Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Sifat Biologi
Tanah pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di PTPN VIII Gunung Mas Cisarua,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbingan dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
ITA KURNIA SARI. Evaluasi Sifat Biologi Tanah pada Beberapa Tipe
Penggunaan Lahan di PTPN VIII Gunung Mas Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. Dibimbing oleh RAHAYU WIDYASTUTI dan FAHRIZAL HAZRA.
ITA KURNIA SARI. Evaluation of Soil Biological Properties in Several Land Use
at PTPN VIII Gunung Mas Cisarua, Bogor, West Java Province. Supervised by
RAHAYU WIDYASTUTI and FAHRIZAL HAZRA.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2018 hingga Februari 2019 ini
ialah Evaluasi Sifat Biologi Tanah pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di PTPN
VIII Gunung Mas Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Ilmu
Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi utama dan
Ir. Fahrizal Hazra, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi anggota yang
senantiasa telah memberikan bimbingan, saran, dan dorongan kepada
penulis dalam melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi.
2. [PTPN] PT Perkebunan Nusantara VIII Gunung Mas Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor yang sudah berkenan memberikan izin kepada penulis
dalam pengambilan sampel.
3. Ibu Sumiyati, Fifa Nurhafifah, Dilla Fadliyah, dan Rizky Kharomain, yang
tercinta atas segala do’a, dukungan, nasihat, motivasi, kasih sayang, dan
kesabaran kepada penulis.
4. Laboran Bioteknologi Tanah IPB atas segala masukan, saran, dan
bimbingannya.
5. Rekan sepembimbingan Aulia Rizki yang telah banyak memberikan
dukungan, bantuan, dan arahan selama proses penelitian hingga
pengumpulan data.
6. Deseriana Bria dan Alief Akbar yang senantiasa membantu penulis di
lapang dan juga bimbingan selama proses penelitian hingga penulisan
skripsi.
7. Rekan-rekan Divisi Bioteknologi Tanah 52 (Rista, Verra, Rifqi) yang telah
membantu dan memberikan motivasi.
Penulis harap skripsi ini memberikan manfaat bagi pihak yang membacanya,
khususnya bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian pada kajian yang sama.
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Deskripsi Lokasi Penelitian dan Kaitannya dengan Organisme Tanah 2
Organisme Tanah 3
METODE 6
Waktu dan Tempat Penelitian 6
Alat dan Bahan 7
Prosedur Penelitian 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Populasi Mikrob Tanah 12
Populasi Fauna Tanah 18
Hubungan Mikrob dan Fauna Tanah 24
SIMPULAN DAN SARAN 26
Simpulan 26
Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 26
LAMPIRAN 31
DAFTAR TABEL
1. Populasi rata-rata mikrob tanah di hutan sekunder, kebun teh, dan kebun
campuran 13
2. Nilai ketebalan serasah dan suhu tanah pada tipe penggunaan lahan berbeda 13
3. Jumlah C-organik, N-total, C/N rasio, dan pH tanah pada tipe penggunaan lahan
berbeda 14
4. Populasi rata-rata individu fauna tanah di hutan sekunder, kebun teh, dan kebun
campuran 19
5. Populasi rata-rata individu fauna tanah di lapisan serasah dan tanah pada setiap
penggunaan lahan 21
6. Nilai indeks keanekaragaman di hutan sekunder, kebun teh, dan kebun campuran
24
DAFTAR GAMBAR
1. Lokasi sebaran pengambilan titik sampel di PTPN VIII Gunung Mas Cisarua,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Sumber: Bria 2019) 6
2. Lokasi pengambilan contoh tanah pada beberapa tipe penggunaan lahan di PTPN
VIII Gunung Mas Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat 7
3. Ilustrasi pengambilan contoh tanah dengan metode komposit 8
4. Berlese Funnel Extractor untuk ekstraksi contoh tanah dan serasah 10
5. Populasi rata-rata mikrob tanah pada tipe penggunaan lahan berbeda 12
6. Populasi total mikrob pada tipe penggunaan lahan berbeda 14
7. Populasi total fungi pada tipe penggunaan lahan berbeda 15
