ABSTRAK
ABSTRACT
Cowpea (Vigna unguiculata (L.) Walp.) is one of the local food source that
could potentially be an alternative raw material of tempeh. Cowpea production is
still low due to limited knowledge and capabilities in processing and use, limited
planting areas and low productivity. The objectives of this study were to obtain
morphological aspects of cowpea and influence of varieties on grain production.
This research was conducted at the experimental field Leuwikopo, Dramaga, Bogor
from April to July 2016. The experiment used randomized complicated bloc design
with four replications and five varieties as treatments consisting of KT-1, KT-2, KT-
6, KT-8, and KT-9. The results showed that the varieties affected the growth
percentage, leaf area, number of flowers per bunch, pod length, and ratio of grains
to shell of pod. Generally, dry grains production of the five varieties was not
significantly different. Cowpea dry grain production was positively correlated with
number of flowers per bunch, number of pods per plant, weight of dry pods per
plant, weight of dry grains per plant, weight of 100 grains, harvest index, and ratio
of grains to shell of pod.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi
yang berjudul Evaluasi Produksi beberapa Varietas Kacang Tunggak (Vigna
unguiculata (L.) Walp.) di Dataran Rendah ini dilaksanakan untuk mendapatkan
aspek morfologi kacang tunggak yang mempengaruhi produksi biji dan
mempelajari pengaruh varietas terhadap produksi biji kacang tunggak. Penelitian
ini dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Heni Purnamawati,
M.Sc.Agr. dan Ibu Juang Gema Kartika, S.P., M.Si. sebagai dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu dan seluruh keluarga, atas doa
dan kasih sayangnya. Rekan-rekan seperjuangan Departemen Agronomi dan
Hortikultura angkatan 49 dan teman-teman mahasiswa Nias yang selalu
memberikan semangat.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Taksonomi Kacang Tunggak 3
Morfologi Kacang Tunggak 3
Syarat Tumbuh Kacang Tunggak 5
Korelasi antar Karakter Tanaman dengan Produksi 5
METODE 7
Tempat dan Waktu Penelitian 7
Bahan dan Alat 7
Rancangan Percobaan 7
Prosedur Percobaan 8
Analisis Data 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Kondisi Umum 10
Karakter Vegetatif 16
Karakter Reproduktif 20
Korelasi antar Karakter Tanaman Kacang Tunggak 24
KESIMPULAN DAN SARAN 27
Kesimpulan 27
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 31
RIWAYAT HIDUP 40
ix
DAFTAR TABEL
1. Rata-rata suhu maksimum, suhu minimum, curah hujan, hari hujan,
kelembaban udara, dan intensitas cahaya matahari selama penelitian
(stasiun klimatologi Dramaga, 2016) 11
2. Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai peubah pengamatan tanaman
kacang tunggak 15
3. Rata-rata daya tumbuh tanaman, sudut daun, dan luas daun per tanaman
kacang tunggak 16
4. Rata-rata kerapatan stomata tanaman kacang tunggak pada permukaan
atas dan bawah daun 17
5. Rata-rata laju fotosintesis dan konduktansi stomata tanaman kacang
Tunggak 18
6. Rata-rata bobot kering tajuk tanaman kacang tunggak pada saat 50%
tanaman berbunga dan saat panen 19
7. Rata-rata jumlah bunga per tandan dengan umur tanaman kacang tunggak
selama fase berbunga 20
8. Rata-rata jumlah polong, panjang polong, dan jumlah biji per polong
tanaman kacang tunggak 21
9. Rata-rata bobot polong kering, bobot biji kering, bobot 100 biji, dan
hasil biji kering tanaman kacang tunggak 22
10. Rata-rata rasio biji dan kulit polong dan indeks panen tanaman kacang
tunggak 23
11. Korelasi antar karakter tanaman kacang tunggak 25
DAFTAR GAMBAR
1. Intensitas cahaya matahari, suhu maksimum, dan suhu minimum
dengan umur tanaman kacang tunggak selama kegiatan penelitian 11
2. Tanaman kacang tunggak pada tingkat umur yang berbeda 12
3. Hama yang menyerang tanaman kacang tunggak pada fase vegetatif 13
4. Gejala serangan dan jenis hama pada fase reproduktif tanaman kacang
tunggak 14
5. Laju tumbuh tanaman kacang tunggak dengan umur tanaman 19
DAFTAR LAMPIRAN
1. Deskripsi kacang tunggak varietas KT-1, KT-2, KT-6, KT-8, dan KT-9 33
2. Hasil analisis sifat kimia tanah Kebun Percobaan Leuwikopo, Dramaga
sebelum penelitian dilaksanakan 36
3. Gambar biji kacang tunggak 37
4. Gambar morfologi daun kacang tunggak 38
5. Layout petak percobaan 39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
ini kemudian dapat memberikan informasi bagaimana perbaikan pada satu sifat
dapat menyebabkan perubahan pada sifat lain. Menurut Permadi et al. (1993)
seleksi untuk masing-masing komponen yang berkorelasi dengan hasil akan
memberikan sumbangan untuk perbaikan hasil apabila sifat-sifat tersebut
berkorelasi positif dengan hasil.
