Anda di halaman 1dari 58

EVALUASI PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS

KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata (L.) Walp.)


DI DATARAN RENDAH

FERI VIRCUE ZANDROTO


A24120012

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER


INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Produksi
beberapa Varietas Kacang Tunggak (Vigna unguiculata (L.) Walp.) di Dataran
Rendah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2017

Feri Vircue Zandroto


NIM A24120012
iii

ABSTRAK

FERI VIRCUE ZANDROTO. Evaluasi Produksi beberapa Varietas Kacang


Tunggak (Vigna unguiculata (L.) Walp.) di Dataran Rendah. Dibimbing oleh HENI
PURNAMAWATI dan JUANG GEMA KARTIKA.

Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.) Walp.) merupakan salah satu


sumber pangan lokal yang berpotensi menjadi alternatif bahan baku tempe.
Produksi kacang tunggak masih rendah karena terbatasnya pengetahuan dan
kemampuan masyarakat dalam mengolah dan memanfaatkannya, terbatasnya areal
penanaman dan rendahnya produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan aspek morfologi kacang tunggak dan pengaruh varietas terhadap
produksi biji kacang tunggak. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan
Leuwikopo, Dramaga, Bogor pada bulan April sampai Juli 2016. Penelitian
menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan empat
ulangan dan lima varietas sebagai perlakuan yang terdiri dari KT-1, KT-2, KT-6,
KT-8, dan KT-9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berpengaruh
terhadap daya tumbuh tanaman, luas daun, jumlah bunga per tandan, panjang
polong, serta rasio biji dan kulit polong kacang tunggak. Secara umum hasil biji
kering dari kelima varietas sebanding. Korelasi positif terhadap hasil biji kering
kacang tunggak terdapat pada jumlah bunga per tandan (7 MST), jumlah polong
per tanaman, bobot polong kering per tanaman, bobot biji kering per tanaman, bobot
100 biji, indeks panen, serta rasio biji dan kulit polong.
Kata kunci: indeks panen, kacang tunggak, kapasitas sink
iv

ABSTRACT

FERI VIRCUE ZANDROTO. Production Evaluation of several Varieties of


Cowpea (Vigna unguiculata (L.) Walp.) in the Lowland. Supervised by HENI
PURNAMAWATI and JUANG GEMA KARTIKA.

Cowpea (Vigna unguiculata (L.) Walp.) is one of the local food source that
could potentially be an alternative raw material of tempeh. Cowpea production is
still low due to limited knowledge and capabilities in processing and use, limited
planting areas and low productivity. The objectives of this study were to obtain
morphological aspects of cowpea and influence of varieties on grain production.
This research was conducted at the experimental field Leuwikopo, Dramaga, Bogor
from April to July 2016. The experiment used randomized complicated bloc design
with four replications and five varieties as treatments consisting of KT-1, KT-2, KT-
6, KT-8, and KT-9. The results showed that the varieties affected the growth
percentage, leaf area, number of flowers per bunch, pod length, and ratio of grains
to shell of pod. Generally, dry grains production of the five varieties was not
significantly different. Cowpea dry grain production was positively correlated with
number of flowers per bunch, number of pods per plant, weight of dry pods per
plant, weight of dry grains per plant, weight of 100 grains, harvest index, and ratio
of grains to shell of pod.

Keywords: cowpea, harvest index, sink capacity


v

EVALUASI PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS


KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata (L.) Walp.)
DI DATARAN RENDAH

FERI VIRCUE ZANDROTO


A24120012

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
vii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi
yang berjudul Evaluasi Produksi beberapa Varietas Kacang Tunggak (Vigna
unguiculata (L.) Walp.) di Dataran Rendah ini dilaksanakan untuk mendapatkan
aspek morfologi kacang tunggak yang mempengaruhi produksi biji dan
mempelajari pengaruh varietas terhadap produksi biji kacang tunggak. Penelitian
ini dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Heni Purnamawati,
M.Sc.Agr. dan Ibu Juang Gema Kartika, S.P., M.Si. sebagai dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu dan seluruh keluarga, atas doa
dan kasih sayangnya. Rekan-rekan seperjuangan Departemen Agronomi dan
Hortikultura angkatan 49 dan teman-teman mahasiswa Nias yang selalu
memberikan semangat.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2017

