Anda di halaman 1dari 64

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia terlibat dalam

produksi sumber daya alam yang ada. Salah satunya adalah kegiatan

pertanian, yang dapat dicapai dengan meningkatkan efisiensi produksi,

yaitu mengintensifkan pertanian dengan penggunaan pupuk atau benih

berkualitas tinggi, dan penggunaan pestisida.

Indonesia adalah negara agraris, dimana sektor pertanian

merupakan penopang perekonomian utama masyarakatnya. Pertanian

sendiri sangat erat hubungannya dengan pestisida karena pestisida dapat

meningkatkan hasil pertanian. Untuk penggunaan pestisida sendiri juga

memiliki aturan, seperti penggunaan pestisida diatur dalam PP No. 7 tahun

1973 tentang pengawasan atas peredaran, penyimpanan, dan penggunaan

pestisida, serta untuk pengawasan pestisida diatur dalam Permentan No.

107 tahun 2014. Penggunaan pestisida secara berlebihan dan tidak sesuai

aturan dapat berdampak buruk bagi lingkungan seperti terjadinya

pencemaran pada tanah pertanian.

Perilaku yang kurang baik dalam penggunaan pestisida tidak hanya

berdampak terhadap lingkungan namun juga dapat mengakibatkan

keracunan pada tubuh manusia. Pestisida dapat menyebabkan kontaminasi

pada tubuh manusia, sehingga menimbulkan gejala-gejala yang dapat

dirasakan oleh penderita. Masyarakat yang terpapar langsung oleh


2

pestisida, banyak yang kurang sadar akan bahaya pestisida tersebut.

Gejala-gejala seperti kelelahan, sakit kepala, pandangan kabur, muntah,

dan kejang merupakan efek dari keracunan pestisida tergantung dari sifat

pestisida.(Ihsan,2020)

Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat memberikan akibat

efek samping keracunan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

ketidaktepatan penggunaan pestisida antara lain tingkat pengetahuan sikap

atau perilaku pengguna pestisida, penggunaan alat pelindung diri, serta

kurangnya informasi yang berkaitan dengan resiko penggunaan pestisida.

Selain itu petani lebih banyak mendapat informasi mengenai pestisida dari

petugas pabrik pembuat pestisida dibanding petugas Kesehatan.

Menurut World Health Organization (WHO) yang dikutip oleh

Ihsan (2020) setiap tahunnya terjadi 1-5 juta kasus keracunan pestisida

pada petani yang sebagian besar (80%) terjadi pada negara-negara

berkembang. Pada tahun 2016, sekitar 6000 penduduk Thailand

mengalami keracunan pestisida yang menyebabkan kematian. Indonesia

sendiri, pada tahun 2016 terjadi sebanyak 771 kasus keracunan pestisida

berdasarkan data yang dirujuk dari sentra informasi keracunan nasional.

Keracuanan pestisida pada periode April-Juni 2017 tercatat sebanyak 180

kasus, sedangkan pada periode Juli-September 2017 terjadi 4 kasus

keracunan pestisida di Provinsi Jawa Tengah dengan 2 diantaranya

meningeal dunia.

Dilansir dari DetikNews pada kamis 8 april 2021 salah satu petani

jalan Merah Delima Kelurahan Tanjung Redeb Kecamatan Tanjung Redeb


3

Kabupaten Berau ditemukan meninggal dunia di lahan perkebunan di Jalan

Poros, Bulungan, Gunung Tabur, Kabupaten Berau. Korban diduga

terhirup insectisida. Hal ini Kapolsek Gunung Tabur, AKP Tatok

Trihariyanto membenarkan kejadian tersebut terjadi pada Kamis (8/4). Dia

menyebut berdasarkan keterangan, saat itu korban bersama 2 rekannya

yakni La Edi dan Dedy tengah melakukan penyemprotan insektisida di

lahan perkebunan kelapa sawit milik warga Kelurahan Gunung Tabur,

Berau.

Banyak petani yang enggan menggunakan APD karena tidak

nyaman, terganggu dalam pekerjaannya dan merasa tidak perlu

menggunakannya, sehingga hanya sedikit petani yang

menggunakannya, dan yang digunakan menyalahi aturan dan sepertinya

digunakan sembarangan. Pertanian merupakan salah satu pekerjaan di

sektor informal dimana mereka yang bekerja di sektor informal kurang

menyadari pentingnya APD dibandingkan dengan mereka yang bekerja

di sektor formal. (Dasman,2017)

Lampung Barat merupakan pusat pertanian hortikultural di

provinsi Lampung dengan luas Sekitar 1.254 Ha. sehingga mayoritas

pekerjaan penduduk adalah petani, khususnya di Desa Sukaraja

Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung barat untuk jenis petani

yang ada di desa Sukaraja adalah petani kopi, petani sayuran dan petani

sawah. Berdasarkan data dari kepala Desa Sukaraja pada tahun 2021

jumlah penduduk Desa Sukaraja 2815 jiwa yang tersebar di 7 kampung

yaitu Mabar Jaya, Marga Jaya, Marga Jadi, Marga Mekar, Marga
4

Mulya, Marga Sejati, Marga Setia. Untuk jumlah dan jenis petani yang

ada di Desa Sukaraja tertera pada table 1.1

table 1.1

Jumlah Petani Desa Sukaraja Kecamatan Way Tenong Kabupaten

Lampung Barat

NO Nama Kampung / Jenis petani

Dusun / Petani kopi Petani sayur Petani sawah


Pemangku

1 Mabar Jaya 208 78 -

2 Marga Jaya 144 27 29

3 Marga Jadi 193 16 18

4 Marga Mekar 212 7 11

5 Marga Mulya 484 5 10

6 Marga Sejati 178 - 3

7 Marga Setia 347 3 2

Jumlah 1766 136 73

Jumlah penduduk dengan pekerjaan petani 1975 dari jumlah penduduk 2815

Berdasarkan data di atas di dapatkan jumlah petani kopi 1766,

petani sayuran 136 dan petani sawah 73 orang. dengan jumlah tersebut

penulis lebih memilih meneliti petani sayuran di bandingkan dengan

petani kopi dan sawah karena untuk panen biji kopi dapat dilakukan

setelah tanaman berusia sekitar 2,5-3 tahun (robusta) 3-4 tahun


5

(arabica) setelah di tanam untuk panen selanjutnya membutuhkan waktu

8-9 dan frekuensi peggunaan pestisida relatif rendah dibandingkan

dengan tanaman sayuran dan padi yang frekuensi pemakaian

pestisidanya tinggi hingga 1-3 kali sehiminggu penyemprotan terlebih

pada saat musim penghujan. Pemakain pestisida yang telalu tinggi dan

terus menerus dapat menyebabkan keriguan, antara lain pencemaran

pada lingkungan pertanian, penurunan produktivitas, keracunan pada

hewan, bahkan keracunan pada manusia.

Untuk petani sawah hanya berjumlah sedikit oleh karena itu

penulis lebih tertarik meneliti petani sayuran. Jenis sayuran yang

ditanam oleh petani di desa sukaraja sendiri yaitu tomat, kol, buncis,

terong dan cabai. Dari survei awal yang dilakukan penulis terdapat

petani sayuran di desa sukaraja yang tidak memakai APD seperti

masker dan sarung tangan pada saat peracikan dan penyemprotan

pestisida. Hal inilah yang tentunya akan mempunyai dampak negatif

bagi para petani.

Dari masalah-masalah tersebut, maka penulis ingin melakukan

penelitian di Desa Sukaraja Kecamatan Way Tenong Kabupaten

Lampung Barat dengan judul “Gambaran Perilaku Petani Dalam

Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) Pada Saat Penggunaan Pestisida

di Desa Sukaraja Kecamatan Way Tenong Lampung Barat 2022”

B. Rumusan Masalah
6

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan

perumusan masalah yaitu :Bagaimanakah Perilaku Petani Sayuran

Dalam Pemakaian APD Pada Saat Penggunaan Pestisida di Desa

Sukaraja Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat 2022?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

Gambaran Perilaku Sayuran Petani Sayuran Dalam Pemakaian

APD Pada Saat Penggunaan Pestisida di Desa Sukaraja Kecamatan

Way Tenong Kabupaten Lampung Barat 2022

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui pengetahuan petani dalam penggunaan APD

pada saat penggunaan pestisida.

b. Untuk mengetahui sikap petani dalam penggunaan APD pada

saat penggunaan pestisida.

c. Untuk mengetahui tindakan petani dalam penggunaan APD

pada saat penggunaan pestisida

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman

penulis terutama mengenai penggunaan APD oleh petani pada

saat menggunakan pestisida.


7

2. Untuk memberikan masukan kepada petani tentang APD dengan

baik dan benar pada saat menggunakan pestisida.