8. Populasi Azotobacter pada tipe penggunaan lahan berbeda 16
9. Populasi mikrob pelarut fosfat pada tipe penggunaan lahan berbeda 17
10. Populasi mikrob pendegradasi selulosa pada tipe penggunaan lahan berbeda 17
11. Fauna tanah dominan pada setiap penggunaan lahan yang diteliti: Collembola,
Hymenoptera, dan Acari 22
DAFTAR LAMPIRAN
1. Analisis statistika Anova pada tiga jenis penggunaan lahan terhadap populasi
total mikrob 31
2. Analisis statistika Anova pada tiga jenis penggunaan lahan terhadap populasi
fauna tanah 31
3. Kriteria evaluasi hasil analisis sifat kimia tanah 32
4. Gambar fauna tanah yang ditemukan pada lokasi penelitian 33
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Terkait dengan vegetasi di kawasan hutan milik PTPN VIII Gunung Mas
memiliki beragam vegetasi di dalamnya, baik pepohonan maupun tumbuhan
penutup tanah antara lain pohon silver oak (Grevillea robusta), tumbuhan paku
(Aspidium sp), harendong bulu (Clidemia hirta), dan rumput tapak burung
(Murdannia nudiflora), tumbuhan obat-obatan, dan jenis tumbuhan lainnya (Bria
2019). Kondisi tumbuhan di hutan sekunder termasuk rimbun dan memiliki
ketebalan serasah mencapai 1.8 - 3.6 cm. Kawasan hutan sekunder tersebut
memiliki luasan sebesar 203.66 ha dengan kelerangan curam (Rinawati 2014).
Selain kawasan hutan di PTPN VIII Gunung Mas dikenal memiliki
perkebunan tehnya. Luasan perkebunan teh yang diamati dalam penelitian adalah
kebun teh blok 4 seluas 4.87 ha dengan penanaman sebanyak 6 550 pohon
(Rinawati 2014). Sejak tahun 1988 atau sekitar 30 tahun menjadi perkebunan teh
hasil dari konversi kawasan hutan (Bria 2019). Kondisi lahan tersebut memiliki
kelerengan yang bergelombang dan ketebalan serasah mencapai 1.6 – 2.2 cm.
Ketebalan serasah tersebut merupakan hasil sumbangan dari kebun teh dengan
tanaman penutup tanah berupa rumput mutiara (Oldenlandia), tumbuhan paku
(Aspidium sp), harendong bulu (Clidemia hirta), namun tidak seluruh luasan lahan
kebun teh ditutupi dengan tanaman penutup tanah hanya pada bagian tertentu.
Kebun campuran di PTPN VIII Gunung Mas, memiliki teknik budidaya
tanamannya berupa tumpang sari. Kebun campuran tersebut merupakan kebun teh
yang kemudian diolah menjadi kebun yang ditanami berbagai jenis tanaman.
Tanaman yang ditumpang sari tersebut adalah tanaman jeruk, nanas, sereh, dan
masih terdapat rerumputan sebagai tumbuhan penutup tanah, kecuali di sekitar
tanaman jeruk tidak ditutupi dengan rumput. Selain itu, pada kebun campuran juga
ditemukan tanaman jambu yang memiliki usia >25 tahun, pohon silver oak
(Grevillea robusta), albasia, sintrong (Crassocephalum crepidioides), bandotan
(Ageratum conyzoides), bathokan, dan jenis tanaman lainnya. Keragaman vegetasi
lebih banyak ditemukan pada kebun campuran dibandingkan pada kebun teh di
PTPN VIII Gunung Mas, sehingga mempengaruhi ketebalan serasah mencapai 1.0
– 2.3 cm (Bria 2019).
Organisme Tanah
terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu mikrofauna dengan diameter tubuh 0.02-0.2
mm, mesofauna diameter tubuh sebesar 0.2-2 mm, dan makrofauna dengan
diameter tubuh 2-20 mm (Nurrohman et al. 2015).
Mikrob tanah tergolong kelompok flora tanah yang merupakan salah satu
faktor penting dalam suatu ekosistem, karena keberadaannya berperan dalam
ketersediaan dan siklus hara tanaman serta berpengaruh terhadap stabilitas struktur
tanah (Susilawati et al. 2013). Menurut pernyataan Purwaningsih (2009), bahwa
tanah yang dikategorikan menjadi tanah yang subur jika banyak mengandung
berbagai macam mikrob, namun secara umum dapat dikatakan bahwa tanah
tersebut memiliki sifat fisik dan kimia yang baik. Mikrob tanah berperan dalam
mempercepat dekomposisi bahan organik, memperbaiki struktur tanah, dan
ketersediaan hara bagi tanaman (Ma’shum et al. 2003). Populasi mikrob tanah yang
tinggi dipengaruhi adanya suplai makanan dan energi yang cukup (Rao 1994).