Feri Vircue Zandroto


viii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Taksonomi Kacang Tunggak 3
Morfologi Kacang Tunggak 3
Syarat Tumbuh Kacang Tunggak 5
Korelasi antar Karakter Tanaman dengan Produksi 5
METODE 7
Tempat dan Waktu Penelitian 7
Bahan dan Alat 7
Rancangan Percobaan 7
Prosedur Percobaan 8
Analisis Data 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Kondisi Umum 10
Karakter Vegetatif 16
Karakter Reproduktif 20
Korelasi antar Karakter Tanaman Kacang Tunggak 24
KESIMPULAN DAN SARAN 27
Kesimpulan 27
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 31
RIWAYAT HIDUP 40
ix

DAFTAR TABEL
1. Rata-rata suhu maksimum, suhu minimum, curah hujan, hari hujan,
kelembaban udara, dan intensitas cahaya matahari selama penelitian
(stasiun klimatologi Dramaga, 2016) 11
2. Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai peubah pengamatan tanaman
kacang tunggak 15
3. Rata-rata daya tumbuh tanaman, sudut daun, dan luas daun per tanaman
kacang tunggak 16
4. Rata-rata kerapatan stomata tanaman kacang tunggak pada permukaan
atas dan bawah daun 17
5. Rata-rata laju fotosintesis dan konduktansi stomata tanaman kacang
Tunggak 18
6. Rata-rata bobot kering tajuk tanaman kacang tunggak pada saat 50%
tanaman berbunga dan saat panen 19
7. Rata-rata jumlah bunga per tandan dengan umur tanaman kacang tunggak
selama fase berbunga 20
8. Rata-rata jumlah polong, panjang polong, dan jumlah biji per polong
tanaman kacang tunggak 21
9. Rata-rata bobot polong kering, bobot biji kering, bobot 100 biji, dan
hasil biji kering tanaman kacang tunggak 22
10. Rata-rata rasio biji dan kulit polong dan indeks panen tanaman kacang
tunggak 23
11. Korelasi antar karakter tanaman kacang tunggak 25

DAFTAR GAMBAR
1. Intensitas cahaya matahari, suhu maksimum, dan suhu minimum
dengan umur tanaman kacang tunggak selama kegiatan penelitian 11
2. Tanaman kacang tunggak pada tingkat umur yang berbeda 12
3. Hama yang menyerang tanaman kacang tunggak pada fase vegetatif 13
4. Gejala serangan dan jenis hama pada fase reproduktif tanaman kacang
tunggak 14
5. Laju tumbuh tanaman kacang tunggak dengan umur tanaman 19

DAFTAR LAMPIRAN
1. Deskripsi kacang tunggak varietas KT-1, KT-2, KT-6, KT-8, dan KT-9 33
2. Hasil analisis sifat kimia tanah Kebun Percobaan Leuwikopo, Dramaga
sebelum penelitian dilaksanakan 36
3. Gambar biji kacang tunggak 37
4. Gambar morfologi daun kacang tunggak 38
5. Layout petak percobaan 39
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Salah satu tanaman pangan yang kebutuhannya sangat tinggi di Indonesia