3. Menambah sumber informasi bagi institusi jurusan kesehatan

lingkungan dan masukan bagi peneliti berikutnya yang berminat

melakukan penelitian lebih lanjut

E. Ruang Lingkup

Pengelolaan data ini dengan deskriptif adapun Ruang Lingkup

dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku petani

sayuran dalam pemakaian alat pelindung diri (APD) pada saat

pengunaan pestisida. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-Maret

2022 menggunakan lembar kuesioner di Desa Sukaraja Kecamatan

Way Tenong Lampung Barat.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Perilaku

Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri

yang mempunyai bentangan arti yang sangat luas antara lain : berjalan,

berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan

sebagainya. Dari uraian tersebut bisa disimpulkan bahwa perilaku

manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar

(Notoatmodjo, 2003). Sedangkan dalam pengertian umum perilaku

adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk

hidup.

Menurut Skinner seorang ahli psikologi yang dikutip

(Notoatmodjo: 2007: 43) merumuskan bahwa perilaku merupakan

respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsang dari luar).

Dalam teori ini, terjadinya perilaku didasari oleh adanyastimulus

terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons.Oleh

sebab itu, teori Skiner ini disebut teori “SO-R” atau Stimulus-

Organisme-Respons. Skinner membedakan respon menjadi dua, yaitu:

1. Respondent respon atau flexive, yakni respon yang

ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus

tertentu). Stimulus semacam ini disebut eleciting


9

stimulation karena menimbulkan respon-respon yang

relative tetap.

2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon

yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh

stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut

reinforcing stimulation atau reinforcer karena memperkuat

respon.

Menurut (Notoatmodjo: 2007: 44), dilihat dari bentuk respon terhadap

stimulus, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Perilaku tertutup (covert behavior) Respon atau reaksi

terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,

pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang

yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati

secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior) Respon terhadap stimulus

tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik

(practice) yang mudah diamati atau dilihat orang lain.

Menurut WHO merumuskan determinan perilaku ini sangat sederhana

mereka mengatakan, bahwa mengapa seseorang berperilaku, karena

adanya 4 alasan pokok (determinan), yaitu:

1. Pemikiran dan Perasaan (thoughts and feeling)

Hasil pemikiran-pemikiran dan perasaan-perasaan

seseorang, atau lebih tepat diartikan pertimbangan-


10

pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus,

merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku.

2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang

terpercayai (personnal references).

Di dalam masyarakat, di mana sikap paternaklistik

masih kuat, maka perubahan perilaku masyarakat tergantung

dari perilaku acuan (referensi) yang pada umumnya adalah

para tokoh masyarakat setempat, Orang mau membangun

jembatan keluarga, kalau tokoh masyarakatnya udah lebih

dulu mempunyai jembatannya sendiri.

3. Sumber daya (resources)

Yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya

perilaku seseorang atau masyarakat. Kalau dibandingkan

dengan teori Green, sumber daya ini adalah sama dengan

faktor enabling (sarana dan prasarana atau fasilitas).

4. Sosio budaya (culture)

Setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap

terbentuknya perilaku seseorang. Telah diuraikan terdahulu

bahwa faktor sosio-budaya merupakan faktor eksternal untuk

terbentuknya perilaku seseorang.

Perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme

terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan

terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan


11

tanggapan yang disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu

rangsangan tertentu akan menghasilkan perilaku tertentu pula. Beberapa

ahli membedakan bentuk – bentuk perilaku kedalam tiga domain yaitu

pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah

knowledge, attitude,practice.

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan

manusia atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek

melalui panca indra yang dimilikinya. Panca indra manusia

guna penginderaan terhadap objek yakni penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu

penginderaan untuk menghasilkan pengetahuan tersebut

dipengaruhi oleh intensitas perhatiandan persepsi terhadap

objek. Pengetahuan seseorang sebagian besar diperoleh

melalui indra pendengaran dan indra penglihatan

(Notoatmodjo, 2014:140).

Menurut Mubarak (2007), beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, diantaranya

meliputi umur seseorang, tingkat pendidikan, pekerjaan,

minat, pengalaman, serta sumber informasi.

2. Sikap (attitude)

Notoatmodjo (2014:141) menjelaskan bahwa, sikap adalah

bagaimana pendapat atau penilaian orang atau responden


12

terhadap hal yang terkait dengan kesehatan, sehat-sakit dan

faktor yang terkait dengan faktor risiko kesehatan.

Sikap menurut Campbell (1950) dalam Notoatmodjo (2014)

mendefinisikan sangat sederhana yakni: “An individual’s

attitude is syndrome of respons consistency with regard to

object”. Jadi jelas dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau

kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek sehingga

sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala

kejiwaan yang lain.

3. Tindakan (practice)

tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah

mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar

tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus

tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan

dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara biologis,

sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan, namun

tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap tindakan memiliki

hubungan yang sistemasis.

B. Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai

kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi

sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja

(DEPNAKER, 2010) .APD adalah alat pelindung diri yang dipakai oleh
13

tenaga kerja secara langsung untuk mencegah kecelakaan yang disebabkan

oleh berbagai faktor yang ada atau timbul di lingkungan kerja .

Dalam hirarki hazard control atau pengendalian bahaya,

penggunaan alat pelindung diri merupakan metode pengendali bahaya

paling akhir. Artinya, sebelum memutuskan untuk menggunakan APD,

metode-metode lain harus dilalui terlebih dahulu, dengan melakukan

upaya optimal agar bahaya atau hazard bisa dihilangkan atau paling tidak

dikurangi.

Peraturan Pemerintah atau perundang-undangan yang terkait

dengan penggunaan APD antara lain:

1. Undang-Undang No. 1 tahun 1970 Bab V pasal 9 ayat (1) butir c

tentang kewajiban pengurus menjelaskan alat-alat pelindung diri

bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

2. UU No.1 Tahun 1970 BAB X: Pengurus diwajibkan menyediakan

secara cuma-cuma alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga

kerja yang berada dibawah pimpinannya dan menyediakan bagi

setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai

petunjukpetunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai

pengawasan atau ahli-ahli tenaga kerja.

3. UU No.1 Tahun 1970 BAB IX pasal 13

4. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No.1ns.02/M/BW/BK/1984 tentang

pengesahan APD

5. Surat Edaran Dirjen Biawas No.SE/06/BW/1997 tentang

Pendaftaran.
14

Kebutuhan APD didasarkan pada bahaya dan risiko yang ada di

tempat kerja sehubungan dengan jenis bahaya dan risiko efek atau efek

yang ditimbulkan kecelakaan yang sering terjadi dan lain-lain. Dalam

pemilihan APD harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Nyaman dipakai dalam kondisi kerja sesuai dengan desain alat

2. Tidak mengganggu kerja dalam arti APD tersebut harus sesuai

dengan

besar tubuh pemakainya dan tidak menyulitkan gerak

pengguna.Memerikan

3. perlindungan efektif terhadap risiko spesifik yang dirancang untuk

APD.

4. Alat pelindung diri harus tahan lama.

5. Alat pelindung diri yang mudah dirawat dan dibersihkan.

6. APD harus dirancang dibangun diuji dan digunakan sesuai dengan

standar

C. Jenis dan Fungsi Alat Pelindung Diri (APD)

Berdasarkan Pedoman Bimbingan operasi pestisida (Kementerian

Pertanian, 2011) adapun macam alat pelindung diri yang digunakan adalah

seperti berikut:

1. Masker

Alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi

saluran pernafasan petani dari bahaya keracunan pestisida.


15

Biasanya masker terbuat dari bahan anti air, sehingga wajah tidak

terkena percikan partikel-partikel pestisida

2. Sarung Tangan

Alat pelindung diri yang digunakan untuk menghindari

kontak langsung dari pestisida dengan tangan petani pada saat

melakukan pengadukan dan penyemprotan pestisida. Syarat-syarat

sarung tangan yang digunakan adalah:

a. Sarung tangan harus menutupi pergelangan tangan

b. Sarung tangan tidak boleh terbuat dari kulit karena akan

sulit membersihkan partikel pestisida yang melekat.

Sebaiknya sarung tangan terbuat dari bahan karet.

3. Topi

Topi Alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi

bagian kepala petani dari paparan pestisida sewaktu melakukan

penyemprotan pestisida. Topi yang digunakan terbuat dari bahan

asbes, kulit, wol, dan katun yang dicampur aluminium. Topi yang

dipergunakan tidak menyebabkan keadaan tidak nyaman bila

dipakai dibawah terik matahari.

4. Sepatu Booot

Sepatu Boot Alat pelindung diri yang berfungsi untuk

melindungi bagian kaki petani dari paparan pestisida selama

menggunakan pestisida. Terbuat dari bahan kulit, karet sintetik

atau plastik.

5. Kacamata
16

Alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi mata

para petani dari paparan/pestisida sewaktu melakukan pengadukan

dan penyemprotan pestisida. Jenis kaca mata yang digunakan untuk

bekerja adalah terbuat dari bahan plastik.