Terdapat berbagai jenis mikrob tanah seperti bakteri, fungi, aktinomycetes,
protozoa, dan algae. Bakteri merupakan kelompok prokariotik (tidak memiliki
membran inti) dan mempunyai dinding sel yang mengandung peptidoglikan
(Krisnanto 2012) dan sering dijumpai di dalam tanah. Peranan bakteri tanah sama
halnya dengan fungi karena merupakan satu dekomposer bahan organik dan sebagai
pemacu tingkat kelarutan senyawa anorganik menjadi organik.
Fungi Tanah
Fungi merupakan kelompok eukariotik yang berbentuk filamen, memiliki
peran penting dalam siklus nutrisi, agen penyakit, simbion yang menguntungkan,
dan terlibat dalam perekat agregat tanah (Ritz dan Young 2004). Menurut Gandjar
et al. (2000), fungi adalah heterotrof yang mendapatkan nutrisinya dari penyerapan
(absorpsi) molekul-molekul kecil dari medium di sekitarnya dan mencerna
makanannya di luar tubuhnya dengan cara mensekresikan enzim ekstra seluler.
Enzim tersebut berguna untuk menguraikan molekul kompleks menjadi sederhana
agar dapat diserap oleh fungi (Madigan et al. 2009). Keberadaan fungi memerlukan
senyawa organik untuk nutrisinya, kelembaban yang tinggi dan persediaan oksigen
untuk pertumbuhannya.
Azotobacter
Azotobacter adalah bakteri penambat N2 aerobik nonsimbiotik yang
melimpah di atmosfer dan mampu menghasilkan N2 dalam jumlah yang cukup
tinggi bagi tanaman, jumlahnya bervariasi ±2 - 15 mg N/gram sumber karbon.
Kemampuan ini tergantung pada sumber energi, keberadaan nitrogen yang terpakai,
mineral, reaksi tanah dan faktor lingkungan lainnya. (Rahmi 2014). Azotobacter
dapat digolongkan sebagai bakteri perangsang pertumbuhan tanaman (plant growth
promoting rhizobacteria/PGPR) (Rao 1994) yang mempunyai kemampuan dalam
memproduksi vitamin dan zat pengatur tumbuh seperti IAA, kinetin, dan giberelin
(Glick 1995). Selain itu, Azotobacter memiliki kemampuan dalam melindungi
bagian tanaman di atas tanah dari virus, bakteri, dan fungi (Kloepper 1983) atau
dikenal sebagai pengendali penyakit tanaman karena kemampuannya menghasilkan
antibiotik (Rahmi 2014). Menurut Agisti (2014), pertumbuhan Azotobacter ditandai
koloni bulat, tepian koloni utuh, permukaan koloni cembung, dan berwarna putih
bening.
5
METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2018 hingga Februari 2019.
Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan di tiga ekosistem berbeda yang
terletak pada wilayah PT Perkebunan Nasional (PTPN) VIII Gunung Mas
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penggunaan lahan yang diteliti
adalah hutan sekunder, kebun teh, dan kebun campuran. Isolasi mikrob tanah,
ekstraksi, dan identifikasi fauna tanah dilakukan di Laboratorium Bioteknologi
Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Gambar 1 Lokasi sebaran pengambilan titik sampel di PTPN VIII Gunung Mas
Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Sumber: Bria 2019)
7
A B
C
Gambar 2 Lokasi pengambilan contoh tanah di penggunaan lahan (A) kebun teh,
(B) hutan sekunder, (C) kebun campuran di lahan PTPN VIII Gunung
Mas Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga yaitu, alat-alat
untuk analisis mikrob tanah, ekstraksi dan pengawetan fauna tanah, dan
pengambilan sampel tanah. Alat untuk analisis mikrob tanah antara lain Laminar
Air Flow (LAF), autoclave, oven, stirrer, shaker, vortex, timbangan, bunsen,
tabung reaksi, cawan petri, micro pipet, microtip, dan erlenmeyer. Peralatan yang
diperlukan dalam ektraksi dan pengawetan fauna tanah adalah Berlese Funnel
Extractor, mikroskop stereo, microtube 2 ml, kain kasa ukuran 2 mm, kuas kecil,
cawan petri, botol semprot, dan buku identifikasi. Selanjutnya alat yang digunakan
dalam pengambilan sampel tanah antara lain Global Positioning System (GPS),
8
cangkul, sekop, termometer, penggaris, paralon, label, plastik, alat tulis, dan
kamera. Bahan yang digunakan untuk analisis mikrob tanah yaitu, sampel tanah,
larutan fisiologis, alkohol 70%, aquadest, spirtus, media Nutrient Agar (NA),
Martin Agar (MA), Nitrogen Free Media (NFM), Pikovskaya, dan Carboxy Methyl
Cellulose (CMC). Selanjutnya bahan kimia utama yang digunakan dalam ekstraksi
dan pengawetan fauna tanah adalah Ethylene Glycol dan alkohol konsentrasi 96%.