adalah kedelai. Produksi kedelai nasional tahun 2015 mencapai 963.183 ton (BPS,
2016). Dibandingkan dengan nilai konsumsi masyarakat, produksi kedelai nasional
masih defisit sekitar 1,5 juta ton biji kering. Diversifikasi pangan dapat dilakukan
untuk mengurangi ketergantungan terhadap kedelai yang sebagian besar digunakan
untuk bahan baku tempe. Terdapat bahan pangan lokal yang berpotensi sebagai
alternatif bahan baku tempe yaitu kacang tunggak.
Richana dan Damardjati (1999) melaporkan bahwa kacang tunggak (Vigna
unguiculata (L.) Walp.) merupakan salah satu pangan potensial yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku tempe. Hasil penelitian Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pascapanen Pertanian menunjukkan bahwa kacang tunggak
dapat diolah menjadi tempe dengan kualitas baik tanpa dicampur dengan kedelai
(BB-Pascapanen, 2007). Tempe kacang tunggak memiliki kandungan protein yang
cukup tinggi dan rendah lemak. Tiap 100 g tempe kacang tunggak mengandung 33
g protein, 2 g lemak, 53 g karbohidrat, 3 g serat, dan 1 g abu (Haliza et al., 2007).
Kacang tunggak termasuk keluarga Leguminoceae. Ditinjau dari asal usul
tetuanya, kacang tunggak diperkirakan berasal dari Afrika Barat dan telah
menyebar luas ke daerah-daerah tropik dan subtropik (Purseglove, 1974). Kacang
tunggak telah lama dibudidayakan di Indonesia dan tergolong tanaman yang toleran
terhadap kekeringan maupun lahan masam (Trustinah, 2015). Petani biasanya
menanam kacang tunggak dalam skala kecil secara monokultur atau tumpangsari
dengan tanaman palawija seperti jagung, ubi kayu, cabe, atau kapas (Haliza, 2008).
Kacang tunggak termasuk tanaman multifungsi, seluruh bagian tanaman dapat
dimanfaatkan sebagai sumber pangan maupun pakan (Pandey, 1987; Inaizumi et
al., 1999).
Sejak tahun 1991 telah ditemukan sembilan varietas unggul kacang tunggak
hasil introduksi maupun persilangan dengan varietas lokal (UPBTPH, 2014). Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian telah mencatat 130 aksesi kacang tunggak dari berbagai zona ekologi di
Indonesia. Aksesi-aksesi ini ada yang bertipe tegak (erect type) dan merambat
(spreading type) (BB-Biogen, 2015). Haliza (2008) melaporkan bahwa petani
membudidayakan kacang tunggak menggunakan varietas lokal. Varietas unggul
kacang tunggak belum banyak dikenal karena belum adanya perhatian khusus
terhadap kacang tunggak.
Hambatan pemanfaatan kacang tunggak di Indonesia disebabkan karena
terbatasnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengolah dan
memanfaatkannya. Potensi hasil kacang tunggak cukup tinggi, mencapai 1,5-2,0
ton ha-1, bergantung varietas, lokasi, musim tanam, dan teknologi budi daya yang
diterapkan (Kasno et al., 1991). Penelitian terhadap potensi produksi kacang
tunggak masih jarang di Indonesia.
Studi keterkaitan antar karakteristik tanaman dapat mengungkapkan
keeratan hubungan antara dua karakter tanaman atau lebih. Hal ini dapat
memberikan keterangan terkait adanya karakter tertentu yang merupakan
komponen-komponen penting yang dapat mempengaruhi produksi tanaman. Studi
2

ini kemudian dapat memberikan informasi bagaimana perbaikan pada satu sifat
dapat menyebabkan perubahan pada sifat lain. Menurut Permadi et al. (1993)
seleksi untuk masing-masing komponen yang berkorelasi dengan hasil akan
memberikan sumbangan untuk perbaikan hasil apabila sifat-sifat tersebut
berkorelasi positif dengan hasil.
Berdasarkan penelitian Lesly (2005) terdapat korelasi antara jumlah cabang
per tanaman dengan hasil biji. Selain itu karakter lainnya yang berkorelasi terhadap
hasil biji antara lain panjang batang utama (de Souza et al., 2007), panjang cabang
dan luas daun (Sayekti et al., 2011), serta karakter jumlah bunga dan umur berbunga
(Sayekti et al., 2011). Korelasi antar komponen hasil terdapat pada karakter jumlah
polong (de Souza et al., 2007; Gumabo, 2007; Setyowati dan Sutoro, 2010; Sayekti
et al., 2011; de Almeida et al., 2014; Kamai et al., 2014), panjang polong (Sayekti
et al., 2011; Imran et al., 2010), dan jumlah biji per polong (Lesly, 2005; Setyowati
dan Sutoro, 2010; Sayekti et al., 2011; de Almeida et al., 2014). Hal ini
menunjukkan bahwa karakter panjang batang utama, jumlah cabang, jumlah
polong, panjang polong, jumlah biji per polong, jumlah bunga, umur berbunga, dan
luas daun dapat dijadikan indikator peningkatan produksi kacang tunggak.
Budi daya kacang tunggak di Indonesia tersebar di berbagai zona ekologi
mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi, daerah beriklim kering hingga
beriklim basah. Haliza (2008) melaporkan bahwa daerah penyebaran kacang
tunggak di Indonesia meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara
Barat, sebagian Kalimantan, Sumatera, Maluku, dan Papua. Pelbagai faktor
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan tambahan informasi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
dan produksi kacang tunggak di dataran rendah.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan karakter morfologi kacang