Berdasarkan penelitian Lesly (2005) terdapat korelasi antara jumlah cabang
per tanaman dengan hasil biji. Selain itu karakter lainnya yang berkorelasi terhadap
hasil biji antara lain panjang batang utama (de Souza et al., 2007), panjang cabang
dan luas daun (Sayekti et al., 2011), serta karakter jumlah bunga dan umur berbunga
(Sayekti et al., 2011). Korelasi antar komponen hasil terdapat pada karakter jumlah
polong (de Souza et al., 2007; Gumabo, 2007; Setyowati dan Sutoro, 2010; Sayekti
et al., 2011; de Almeida et al., 2014; Kamai et al., 2014), panjang polong (Sayekti
et al., 2011; Imran et al., 2010), dan jumlah biji per polong (Lesly, 2005; Setyowati
dan Sutoro, 2010; Sayekti et al., 2011; de Almeida et al., 2014). Hal ini
menunjukkan bahwa karakter panjang batang utama, jumlah cabang, jumlah
polong, panjang polong, jumlah biji per polong, jumlah bunga, umur berbunga, dan
luas daun dapat dijadikan indikator peningkatan produksi kacang tunggak.
Budi daya kacang tunggak di Indonesia tersebar di berbagai zona ekologi
mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi, daerah beriklim kering hingga
beriklim basah. Haliza (2008) melaporkan bahwa daerah penyebaran kacang
tunggak di Indonesia meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara
Barat, sebagian Kalimantan, Sumatera, Maluku, dan Papua. Pelbagai faktor
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan tambahan informasi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
dan produksi kacang tunggak di dataran rendah.
Tujuan
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Kacang Tunggak
pula yang tangkai polongnya panjang sehingga polong terlihat di atas tanaman
dengan posisi polong yang berdiri atau menghadap ke atas ataupun menghadap ke
bawah. Biji kacang tunggak bervariasi dalam ukuran, bentuk, ataupun warna (krem,
cokelat, hitam, belang, dan merah) dengan bobot 100 biji antara 10 hingga 25 g.
Panjang biji berkisar antara 2-12 mm dan memiliki hilum berwarna putih yang
dikelilingi oleh cincin berwarna hitam (Trustinah, 1998).
jumlah buku dengan jumlah biji per polong, serta bobot biji per tanaman dengan
jumlah buku, jumlah polong per tanaman, dan jumlah biji per polong.
Lesly (2005) pada penelitiannya menggunakan 169 genotipe kacang
tunggak melaporkan bahwa bobot 100 butir, jumlah biji per polong, jumlah polong
per tanaman, panjang polong per tanaman, jumlah cabang per tanaman, dan hari
inisiasi bunga, berkorelasi positif dengan hasil biji. Indeks panen dan bobot 100
butir memiliki korelasi positif tidak langsung dengan panjang polong dan jumlah
biji per polong. De Souza et al. (2007) juga melaporkan bahwa seleksi pada jumlah
polong per tanaman kacang tunggak dapat digunakan untuk meningkatkan produksi
biji. Panjang batang utama berkorelasi positif dengan jumlah polong per tanaman
dan jumlah biji per tanaman, serta berkorelasi negatif dengan bobot 100 butir. Hal
ini menunjukkan bahwa panjang batang utama dapat digunakan sebagai karakter
seleksi tidak langsung untuk meningkatkan produksi kacang tunggak.
Plasma nutfah koleksi BB-Biogen yang terdiri dari 43 aksesi kacang
tunggak dievaluasi pada lahan masam Jasinga dan Bogor oleh Setyowati dan Sutoro
(2010). Hasil analisis korelasi antar komponen hasil dan hasil biji menunjukkan
bahwa semakin banyak jumlah polong tiap tanaman semakin panjang ukuran
polong, semakin banyak jumlah biji tiap polong, dan semakin banyak hasil per
bobot biji tiap tanaman. Semakin panjang polong semakin banyak jumlah biji tiap
polong tetapi semakin sedikit jumlah polong tiap tanaman. Hal ini mengindikasikan
adanya pengaruh kompensasi, yaitu polong panjang cenderung memiliki jumlah
polong sedikit dan bila polong pendek maka jumlah polong cenderung meningkat.
Aksesi plasma nutfah kacang tunggak yang memiliki polong relatif panjang dan
jumlah polong tiap tanaman banyak maka hasilnya lebih tinggi.
Berdasarkan penelitian Imran et al. (2010) terhadap 14 plasma nutfah
kacang tunggak, terdapat korelasi signifikan antara jumlah cabang dengan luas
daun tetapi tidak signifikan berasosiasi dengan jumlah daun per cabang utama. Luas
daun menunjukkan korelasi negatif dan signifikan dengan panjang polong yang
mengindikasikan bahwa tanaman memiliki pertumbuhan yang lebih vegetatif
sehingga menghasilkan polong yang kecil. Hal ini juga menunjukkan hubungan
negatif dan tidak signifikan dengan jumlah biji per polong dan hasil biji. Panjang
polong menunjukkan hubungan positif dan tidak signifikan dengan jumlah biji per
polong dan hasil biji tanaman.