6. Pakaian Kerja

Untuk melindungi badan dari paparan pestisida, terdiri dari:

a. Baju Lengan Panjang Baju kengan panjang tidak boleh

memiliki lipatan terlalu banyak, jika perlu tidak diberikan

kantong pada bagian depan dan kerah leher harus harus

menutupi bagian leher.

b. Celana Panjang Celana panjang tidak boleh ada lipatan,

karena lipatan-lipatan tersebut akan berfungsi sebagai

tempat berkumpulnya partikel -partikel pestisida

Berdasarkan Pedoman Bimbingan Penggunaan Pestisida

(Kementrian Pertanian, 2011) APD yang diperlukan dalam penggunaan

pestisida baik saat pencampuran (formulasi) maupun saat penyemprotan

yaitu:

1. Pakaian panjang

2. Celemak (Appron).

3. Pelindung kepala.

4. Pelindung mata, misalnya kacamata, goggle, face shield.

5. Sarung tangan

6. Sepatu boot.
17

7. Pelindung pernafasan (masker/ respirator)

D. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)

Terlepas dari metode aplikasi pestisida penyalahgunaan dan

perilaku petani dalam penggunaan pestisida menyebabkan hal-hal yang

tidak diinginkan salah satunya berdampak pada kesehatan dari segi

kesehatan kerja menurut (Suma'mur, 1982) sebagai berikut: Kesehatan

kerja adalah peminatan dalam ilmu kesehatan/kedokteran serta praktik

yang ditujukan agar pekerja/masyarakat mencapai derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya, baik fisik maupun mental, serta upaya preventif dan

kuratif terhadap penyakit/gangguan disebabkan oleh faktor lingkungan

versus penyakit umum.Hal-hal yang perlu diperhatikan:

1. Selama melakukan persiapan, pencampuran pestisida harus

menggunakan masker, kaca mata, baju pelindung dan sarung tanga.

2. Harus memakai pakaian kerja yang khusus dan tersendiri, pakaian

kerja tersebut harus diganti serta di cuci secara bersih.

3. Dalam menyimpan dan menggunakan pestisida harus memakai

masker, kaca mata, baju pelindung, sarung tangan, dan sepatu boot

4. Setelah selesai menggunakan pestisida sebaiknya alat pelindung diri

di lepaskan dan membersihkan diri 5. Fasilitas untuk mencuci

pakaian harus tersedia.

E. Pengertian Pestisida
18

Kata pestisida berasal dari kata bahasa inggris “pesacitidae” yaitu

“pest” yang berarti hama dan cidae yang artinya mematikan dan

membunuh atau racun . Secara umum pestisida dapat yaitu substansi kimia

dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk

mmengendalikan berbagai hama. Jadi pestisida dapat diartikan sebagai

bahan beracun yang digunakan untuk memberantas hama pengganggu

tanaman.

Menurut The United State Federal Environmental Pesticide

Control Act, pestisida merupakan suatu zat yang fungsinya untuk

memberantas atau mencegah gangguan OPT diantaranya serangga,

binatang pengerat, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik

yang dianggap hama pengganggu tanaman (Kardinan, 2000).

Menurut Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem

Budidaya Pertanian Berkelanjutan Pasal 75 Pestisida sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c merupakan semua zat kimia dan

bahan lain serta jasad renik dan virus yang dapat dipergunakan untuk :

1. memberantas atau mencegah :

a. hama dan penyakit yang merusak Tanaman dan hasil

Pertanian;

b. hama luar pada hewan piaraan dan ternak;

c. hama air;

d. binatang dan jasad renik dalam rumah tangga bangunan dan

dalam alat pengangkutan; dan


19

e. binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau

binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada

Tanaman, tanah, atau air;

2. memberantas rerumputan dan/ atau Tanaman yang tidak

diingikan;

3. mematikan dan mencegah pertumbuhan bagian Tanaman yang

tidak diinginkan, dan;

4. mengatur atau merangsang pertumbuhan Tanaman atau bagian

Tanaman yang tidak termasuk Pupuk.

Berdasarkan bentuknya pestisida di bagi menjadi 2 yaitu padatan dan cair

sebagai berikut:

1. Padatan

a. Wettable Powder (WP)

Beberapa bahan aktif pestisida mempunyai efek fitotoksik

(beracun bagi tanaman) terserap ke dalam jaringan tanaman.

Agar dapat meracuni patogen tanpa meracuni tanaman

dibuatlah suatu bentuk formula yang tidak terserap tanaman

(atau terserap tetapi dengan perlahan) yaitu yang tidak dapat

larut dalam air. Formula ini disebut wettable powder, artinya

tepung yang dapat dibasahi. Karena berbahan tepung tidak

larut, maka pestisida ini tidak boleh mengendap dengan cepat

sehingga ditambahkan dispersant dan agen suspensi dalam

formulasinya.

b. Soluble Powder (SP)


20

Berbentuk tepung kristal yang bisa larut dalam air.

Aplikasinya juga lebih mudah karena hanya diperlukan

pengadukan pada saat pencampuran pestisida dengan air.

Konsentrasi bahan aktifnya biasanya tinggi . Ada yang bersifat

sistemik, dan sebagian bersifat kontak serta racun lambung.

c. Soluble Granule (SG)

Berupa granul yang larut air. Bentuk ini sebagai perbaikan

dari formula SP, dimana bentuk partikel halus SP

dikhawatirkan beresiko terhisap melalui hidung.

d. Dust (D) / Tepung Hembus

Berbentuk tepung halus menyerupai bedak talk yang terdiri

dari bahan aktif dan bahan pembawa (carrier) yang biasanya

berupa talk, mineral profit dan bentoit. Kandungan aktifnya

biasanya rendah antara 2 – 10 %. Cara aplikasinya dengan

ditaburkan atau dihembuskan dengan alat penghembus tanpa

dicampur air. Pestisida ini digunakan untuk hama gudang,

rodentisida, atau membunuh semut. Contohnya Sevin 5 D dan

Manzate D.

e. Granular (G)

Bentuknya butiran padat dengan ukuran bervariasi. Ada

yang berbentuk coated yaitu pasir kuarsa yang dilapisi bahan

aktif dan pembawa. Aplikasinya dengan cara ditaburkan di

tanah. Bahan aktif pestisida ini akan larut sedikit demi

sedikit (slow release) di tanah sehingga efeknya dapat bertahan


21

lama. Kandungan aktifnya rendah tidak sampai 10 %. Pestisida

jenis ini umumnya bersifat sistemik untuk membunuh ulat

penggerek batang dan pengisap daun, atau untuk membunuh

gulma. Contohnya insektisida Furadan 3 G, Regent 0.3 G, dan

herbisida kontak pratumbuh Goal 2 G.

f. Water Dispersible Granulars (WDG)

Berupa butiran yang jika dicampur air akan terdispersi /

pecah dan menyebar membentuk suspensi atau partikel halus

yang melayang-layang dalam air tapi tidak larut. Biasa disebut

pula flowable kering. Aplikasinya dengan cara penyemprotan

atau dicampurkan dengan pupuk. Bentuk WDG ini dibuat

dengan tujuan agar aman bagi pengguna saat membuka

kemasan atau menakar karena tidak menimbulkan debu-debu

yang bisa terhisap oleh pengguna. Contohnya fungisida

KOCIDE 54 WDG, herbisida ALLY 20 WDG.

g. Powder Concentrate (PC / P) / Konsentrat Tepung

Berbentuk tepung yang cara aplikasinya bukan untuk

disemprotkan tetapi dicampur dengan bahan lain misalnya

dengan dicampur umpan. Contohnya racun untuk babi hutan.

h. Ready Mix Bait (RMB)

Artinya umpan siap pakai. Berbentuk blok atau pellet

dengan kandungan bahan aktif rendah (0.003 – 0.005 %) dan

bahan makanan yang disukai hewan sasaran. Jenis ini


22

digunakan khusus untuk umpan racun tikus (rhodentisida) siap

pakai yang bersifat antikoagulan.

i. Seed Treatment (ST) atau Seed Dressing (SD)

Berbentuk tepung, diaplikasikan pada benih untuk

mencegah hama dan jamur parasit. Benih yang akan

ditreatment dibasahi dengan sedikit air terlebih dulu kemudian

ditaburi pestisida ini dan diaduk sampai semua benih terlapisi

oleh pestisida. Contohnya insektisida Marshal 25 ST, fungisida

Saromyl.

2. Cair

a. Emulsifiable Concentrate (EC / E)

Emulsi merupakan campuran dua zat cair yang berbeda

sifat. Misalnya minyak dengan air disatukan dengan bahan

yang bernama emulsifier. Bahan aktif pestisida EC teknis

murni tidak bisa bercampur air karena memiliki sifat

hidrofobik (takut air) seperti minyak. Agar dapat dicampur /

didispersi ke dalam air saat diaplikasikan maka dalam

formulasinya ditambahkan emulsifier sehingga hasil campuran

tersebut dinamakan emulsi.

b. Flowable Concentrate (F)

Jika bentuk WP menimbulkan resiko terhisap melalui

pernafasan karena partikelnya yang sangat halus dan mudah

bertebaran di udara maka formula F adalah perbaikan dari WP.

