Oleh:
1. Fikria Mahira (2500005)
2. Imtiyaz Hafizah Zahra (2500009)
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. karena atas kuasa dan rido-Nya
penulis mampu menyelesaikan proposal ini. Selawat serta salam penulis sampaikan kepada
Nabi Muhammad saw. Semoga keberkahan selalu tercurah kepada umatnya
Proposal dengan judul “Pemanfaatan Limbah Eceng Gondok untuk Meningkatkan
Produktivitas Bawang Merah” disusun dalam rangka mengikuti ajang Madrasah Young
Researcher Super Camp. Terima kasih penulis sampaikan atas keterlibatan banyak pihak dalam
penyusunan proposal ini. Secara khusus, penulis berterima kasih kepada pimpinan MAN Insan
Cendekia Serpong, Ibu Persahini Sidik, M.Si., kepada Ibu Sartini Subaryatun, M.Pd. selaku
pembimbing mata pelajaran KIR di kelas 11 MAN Insan Cendekia Serpong, kepada Ibu Tina
Yulistania, M.Si. selaku pembimbing mata pelajaran Biologi. Ucapan terima kasih yang sangat
pribadi penulis sampaikan kepada kedua orang tua, Ibu Evi Siti Fauziah, S.Ag. selaku Pembina
asrama putri angkatan 23, dan teman teman yang telah membantu dan giat menyemangati
penulis.
Penulis berharap penelitian dengan judul “Pemanfaatan Limbah Eceng Gondok untuk
Meningkatkan Produktivitas Bawang Merah” akan berjalan dengan lancar dan atas disusunnya
proposal ini penulis berharap penelitian dapat dilaksanakan secara terencana sesuai dengan
prosedur dan hasil akhir dari penelitian ini mampu memberikan manfaat bagi siapa saja yang
mempelajarinya.
Pada akhirnya, penulis menyadari bahwa proposal ini masih memiliki banyak
kekurangan dan membutuhkan bimbingan dari Bapak dan Ibu guru. Kritik dan saran yang
membangun juga dibutuhkan oleh penulis dalam rangka penyempurnaan proposal KIR (Karya
Ilmiah Remaja) ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Sampul…………………………………………………… i
Kata Pengantar ……………………………………………………. ii
Daftar Isi………………………………………………………….... iii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………….... 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………..…. 2
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………..….. 3
1.4. Manfaat Penelitian………………………………………………..…… 3
1.5. Hipotesis……………………………………………………….……… 3
BAB II : LANDASAN TEORI
2.1. Bawang Merah………………………………………………………… 4
2.2. Pupuk Organik…………………………………………...…………… 8
2.3. Eceng Gondok………………………………………...…………….... 11
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian……………..….……………………….. 14
3.2. Desain Penelitian………………………..…………………………….. 14
3.3. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel..……………………… 15
3.4. Instrumen Penelitian………………………..…………………………. 15
3.5 . Langkah Kerja……………………………..………………………….. 16
3.6. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data………………………………. 18
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………… 19
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang tidak terlepas dari kegiatan cocok
tanam. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai pekerja tani. Para petani menanam
berbagai macam tanaman dari pangan pokok, sayuran, hingga buah-buahan. Salah satu
tanaman yang banyak dibudidayakan oleh para petani di Indonesia adalah bawang
merah. Dewasa ini, bawang merah merupakan salah satu jenis sayuran penting yang
banyak dikonsumsi baik dalam bentuk segar maupun olahan oleh konsumen di
Indonesia. Keberadaannya dapat ditemukan di daerah dengan tanah berjenis aluvial
seperti Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Sebagian besar produksi bawang merah di
Indonesia terkosentrasi di Kabupaten Brebes.