Menurut Sayekti et al. (2011) meningkatnya tinggi tanaman, jumlah cabang,
biji per tanaman, biji per polong, polong per tanaman, polong per hektar, panjang
polong dan daun, lebar polong, bunga per tanaman, umur berbunga, lebar daun,
jumlah bintil akar per tanaman, dan bintil akar aktif per tanaman akan
meningkatkan hasil biji per hektar. Penelitian dilakukan terhadap 8 aksesi kacang
tunggak asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dibandingkan dengan
kacang tunggak unggul varietas KT-1 dan KT-6. Berdasarkan hasil analisis lintas,
komponen hasil yang mempengaruhi hasil kacang tunggak diketahui bahwa bobot
polong per hektar berpengaruh langsung terhadap hasil biji per hektar. Peningkatan
hasil biji per hektar dapat dilakukan dengan meningkatkan komponen hasil bobot
polong per hektar.
De Almeida et al. (2014) melaporkan bahwa jumlah polong per tanaman
dan jumlah biji per polong adalah komponen hasil yang memiliki korelasi langsung
pada produktivitas. Hasil penelitian Kamai et al. (2014) menggunakan 8 varietas
kacang tunggak menunjukkan bahwa hasil biji kacang tunggak berkorelasi positif
7
dengan jumlah polong per tanaman, panjang tangkai bunga, dan jumlah tangkai
bunga per tanaman serta berkorelasi negatif dengan panjang cabang.
Penelitian pada kacang hijau menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman,
jumlah polong, bobot polong per tanaman, dan rasio bobot polong per bobot biji
berkorelasi genetik dan fenotipik terhadap hasil. Karakter yang tidak berkorelasi
terhadap hasil antara lain jumlah buku, bobot brangkasan kering, dan umur 50%
tanaman berbunga (Gumabo, 2007). Karakter tinggi tanaman memiliki pengaruh
tidak langsung yang cukup efektif terhadap hasil biji per tanaman melalui jumlah
polong per tanaman. Korelasi antara bobot 100 butir tidak efektif terhadap hasil
karena bobot 100 biji berkorelasi negatif terhadap jumlah polong dan jumlah biji
per tanaman (Khayati, 2001). Jumlah biji bernas dan umur berbunga merupakan
indikator seleksi bagi hasil biji kacang hijau berumur genjah (Jambormias et al.,
2013).
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas kacang tunggak
yang terdiri dari varietas KT-1, KT-2, KT-6, KT-8, dan KT-9 (Lampiran 1). Pupuk
dasar yang digunakan adalah pupuk Urea, SP-36, KCl, dolomit, insektisida
berbahan aktif karbofuran, dan herbisida. Alat yang digunakan antara lain peralatan
budi daya tanaman, mulsa plastik, ajir bambu, timbangan digital, oven, LICOR
3000, LICOR 6400XT, meteran, busur derajat, karung, kertas, label, kuteks aseton,
selotip, pinset, penggaris, dan alat tulis.
Rancangan Percobaan
Prosedur Percobaan
Persiapan Tanam
Persiapan tanam dimulai dengan mengolah tanah secara sempurna
kemudian dibuat 4 petakan dengan ukuran 15 m x 1 m. Selanjutnya dilakukan
pembuatan bedengan pada masing-masing petakan dengan jarak antar bedengan 50
cm. Sehari sebelum penanaman lahan ditaburi pupuk kandang dan Dolomit dengan
dosis masing-masing 2 ton ha-1 dan 500 kg ha-1 kemudian lahan ditutup dengan
mulsa plastik. Sebelum pengolahan tanah dilakukan uji sifat kimia tanah.
Penanaman
Benih ditanam tiga biji per lubang menggunakan jarak tanam 50 cm x 20
cm dengan cara ditugal. Insektisida berbahan aktif karbofuran ditaburkan
bersamaan dengan benih tanaman dengan dosis 10 kg ha-1 untuk mencegah
serangan hama tanaman. Aplikasi pupuk menggunakan dosis urea 50 kg ha-1, SP-
36 100 kg ha-1, dan KCl 100 kg ha-1, semua diberikan pada saat tanam dengan cara
ditugal di samping lubang tanam. Data iklim dikumpulkan sejak tanam hingga
panen.
Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penjarangan,
penyiangan, serta pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap
hari sesuai kebutuhan tanaman. Penjarangan dilakukan saat tanaman berumur 10
Hari Setelah Tanam (HST) dengan mempertahankan dua tanaman tiap lubang
tanam yang memiliki pertumbuhan yang baik. Pertanaman diupayakan bersih dari
gulma selama 5 minggu pertama dengan melakukan penyiangan secara manual
pada 4 dan 7 Minggu Setelah Tanam (MST). Serangan hama dan penyakit
diupayakan serendah mungkin dengan penggunaan pestisida berbahan aktif
Eugenol 188,4 g L-1 sesuai kebutuhan di lahan.
Pemanenan
Tanaman kacang tunggak dipanen dalam ubinan berukuran 1,2 m2 dengan
populasi panen sebanyak 28 tanaman. Panen dilakukan dua kali saat umur tanaman
10 dan 11 MST pada tiap unit petak percobaan.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada lima tanaman contoh yang dipilih secara acak
pada masing-masing varietas tiap satuan percobaan. Peubah yang diamati meliputi:
1. Daya tumbuh tanaman (%)
Daya tumbuh tanaman dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah
tanaman yang tumbuh dengan jumlah benih yang ditanam seluruhnya tiap unit
percobaan. Pengamatan dilakukan pada 7 hingga 10 HST.