Bentuk fisik F berupa cairan pekat dan kental. Sifat dan


23

efikasinya sama seperti WP tetapi lebih mudah meyebar dalam

air. Selain itu lebih aman bagi pengguna karena tidak

menimbulkan debu saat kemasan dibuka atau ditakar.

Konsentrasi bahan aktif F lebih rendah dari WP.

Penggunaannya dengan cara disemprotkan. Sayangnya formula

ini belum banyak dikenal petani.

c. Water Soluble Concentrate (WSC)

Berbentuk cairan yang pekat. Jika diencerkan dalam air

akan membentuk larutan sejati.

d. Aquaeous Solution (AS)

Berbentuk cairan pekat yang dapat larut dalam air. Pelarut

yang digunakan dalam formulanya adalah air murni. Formula

AS ini biasanya digunakan dalam pestisida sistemik yang

berbentuk cair, terutama pada herbisida yang mensyaratkan

penetrasi ke dalam jaringan. Untuk meningkatkan daya penetrasi

bentuk AS dilengkapi dengan bahan penetrant atau surfactant

yang berfungsi sebagai biological activator. Contohnya

herbisida Roundup.

e. Suspension Concentrate (SC)

Berbentuk cairan yang sangat pekat seperti susu atau cat

tembok, ketika dicampurkan air akan membentuk suspensi atau

butiran partikel halus yang melayang-layang di air.

f. Capsulated Suspension(CS)
24

Merupakan bentuk formulasi mikrokapsul yang bisa

tersuspensi ketika dicampurkan dalam air. Mikrokapsul tersebut

tidak larut air tetapi partikelnya yang berukuran mikon dapat

melekat pada tubuh serangga hama dan daya racunnya awet.

Contohnya adalah DEMAND 100 CS yang mengandung lambda

sihalotrin untuk membasmi lalat dan kumbang di kandang

ternak.

g. Ultra Low Volume (ULV)

Merupakan jenis pestisida berbasis minyak yang hanya

memerlukan volume kecil dalam skala luasan tertentu, antara 1

– 5 liter per hektar. Biasanya dipakai untuk pengendalian OPT

pada lahan yang sangat luas misalnya pada lahan tanaman

kapas, atau sulit dijangkau dengan penyemprotan biasa,

contohnya tanaman perdu yang tinggi atau rapat. Jarang

digunakan di Indonesia untuk pertanian. Karena kecepatan

penyebaran dan respon efikasinya formulasi ini juga cocok

dipakai untuk pengendalian serangga yang bergerak cepat.

Aplikasinya memerlukan alat seperti mist blower (jika

diemulsikan dalam air), alat fogger (jika dicampur dengan

minyak), exhaust sprayer.

h. Emulsion In Water (EW) / Pekatan Yang Dapat Diemulsikan

Dalam Air

Berupa emulsi hidrofobik. Seperti EC tetapi sudah

dicampur dengan air di dalam kemasannya sehingga berbentuk


25

cairan putih pekat seperti susu. Formula ini lebih stabil apabila

disimpan pada suhu rendah. Apabila hendak diaplikasikan

harus dikocok dahulu.

i. Oil Dispersion (OD)

Merupakan bahan aktif tepung tidak larut air yang

didispersikan dalam minyak. Jenis minyak bisa bervariasi dari

parafin hingga jenis pelarut aromatik dan minyak nabati atau

minyak biji teretilasi. Idealnya bahan aktif tersuspensi seragam

dalam fase minyak. Tujuannya adalah menjaga kestabilan

bahan aktif yang peka terhadap air dan mudah bereaksi dengan

suatu larutan. Selain itu untuk menggantikan pestisida formula

WSC / WDG dengan kinerja yang lebih baik. Contohnya

adalah Indosa 210 OD (bahan aktif indoksakarb).Pestisida

yang di gunakan di bidang pertanian secara spesifik sering

disebut produk perlindungan tanaman (crop protection

products) untuk membedakannya dari produk-produk yang

digunakan dibidang lain.

Bila ditinjau dari jenis jasad sasaran pada penggunaan pestisida,

maka jenis pestisida tersebut terbagi dalam beberapa golongan yakni

sebagai berikut:

1. akarisida

Jenis pestisida pertama adalah Akarisida yang berasal dari

kata akari yang artinya kutu atau tungau. Pestisida ini juga sering

disebut dengan Mitesida. Jadi, bila dilihat dari akar bahasanya


26

tersebut maka fungsi utamanya adalah untuk membunuh tungau

atau kutu yang ada pada tanaman. Selain itu juga ada Pedukulusida

yang juga berfungsi membunuh kutu atau tuma.

2. Algasida

Berikutnya adalah jenis pestisida Algasida. Seperti

namanya, alga di sini berarti ganggang laut. Sementara Alagasida

memiliki fungsi untuk membunuh dan mencegah tanaman

pengganggu seperti alge pada tumbuhan petani.

3. Alvisida

Alvisida mengacu pada bahasa Yunan avis yang memiliki

arti kata burung. Dari sinilah kita dapat menyimpulkan bahwa

pestisida ini memiliki fungsi membunuh maupun pencegah burung

di sawah. Khususnya untuk tanaman padi ketika musim panen tiba

dan bisa merugikan petani.

4. Bakterisida

Ancaman dari bakteri bagi tanaman pertanian memang

cukup meresahkan bagi petani selain ancaman dari gulma maupun

hama dari hewan. Maka dari itulah untuk membunuh dan

memberantas bakteri ini Anda bisa menggunakan jenis pestisida

Bakterisida.

5. Fungisida

Selain bakteri, jamur memang menjadi ancaman pula yang

bisa mempengaruhi kualitas tanaman hasil panen. Dalam kondisi

seperti ini jenis pestisida yang dapat digunakan oleh para petani
27

adalah Fungisida yang memiliki fungsi membunuh dan mencegah

timbulnya jamur maupun cendawan.

6. Herbisida

Untuk membunuh dan mencegah gulma, jenis pestisida

yang biasa digunakan oleh para petani adalah herbisida. Dengan

menggunakan herbisida secara rutin dalam waktu tertentu, tanaman

di lahan pertanian Anda menjadi semakin produktif dan tanpa

khawatir terganggu kembali.

7. Insektisida

Jenis pestisida selanjutnya adalah Insektisida. Pestisida satu

ini memang terkenal di kalangan petani. Fungsi utama dari

Insektisida adalah untuk membunuh sekaligus mencegah

munculnya hama serangga di lahan pertanian yang bisa

mengganggu kualitas tanaman.

8. Molluskisida

Dalam basaha Yunani molluscus berarti hewan yang

berselubung tipis atau lembek. Dengan kata lain, bila dalam dunia

pertanian, yang dimaksud dengan moluska ini adalah siput. Jadi,

Molluskisida bertujuan untuk membunuh dan mencegah populasi

siput di lahan pertanian.

9. Nematisida dan Ovisida

Nematoda dalam dunia pertanian juga tidak kalah

meresahkan sebagai hama. Nematoda tersebut dapat dicegah dan

diatasi dengan jenis pestisida Nematoda. Sedangkan untuk Ovisida


28

memiliki fungsi untuk merusak telur dari hama penyakit.

Contohnya saja adalah telur dari siput dan keong yang biasanya

ada di areal persawahan.

10. Piscisida

Tidak selamanya ikan di area persawahan menguntungkan

bagi para petani, ada pula ikan-ikan yang dirasa mengganggu

tanaman lainnya. Maka kebanyakan petani menggunakan Piscisida,

namun penggunaannya haruslah pada kadar yang sesuai agar tidak

mencemari perairan sekitarnya dan membunuh habitat ikan di area

tersebut.

11. Rodentisida dan Termisida

Jenis pestisida yang terakhir adalah Termisida yang

berfungsi membunuh hewan pengerat sebagai hama seperti tikus.

Sementara Termisida juga berfungsi sama dalam mencegah

serangga pelubang kayu seperti rayap.

pestisida yang sering digunakan oleh petani adalah pestisida jenis

insektisida. persentase penggunaan pestisida di Indonesia adalah 55,42%. jenis

– jenis insektisida, bahan aktif yang digunakan dan hama sasaran dari masing

– masing insektisida tersebut. Seiring dengan perkembangan teknologi dan

kebutuhan yang terus meningkat, saat ini banyak sekali beredar dipasaran

berbagai merk dan jenis insektisida. Bahan aktif yang digunakan juga

bermacam-macam dan setiap jenisnya memiliki fungsi yang berbeda.

Beberapa jenis bahan aktif insektisida yang banyak digunakan antara lain
29

abamectin, imidakloprid, metomil, sipermetrin, betasiflutrin dan lain

sebagainya.

F. Penyimpanan Pestisida

Cara Penyimpanan pestisida harus diperhatikan. Penyimpanan

pestisida dengan cara baik dapat dapat menjegah terjadinya pencemaran

pada lingkungan serta mencegah terjadinya keracunan pada manusia

ataupun hewan.

ada beberapa petunjuk penyimpanan pestisida yang perlu untuk

diikuti,yaitu:

1. Pestisida hendaknya segera disimpan di tempat yang sesuai

setelah di label, jangan sekali

kali meletakkan pestisida yang mudah dijangkau oleh anak-

anak.