Pengamatan yang dilakukan oleh penulis di daerah Brebes menunjukkan
bahwa permintaan konsumen yang sejalan dengan kebutuhan akan bawang merah
meningkat setiap tahunnya. Akan tetapi, hal ini tidak sebanding dengan jumlah produksi
bawang merah. Oleh karena itu, para petani membutuhkan sebuah strategi pertanian
untuk meningkatkan jumlah produksi bawang merah. Mereka menggunakan pupuk
sebagai nutrisi tambahan bagi bawang merah. Jumlah pupuk yang dibutuhkan pun tidak
sedikit. Bahkan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Basuki R.S. dari Balai
Penelitian Tanaman Sayuran yang dirangkum dalam jurnal ilmiah berjudul “Identifikasi
Permasalahan dan Analisis Usaha Tani Bawang Merah” pada tahun 2014 menunjukkan
data yang menyatakan bahwa sebanyak 83% dari 60 petani yang disurvei mengatakan
keterbatasan modal untuk membeli pupuk menjadi masalah utama dalam hal modal
dalam proses budidaya bawang merah. Para petani bawang merah biasanya
menggunakan pupuk subsidi untuk menangani permasalahan ini. Namun, berdasarkan
data yang penulis peroleh dari media berita Suaramerdeka.com yang dipublikasikan
pada tanggal 07 November 2018 dengan judul artikel “Petani Keluhkan Kelangkaan
Pupuk Subsidi” menunjukkan sebuah permasalahan baru bagi para petani, khususnya
petani bawang merah. Petani yang awalnya dapat membeli pupuk subsidi dengan harga
murah kini harus beralih ke pupuk non subsidi yang pastinya dibandrol dengan harga
yang jauh lebih mahal.
Survei pra penelitian yang penulis lakukan di daerah Brebes juga memberikan
informasi tentang para petani yang menggunakan pupuk anorganik dalam jumlah
banyak dalam pembudidayaan bawang merah. Penggunaan pupuk anorganik terus
menerus diketahui dapat membuat media tanah keras sehingga menghambat penyerapan
unsur hara secara alami oleh tanaman.
Di sisi lain, pada daerah yang sama, Kabupaten Brebes mengalami
permasalahan lingkungan yang cukup serius. Banjir besar melanda sentra bawang
merah tersebut pada tahun 2017 dan 2018. Masalah banjir di kurun waktu terakhir
menjadi sorotan masyarakat karena diketahui daerah Brebes tidak pernah mengalami
banjir besar sebelumnya. Berbagai penelitian pun dilakukan untuk mengidentifikasi
sebab terjadinya banjir ini. Sebuah artikel yang berjudul “ Lebatnya Tumbuhan Eceng
Gondok di Aliran Sungai Sigeleng “ oleh media berita Kumparan memberikan jawaban
akan pertanyaan masyarakat tentang salah satu penyebab banjir besar di Brebes. Eceng
gondok yang menghambat saluran air, menyebabkan pendangkalan sungai, dan menjadi
sampah organik ini belum dikelola dengan benar oleh masyarakat sekitar.
Oleh sebab itu, atas berbagai permasalahan yang telah dipaparkan, penulis
berinisiatif membuat pupuk organik dari eceng gondok untuk meningkatkan
prouktivitas bawang merah. Pengaruhnya dalam meningkatkan produktivitas bawang
merah juga akan penulis teliti untuk mengetahui keefektifan produk. Pupuk organik
yang dibuat dari bahan eceng gondok diharapkan mampu menangani permasalahan
lingkungan dengan memanfaatkan eceng gondok secara optimal menjadi produk pupuk.
Pupuk organik juga diharapkan dapat mengatasi permasalahan keterbatasan modal
untuk membeli pupuk bagi petani dengan ketersediaan pupuk yang murah dan mudah
didapat. Tanah yang keras akibat pupuk anorganik pun dapat diatasi dengan mengganti
penggunaannya dengan pupuk organik yang menjaga kesehatan tanah sehingga
penyerapan unsur hara oleh bawang merah dapat berlangsung baik. Pada akhirnya,
penulis berusaha mengatasi permasalahan lingkungan akibat eceng gondok berlebih dan
meningkatkan produktivitas bawang merah untuk kepentingan petani maupun
konsumen.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah pupuk organik dari limbah eceng gondok berpengaruh dalam meningkatkan
produktivitas bawang merah?