9
Analisis Data
Berdasarkan data iklim BMKG Dramaga (2016), total curah hujan pada
awal penelitian cukup tinggi yaitu 558,20 mm dengan rata-rata 388,23 mm bulan-1.
Rata-rata hari hujan yaitu 21,50 hari bulan-1 dengan rata-rata kelembaban udara
bulanan sebesar 83,90% (Tabel 1). Karsono (1998) melaporkan bahwa daerah
kisaran adaptasi kacang tunggak meliputi daerah tropik beriklim kering sampai
agak basah dengan curah hujan masing-masing lebih kecil 600 mm per bulan dan
100-1500 mm per tahun. Menurut Saleh (1992) kacang tunggak yang ditanam pada
musim hujan umumnya tumbuh membelit sedangkan pada musim kemarau tidak
membelit.
11
Tabel 1. Rata-rata suhu maksimum, suhu minimum, curah hujan, hari hujan,
kelembaban udara, dan intensitas cahaya matahari selama penelitian
(stasiun klimatologi Dramaga, 2016)
Suhu Suhu
CH HH RH ICM
Bulan Maksimum Minimum
(mm) (hari) (%) (kal cm-2)
(°C) (°C)
April(V) 32,70 24,00 558,20 26,00 85,00 337,07
(V)
Mei 32,60 24,10 329,70 23,00 83,61 295,32
(R)
Juni 31,90 23,10 373,00 17,00 84,00 296,83
(R)
Juli 32,00 22,80 292,00 20,00 83,00 325,06
Rata-rata 32,30 23,50 388,23 21,50 83,90 313,57
Keterangan: : fase pertumbuhan vegetatif, (R): fase pertumbuhan reproduktif, CH:
(V)
curah hujan, HH: hari hujan, RH: kelembaban udara, ICM: intensitas cahaya
matahari
300
25
250
Suhu (°C)
(kal cm-²)
20
200
15
150
10
100
50 5
0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Umur tanaman (MST)
Intensitas Cahaya Matahari Suhu Maksimum Suhu Minimum
(d) (e)
a. Belalang Valanga nigricornis
b. Belalang Locusta migratoria
c. Kepik ubi jalar Physomerus grossipes
d. Ulat penggulung daun Lamprosema indicata
e. Kutu daun Aphis craccivora
Gambar 3. Hama yang menyerang tanaman kacang tunggak pada fase vegetatif
Kacang tunggak varietas KT-1, KT-2, dan KT-6 memiliki bentuk tajuk agak
tegak sedangkan KT-8 dan KT-9 cenderung menjalar dengan jarak tanam 50 cm x
20 cm. Secara umum jarak tanam yang digunakan dengan dua tanaman per lubang
tanam terlalu rapat karena tanaman memiliki cabang yang banyak dan sulur yang
cukup panjang. Tajuk tanaman yang rapat dapat menyebabkan pertumbuhan
vegetatif tanaman kurang optimal bahkan dapat mempengaruhi hasil tanaman.
Menurut Adisarwanto et al. (1998) jarak tanam harus disesuaikan dengan kondisi
lahan, tipe tanaman (tegak atau menjalar), dan kesuburan tanah. Menentukan jarak
tanam pada tanaman kacang tunggak sangat penting karena apabila tanaman terlalu
rapat akan mengurangi jumlah bunga dan polong isi yang terbentuk sehingga
akhirnya hasil biji juga akan berkurang.
Hama pada fase vegetatif (Gambar 3) mulai terlihat pada 3 MST dengan
ciri-ciri tanaman layu, daun menggulung, serta terdapat bekas gigitan pada batang
dan daun. Hama yang muncul antara lain beberapa jenis belalang seperti Valanga
nigricornis, Locusta migratoria, Atractomorpha crenulata, ulat penggulung daun
Lamprosema indicata, ulat jengkal Plusia chalcites, ulat grayak Spodoptera litura,
ulat Lamprosema indicata, kutu daun Aphis craccivora, dan kepik ubi jalar
Physomerus grossipes. Kepik ubi jalar Physomerus grossipes diduga berasal dari
tanaman ubi jalar yang berada dekat dengan lahan penelitian.
14
(d) (e)
a. Kepik ubi jalar Physomerus grossipes yang menghisap cairan polong
b. Kepik pengisap polong Riptortus linearis
c. Kepik hijau Nezara viridula
d. Walang sangit Leptocorisa acuta
e. Gejala serangan ulat penggerek polong Maruca testulatis
Gambar 4. Gejala serangan dan jenis hama pada fase reproduktif tanaman kacang
tunggak
matahari selama tiga hari. Kondisi sulur tanaman yang saling melilit satu sama
lainnya menjadi salah satu hambatan dalam pengelompokan hasil panen.
Karakter Vegetatif
46,95°. Sudut daun adalah sudut yang dibentuk oleh ketiak daun yang merupakan
tempat munculnya bunga yang tersusun dalam bentuk tandan. Sudut daun
berpengaruh terhadap kehilangan energi karena pantulan. Tanaman yang
mempunyai sudut daun kecil atau daun tegak lebih efisien karena energi matahari
pantulan dari daun yang satu akan ditangkap kembali oleh daun yang lain,
sedangkan tanaman yang berdaun horizontal akan kembali ke atmosfer.