Prosedur Penelitian
1m
1m
Kain penutup
Kain kasa 2 mm
Corong plastik
Gambar 4 Berlese Funnel Extractor untuk ekstraksi contoh tanah dan serasah
IS
I.m-2 =
A
Keterangan:
IS : Rata-rata jumlah individu per sampel
A : Luas penampangan pengambilan contoh tanah cm2 (nilai kemudian
dikonversikan ke m2 )
I : Populasi fauna tanah (individu/m2)
Keterangan:
H’ : Shannon’s Diversity Index
ni : Populasi ordo ke-i
n : total populasi individu
9
8 a a
a
7 a
6 a a a
a b a
Log . SPK/g
b a
5 ab b b
Hutan Sekunder
4
Kebun Teh
3
Kebun Campuran
2
1
0
Total Mikrob Total Fungi Azotobacter Mikrob Pelarut Mikrob
Fosfat Pendegradasi
Mikrob Tanah Selulosa
Gambar 5 Populasi rata-rata mikrob tanah pada beberapa tipe penggunaan lahan
berbeda
13
Tabel 1 Populasi rata-rata mikrob tanah pada hutan sekunder, kebun teh, dan kebun
campuran
Penggunaan Lahan
Hutan Kebun Kebun
Mikrob Tanah
Sekunder Teh Campuran
--------------------- Log . SPK/g --------------------
Total Mikrob 6.81 a 6.32 a 6.70 a
Total Fungi 5.25 a 5.18 a 5.00 a
Azotobacter 5.19 a 4.32 b 5.08 a
Mikrob Pelarut Fosfat 5.27 a 4.52 b 4.98 a
Mikrob Pendegradasi Selulosa 4.52 b 4.58 b 4.85a
Huruf sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5% dan
data diubah kedalam bentuk logaritma
Tabel 2 Nilai ketebalan serasah dan suhu tanah pada tipe penggunaan lahan
berbeda
Tabel 3 Jumlah C-organik, N-total, C/N rasio, dan pH tanah pada tipe penggunaan
lahan berbeda
10
a
8 a a
Log . SPK/g
6
4
2
0
Hutan Sekunder Kebun Teh Kebun Campuran
Penggunaan Lahan
adanya aktivitas manusia yang dapat mengganggu habitat dan siklus rantai
makanan bagi organisme tanah. Kegiatan tersebut salah satunya adalah pengelolaan
lahan.
Pengelolaan lahan dapat mengakibatkan terjadinya penurunan bahan organik
(Widianto 2004). Menurut Hairiah et al. (2004), alih guna lahan juga
mengakibatkan penurunan ketebalan serasah dan jumlah ruang pori makro tanah,
seperti perubahaan dari hutan menjadi lahan pertanian menunjukkan adanya
penurunan kadar C organik tanah. Lahan hutan memiliki kandungan bahan organik
tinggi karena adanya suplai bahan organik yang terus-menerus dari vegetasi hutan
sehingga terjadi penumpukan. Kondisi stabil tersebut memungkinkan dekomposisi
bahan organik berlangsung secara alami, sebaliknya pada lahan pertanian proses
dekomposisi berlangsung dengan cepat karena adanya pengelolaan dari petani
(Monde et. al 2008). Hal ini terbukti dari hasil pengukuran bahwa di lahan
perkebunan khususnya kebun teh memiliki ketebalan serasah yang berbeda nyata
dengan hutan sekunder, diikuti dengan jumlah C-organik lebih rendah. Ketebalan
serasah di kebun campuran lebih tinggi dibandingkan kebun teh, karena diversitas
tanamannya lebih tinggi tetapi tidak berbeda nyata. Diversitas tanaman yang tinggi
tersebut menyumbangkan berbagai jenis serasah, sehingga populasi total mikrob di
kebun campuran lebih tinggi dibandingkan kebun teh akibat ketersediaan sumber
makanan bagi mikrob berlimpah. Menurut Haei et al. (2011) bahwa aktivitas
organisme tanah dipengaruhi oleh sumber energi dan makanan di lingkungannya.