2. Sediakan tempat yang khusus untuk menyimpan pestisida. Gudang

penyimpanan harus mempunyai ventilasi udara yang cukup dan

mempunyai tanda larangan tidak didekati oleh orang-orang yang

tidak berkepentingan.

3. Pestisida yang disimpan perlu untuk memiliki buku yang memuat

catatan berapa banyak yang telah digunakan, kapan digunakannya,

dan siapa yang menggunakan dan berapa sisa yang ada.

4. Semua pestisida harus disimpan di tempat asalnya sewaktu dibeli

dan mempunyai label yang jelas. Pestisida jangan sekali-kali

disimpan dalam bekas penyimpanan makanan dan minuman.


30

5. Jangan menyimpan pestisida dan bibit tanaman dalam ruangan atau

gudang yang sama.

6. Perlu untuk melakukan pengecekan terhadap tempat penyimpanan

untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran-kebocoran

7. Hindari penyimpanan pestisida yang terlampau berlebihan di dalam

gudang. Oleh karena itu perkiraan kebutuhan untuk setiap jenis

pestisida perlu untuk dibuat permusim tanamannya.

8. Gudang penyimpanan harus senantiasa terkunci. (e-jurnal)

G. Pengunaan Pestisida

Persyaratan dan tata cara penggunaan pestisida dilapangan melalui

beberapa tahapan, sebagai berikut :

1. Persiapan

Sebelum melaksanakan aplikasi pestisida perlu adanya langkah-

langkah persiapan, antara lain :

a. Menyiapkan bahan-bahan, seperti pestisida yang akan

digunakan (harus terdaftar), fisiknya memenuhi syarat

(layak pakai), sesuai jenis dan keperluannya, dan peralatan


31

yang sesuai dengan cara yang akan digunakan (volume

tinggi atau volume rendah).

b. Menyiapkan perlengkapan keamanan atau pakaian

pelindung, seperti sarung tangan, masker, kaca mata, topi,

baju kerja dan sepatu.

c. Memeriksa alat aplikasi dan bagian-bagiannya, untuk

mengetahui apakah ada kebocoran atau keadaan lain yang

dapat mengganggu pelaksanaan aplikasi pestisida.

d.Memeriksa alat-alat aplikasi sebelum digunakan, jangan

menggunakan alat semprot yang bocor. Kencangkan

sambungan-sambungan yang sering terjadi kebocoran.

e. Waktu mencampur dan menggunakan pestisida sebaiknya

jangan langsung memasukkan pestisida kedalam tangki.

Siapkan ember dan isi air secukupnya terlebih dahulu,

kemudian tuangkan pestisida sesuai dengan takarantakaran

yang dikehendaki dan aduk hingga merata. Kemudian

larutan tersebut dimasukkan kedalam tangki dan

tambahkan air secukupnya.(mariati,2017)

2. Ketentuan Aplikasi

Selama pelaksanaan aplikasi di lapangan, hal-hal yang perlu

diperhatikan sebagai berikut:

a. Pada waktu aplikasi pestisida, operator pelaksana atau

petani harus memakai perlengkapan keamanan seperti

sarung tangan, baju lengan panjang, celana panjang, topi,


32

sepatu kebun, dan masker untuk menutup hidung dan

mulut selama aplikasi.

b. Pada waktu aplikasi, jangan berjalan berlawanan dengan

arah datangnya angin dan tidak melalui area yang telah

diaplikasi pestisida. Aplikasi sebaiknya dilakukan pada

waktu pagi hari atau sore hari.

c. Selama aplikasi pestisida, tidak dibenarkan makan, minum,

atau merokok.

d. Satu orang operator/ petani hendaknya tidak melakukan

aplikasi penyemprotan pestisida terus menerus lebih dari 4

(empat) jam dalam sehari

e. Operator/petani yang melakukan aplikasi pestisida

hendaknya telah berusia dewasa, sehat, tidak ada bagian

yang luka, dan dalam keadaan tidak lapar.

f. Pada area yang telah diaplikasi dipasang tanda peringatan

bahaya.

H. Pembuangan atau Pemusnahan Wadah/ Sisa Pestisida

Limbah pestisida biasanya berupa pestisida sisa yang berada dalam

kemasan. Pembuangan yang tidak benar selain dapat mencemari

lingkungan juga merupakan potensi bagi orang untuk terpapar secara tidak

langsung dengan pestisida. Pembuangan dan pemusnahan limbah

pestisida, yang perlu memperhatikan hal -hal sebagai berikut:


33

1. Sampah pestisida sebelum dibuang harus dirusak terlebih dahulu

sehingga tidak dapat digunakan lagi.

a. Drum dan kaleng yang terbuat dari logam setelah dirusak

(dilubangi dengan cara menusuk) dihancurkan serta

selanjutnya di kubur. Jangan melakukan pemusnahan pada

kaleng-kaleng bekas aerosol.

b. Wadah yang terbuat dari plastik dirusak ( punctured) dan

selanjutnya di kubur di tempat yang aman.

c. Wadah berupa gelas dipecah dan dikubur di tempat yang

aman d. Wadah berupa kertas atau karton dibakar

2. Pembakaran wadah pestisida harus dilakukan di suatu tempat

yang letaknya jauh rumah untuk mencegah terhirupnya asap yang

ditimbulkan panas pembakaran tersebut.

3. Pembuangan sampah atau limbah pestisida sebaiknya harus

ditempat khusus, bukan di tempat pembuangan sampah atau

limbah umum.

4. Lokasi tempat pembuangan dan pemusnahan sampah atau limbah

pestisida harus terletak pada jarak yang aman dari daerah

pemukiman dan badan air.

5. Untuk melakukan pemusnahan pestisida, pilihlah tempat yang

permukaan air tanah pada musim hujan tidak lebih tinggi dari

3,25 meter di bawah permukaan tanah.

6. Tempat penguburan pestisida letaknya harus jauh dari sumber air,

sumur, kolam ikan dan saluran air minum (100 meter atau lebih).
34

7. Jarak antara 2 (dua) lubang tidak boleh kurang dari 10 (sepuluh)

meter.

I. Dampak Penggunaan Pestisida

Beberapa dampak negatif dari penggunaan pestisida dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Dampak Bagi Kesehatan

Penggunaan pestisida bisa mengkontaminasi pengguna secara

langsung sehingga mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini,

keracunan bisa dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu keracunan

akut dan keracunan kronis. Keracunan akut terjadi bila efek-efek

keacunan pestisida dirasakan langsung pada saat itu. Keracunan kronis

menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa

sakit dan diare.

Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa

dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun,

Keracunan kronis dalam jangka waktu yang lama bisa menimbulkan

gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering

dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya iritasi mata

dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf,

hati, ginjal dan pernapasan.

2. Dampak Bagi Kelestarian Lingkungan

Dampak penggunaan pestisida bagi lingkungan bisa

dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:


35

a. Bagi Lingkungan Umum

1) Pencemaran lingkungan (air, tanah dan udara).

2) Terbunuhnya organisme non target karena terpapar secara

langsung.

3) Terbunuhnya organisme non target karena pestisida

memasuki rantai makanan.

4) Menumpuknya pestisida dalam jaringan tubuh organisme

melalui rantai makanan (bioakumulasi)

5) Pada kasus pestisida yang persisten (bertahan lama),

konsentrasi pestisida dalam tingkat trofik rantai makanan

semakin keatas akan semakin tinggi (bioakumulasi).

6) Penyederhanaan rantai makanan alami.

7) Penyederhanaan keragaman hayati.

8) Menimbulkan efek negatif terhadap manusia secara tidak

langsung melalui rantai makanan.

b. Bagi Lingkungan Pertanian

1) Organisme Penganggu Tanaman (OPT) menjadi kebal

terhadap suatu pestisida (timbul resistensi OPT terhadap

pestisida)

2) Meningkatnya populasi hama setelah penggunaan pestisida

3) Timbulnya hama baru, bisa hama yang selama ini dianggap

tidak penting maupun hama yang sama sekali baru.

4) Terbunuhnya musuh alami hama.

5) Perubahan flora, khusus pada penggunaan herbisida.


36

6) Fitotoksik (meracuni tanaman)

3. Dampak Sosial Ekonomi

a. Penggunaan pestisida yang tidak terkendali menyebabkan biaya

produksi menjadi tinggi.

b. Timbulnya biaya sosial, misalnya biaya pengobatan dan

hilangnya hari kerja jika terjadi keracunan.

c. Timbulnya hambatan perdagangan karena residu pestisida pada

bahan ekspor menjadi tinggi. Penderita keracunan pestisida

dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu:

1. Penderita yang karena pekerjaannya selalu berhubungan

dengan pestisida, seperti para pekerja dalam proses

pembuatan, penyimpanan, dan penggunaan pestisida.