Berdasarkan teori inilah para ahli pemulia tanaman dalam usaha menciptakan
varietas unggul yang berpotensi hasil tinggi selalu memilih tanaman berdaun tegak
(Sugito, 2012).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa varietas memberikan pengaruh
sangat nyata terhadap peubah luas daun tanaman kacang tunggak (Tabel 2). Rata-
rata luas daun paling tinggi terdapat pada varietas KT-2 sebesar 202,96 cm2 namun
tidak berbeda nyata dengan varietas KT-1 dan KT-6. Rata-rata luas daun paling
rendah terdapat pada varietas KT-9 sebesar 136,18 cm2 namun tidak berbeda nyata
dengan varietas KT-8. Menurut Littleton et al. (1981) luas daun yang berlebihan
biasanya hanya bertahan untuk periode-periode pendek karena daun-daun lebih
bawah segera mengalami penuaan dan rontok.
Kerapatan Stomata
pembukaan stomata dalam mengatur masuknya CO2 pada saat proses fotosintesis
berlangsung, maupun dalam mengontrol kecepatan transpirasi berkaitan dengan
pengendalian proses kehilangan air jaringan. Taiz dan Zeiger (2002)
mengungkapkan bahwa semakin banyak dan lebar pembukaan stomata maka
semakin tinggi pertukaran gas CO2, demikian juga dengan konduktansi stomata.
Konduktansi stomata merupakan kondisi kemudahan untuk pertukaran gas CO2 dan
tingkat fotosintesis.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa varietas tidak berpengaruh
terhadap peubah laju fotosintesis dan konduktansi stomata (Tabel 2). Secara umum
kapasitas konduktansi stomata berkaitan dengan laju fotosintesis tanaman kacang
tunggak. Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata laju fotosintesis berkisar antara
23,70 μmol m-2 s-1 hingga 25,82 μmol m-2 s-1 sementara rata-rata konduktansi
stomata berkisar antara 0,36 μmol m-2 s-1 hingga 0,41 μmol m-2 s-1. Laju fotosintesis
menunjukkan kapasitas source tanaman yakni kemampuan tanaman dalam
menghasilkan asimilat.
Tabel 5. Rata-rata laju fotosintesis dan konduktansi stomata tanaman kacang
tunggak
Laju fotosintesis Konduktansi stomata
Varietas
(μmol m-2 s-1) (μmol m-2 s-1)
KT-1 24,72 0,38
KT-2 25,43 0,40
KT-6 23,70 0,36
KT-8 25,50 0,37
KT-9 25,82 0,41
Tabel 6. Rata-rata bobot kering tajuk tanaman kacang tunggak pada saat 50%
tanaman berbunga dan saat panen
Bobot kering tajuk (g) Peningkatan bobot kering
Varietas Saat 50% tanaman tajuk pada saat panen
Saat panen
berbunga (g)
KT-1 13,78 25,58 11,80
KT-2 13,10 26,65 13,55
KT-6 14,57 25,58 11,01
KT-8 15,54 26,74 11,20
KT-9 16,54 27,38 10,84
12 KT-1
Laju tumbuh tanaman (LTT)
KT-2
10
KT-6
8
(g m-2 hari)
KT-8
6 KT-9
0
LTT 30-37 HST LTT 37-44 HST LTT 44-84 HST
Umur tanaman
Karakter Reproduktif
Bobot Polong Kering, Bobot Biji Kering, Bobot 100 Biji, dan Hasil Biji Kering
Varietas tidak berpengaruh terhadap peubah bobot polong kering, bobot biji
kering, bobot 100 biji, dan hasil biji kering tanaman kacang tunggak (Tabel 2).
Bobot polong kering, bobot biji kering, dan bobot 100 biji diperoleh pada saat kadar
air polong dan biji mencapai kondisi konstan setelah dikeringkan di bawah sinar
matahari selama tiga hari. Data bobot polong/biji kering per 1,2 m2 diperoleh dari
bobot polong/biji kering tanaman per satuan percobaan dengan luas petak panen
atau petak bersih sebesar 1,2 m2 dan populasi panen sebanyak 28 tanaman. Hasil
biji kering tanaman kacang tunggak yang diperoleh merupakan data dugaan setelah
bobot biji kering per 1,2 m2 di konversi ke satuan hektar menggunakan faktor
koreksi sebesar 80% seperti terlihat pada Tabel 9.
Secara umum rata-rata bobot polong dan bobot biji kering tertinggi
diperoleh pada varietas KT-8 namun tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya.
Rata-rata bobot polong tertinggi pada penelitian ini mencapai 414,00 g per 1,2 m2
22
dan 14,79 g per tanaman sedangkan rata-rata bobot biji kering tertinggi mencapai
198,12 per 1,2 m2 dan 7,08 g per tanaman. Ditinjau dari kualitas hasil biji, rata-rata
bobot 100 biji tertinggi mencapai 13,81 g sedangkan terendah yaitu 12,17 g.
Menurut Trustinah (1998) semakin besar fotosintat yang dihasilkan dan disalurkan
ke biji maka jumlah maupun ukuran biji akan menjadi maksimal. Jumlah biji yang
terdapat dalam satu tanaman dipengaruhi oleh faktor genetis tanaman tersebut dan
keadaan lingkungan.