tunggak yang mempengaruhi produksi biji serta mempelajari pengaruh varietas
terhadap produksi biji kacang tunggak.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan karakter morfologi dari kelima varietas yang diamati


2. Terdapat varietas dengan hasil biji kering paling tinggi
3. Terdapat karakter yang mempengaruhi produksi biji kacang tunggak
3

TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi Kacang Tunggak

Berdasarkan Trustinah (1998) kacang tunggak termasuk dalam kingdom


Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dycotyledoneae,
ordo Polypetales. Tanaman ini termasuk ke dalam kelompok famili Leguminoceae,
subfamili Papilionaceae, genus Vigna, spesies Vigna unguiculata (L.) Walp. Haliza
(2008) melaporkan bahwa di Indonesia kacang ini dikenal dengan nama yang
berbeda-beda seperti kacang tolo atau kacang merah di Jawa, kacang garuda di
Kalimantan Selatan, dan kacang antap atau kacang pramuka di Nusa Tenggara
Barat.
Kacang tunggak merupakan salah satu anggota dari genus Vigna dan
dikenal dengan nama umum cowpea. Terdapat lebih dari 20 nama sinonim atau
nama umum untuk kelompok Vigna unguiculata ini dan terdiri dari berbagai
subspesies baik jenis liar maupun yang sudah dibudidayakan. Subspesies yang
sudah dibudidayakan di antaranya adalah Vigna unguiculata subsp. unguiculata
(L.) Walp., Vigna unguiculata subsp. cylindrica (L.) Van Eseltine, Vigna
unguiculata subsp. Sesquipedalis (L.) Verde dan Vigna unguiculata cv-gr Tfextilis
E. Westphal. Varietas yang tergolong jenis liar adalah Vigna unguiculata subsp.
dekindtiana (Harms) Verde, Vigna unguiculata subsp. mensensis (Schweinf)
Verde, Vigna unguiculata var. protacta, Vigna unguiculata var. pubescens
(Wilzeck), Vigna unguiculata var. Angustifoliata (Verde), Vigna unguiculata var.
tenuis, dan Vigna unguiculata var. nervosa (Trustinah, 1998).

Morfologi Kacang Tunggak

Tipe pertumbuhan kacang tunggak umumnya dapat dibedakan menjadi tipe


determinate, semi determinate, dan indeterminate dengan sifat pertumbuhan yang
tegak, agak tegak ataupun menyebar. Tipe determinate berbunga hanya sekali
dalam satu periode, sedangkan tipe indeterminate dapat berbunga lebih dari satu
kali tergantung dari kondisi lingkungan (Lawn dan Ahn, 1985). Tipe determinate
adalah tipe tanaman yang ujung batangnya tidak melilit, pembungaannya singkat,
serempak, dan pertumbuhannya berhenti setelah tanaman berbunga. Tipe
indeterminate ditandai dengan ujung batang yang melilit, pembungaan berangsur-
angsur dari pangkal ke bagian pucuk, dan pertumbuhannya berlanjut setelah
berbunga. Tanaman ini berupa herba semusim dengan tinggi 30-140 cm (Trustinah,
1998).
Batang kacang tunggak terdiri dari beberapa buku, dimana tiap buku
tersebut menghasilkan satu tangkai daun. Batang utama memiliki beberapa cabang
yang biasanya muncul dari buku bagian bawah. Bunga terdapat pada batang utama
ataupun pada cabang yang jumlahnya dapat mencapai 15 buku, dengan jumlah buku
subur pada setiap tanaman dapat mencapai 5 sampai 10 buku subur (Trustinah dan
Kasno, 1994). Berdasarkan posisi cabang primer terhadap batang utama, dapat
dibedakan menjadi beberapa tipe, yakni tegak (cabang lateralnya tegak), agak tegak
atau cabangnya menjalar (procumbent). Tanaman kacang tunggak tergolong
tanaman yang toleran terhadap kekeringan tetapi sangat responsif terhadap
pemberian air. Kondisi tanah yang subur dan ketersediaan air yang cukup
4