2. Penderita keracunan pestisida Karena tidak sengaja, seperti

makan buah-buahan atau sayur yang masih tercemar

pestisida, tidak sengaja memasuki daerah yang sedang

disemprot dengan pestisida, dan sebagai akibat penyimpanan

pestisida yang kurang baik.

J. Cara Menularnya Pestisida Meracuni Manusia

1. Melalui Kulit

Hal ini dapat terjadi apabila pestisida terkena pada pakaian atau

langsung pada kulit. Ketika petani memegang tanaman yang baru saja

disemprot, ketika pestisida terkena pada kulit atau pakaian, ketika

petani mencampur pestisida tanpa sarung tangan, atau ketika anggota


37

keluarga mencuci pakaian yang telah terkena pestisida. Untuk petani

atau pekerja lapangan, cara keracunan yang paling sering terjadi adalah

melalui kulit.

2. Melalui Pernapasan

Hal ini paling sering terjadi pada petani yang menyemprot

pestisida atau pada orang-orang yang ada di dekat tempat

penyemprotan. Perlu diingat bahwa beberapa pestisida yang beracun

tidak berbau.

3. Melalui Mulut

Hal ini terjadi bila seseorang meminum pestisida secara sengaja

ataupun tidak, ketika seseorang makan atau minum air yang telah

tercemar, atau ketika makan dengan tangan tanpa mencuci tangan

terlebih dahulu setelah berurusan dengan pestisida.

K. Kerangka Teori

Bedasarkan uraian dalam landasan teori, maka di susun kerangka

teori mengenai perilaku petani sayuran dalam pemakaian Alat Pelindung

Diri pada saat penggunaan pestisida pada petani sayuran di Desa Sukaraja

Kecamatan Way Tenong Lampung Barat. Pemakaian alat pelindung diri

pada saat penggunaan pestisida dipengaruhi 3 faktor Utama Menurut

Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2018: 59) yaitu sebagai

berikut:

Faktor Predisposisi
1. pengetahuan
2. sikap
3. tindakan
38

Faktor pendukung Pemakaian Alat


ketersediaan sarana pelindung Diri
dan fasilitas (APD)

Faktor penguat

Gambar 2.1. Kerangka Teori


Sumber : Lawrence Green (1980) dalam Notoadmojo (2010)

L. Kerangka konsep

Faktor Predisposisi
1. pengetahuan
Pemakaian Alat Pelindung
2. sikap Diri (APD)
3. tindakan

Gambar 2.2 kerangka konsep


39
40

M. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Pengetahuan Segala sesuatu yang wawancara Kuesioner. 1. Baik Jika menjawab benar ≥8-10 soal Ordinal

diketahui oleh petani tentang 2. Cukup Jika menjawab benar ≥5-7 soal

pengertian dan fungsi Alat 3. Kurang ≤3 Jika menjawab benar

Pelindung Diri (APD)

2 Sikap Respon petani terhadap wawancara Kuesioner. 1. Baik Jika menjawab benar ≥8-10 soal Ordinal

pemakaian alat pelindung 2. Cukup Jika menjawab benar ≥5-7 soal

diri pada saat penggunaan 3. Kurang Jika ≤3 menjawab benar

pestisida
41

3 Tindakan Praktek/ tindakan petani saat wawancara Kuesioner. 1. Baik Jika menjawab benar ≥8-10 soal Ordinal

petani memakai APD pada saat 2. Cukup Jika menjawab benar ≥5-7 soal

berinteraksi dengan pestisida 3. Kurang Jika ≤3 menjawab benar

Sumber : (mariati,2017)

Arikunto (2006) membuat kategori tingkat pengetahuan seseorang menjadi tiga tingkatan yang didasarkan pada nilai persentase yaitu
sebagai berikut.

a. Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya ≥ 80%-100 %.

b. Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya ≥ 50%–70 %

c. Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya ≤40% %. Penyusunan instrument penelitian di mulai dengan pembuatan pernyataan
dengan jumlah 10 pernyataan untuk kuesioner pengetahuan, 10 pertanyaan untuk kuesioner sikap, 10 pertanyaan untuk kuesioner tindakan
42

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah bersifat deskriptif yaitu

menggambarkan Perilaku petani sayuran dalam Pemakaian Alat

Pelindung Diri pada penggunaan Pestisida di Desa Sukaraja Kecamatan

Way Tenong Kabupaten Lampung Barat.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sukaraja Kecamatan Way

Tenong Kabupaten Lampung Barat.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan februari-maret 2022

C. Populasi dan Sampling

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2008), Populasi adalah wilayah

generalisasi terdiri atas obyek/ subjek yang mempunyai kualitas dan

karateristik tertentu. Ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulan. Dalam penelitian ini populasinya adalah


43

petani yang menggunakan pestisida yaitu 136 petani Pestisida di Desa

Sukaraja Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat 2022.

2. Sampling

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti

dan dianggap dapat mewakili seluruh populasi. Dalam menentukan

jumlah sampel ini digunakan rumus sampel Notoadmodjo:2005 yaitu :

N
n= 2
1+ N (d )

keterangan :

N = Besar Populasi

n = Besar Sampel

d = Tingkat kepercayaan atau tingkat ketetapan yang diinginkan

(0,1)

N
n= 2
1+ N (d )

136
n= 2
1+ 136(0 , 1 )

136
n=
1+ 136(0.01)

136
n=
1+ 1, 36

136
n=
2 ,36

n = 57.62 → 58 orang

a. Tekhnik Pengambilan Sampel

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 58 orang.


44

1) Pengambilan Sampel dengan Random Sampling Dari sampel

tersebut dilakukan teknik rancangan random sampling. Desa

Sukaraja terbagi menjadi 7 dusun. Untuk menentukan sampel

yang akan diambil per dusun menggukan rumus:

Sampel dusun

populasi dusun
¿ × sampel keseluruhan
populasi keseluruhan

a). petani di dusun mabar jaya

78
×58=33
136

b). petani di dusun marga jaya

27
×58=12
136

c) petani di dusun marga jadi

16
×58=7
136

d) petani di dusun marga mekar

7
×58=3
136

e) petani di dusun marga mulya

5
×58=2
136

f) petani di dusun marga setia

3
×58=1
136

g) petani di dusun marga sejati

0
×58=0
136
45

D. Cara Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan mempersiapkan

kuesioner penelitian dan langsung observasi kepada petani di

Desa Sukaraja Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung

Barat dengan mempersiapkan daftar pertanyaan. Data yang

akan di ambil pada petani seperti tingkat pengetahuan, sikap

dan tindakan petani terhadap pemakaian Alat Pelindung Diri

(APD).

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pihak yang

bersangkutan seperti dari Kepala desa. Data yang diperoleh

berupa profil Desa Sukaraja Kecamatan Way Tenong

Lampung Barat

3. Pengolahan dan Analisis Data

a. Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan diolah secara manual

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Editing
46

Melakukan pengecakan kelengkapan data yang

telah dikumpulkan. Bila terdapat kesalahan atau

pengumpulan data maka dilengkapi dan diperbaiki.

Sebaiknya editing langsung di lakukan di tempat

pengumpulan data atau di lapangan sehingga jika terjadi

kesalahan maka upaya pembetulan data dapat segera

dilakukan.

2) Coding

Coding merupakan pengkodean jawaban dari responden

untuk mempermudah dalam menganalisa data.

3) Tabulasi Data

Tabulasi data merupakan menyajikan data dalam bentuk

tabel.

b. Analisis Data

Data yang diolah kemudian di analisa secara

univariat. Analisa univariat dilakukan terhadap semua

variabel penelitian berupa jawaban dari responden. Analisa

ini menghasilkan distribusi dari data setiap variabel seperti:

tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan tehadap

pemakaian alatpelindung diri yang pada umumnya analisa

ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari setiap

f
variabel P= × 100
n

Keterangan:

P = persentase (%)
47

f = freskuensi yang didapat

n = jumlah sampel yang digunakan

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran umum Desa Sukaraja Kecamatan Way Tenong

Kabupaten Lampung Barat

1. Keadaan Geografi dan Iklim

Desa Sukaraja terletak di dalam wilayah Kecamatan Way Tenong,

Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung yang berbatasan

dengan :

a. Batas wilayah Desa Sukaraja

Letak geografi Desa Sukaraja, terletak di antara :

Sebelah Utara : Desa Muntaralam, Kecamatan Way

Tenong

Sebelah Selatan : Desa Srimenanti, Kecamatan Air Hitam

Sebelah Barat : Desa Sukananti, Kecamatan Way Tenong

Sebelah Timur : Desa Desa Kedong Aji, Kecamatan Way

Tenong

b. Luas Wilayah Desa Sukaraja


48

Desa Sukaraja memiliki luas daerah/wilayah lebih kecil di

bandingkan dengan desa Mutar Alam dan Desa Sukananti yaitu

825 HA/m. Luas pemukiman 202 HA/m, luas persawahan 158

HA/m, luas perkebunan 464,4 HA/m, luas perkantoran kurang

lebih 0,6 HA/m.