Tabel 9. Rata-rata bobot polong kering, bobot biji kering, bobot 100 biji, dan
hasil biji kering tanaman kacang tunggak
BPK BBK BPK BBK Bobot 100 biji HBK
Varietas
(g per 1,2 m )2
(g per tanaman) (g) (ton ha-1)
KT-1 324,60 121,80 11,60 4,35 12,17 0,81
KT-2 285,50 154,89 10,20 5,53 13,81 1,03
KT-6 239,70 105,08 08,56 3,75 12,44 0,70
KT-8 414,00 198,12 14,79 7,08 12,21 1,32
KT-9 280,20 128,16 10,01 4,58 12,97 0,86
Keterangan: BPK: bobot polong kering, BBK: bobot biji kering, HBK: hasil biji kering
Rata-rata hasil biji kering tertinggi diperoleh pada varietas KT-8 sedangkan
terendah pada KT-6 masing-masing sebesar 1,32 ton ha-1 dan 0,70 ton ha-1. Hasil
biji kering varietas KT-8 pada penelitian ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan
penelitian Setyowati dan Sutoro (2010) di Bogor yang hanya menghasilkan 1,18
ton ha-1 biji kering. Berdasarkan UPBTPH (2014) hasil biji kering kacang tunggak
pada penelitian ini masih relatif rendah dibandingkan dengan potensi hasilnya.
Kasno et al. (1991) menambahkan bahwa potensi hasil kacang tunggak mencapai
1,5 hingga 2,0 ton ha-1 bergantung varietas, lokasi, musim tanam, dan teknologi
budi daya yang diterapkan.
Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa komponen hasil panen
dipengaruhi oleh pengelolaan (teknologi budi daya), genotipe, dan lingkungan yang
sering kali dapat menerangkan mengapa terjadi pengurangan hasil. Genotipe dapat
mempengaruhi kemampuan berkecambah dan menentukan potensial untuk
membentuk jumlah bunga, jumlah bunga yang berkembang membentuk biji,
jumlah hasil asimilasi yang diproduksi, dan pembagian hasil asimilasi. Lingkungan
mempengaruhi kemampuan tanaman untuk mengekspresikan potensial genetisnya.
Ketersediaan air, nutrisi, temperatur, cahaya, dan faktor lingkungan lainnya yang
tidak optimum dapat mengurangi salah satu komponen atau lebih dari komponen
hasil panen.
Faktor pengelolaan meliputi pengaturan jarak tanam, jumlah biji per lubang
tanam, dan kemampuan pengelola tanaman untuk menyediakan lingkungan yang
mendukung pertumbuhan agar tercapai hasil panen optimum. Jumlah biji per
lubang tanam akan mempengaruhi populasi dan hasil panen. Penggunaan dua
tanaman per lubang pada penelitian ini terlalu banyak sehingga tidak tersedia ruang
yang cukup bagi perkembangan tajuk tanaman. Selain pengaruh populasi tanaman,
penggunaan ajir setinggi 1 m tidak cukup untuk merambatkan sulur tanaman
sehingga diperlukan ajir yang lebih tinggi agar perkembangan sulur tanaman
optimum. Diduga bahwa dengan populasi tanaman yang lebih rendah dan
penggunaan ajir yang sesuai tinggi tanaman dapat meningkatkan hasil panen.
23
Pengamatan rasio biji dan kulit polong dan indeks panen tanaman kacang
tunggak dilakukan pada waktu panen. Rasio biji dan kulit polong merupakan nisbah
antara bobot biji per tanaman dengan kulit polong per tanaman sedangkan indeks
panen merupakan nisbah antara bobot polong kering isi dengan bobot kering total
tanaman. Berdasarkan hasil analisis ragam dapat diketahui bahwa varietas
menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah rasio biji dan kulit
polong tetapi tidak berpengaruh terhadap indeks panen (Tabel 2).
Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai rata-rata rasio biji dan kulit polong
terletak antara 0,64 hingga 1,17. Varietas KT-2 memiliki rata-rata rasio biji dan
kulit polong yang paling tinggi yaitu sebesar 1,17 dan berbeda nyata dengan
varietas lainnya. Rata-rata rasio biji dan kulit polong yang tertinggi pada varietas
KT-2 menunjukkan tingginya bobot biji daripada bobot kulit polongnya. Tingginya
bobot biji dibanding kulit polong dipengaruhi oleh banyaknya jumlah polong yang
terisi penuh serta ukuran biji yang lebih besar. Secara visual hal ini terlihat pada
ukuran biji KT-2 yang lebih besar dibandingkan ukuran biji varietas yang lain.
Varietas KT-1 memiliki rata-rata rasio biji dan kulit polong yang paling rendah
namun tidak berbeda nyata dengan varietas KT-6, KT-8 dan KT-9.
Tabel 10. Rata-rata rasio biji dan kulit polong dan indeks panen tanaman kacang
tunggak
Varietas Rasio biji dan kulit polong Indeks panen
KT-1 0,64b 0,29
KT-2 1,17a 0,25
KT-6 0,78b 0,24
KT-8 0,86b 0,31
KT-9 0,79b 0,23
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT taraf α = 5%.