menyebabkan pertumbuhan tanaman lebih vegetatif sehingga hasil biji menjadi


rendah.
Sistem perakaran kacang tunggak berupa akar tunggang dengan akar-akar
lateral yang berkembang baik. Perkembangan sistem perakaran yang baik sangat
diperlukan karena karakter tersebut merupakan salah satu kriteria yang
berhubungan dengan meningkatnya ketahanan terhadap kekeringan. Selain sistem
perakaran yang berkembang baik, kacang tunggak juga dikenal sebagai tanaman
kacang-kacangan yang efisien menggunakan nitrogen dari udara melalui bakteri
Rhizobium sp. Kacang tunggak memiliki bintil akar yang besar berbentuk bulat
seperti biji kacang kapri (Trustinah, 1998).
Daun kacang tunggak terdiri atas 3 helaian daun (trifoliate) yang letaknya
berseling. Daunnya berwarna hijau, berbentuk oval (ovate) ataupun lanset
(lanseolate). Panjang daun berkisar antara 6,5-16 cm dan lebar daun 4-10 cm,
dengan panjang tangkai daun (petiole) antara 5-15 cm. Bentuk daun tersebut
ditentukan berdasarkan perbandingan panjang dan lebar daun, yakni jika
perbandingan panjang dan lebar daun berkisar antara 1,5-2 : 1 termasuk bentuk oval
dan bila perbandingannya 3-5 : 1 daunnya berbentuk lanset. Bentuk daun lanset
pada kacang tunggak adalah dominan terhadap bentuk daun oval yang
pewarisannya dikendalikan oleh gen dominan tunggal (Trustinah, 1998).
Bunga merupakan bagian yang sangat penting karena di dalamnya terjadi
proses penyerbukan dan pembuahan yang dapat menghasilkan biji. Tanaman
kacang tunggak termasuk tanaman yang menyerbuk sendiri (self pollination) dan
mulai menghasilkan bunga pada minggu ke-6 atau ke-8 setelah tanam, tergantung
varietasnya. Bunganya tersusun dalam bentuk tandan (raceme) yang terdapat pada
ujung poros bunga (pedunculus) yang muncul dari ketiak daun, dan masing-masing
tandan mengandung 6 hingga 12 kuncup bunga dengan tangkai bunga (pedicle)
yang sangat pendek (Trustinah, 1998).
Bunga terdiri dari kelopak (calyx) yang berbentuk lonceng berwarna hijau,
tajuk atau mahkota bunga (corolla) terdiri dari 5 helai (1 helai bendera, 2 helai
sayap, dan 2 helai cakar) yang berwarna putih kuning atau ungu. Benang sari
(stamen) berjumlah 10 buah yang terkumpul menjadi 2 kelompok (diadelphous),
yaitu 1 bebas dan 9 lainnya bersatu, dengan kepala sari yang sama. Bakal buah
(ovarium) terdiri dari beberapa ruang. Beberapa bunga akan mekar pada pukul
06.00 dan menutup pada pukul 10.00, pada keadaan mendung atau berawan bunga
mekar lebih siang. Pemasakan serbuk sari terjadi antara pukul 22.00 sampai 01.00
malam hari, kemudian kepala sari akan pecah (Trustinah, 1998).
Berdasarkan Trustinah (1998) polong kacang tunggak saat masih muda
berwarna hijau muda atau hijau kelam dan setelah tua polong tersebut berwarna
krem, cokelat, atau hitam. Polong berukuran 8-10 cm x 0,8-1 cm, yang berisi 8
hingga 20 biji. Polong kacang tunggak juga dapat dibedakan berdasarkan
kekerasannya, yakni polong keras seperti pada kacang hijau dan polong yang tidak
keras seperti pada polong kacang panjang yang liat setelah tua. Sudut antar polong
juga bervariasi ada yang sempit hingga lebar. Karakteristik polong yang demikian
berhubungan dengan ketahanan tanaman terhadap hama, terutama tanaman-
tanaman dengan polong yang keras dan sudut antar polong yang lebar lebih tahan
terhadap hama penggerek polong.
Letak polong kacang tunggak bervariasi, ada yang tangkai polongnya tidak
panjang sehingga polong-polong yang terbentuk terletak di dalam tanaman dan ada
5