8 a
a a
Log . SPK/g
6
4
2
0
Hutan Sekunder Kebun Teh Kebun Campuran
Penggunaan Lahan
Populasi Azotobacter
Hasil penelitian menunjukkan adanya pertumbuhan Azotobacter pada tiap
penggunaan lahan. Populasi Azotobacter paling tinggi juga ditemukan di hutan
sekunder mencapai 1.55 x 105 SPK/g, sedangkan populasi Azotobacter di hutan
sekunder dan kebun campuran tidak berbeda nyata. Hal ini diduga faktor
lingkungan seperti kandungan C-organik di hutan sekunder jumlah tidak jauh
berbeda dengan kebun campuran. Terbukti dari nilai ketebalan serasah di kebun
campuran tidak berbeda nyata dengan di hutan sekunder (Tabel 2). Dilihat dari
vegetasi yang ditemukan di kebun campuran juga ada yang berada di hutan
sekunder. Hal ini menunjukkan bahwa sumbangan bahan organik di hutan sekunder
tidak berbeda signifikan dengan kebun campuran.
Variabilitas populasi Azotobacter paling tinggi di temukan hutan sekunder,
dilihat dari standar deviasinya yang tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa
persebaran populasi Azotobacter di hutan sekunder paling tidak merata. Umumnya
pertumbuhan optimum Azotobacter berada pada tanah yang memiliki pH netral
yang berkisar 7 - 7.5 (Agisti et al. 2014). Namun, pH tanah pada sampel penelitian
ini memiliki nilai berkisar 5.10 - 5.54 yang tergolong masam (Lampiran 3), tetapi
masih menunjukkan adanya pertumbuhan Azotobacter. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Ambarsari et al. (2016), bahwa pertumbuhan Azotobacter dapat tetap
berlangsung pada pH tanah 4.8 - 8.5.
8
a a
Log . SPK/g
6 b
4
2
0
Hutan Sekunder Kebun Teh Kebun Campuran
Penggunaan Lahan
6 b
4
2
0
Hutan Sekunder Kebun Teh Kebun Campuran
Penggunaan Lahan
Gambar 9 Populasi mikrob pelarut fosfat pada tipe penggunaan lahan berbeda
Jumlah populasi mikrob pelarut fosfat yang beragam dan fluktuatif diduga
dari pengaruh faktor lingkungannya. Menurut Widawati dan Suliasih (2005)
penyebab komposisi populasi dan aktivitas mikrob pelarut fosfat akan
beranekaragam karena adanya perbedaan sifat fisika-kimia tanah, iklim, dan
vegetasi yang berbeda.
Mikrob Pendegradasi Selulosa
Keberadaan mikrob pendegradasi selulosa pada suatu lahan sangat penting,
karena berkaitan dengan degradasi selulosa yang banyak terkandung pada bahan
organik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi tertinggi untuk mikrob
pendegradasi selulosa yang ditemukan berbeda dengan hasil populasi jenis mikrob
tanah lainnya. Populasi tertinggi untuk mikrob pendegradasi selulosa ditemukan di
lahan perkebunan, jika dilihat di kebun teh dan kebun campuran populasinya
berbeda nyata. Kebun campuran memiliki populasi mikrob pendegradasi selulosa
tertinggi.
5
a
5
Log . SPK/g
b
5 b
5
4
4
Hutan Sekunder Kebun Teh Kebun Campuran
Penggunaan Lahan
yang diukur pada hutan sekunder, menjadi penyebab nilai C-organik di hutan
sekunder tinggi.
Tabel 4 Populasi rata-rata individu fauna tanah di hutan sekunder, kebun teh, dan
kebun campuran
tanah pada ketiga jenis penggunaan lahan yang diamati termasuk ke dalam kategori
tanah masam, yaitu pH bekisar antara 5.10 – 5.54. Hal ini dapat menjadi penyebab
nilai populasi fauna tanah menjadi berkurang, karena tidak semua jenis fauna tanah
dapat hidup dalam kondisi asam.