1.3. Tujuan Penelitian
Mengetahui apakah pupuk organik dari limbah eceng gondok berpengaruh dalam
meningkatkan produktivitas bawang merah.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Penulis
1. Menambah pengetahuan tentang pemanfaatan limbah lingkungan
2. Meningkatkan kreativitas dan inovasi dalam mengatasi masalah lingkungan
1.4.2. Bagi Masyarakat
1. Mengatasi masalah perairan oleh pertumbuhan eceng gondok berlebih
2. Menumbuhkan semangat berinovasi untuk memanfaatkan limbah secara
optimal
3. Menciptakan produk bawang merah dengan produktivitas tinggi
4. Meningkatkan perekonomian petani bawang merah
1.5. Hipotesis
H0 Pupuk dari limbah eceng gondok tidak berpengaruh terhadap produktivitas
bawang merah
H1 Pupuk dari limbah eceng gondok berpengaruh terhadap produktivitas bawang
merah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bawang Merah
2.1.1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Klas : Liliopsida
Sub-klas : Liliidae
Ordo : Liliales
Familia : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium cepa L. var. aggregatum1
2.1.2. Karakteristik
Bawang merah memiliki banyak varietas. Salah satu varietasnya
adalah bawang merah varietas Bima Brebes. Bawang merah ini asli lokal
yang dibudidayakan di Brebes. Tanaman ini memiliki kemampuan
berbunga (alami) yang agak sukar, tetapi jika tanaman ini berbunga
biasanya terjadi sekitar umur 50 hari. Di daerah Brebes, tanaman ini jarang
sekali berbunga. Bawang merah varietas Bima Brebes dapat dipanen pada
umur 60 hari.Varietas Bima Brebes ini memiliki ketahanan yang cukup baik
terhadap penyakit busuk umbi (Botrytis allii). Akan tetapi, tanaman tersebut
rentan atau peka terhadap penyakit busuk ujung daun (Phytophtora porri).
Bawang merah ini mampu memproduksi 9,9 ton per hektare dalam keadaan
umbi bawang yang sudah mengering. Bobot umbi ini juga menyusut sekitar
21,5% dari basah ke kering.
2.1.3. Morfologi
Bawang merah varietas Bima Brebes memiliki tinggi sekitar 25
sampai dengan 44 cm, namun rata-rata tumbuhan ini memiliki tinggi 34,5
cm. Bawang merah ini memiliki banyak anakan sekitar 7 sampai 12 umbi
per rumpun. Daunnya berwarna hijau berbentuk silindris dan berlubang
serta banyak daunnya sekitar 14 sampai 50 helai. Bentuk bunganya seperti
1
Singgih Wibowo, Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah, Dan Bawang Bombay,Penebar Swadaya, Depok, 2007,
hal. 7
payung berwarna putih, memiliki 60 sampai 100 buah per tangkai dan 120
sampai 160 bunga per tangkai serta memiliki 2 sampai 4 tangkai bunga per
rumpun. Bijinya berwarna hitam berbentuk bulat, gepeng, dan berkeriput.
Umbinya berwarna merah muda berbentuk lonjong bercincin kecil pada
leher cakram. 2
2
Singgih Wibowo, Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah, dan Bawang Bombay,Penebar Swadaya,
Depok, 2007, hal. 9
2.1.5. Cara Budidaya dalam Polybag
1. Pemilihan Benih
Benih bawang merah berasal dari pembibitan sendiri atau membeli
dari petani lain. Pembibitan sendiri dilakukan dengan menyeleksi benih dari
tanaman yang berasal dari tanaman sehat, tidak cacat, dan tidak terserang hama
dan penyakit. Benih hasil seleksi kemudian dikeringkan atau disimpan.
Pemilihan benih kembali dilakukan sebelum penanaman dan dilakukan
pemotongan bagian ujung bawang merah untuk mempercepat pertumbuhan
karena dapat merangsang tumbuhnya tunas dan umbi samping/anakan
sehingga umbi tumbuh merata.
Harga benih bawang merah yang tinggi menjadi alasan sebagian besar
petani lebih memilih melakukan pembibitan sendiri atau menyisakan bawang
hasil panen untuk dijadikan sebagai benih. Penggunaan benih bawang merah
dengan cara tersebut berpotensi menurunkan kualitas umbi dan kuantitas hasil
panen karena benih bawang merah yang sebaiknya ditanam adalah benih
bermutu yang varietasnya sudah terdaftar untuk peredaran dan diperbanyak
melalui sertifikasi benih, mempunyai mutu genetik, mutu fisiologis, mutu fisik
serta status kesehatan yang sesuai dengan standar mutu atau persyaratan teknis
minimal.