Indeks panen merupakan perbandingan antara hasil distribusi asimilasi
biomassa ekonomis terhadap biomassa keseluruhan (Gardner et al. 1991). Produksi
tanaman (yield) ditentukan oleh kemampuan tanaman menghasilkan asimilat
(biomassa) dan pengalokasian asimilat ke bagian yang bernilai ekonomi. Rata-rata
indeks panen tertinggi pada penelitian ini mencapai 0,31 sedangkan terendah yaitu
0,23 berturut-turut pada varietas KT-8 dan KT-9. Diduga bahwa varietas yang
memiliki indeks panen tinggi menunjukkan kapasitas sink potensial yang lebih
baik.
Menurut Gardner et al. (1991) indeks panen yang besar menunjukkan
bahwa tanaman lebih banyak membagi bobot keringnya untuk hasil panen
ekonomis, sedangkan indeks panen yang kecil menunjukkan tanaman lebih banyak
membagi bobot keringnya untuk hasil tanaman panen biologis. Hal ini dapat
ditunjukkan oleh varietas KT-8 yang memiliki rata-rata hasil biji kering tertinggi
sedangkan varietas KT-9 memiliki rata-rata bobot kering tajuk yang tertinggi
dibandingkan varietas yang lain.
24
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto T., Riwanodja dan Suhartina. 1998. Budi daya tanaman kacang
tunggak. Hal:73-83. Dalam: Kasno A., dan Winarto A. (Eds). Kacang
Tunggak. Monograf Balitkabi No. 3.
Aminudin I.Z. 2007. Analisis penerimaan konsumen tempe kacang tunggak dan
produk olahannya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[Balitkabi] Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 2015. Hama
pengisap polong Riptortus linearis pada tanaman kedelai dan cara
pengendaliannya. http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id. [31 Agustus
2016].
[BB-Biogen] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber
Daya Genetik Pertanian. 2015. Katalog data paspor sumberdaya genetik
tanaman pangan 2015. www.biogen.litbang.pertanian.go.id. [9 Maret
2016].
[BB-Pascapanen] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
2007. Gelar teknologi pengolahan tempe kacang tunggak.
http://pascapanen.litbang.pertanian.go.id. [2 Maret 2016].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi kedelai menurut provinsi (ton), 1993-
2015. www.bps.go.id. [7 Maret 2017].
[BPT] Balai Penelitian Tanah. 2009. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah,
Tanaman, Air dan Pupuk Edisi 2. Balai Penelitian Tanah, Bogor.
28
Brown R.H. 1984. Growth of the green plant. p. 153-174. In M.B. Tesar (Eds).
Physiological Basis of Crop Growth and Development. ASA and CSSA,
Madison, WI.
De Almeida W.S., Fernandes F.R.B., Teofilo E.M., Herminia E.C. and Bertini
C.D.M. 2014. Correlation and path analysis in components of grain yield of
cowpea genotypes. Rev. Ciênc. Agron. 45(4):726-736.
De Souza C.L.C., de Almeida L.A.C., Gomes R.L.F., de Moura R.M. and Silva
E.M. 2007. Variability and correlations in cowpea populations for green-
grain production. Crop Breeding and Applied Biotechnology. 7:262-269.
Gardner F.P., Pearce R.B. and Mitchell R.I. 1991. Fisiologi Tanaman Budi daya.
Herawan S, penerjemah. UI Press, Jakarta. Terjemahan dari: Physiology of
Crop Plants.
Goldsworthy P.R. and Fisher N.M. 1996. Fisiologi Tanaman Budi daya Tropik.
Tohari, penerjemah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Gumabo A.W.S.S. 2007. Kajian genetik dan seleksi genotipe S5 kacang tunggak
(Vigna radiata (L.) Wilczek) menuju varietas berdaya hasil tinggi dan
serempak panen. Skripsi. Insititut Pertanian Bogor. Bogor.
Haliza W., Purwani E.Y. dan Thahir R. 2007. Pemanfaatan kacang-kacangan lokal
sebagai substitusi bahan baku tempe dan tahu. Balai besar penelitian dan
pengembangan pascapanen pertanian. Buletin Teknologi Pascapanen
Pertanian Vol. 3.
Haliza W. 2008. Tanpa kedelai masih bisa makan tempe. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 30(1):10-12.
Imran M., Hussain A., Hussain S., Khan S., Bakhsh A., Zahid M.S. and Baig D.
2010. Character association and evaluation of cowpea germplasm for green
fodder and grain yield under rainfed condiandns of Islamabad. Sarhad J.
Agric. 26(3):319-323.
Inaizumi H., Singh B.B., Sanginga P.C., Manyong V.M., Adesina A.A. and
Tarawali S. 1999. Adoption and impact of dry-season dual-purpose cowpea
in the semiarid zone of Nigeria. Ibadan: International Institute of Tropical
Agriculture (IITA).
Jambormias E., Sutjahjo S.H., Mattjik A.A., Wahyu Y. dan Wirnas D. 2013.
Indikator dan kriteria seleksi pada generasi awal untuk perbaikan hasil biji
kacang hijau berumur genjah. J. Agron. Indonesia. 41(3):221-227.