c. Keadaan Alam Desa Sukaraja

Keadaan alam di Pekon/Desa Sukaraja tidak jauh

berbeda dengan halnya daerah di Desa Mutar Alam dan Desa

Sukananti,karena daerah ini dikelilingi oleh perbukitan yang

panjang dan luas dan suhu udara antara 24 – 26°C sehingga

daerah ini beriklim dingin.21 Tanah di Desa Sukaraja tidak

kalah suburnya seperti tanah di Desa Mutar Alam dan Desa

Sukananti sehingga sangat tepat untuk bercocok tanam seperti

berkebun dan menanam sayuran seperti sawi, kol, tomat, cabai,

bayam,dan sayuran lainnya. Kalau untuk perkebunan daerah

Desa Sukaraja mereka kebanyakan berkebun kopi dan lada

juga.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik responden
49

Karakteristik responden bertujuan untuk mengidentifikasi ciri-ciri

khusus yang dimiliki responden, sehingga memudahkan penulis dalam

melakukan analisis penelitian.Karakteristik responden dapat dilihat

dari tabel dibawah ini :

a. Karakteristik responden berdasarkan umur

Tabel 4.1
Distribusi frekuensi berdasarkan umur Petani

Umur frekuensi Presentasi (%)

25-35 tahun 18 31 %

36-46 tahun 19 33 %

47-57 tahun 21 36 %

Total 58 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa responden

yang berusia 25-35 tahun berjumlah 18 responden (31%), yang

berusia 36-46 tahun berjumlah 19 responden (33%) dan yang

berusia 47-57 tahun berjumlah 21 responden (36%). Hal ini


50

menunjukkan bahwa responden paling banyak berusia antara 47 –

57 tahun dan responden paling sedikit berusia antara 25-35 tahun.

b. Identitas responden berdasarkan jenis kelamin

Tabel 4.2
Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin Petani

Jenis kelamin frekuensi Presentasi (%)

Perempuan 12 21 %

Laki – laki 47 79 %

Total 58 100

Berdasaarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa responden

yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 47 orang (21%) yang

berjenis kelamin perempuan berjumlah 12 orang (79%). Hal

tersebut menunjukkan bahwa responden yang berjenis kelamin

laki – laki lebih banyak yaitu 47 orang,dan sebanyak 12 orang

untuk responden perempuan.


51

c. identitas responden berdasarkan pendidikan

Tabel 4.3
Distribusi frekuensi berdasarkan jenis pendidikan Petani

Jenis kelamin frekuensi Presentasi (%)

SD 13 22 %

SMP 27 47%

SMA 17 29%

S1 1 2%

Total 58 100

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dari 58 responden

terdapat 13 orang (22%) berpendidikan SD, 27 orang (47%)

berpendidikan SMP, 17 orang (29 %) berpendidikan SMA,1 orang

(2%) berpendidikan perguruan tinggi. Dapat disimpulkan bahwa


52

responden yang paling banyak didapati yaitu yang tingkat

pendidikan terakhirnya adalah SMP yaitu sebanyak 27 responden

(47%) dan responden yang paling sedikit didapati dengan tingkat

pendidikan perguruan tinggi 1 responden (2%).

2. Hasil univariat

penelitian yang dilakukan terhadap pengetahuan, sikap, tindakan


dan pemakaian APD pada saat penggunaan pestisida pada petani di
Desa Sukaraja oleh penulis yaitu dengan menggunakan kuisioner
kepada 58 petani maka diketahui hasil sebagai berikut:
a. Tingkat pengetahuan

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan petani di Desa

Sukaraja Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung barat

pada tabel berikut :

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Petani Tentang

Pemakaian Alat Pelindung Diri Pada Saat Pengguaan Pestisida Di

Desa Sukaraja Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat

Tahun 2022
53

Pengetahuan frekuensi Presentasi (%)

Baik 47 81 %

cukup 11 19 %

kurang 0 0%

Total 58 100

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa 47 Responden

yang berpengetahuan baik (81%), berpengetahuan cukup 11

responden (11%) dan 0 responden kurang berpengetahuan

(0%). Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak responden baik

pengetahuannya sebanyak 47 responden (81%).

b. Sikap Petani

Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Tingkat Sikap Petani Tentang Pemakaian Alat

Pelindung Diri Pada Saat Pengguaan Pestisida Di Desa Sukaraja

Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat Tahun 2022

Sikap frekuensi Presentasi (%)

Baik 32 55 %

cukup 22 38 %

kurang 4 7%

Total 58 100
54

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa 32 Responden

yang berpengetahuan baik (55%), berpengetahuan cukup 22

responden (38%) dan 4 responden kurang berpengetahuan

(7%). Hal ini menunjukkan bahwa lebih banyak responden baik

pengetahuannya sebanyak 32 responden (55%).

c. Tindakan Petani

Tabel 4.7

Distribusi Frekuensi Tingkat Tindakan Petani Tentang Pemakaian

Alat Pelindung Diri Pada Saat Pengguaan Pestisida Di Desa

Sukaraja Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat

Tahun 2022

tindakan frekuensi Presentasi (%)

Baik 29 50 %

cukup 20 34 %

kurang 9 15 %

Total 58 100
55

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa ditemukan 29

Responden yang berpengetahuan baik (50%), berpengetahuan

cukup 20 responden (34%) dan 9 responden kurang

berpengetahuan (15%). Hal ini menunjukkan bahwa lebih

banyak responden baik pengetahuannya sebanyak 29 responden

(50%).

C. Pembahasan

Dari ata responden yang menggunakan Alat Pelindung Diri pada

saat pencampuran dan saat penyemprotan pestisida. Berdasarkan

Keputusan Dirjen P2PL Depkes RI Nomor 31-1/PD.03.04.LP Tahun

1993 tentang perlengkapan alat pelindung diri minimal yang harus

digunakan berdasarkan jenis pekerjaan dan klasifikasi pestisida,

beberapa jenis APD yang harus digunakan untuk penyemprotan diluar

gedung antara lain : pelindung kepala (topiatau caping), pelindung

muka atau pelindung pernapasan (masker), pelindung badan (baju

lengan panjang, pelindung tangan(sarung tangan) dan pelindung kaki

(sepatu boot yang berlaras panjang, terbuat dari karet, tidak mudah

robek dan tidak mudah mengkerut)

Secara umum, pestisida dapat didefinisikan sebagai zat yang

digunakan mengendalikan populasi organisme yang dianggap sebagai


56

hama (hama) yang secara langsung atau tidak langsung merugikan

kepentingan manusia.Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada

petani pada periode tersebut pencampuran dan penyemprotan pestisida

di Desa Sukaraja Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat,

maka penulis akan membahas tentang ilmu Pengetahuan,sikap dan

tindakan petani dalam pemakaian alat pelindung diri selama

penggunaan pestisida. Seperti yang kita ketahui, penggunaan alat

keselamatan kerja yang baik dan benar akan mengurangi risiko

kecelakaan, gangguan kerja dan kesehatan petani pengguna pestisida.

1. Pengetahuan Petani Tentang Pemakaian Alat Pelindung Diri Pada

Saat Pengguaan Pestisida Di Desa Sukaraja Kecamatan Way

Tenong Kabupaten Lampung Barat

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui petani

tentang pestisida dan pemakaian alat pelindung diri yang meliputi

pengertian, fungsi dan peranan pestisida dan alat pelindung diri.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan kepada petani sebanyak 58

orang terdapat 47 orang petani (81%) memiliki pengetahuan yang

baik dan 11 orang petani (19%) memiliki pengetahuan yang cukup.

Dari jumlah tersebut masih ada 11 petani yang tidak mengetahui

apa yang dimaksud dengan alat pelindung diri (APD), Setelah

ditanyakan langsung kepada petani, hal ini dikarenakan pemerintah

belum pernah memberikan penyuluhan tentang penggunaan

pestisida dan alat pelindung diri baik dari kesehatan maupun

pertanian dan pemerintah daerah serta masih rendahnya rasa ingin


57

tahu akan dampak negatif32e dari penggunaan pestisida dan

pemakaian alat pelindung diri. Saat penulis melihat langsung ke

lokasi petani dan mengajukan pertanyaan, banyak petani yang

tidak langsung membersihkan setelah menggunakan pestisida.

Beberapa petani juga menggunakannya berulang kali APD yang

sudah tidak layak pakai untuk kegiatan peracikan dan

penyemprotan pestisida banyak yang tidak memakai alat pelindung

diri yang kedap air. Hal tersebut terjadi akibat ketidak nyamanan

untuk menggunakannya dan sudah biasa menggunakan alat

pelindung diri yang biasa dipakai. Padahal menggunakan alat

pelindung diri yang kedap air sangatlah penting karena dapat

menghindari terjadinya keracunan melalui pori -pori kulit. Masalah

yang timbul dari petani yang ada di Desa Sukaraja Kecamatan Way

Tenong Kabupaten Lampung Barat yaitu, banyak petani yang

menggunakan pestisida namun tidak tahu dampak negatif yang

ditimbulkan pestisida terhadap lingkungan sekitar dan terhadap

kesehatannya.