Persyaratan teknis minimal mempunyai parameter benih yang
bermutu seperti benih yang tumbuh pada tanaman sehat tidak terserang
hamapenyakit, kadar air minimum, kemurnian fisik maksimal (kebersihan
umbi, keseragaman bentuk, ukuran dan warna umbi), dan daya kecambah
tinggi (Ditbenih Holtikultura 2015).
2. Persiapan media tanam dalam pot/polybag
Secara umum, tahap penanaman terdiri dari dua hal. Yaitu
menyiapkan media tanam dan teknik penanaman itu sendiri. Hal yang harus
diperhatikan untuk media tanam yang optimal :
1) Tanah yang digunakan haruslah tanah yang mengandung humus dimana
salah satu ciri-cirinya adalah mengandung banyak cacing tanah.
2) Untuk pupuk dasar, menggunakan pupuk kandang yang sudah kering
sebagai campuran tanah sekaligus pupuk dasar.
3) Tanah yang digunakan harus gembur. Tanah yang gembur selain
memudahkan air terserap tanah juga akan memudahkan pergerakan akar
saat tumbuh.
3. Penanaman
Jika media tanam sudah disiapkan. Langkah berikutnya adalah tahap
penanaman. Beberapa langkahnya adalah:
1) Memasukkan tanah yang sudah diberi pupuk dasar tadi kedalam pot.
2) Menyiram tanah yang sudah dimasukkan ke dalam poly bag dengan air
terlebih dahulu agar keadaan tanah lembab.
3) Memotong bagian atas bawang merah yang mengkerucut ¼ bagian untuk
merangsang pertumbuhan tunas baru.
4) Meletakkan bagian yang sudah dipotong tadi harus berada di bagian atas
dan bagian bawah bawang merah yang sudah mulai terlihat titik-titik akar
di bawah.
4. Pemupukan
Jenis pupuk yang dianjurkan untuk tanaman bawang merah adalah
pupuk kandang dan pupuk kimia. Penggunaan pupuk kimia secara terus
menerus tanpa diimbangi oleh pupuk kandang menyebabkan menurunnya
tingkat kesuburan tanah, yang berdampak pada defisiensi unsur hara mikro,
menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah, pemadatan tanah, tanah kurang
mampu menyimpan air, dan pencemaran lingkungan (Bangun et al. 2000).
Beberapa petani menggunakan pupuk dengan frekuensi aplikasi
hingga 4 kali sementara aplikasi pupuk yang dianjurkan dalam budidaya
bawang merah sebanyak 3 kali selama masa tanam. Pemupukan pertama
dilakukan pada saat tanam atau sebelum tanam, pemupukan kedua pada saat
15 hari setelah tanam dan pemupukan ketiga pada saat 25-30 hari setelah tanam
5. Penyiraman
Tanaman bawang merah memerlukan air yang cukup selama
pertumbuhan sehingga perlu dilakukan penyiraman pada lahan bawang merah.
Petani biasanya melakukan penyiraman satu kali dalam sehari saat musim
hujan, pagi atau sore hari dan saat musim kemarau, petani melakukan
penyiraman dua kali dalam sehari, pagi dan sore hari. Penyiraman dilakukan
secara manual dengan menyiramkan air secara merata ke tanaman3.
2.1.6. Peranan
Bawang merah memiliki banyak peranan yang sangat berguna bagi
kehidupan. Selain berperan sebagai bumbu masak, bawang merah ternyata
3
Maizul Husna Tanjung , Budidaya dan Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Bawang Merah
(Allium Ascalonicum) di Brebes Jawa Tengah, Bogor, 2016.
mengandung antibakteri, antiseptik, sulfur, serta serat dan baik untuk
kesehatan. Bawang merah sangat bermanfaat untuk pengobatan diantaranya
adalah untuk mencegah kanker, meningkatkan kesehatan jantung,
menurunkan kadar gula darah, melancarkan pencernaan dan lain-lain.
Ekstrak bawang merah ternyata berperan dalam pakan benih ikan seurukan
sebagai sumber prebiotik. Karenanya, bawang merah banyak di ekspor ke
mancanegara sehingga berpengaruh dalam pembangunan ekonomi dan
tentu pendapatan petani beserta tenaga kerja yang terlibat dalam produksi
hingga pemasaran menjadi meningkat serta dapat meningkatkan devisa
negara meskipun tidak terlalu besar karena Indonesia lebih banyak
mengimpor bawang merah.
