginderaan Jauh Terapan. Universitas Indonesia,
475hlm.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
94
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Lyzenga, D.R. 1978. Passive remote sensing techniques for mapping water depth
and bottom features. Applied Optics, Vol.17 (3): 379-383
Lyzenga, D.R. 1981. Remote sensing of bottom reflectance and water attenuation
parameters in shallow water using aircraft and Landsat data. Int.J. Remote
Sensing, Vol.2 (1): 71-82
NASA. 2012. What are passive and active sensors?. [Internet]. Available from:
https://www.nasa.gov/directorates/heo/scan/communications/outreach/funfact
s/txt_passive_active.html [Unduh: 18 Nopember 2019]
Putra, E. H. 2011. Penginderaan Jauh dengan ERMapper. Edisi Pertama –
Yogyakarta. Graha Ilmu. 290hlm.
The Virtual University. 2019. Bagaimana Cara Kerja Satelit?. [Internet]. Available
from: https://www.youtube.com/watch?v=bhYiN5W-TDA [Unduh: 18
Nopember 2019]
USGS. 1999. The Universal Transverse Mercator (UTM) Grid. USGS Fact Sheet.
157 (99)
Wikipedia. 2017. Remote Sensing Satellite and Data Overview. [Internet].
Available from:
https://en.wikipedia.org/wiki/Remote_sensing_satellite_and_data_overview
[Unduh: 18 Nopember 2019]
Zhu, L., J. Suomalainen, J. Liu, J. Hyyppa, H. Kaartinen and H. Hanggren. 2018. A
Review: Remote Sensing Sensors. IntechOpen. 19-42.
http://dx.doi.org/10.5772/intechopen.71049
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
95
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
INDEX
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
96
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
BIOGRAFI PENULIS
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
97
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Nurul Latifah, S.Kel., M.Si adalah staf pengajar di
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,
Departemen Sumberdaya Akuatik, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Lahir di Metro
pada tanggal 2 Desember 1987 dari pasangan Bapak
Bambang Hertanto dan Ibu Endang Purwati sebagai anak
ke 1 dari 4 bersaudara. Menjalin rumah tangga dengan
Sigit Febrianto, S.Kel., M.Si sejak tahun 2015 dan telah
dikaruniai seorang putri pada tahun 2016 dan diberi nama
Aqila Muttaqqiya Gifa dan tahun 2017 seorang putra yang diberi nama Ahkam
Dzakir Gifa.
Gelar Sarjana diperoleh tahun 2010 dari Program Studi Osenaografi, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Di tahun yang sama setelah
kelulusan, melanjutkan berkerja di PT Central Protein Bahari (CPB) yang bergerak
di bidang eksporting Udang dengan jabatan sebagai supervisor di bagian Cold
Storage selama setengah tahun. Tahun 2011 melanjutkan studi S2 di Program
Studi Manajemen Sumberdaya Pantai, Universitas diponegoro menggunakan
beasiswa BPKL- DIKTI dan lulus tahun 2014. Tahun 2015 diterima sebaai CPNS
sebagai staf pengajar/dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Diponegoro.
Penelitian-penelitian tentang Inderaja dan SIG terutama didaerah pesisir
tahun 2016 dan mendapatkan dana dari Selain APBN DPA LPPM Undip. Tahun
selanjtnya penelitian mengenai logam berat pada Kerang Hijau tahun 2017-2018
dan hasil penelitian tersebut diterbitkan pada jurnal Nasional dan prosiding
internasional. Tahun 2018 sampai tahun sekarang dan seterusnya mulai menekuni
dan tertarik dengan bidang Interaksi Lautan dan Atmosfer dan Daur Biogeokimia.
Tahun 2018 menerima hibah penelitian skim RPP dengan sumberdana Selain
APBN DPA LPPM Universitas Diponegoro selama 3 tahun sampai tahun 2020
dengan fokus penelitian pada Sistem Karbonat dan Blue Carbon dan hasil
penelitian diterbitkan pada Jurnal Nasional. Berbagai macam pengabdian juga telah
dilakukan terutama hasil dari penelitian yang telah dilakukan kemudian
disosialisasikan kepada masyrakat khususnya masyarakat Tambak Lorok,
Semarang.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
98
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019
Sigit Febrianto, S.Kel., M.Si adalah staf
pengajar di Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan, Departemen Sumberdaya Akuatik, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Diponegoro. Lahir di Sritejo Kencono pada tanggal
28 Februari 1989 dari pasangan Bapak Prayitno dan
Ibu Sariati sebagai anak ke 2 dari 3 bersaudara.
Menjalin rumah tangga dengan Sigit Febrianto,
S.Kel., M.Si sejak tahun 2015 dan telah dikaruniai
seorang putri pada tahun 2016 dan diberi nama Aqila
Muttaqqiya Gifa dan tahun 2017 seorang putra yang
diberi nama Ahkam Dzakir Gifa.
Gelar Sarjana diperoleh tahun 2011 dari Program Studi Ilmu Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro. Di tahun yang
sama setelah kelulusan, melanjutkan studi S2 di Program Studi Manajemen
Sumberdaya Pantai, Universitas diponegoro menggunakan beasiswa BPKL- DIKTI
dan lulus tahun 2014. Tahun 2014 diterima sebagai staf pengajar/dosen kontrak di
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.
Penelitian-penelitian tentang pemetaan wilayah pessir dan laut dan
berkolaborasi dengan dosen senior menggunakan hibah Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan dilakukan sejak tahun 2015 sampai saat ini tahun 2019. Tahun 2018
mendapatkan dana hibah penelitian skim RPP dari Selain APBN DPA LPPM
Universitas Diponegoro mengenail Coastal Blue Carbon selama 2 tahun sampai
tahun 2019. Selain itu tahun 2019 juga mendapatkan dan hibah pengabdian Selain
APBN DPA LPPM Universitas Diponegoro dengan skim IDBU mengenai aplikasi
membrane oksigen untuk kesehatan penyelaman. Dari hasil pengabidan tersebut
dengan menggandeng kelompok nelayan KUB “Mitra Bahari” Tambak Lorok
Semarang dihasilkan suatu alat selam KOMBANIS (Kompresor Selam Ban
Higienis) yang dapat digunkan untuk menyelam nelayan terutama nelayan
penangkap Kerang.
Buku Ajar | INDERAJA DAN SIG PERIKANAN: Pemetaan Habitat Pesisir Laut
99
Hartoko, Latifah dan Febrianto. 2019