2. Sikap Petani Tentang Pemakaian Alat Pelindung Diri Pada Saat

Pengguaan Pestisida Di Desa Sukaraja Kecamatan Way Tenong

Kabupaten Lampung Barat

Sikap adalah reaksi atau respon petani terhadap pemakaian

pestisida dan alat pelindung diri yang meliputi perilaku petani pada

waktu penyemprotan, pembersihan diri, alat aplikasi dan alat


58

pelindung diri pada waktu penyemprotan maupun peracikan

pestisida.

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan kepada petani

dapat dilihat bahwa sebanyak 32 petani (55%) memiliki sikap

yang baik, sebanyak 22 petani (38%) memiliki sikap yang cuku

dan 4 orang petani (7 %) memiliki sikap yang kurang. Masalah

yang timbul dari petani yang ada di Desa Sukaraja Kecamatan Way

Tenong Kabupaten Lampung Barat yaitu masih adanya tingkat

sikap yang cukup serta sikap kurang hal ini dikarenakan Pada saat

penulis meninjau langsung lapangan kerja petani, banyak petani

yang masih merokok saat melakukan penyemprotan. Pengguna

pestisida juga sering menggunakan dosis berlebihan tidak sesuai

dengan anjuran aturan pakai ataupun standar pemakain pestisida

yang tertera pada kemasan,hal tersebut terjadi karena dosis yang

tercantum dikemasan biasanya dalam satuan ml/l sedangkan

kebiasaan petani yang menakar dosis dengan tutup kemasan untuk

pertanknya. Jenis pestisida yang digunankan para petani di Desa

Sukaraja termasuk golongan karbamat yaitu abamektin, nasa,

amacel jika dilihat dari bahan aktifnya. serta frekuensi

penyemprotan yang di lakukan para petani di Desa Sukaraja

cendrung sering seminggu 2 – 3 kali tergantung pada ada atau

tidaknya serangan hama pada tanaman biasanya terjadi pada

musim penghujan datang dan petani juga tidak menggunakan alat

pelindung diri yang memadai, seperti masker, kacamata, sepatu


59

bot, dan pakaian yang menutupi kulit seperti standar yang telah di

tetapkan pada PERMENAKER No 08/MEN/VII/2010. Hal ini

karena belum terbukti adanya efek akut toksik penggunaan

pestisida pada petani. Ada beberapa responden yang menggunakan

pestisida tetapi tidak menggunakan sarung tangan serta Sarung

tangan juga tidak digunakan oleh responden dengan benar pada

saat penggunaan pestisida.

3. Tindakan Petani Tentan Pemakaian Alat Pelindung Diri Pada Saat

Pengguaan Pestisida Di Desa Sukaraja Kecamatan Way Tenong

Kabupaten Lampung Barat

Tindakan adalah realisasi pengetahuan dan sikap tentang

pestisida dan alat pelindung diri (APD) pada saat peracikan dan

penyemprotan, pengamanan sisa pestisida, pemakaian alat

pelindung diri dan teknik pembersihan diri yang menjadi kebiasaan

petani tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis

dapat dilihat dari 58 responden terdapat 29 reponden (50%) yang

memiliki tindakan terhadap pemakaian alat pelindung diri yang

baik dan 20 responden (34%) yang memiliki tindakan pemakaian

alat pelindung diri yang cukup baik serta 9 responden (15%) yang

memiliki tindakan pemakaian alat pelindung diri yang kurang. Dari

hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa tindakan petani di

Desa Sukaraja Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat

terdapat pemakaian alat pelindung diri masih rendah serta ada


60

tindakan petani yang masih kurang pada saat pemakaian alat

pelindung diri. Setelah melakukan penyemprotan masih banyak

petani yang menyimpan pestisida di dapur rumah dan kemasan

pestisida yang tidak dipakai lagi di buang kesembarangan tempat.

Demikian juga pada pemakain alat pelindung diri (APD), masih

banyak petani yang menggunakan alat pelindung diri dengan

alasan ketidaknyamanan, mengganggu pekerjaan dan merasa tidak

perlu menggunakannya sehingga hanya sedikit petani yang ditemui

menggunakan alat pelindung diri di Desa Sukaraja Kecamatan

Way Tenong Kabupaten Lampung Barat. Padahal apabila tidak

menggunakan APD pada saat menyemprot dengan pestisida dapat

menimbulkan dampak-dampak negatif terhadap kesehatan

diantaraya keracunan. Keracunan dapat terjadi melalui mulut dari

makanan yang sudah terkontaminasi dengan pestisida bahkan dapat

juga melalui porI-pori kulit manusia. Untuk mencegah terjadinya

resiko akibat keracunan pestisida, maka salah satu faktor yang

harus diperhatikan adalah perilaku petani pada saat peracikan,

penyemprotan pestisida, penggunaan APD dan pembersihan diri

setelah selesai melakukan penyemprotan dengan pestitida.


61

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui pengetahuan, sikap dan tindakan

petani tentang pemakaian APD pada saat penggunaan pestisida di Desa

Sukaraja Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat Tahun 2022

sebagai berikut:

1. Pengetahuan responden

Dari hasil penelitian diketahui bahwa petani di Desa

Sukaraja Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat yang

berpengetahuan baik sebanyak 47 responden (81 %) dan


62

berpengetahuan cukup sebanyak 11 responden (19 %). Banyak

petani yang mengetahui pentingnya pemakaian alat pelindung diri

pada saat penggunaan pestisida tetapi masih ada petani yang tidak

mengetahui pentingnya akan penggunaan alat pelindung diri hal ini

di pengaruhi oleh tingkat pengetahuan akan dampak negatif yang

ditimbulkan pestisida terhadap lingkungan sekitar dan terhadap

kesehatannya.

2. Sikap responden

Dari hasil penelitian diketahui bahwa petani di Desa

Sukaraja Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat yang

berpengetahuan baik sebanyak 32 responden (55 %) responden

yang sikapnya cukup sebanyak 22 (38 %) dan 4 responden yang

mempunyai sikap yang kurang (7 %) dari hal tersebut masih

adanya tingkat sikap yang cukup serta sikap kurang yang hasil

akhirnya cukup rendah hal ini dikarenakan banyak petani yang

masih merokok saat melakukan penyemprotan. Pengguna pestisida

juga sering menggunakan dosis berlebihan, dan tidak

menggunakan alat pelindung diri yang memadai, seperti masker,

kacamata, sepatu bot, dan pakaian yang menutupi kulit. Beberapa

bahkan memakai pakaian pendek. Hal ini disebabkan oleh belum

adanya terbukti efek akut toksik penggunaan pestisida pada petani.

3. Tindakan responden
63

Dari hasil penelitian diketahui bahwa petani di Desa Sukaraja

Kecamatan Way Tenong Kabupaten Lampung Barat yang berpengetahuan

baik sebanyak 29 reponden (50%) dan 20 responden (34%) yang memiliki

tindakan pemakaian alat pelindung diri yang cukup baik serta 9 responden

(15%) yang memiliki tindakan pemakaian alat pelindung diri yang kurang.

Dari hal tersebut kita masih adanya tingkat tindakan yang cukup serta

rendah hal ini disebabkan oleh setelah melakukan penyemprotan masih

banyak petani yang menyimpan pestisida di dapur rumah dan kemasan

pestisida yang tidak dipakai lagi di buang kesembarangan tempat.

Demikian juga pada pemakain alat pelindung diri (APD), masih banyak

petani yang menggunakan alat pelindung diri dengan alasan

ketidaknyamanan, mengganggu pekerjaan dan merasa tidak perlu

menggunakannya sehingga hanya sedikit petani yang ditemui

menggunakan alat pelindung diri di Desa Sukaraja Kecamatan Way

Tenong Kabupaten Lampung Barat.

B.Saran

1. Bagi petani

a. Petani harus memperhatikan apa yang tertulis dalam instruksi

manual Label pestisida untuk mengetahui dosis yang dianjurkan

serta mengurangi resiko keracunan pada petani.

b. Meninggalkan kebiasaan buruk seperti, tidak nyaman saat

menggunakan APD saat menggunakan pestisida untuk mencegah

resiko terpaparnya pestisida.


64

c. Untuk memperkuat pembinaan petani, sehingga pengetahuan

petani

Meningkatkan kesadaran tentang pestisida dan pentingnya alat

pelindung diri

2. Bagi pemerintah setempat

Perangkat desa menjadi contoh dalam menggunakan alat

pelindung diri (APD) ketika menggunakan pestisida dan

menghimbau para petani di Desa Sukaraja Kecamatan Way

Tenong Kabupten Lampung Barat untuk menggunakan alat

pelindung diri guna meminimalisasi keracunan yang dapat terjadi

akibat pestisida serta di adakannya penyuluhan terhadap petani

tentang penggunaan APD dan dampak pestisida.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini dapat dikembangkan lagi dengan

melaksanakan penelitian lebih lanjut dengan rancangan penelitian

yang berbeda untuk mengetahui permasalahan yang lebih

mendalam berkaitan dengan pemakaian alat pelindung diri pada

saat peng pestisida.

Anda mungkin juga menyukai