Tabel 5 Populasi rata-rata individu fauna tanah di lapisan serasah dan tanah pada
setiap penggunaan lahan
berbeda-beda antara lapisan serasah dan tanah. Hasil menunjukkan bahwa populasi
fauna tanah paling banyak ditemukan pada lapisan serasah dibandingkan di lapisan
tanah, karena sumber makanannya lebih banyak tersedia di lapisan serasah. Pada
lapisan tanah semakin ke dalam maka semakin sedikit ditemukan fauna tanah,
karena ketersedian makanan dan oksigen semakin berkurang (Erniawati 2008).
Untuk populasi fauna tanah di lapisan serasah paling banyak ditemukan di kebun
campuran yang jumlahnya mencapai 2 387 individu/m2, sedangkan populasi di
lapisan tanah terbanyak ditemukan di hutan sekunder yaitu 1 413 individu/m2.
Jenis fauna tanah yang mendominasi antara lapisan serasah dan tanah
berbeda-beda. Penyebabnya adalah setiap jenis fauna tanah umumnya memiliki
aktivitas dan siklus menetap yang berbeda pada setiap fase hidupnya, untuk mencari
sumber makanan. Berdasarkan hasil penelitian dari setiap ekosistem di lapisan
tanah populasi fauna tanah yang paling banyak ditemukan adalah Hymenoptera,
Diplura, Chilopoda, dan Symphyla. Menurut Suheriyanto (2012), beberapa
serangga memiliki siklus menetap yang berbeda pada setiap fase, seperti pada fase
pupa hidup berada di dalam tanah dan ketika dalam fase larva aktif hidup di
permukaan tanah untuk mencari tumbuhan.
Berdasarkan hasil penelitian fauna tanah yang paling mendominasi di lapisan
serasah untuk tiga jenis penggunaan lahan adalah Collembola, diikuti Acari dan
Hymenoptera. Ketiga jenis fauna tanah ini juga banyak ditemukan di lapisan tanah.
Acari dan Collembola mempunyai tingkat populasi yang tinggi dan daerah
persebaran yang luas (Russel 1978), sedangkan Hymenoptera paling banyak
ditemukan di ekosistem terestrial (Fittkau dan Klinge 1973).
A A A
A 1 mm B 1.7 mm C 0.4 mm
Gambar 11 Fauna tanah dominan pada setiap penggunaan lahan yang diteliti:
(A) Collembola, (B) Hymenoptera, dan (C) Acari
Tabel 6 Nilai indeks keanekaragaman di hutan sekunder, kebun teh, dan kebun
campuran
fauna pengendali kehidupan yang menentukan populasi bakteri dan fungi, sebab
Collembola memangsa bakteri dan fungi untuk mengendalikan dan menekan
populasi patogen. Sesuai pada kondisi hutan sekunder yang secara rata-rata
memiliki populasi mikrob tanah tertinggi termasuk fungi dan jumlah
Collembolanya terbanyak setelah kebun campuran. Hal ini mengartikan bahwa
semakin banyak populasi mikroflora tanah maka menyebabkan keberadaan
Collembola juga ikut meningkat, sebab keduanya masuk ke dalam jaringan rantai
dan agen penyeimbang ekosistem. Apabila salah satu terjadi pelonjakan populasi
maka akan merusak keseimbangan ekosistem.
Hutan sekunder dan kebun campuran memiliki diversitas vegetasi, sedangkan
kebun teh hanya ada satu jenis tanaman saja. Hal ini dapat memengaruhi populasi
organisme tanah. Menurut Susilawati (2013), perbedaan pola tanam dapat
mempengaruhi populasi organisme tanah, karena pola tanam kaitannya dengan
keadaan bahan organik tanah. Keragaman vegetasi menyumbangkan beragam jenis
serasah dalam jumlah banyak, sehingga ketersediaan makanan untuk organisme
tanah juga meningkat. Keragaman vegetasi juga membuat suhu dan kelembaban
tanah ikut terjaga, karena radiasi sinar matahari tidak langsung mengenai
permukaan tanah tetapi terhalang oleh tajuk vegetasi. Hal ini menyebabkan
aktivitas organisme tanah tidak terhambat. Intensitas cahaya matahari yang tinggi
dapat mempengaruhi penurunan populasi organisme tanah, terutama fauna tanah
(Sugiyarto et al. 2007).