Kamai N., Gworgwor N.A. and Sodangi I.A. 2014. Morphological basis for yield
differences among cowpea varieties in the Sudan Savanna zone of Nigeria.
IOSR Journal of Agriculture and Veterinary Science (IOSR-JAVS).
7(12):49-53.
Karsono S. 1998. Ekologi dan daerah pengembangan kacang tunggak di Indonesia.
Hal:59-72. Dalam: Kasno A. dan Winarto A. (Eds). Kacang Tunggak.
Monograf Balitkabi No. 3.
Kasno A. dan Trustinah. 1998. Pembentukan varietas kacang tunggak. Hal:20-58.
Dalam: Kasno, A. dan Winarto A. (Eds). Kacang Tunggak. Monograf
Balitkabi No. 3.
Kasno A., Trustinah dan Adisarwanto T. 1991. Kacang tunggak: tanaman yang
mudah dibudidayakan, toleran terhadap kekeringan dan mempunyai
prospek sebagai alternatif pemenuh kebutuhan akan kacang-kacangan.
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 13(1):6-7.
29
Khayati N. 2001. Analisis lintas terhadap sifat agronomis tanaman kacang hijau
(Vigna radiata L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kramer P.J. 1963. Water stress and plant growth. Agronomic Journal 55: 31-35.
Lawn R.J. and Ahn C.S. 1985. Mungbean (Vigna radiata (L.) Hepper). In: R.I.
Summerfield, E.H. Roberts (Eds). Grain Legumes Crops. Collin, London.
P. 584-604.
Lesly W.D. 2005. Characterization and evaluation of cowpea (Vigna unguiculata
(L.) Walp.) germplasm. Thesis. University of Agricultural Sciences
Dharwad. Karnataka. India.
Littleton E.J., Dennet M.D., Elston J. and Monteith J.L. 1981. The growth and
development of cowpeas (Vigna unguiculata) under Tropical field
conditions. J. Agric. Sci. Camb. 97: 539-550.
Mattjik A.A. dan Sumertajaya I.M. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab Jilid I. IPB Press, Bogor.
Pandey R.K. 1987. A Farmer’s Primer on Growing Cowpea on Riceland.
International Rice Research Institute, Philippines.
Permadi C., Baihaki A., Murdaningsih H.K. dan Warsa T. 1993. Korelasi sifat
komponen hasil terhadap hasil genotipe-genotipe F1 dan F1 resiprokal lima
tetua kacang hijau dalam dialel. Zuriat 4(1):45-49.
Purseglove J.W. 1974. Tropical Crops Dycotyledons, Vol. 1 and 2 Combined.
Longman, Group Ltd, London.
Richana N. dan Damardjati D.S. 1999. Karakteristik fisiko-kimia biji kacang
tunggak (Vigna unguiculata (L.) Walp.) dan pemanfaatannya untuk tempe.
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 18(1):72-77.
Rohrig M., Sutzel H. and Alt C. 1999. A three-dimensional approach to modelling
light interception in heterogenous canopies. Agron Journal. 91:1024-1032.
Rukmana R. dan Oesman Y.Y. 2000. Kacang Tunggak, Budi Daya dan Prospek
Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.
Saleh M. 1992. Uji daya hasil pendahuluan galur/varietas kacang tunggak pada
lahan podsolik merah kuning. Laporan Hasil Penelitian Balittan,
Banjarbaru.
Sayekti R.S., Prajitno D. dan Toekidjo. 2011. Karakterisasi delapan aksesi kacang
tunggak (Vigna unguiculata (L.) Walp.) asal Daerah Istimewa Yogyakarta.
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Setyowati M. dan Sutoro. 2010. Evaluasi plasma nutfah kacang tunggak (Vigna
unguiculata L.) di lahan masam. Buletin Plasma Nutfah. 16(1):44-48.
Sitompul S.M. dan Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press,
Bandung.
Sugito Y. 2012. Ekologi Tanaman. Universitas Brawijaya Press, Malang.
Taiz L. and Zeiger E. 2002. Plant Physiology. Benyamin Cumming. Redwood.
Trustinah. 1998. Biologi kacang tunggak. Hal. 1-19. Dalam: Kasno, A., dan
Winarto A. (Eds). Kacang Tunggak. Monograf Balitkabi No. 3.
Trustinah. 2015. Kacang tunggak, komoditas potensial di lahan kering masam.
www.litbang.pertanian.go.id [3 Maret 2016].
Trustinah dan Kasno A. 1994. Evaluasi Sifat-Sifat Kualitatif dan Kuantitatif
Kacang Tunggak. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman II. PPTI
Komda Jawa Timur.
30
LAMPIRAN
32
33
Lampiran 1. Deskripsi kacang tunggak varietas KT-1, KT-2, KT-6, KT-8, dan
KT-9
Tinggi tanaman : ± 47 cm
Bentuk batang : Bulat
Bentuk daun : Ovate
Bentuk bunga : kupu-kupu
Bobot 1000 biji : 125-130 g
Kadar protein : 22,11%
Ketahanan terhadap hama : Toleran hama polong
Daerah adaptasi : Lahan kering beriklim kering, lahan sawah pada
MK II, dan lahan masam
Pemulia : Trustinah, Moedjiono, dan Astanto Kasno
RIWAYAT HIDUP