2.2. Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri
atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, dan atau hewan yang telah
mengalami rekayasa berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memasok
bahan organik, memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Peraturan Mentan,
No. 2/Pert/HK.060/2/2006). Pupuk organik merupakan hasil akhir dan hasil antara
dari perubahan atau peruraian bagian dari sisa tanaman dan hewan. Pupuk organik
berasal dari bahan organik yang mengandung berbagai macam unsur, meskipun
ditandai dengan adanya nitrogen dalam bentuk persenyawaan organik, sehingga
mudah diserap oleh tanaman. Pupuk organik tidak meninggalkan sisa asam
anorganik di dalam tanah dan mempunyai kadar persenyawaan C-organik yang
tinggi. Pupuk organik kebanyakan tersedia di alam (terjadi secara alamiah),
misalnya kompos, pupuk kandang, pupuk hijau, dan guano (Sumekto, 2006).
2.2.1. Kompos
Kompos merupakan istilah untuk pupuk organik buatan manusia
yang dibuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup
(tanaman maupun hewan). Proses pembuatan kompos dapat berjalan secara
aerob dan anaerob yang saling menunjang pada kondisi lingkungan tertentu.
Secara keseluruhan, proses ini disebut dekomposisi (Yuwono, 2005).
Kompos yang baik adalah kompos yang sudah mengalami
pelapukan dengan ciri-ciri warna yang berbeda dengan warna bahan
pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah, dan mempunyai suhu ruang.
Manfaat kompos antara lain sebagai berikut:
1) Menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman.
2) Menggemburkan tanah.
3) Memperbaiki struktur dan tekstur tanah.
4) Meningkatkan porositas, aerasi, dan komposisi mikroorganisme tanah.
5) Meningkatkan daya ikat tanah terhadap air.
6) Memudahkan pertumbuhan akar tanaman.
7) Menyimpan air tanah lebih lama.
8) Meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia.
9) Bersifat multi lahan karena dapat digunakan di lahan pertanian,
perkebunan, reklamasi lahan kritis, maupun padang golf.
Kompos memiliki keunggulan dibanding pupuk kimia, karena
memiliki sifat-sifat seperti sebagai berikut:
1) Mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap, walaupun
dalam jumlah yang sedikit.
2) Dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara sebagai berikut:
a) Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara.
b) Memperbaiki kehidupan mikroorganisme di dalam tanah dengan cara
menyediakan bahan makanan bagi mikroorganisme tersebut.
c) Memperbesar daya ikat tanah berpasir, sehingga tidak mudah
terpencar.
d) Memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah.
e) Membantu proses pelapukan bahan mineral.
f) Melindungi tanah terhadap kerusakan yang disebabkan erosi.
g) Meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK).
3) Menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan
(Sumekto,2006).
4
Murni Yuniwati, Frendy Iskarima, Adiningsih Padulemba, Optimasi Kondisi Proses Pembuatan Kompos dari
Sampah Organik dengan Cara Fermentasi Menggunakan Em4, Institut Sains & Teknologi Akprind Yogyakarta,
2012
2.3. Eceng Gondok
2.3.1. Klasifikasi
Kingdom :Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Commelinales
Famili : Pontederiaceae
Genus : Eichhornia (Kunth)
5
Spesies : E. crassipes
2.3.2. Karakteristik
Eceng gondok atau (Latin: Eichhornia crassipes) adalah salah satu
jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok,
di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain
seperti di daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung
dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung,
di Manado dikenal dengan nama Tumpe. Eceng gondok pertama kali
ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Carl
Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman
pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon
Brazil. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga
tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan
perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke
badan air lainnya.
5
Fredi Kurniawan, “Klasifikasi dan Morfologi Eceng Gondok”,diakses dari
http://fredikurniawan.com/klasifikasi-dan-morfologi-eceng-gondok/, pada tanggal 17 September 2018
pukul 11.36
Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar
dalam tanah. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang.
Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing,
pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan
berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir,
kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam.
Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar
serabut. Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan
rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai.