Berlimpahnya populasi fungi dan Collembola pada hutan sekunder diduga
karena faktor tanahnya, selain dari bahan organik. Kondisi hutan sekunder yang
memiliki suhu tanah paling rendah dan kadar air tanah paling tinggi, yang
mengindikasikan kelembaban tanahnya tinggi. Kondisi tersebut mendorong
aktivitas fungi dan Collembola. Kelembaban tanah mempunyai peran utama dalam
pola persebaran Collembola dan Fungi, sebab fungi cepat tumbuh di kondisi yang
lembab.
26
Simpulan
Tutupan lahan berupa hutan sekunder memiliki populasi mikrob tanah (total
mikrob, total fungi, Azotobacter, dan mikrob pelarut fosfat) tertinggi dibandingkan
kebun teh dan kebun campuran. Populasi tertinggi untuk fauna tanah juga
ditemukan di hutan sekunder, jumlahnya mencapai 3 436 individu/m2. Namun,
ekosistem kebun teh yang memiliki nilai indeks keanekaragaman terbesar yaitu
1.92, yang masuk dalam kategori keanekaragaman sedang. Secara keseluruhan
jumlah populasi organisme tanah yang cukup merata dan mendominasi dari ketiga
jenis penggunaan lahan adalah populasi fungi (kelompok mikrob tanah) dan
Collembola (kelompok fauna tanah).
Saran
Data penelitian ini dapat dijadikan sebagai data base untuk referensi
penelitian selanjutnya atau sebagai bahan pertimbangan dalam penerapan praktek
pengelolaan lahan khsususnya dalam ranah pertanian, mengingat masih kurangnya
informasi mengenai potensi organisme tanah di lahan-lahan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Bria D. 2019. Studi populasi Oribatida pada tiga ekosistem berbeda di PTPN VIII
Cisarua Bogor Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Buckman MH, Brady. 1982. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Bharata Karya.
Coleman DC, Cossley JDA, Hendrix PF. 2004. Fundamental of soil ecology 2nd
edition. London (GB): Elsevier Academic Press.
Coyne MS, Thompson JA. 2006. Fundamental Soil Science. Australia (AU):
Thomson Delmar Learning.
Ed-har AA, Widyastuti R, Djajakirana G. 2017. Isolasi dan identifikasi mikrob
tanah pendegradasi selulosa dan pektin dari Rhizosfer Aquilaria malaccensis.
Jurnal Bulletin Tanah dan Lingkungan 1(1): 58-64.
Erniawati. 2008. Fauna tanah pada stratifikasi lapisan tanah bekas penambangan
emas di Jampang Sukabumi Selatan. ZOO Indonesia Jurnal Fauna
Tropika 2 (17): 83-91.
Fatimah, Endang C, Suhardjono YR. 2012. Collembola permukaan tanah kebun
karet, Lampung. Zoo Indonesia 21: 17-22.
Fittkau EJ, Klinge H. 1973. On biomass and trophic structure of the Central
Amazonian Rain Forest Ecosystem. Biotropica 5: 2 – 14.
Flatian AN, Anas I, Sutandi A, Ishak. 2016. Kontribusi P berasal dari aktivitas
mikrob pelarut Fosfat Alam dan SP-36 yang ditemukan menggunakan teknik
Isotop 32P. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi 12(1): 57-68.
Gandjar I, Samson RA, Tweel-Vermeulen KVD, Oetari A, Santoso I. 2000.
Pengenalan Kapang Tropik Umum. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia.
Glick BR. 1995. The enhancement of plant growth by free-living
bacteria. Journal of Microbiology 41: 109-117.
Gupta VVSR, Yeates GW. 1997. Soil microfauna as bioindicators of soil
health. In C. Pankhurst, B.M. Doube and V.V.S.R. Gupta (eds). London
(GB): Biological Indicators of Soil Health, CAB International.
Haei M, Rousk J, Ulrik I, Oquist M, Baat E, Laudon H. 2011. Effects of soil frost
on growth, composition and respiration of the soil microbial decomposer
community. Soil Biology & Biochemistry 43 : 2069-2077.
Hakim N, Nyakpa MY, Lubis AM, Nugroho SG, Dika MA, Hong GB, Bailley HH.
1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Lampung (ID): Universitas Lampung.
Hairiah K, Sardjono MA, Sabarnurdin S. 2004. Alih guna lahan hutan menjadi
lahan agroforestri berbasis kopi: ketebalan seresah, populasi cacing tanah dan
makroporositas tanah. AGRIVITA 26 (1): 68-80.
Handayanto E, Hairiah K. 2007. Biologi Tanah : Landasan Pengelolaan Tanah
Sehat. Malang (ID): Pustaka Adipura.
Haneda NF, Sirait BA. 2012. Keanekaragaman fauna tanah dan peranannya
terhadap laju dekomposisi serasah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq).
Jurnal Silvikultur Tropika 3(3). 161 – 167.
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
Hudi FA. 2017. Populasi bakteri dan fungi pada lahan reklamasi tambang PT. Bukit
Asam, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Husna SA, Hadi M, Rahardian R. 2016. Struktur komunitas mikroartropoda tanah di
lahan pertanian organik dan anorganik di Desa Batur Kecamatan Getasan
Salatiga. Jurnal Bioma 18(2): 157-166.
28
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil sidik ragam pada tiga jenis penggunaan lahan terhadap populasi
mikrob tanah
Lampiran 2 Hasil sidik ragam pada tiga jenis penggunaan lahan terhadap populasi
fauna tanah
Fauna Tanah
Perlakuan 23 6853321.26 297970.49 16.16 0.001
Galat 42 689009.73 16404.99
Total 65 7542330.99
32
Nilai
Parameter tanah Sangat Sangat
Rendah Sedang Tinggi
rendah tinggi
C (%) <1 1-2 2-3 3-5 >5
N (%) <0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.75 >0.75
C/N <5 5-10 11-15 16-25 >25
P2O5 HCl 25%
<15 15-20 21-40 41-60 >60
(mg/100g)
P-Bray 1 (ppm P) <4 5-7 8-10 11-15 >15
P-Olsen (ppm P) <5 5-10 11-15 16-20 >20
K2O HCl 25 %
<10 10-20 21-40 41-60 >60
(me/100g tanah)
KTK/CEC (me/100g
<5 5-16 17-24 25-40 >40
tanah)
Susunan kation
Ca (me/100g tanah) <2 2-5 6-10 11-20 >20
Mg (me/100g tanah) <0.3 0.4-1 1.1-2 2.1-8 >8
K (me/100g tanah) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.5 0.6-1 >1
Na (me/100g tanah) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1 >1
Kejenuhan Basa (%) <20 20-40 41-60 61-80 >80
Kejenuhan
<5 5-10 11-20 21-40 >40
Aluminium (%)
Cadangan mineral
<5 5-10 11-20 21-40 >40
(%)
Salinitas/DHL
<1 1-2 2-3 3-4 >4
(dS/m)
Gambar Taksa
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Chelicerata
Kelas : Arachnida
Ordo : Acari
Perbesaran 4x
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Chelicerata
Kelas : Arachnida
Ordo : Araneae
Perbesaran 1.5x
1.5 mm
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Chelicerata
Kelas : Arachnida
Ordo : Pseudoscorpionida
Perbesaran 4x
1 mm
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Myriapoda
Kelas : Chilopoda
Perbesaran 0.67x
13 mm
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Myriapoda
Kelas : Diplopoda
Perbesaran 2x
1.5 mm
34
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Blattode
Perbesaran 1.5x
2.7 mm
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Hexapoda
Kelas : Collembola
Perbesaran 3.5x
1 mm
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Perbesaran 1.5x
1 mm
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
2.4 mm Ordo : Coleoptera Larvae
Perbesaran 1.5x
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Dermaptera
6 mm Perbesaran 0.80x
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Perbesaran 2x
1.5 mm
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
3 mm
Ordo : Diplura
Perbesaran 2x
35
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
1.8 mm Perbesaran 2x
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Isoptera
1 mm
Perbesaran 2x
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
1.7 mm Perbesaran 2x
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
1 mm Ordo : Psocoptera
2 mm Perbesaran 0.80x
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Hexapoda
3 mm
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera (larvae)
Perbesaran 1.2x
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Ordo : Thysanoptera
3 mm
Perbesaran 2.5x
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Isopoda
10 mm Perbesaran 1.5x
36
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Myriapoda
Kelas : Pauropoda
Perbesaran 2x
1 mm
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Myriapoda
Kelas : Symphyla
Perbesaran 1x
2.5 mm
37
RIWAYAT HIDUP