Tumbuhan ini dapat beradaptasi dengan perubahan yang ekstrem dari
ketinggian air, arus air, temperatur dan racun-racun dalam air. Pertumbuhan
eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung
nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium
(laporan FAO). Kandungan garam dapat menghambat pertumbuhan eceng
gondok seperti yang terjadi pada danau-danau di daerah Pantai Afrika Barat
di mana enceng gondok akan bertambah sepanjang musim hujan dan
berkurang saat kandungan garam naik pada musim kemarau.
Eceng gondok yang mengandung kadar air yang besar di dalam
tubuhnya yaitu sekitar 90 % merupakan suatu keuntungan dalam
memanfaatkan sebagai sumber biogas melalui proses peragian (fermentasi)
dengan bantuan bakteri metan disamping angka rasio kandungan senyawa
karbon dan nitrogen yang tinggi yakni 30-35 (National Academy of Science
di Amerika,1979). Sedangkan menurut Abdullah (1997) menyatakan bahwa
rasio C dan N eceng gondok yang belum difermentasi ialah 35,04 dengan
kandungan N sebesar 1,02 %.6
6
Basma Hasibuan, “Eceng gondok | Basma Hasibuan - Academia.edu”, diakses dari
https://www.academia.edu/22724240/Eceng_gondok pada tanggal 04 Oktober 2018 pukul 21.31
3) Dapat dibuat barang-barang seperti: tas, sepatu, sandal, keranjang,
tempat tisu, bahkan juga mebel seperti kursi, meja dan sofa besar.
Namun sampai saat ini memang belum banyak pengrajin atau
pengusaha yang memanfaatkan enceng gondok tersebut untuk tujuan-
tujuan komersial.
Pembuatan
1
Proposal
Pelaksanaan
2
Penelitian
Penyusunan
3
Laporan
4 Ujian
P0
P1
P2
ulangan
perlakuan
1 2 3
Perlakuan
P0
P1
P2
P01
P0 P02
P03
P11
P1 P12
P13
P21
P2 P22
P23
3.6. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
3.6.1. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dalam penelitian “
Pemanfaatan Limbah Eceng Gondok untuk Meningkatkan Produktivitas
Bawang Merah” secara “Eksperimen”
3.6.2. Analisis Data
Peneliti melakukan analisis data dalam penelitian “Pemanfaatan Limbah
Eceng Gondok untuk Meningkatkan Produktivitas Bawang Merah” secara
“Kualitatif dan Kuantitatif”
DAFTAR PUSTAKA
Anna Rejeki Simbolon, “Pencemaran Bahan Organik Dan Eutrofikasi Di Perairan Cituis,
Pesisir Tangerang”, Jurnal Ilmiah Studi Pendidikan Biologi Universitas Kristen
Indonesia, Tangerang, 2014.
Didi Ardi Suriadikarta dan R.D.M. Simanungkalit, Jurnal Ilmiah Pupuk Organik Dan Pupuk
Hayati, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Bogor, 2006
LIPI, “Eutrofikasi Penyebab Kematian Massal Ikan | Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia”
diakses dari http://lipi.go.id pada 04 Oktober 2018 pukul 21.54
Murni Yuniwati, Frendy Iskarima, Adiningsih Padulemba, Optimasi Kondisi Proses Pembuatan
Kompos dari Sampah Organik dengan Cara Fermentasi Menggunakan Em4, Institut Sains &
Teknologi Akprind Yogyakarta, 2012
Pemanfaatan Eceng Gondok, Semarang. Arman Mazara, “Proses, Penyebab Dan Dampak
Dari Eutrofikasi | MAZARA30”, diakses dari
https://mazara30.wordpress.com/2012/10/18/proses-penyebab-dan-dampak-dari-
eutrofikasi/pada tanggal 04 Oktober 2018 pukul 21.54
Rita D Ratnani, Indah Hartati, Laeli Kurniasari , “Pemanfaatan Eceng Gondok (Eichornia
Crassipes) Untuk Menurunkan Kandungan Cod (Chemical Oxygen Demond)”, Jurnal
ilmiah studi Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim,
Semarang, 2013.
Wibowo, Singgih, 2007, Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah, dan Bawang Bombay,
Depok : Penebar Swadaya