pula yang tangkai polongnya panjang sehingga polong terlihat di atas tanaman
dengan posisi polong yang berdiri atau menghadap ke atas ataupun menghadap ke
bawah. Biji kacang tunggak bervariasi dalam ukuran, bentuk, ataupun warna (krem,
cokelat, hitam, belang, dan merah) dengan bobot 100 biji antara 10 hingga 25 g.
Panjang biji berkisar antara 2-12 mm dan memiliki hilum berwarna putih yang
dikelilingi oleh cincin berwarna hitam (Trustinah, 1998).

Syarat Tumbuh Kacang Tunggak

Kacang tunggak termasuk tanaman setahun (annual) yang mempunyai


kisaran adaptasi cukup luas di daerah tropik dan subtropik beriklim kering hingga
agak basah dengan curah hujan masing-masing lebih kecil 600 mm per bulan dan
100-1500 mm per tahun. Kacang tunggak termasuk tanaman hari pendek yaitu
berbunga lebih awal pada periode penyinaran yang lebih rendah (Karsono, 1998).
Suhu optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan kacang tunggak berkisar
antara 25 °C sampai 30 °C. Di bawah suhu 15 °C mengakibatkan tanaman tidak
tumbuh normal bahkan dapat mati karena embun beku. Suhu di atas 35 °C dapat
mengakibatkan kerontokan bunga dan polong.
Tanaman kacang tunggak dapat tumbuh dan berproduksi baik di dataran
rendah sampai pegunungan dengan ketinggian kurang lebih 1.500 m di atas
permukaan laut (dpl) dan optimum pada ketinggian sampai 500 m dpl (Rukmana
dan Oesman, 2000). Tanaman ini dapat ditanam pada berbagai jenis tanah baik yang
dengan bertekstur ringan (berpasir) maupun bertekstur berat. Pertumbuhan
optimum tanaman dapat dicapai pada jenis tanah berpasir dan drainase yang lancar,
serta cukup kandungan unsur hara seperti fosfat (P) dan kalium (K). Unsur P
termasuk faktor yang kritis terhadap hasil kacang tunggak dan pembentukan bintil
akar, serta banyak pengaruhnya terhadap kandungan unsur lain dalam daun dan biji
(Karsono, 1998).

Korelasi antar Karakter Tanaman dengan Produksi

Studi korelasi antar karakter tanaman dapat digunakan untuk mengetahui


keeratan hubungan antar dua karakter tanaman atau lebih. Hal ini dapat
memberikan keterangan terkait adanya karakter tertentu yang merupakan
komponen-komponen penting yang dapat mempengaruhi produksi tanaman.
Permadi et al. (1993) mengungkapkan bahwa seleksi untuk masing-masing
komponen yang berkorelasi dengan hasil akan memberikan sumbangan untuk
perbaikan hasil apabila sifat-sifat tersebut berkorelasi positif dengan hasil.
Kasno dan Trustinah (1998) menyatakan bahwa ada kalanya seleksi
langsung terhadap hasil sukar dilakukan, dalam hal ini seleksi tidak langsung
terhadap hasil dapat dilakukan melalui sifat lain yang berkorelasi dengan hasil.
Seleksi sifat lain yang berkorelasi dengan hasil akan efektif bila korelasi genetik
antara sifat-sifat tersebut dengan hasil positif dan cukup besar, dan heritabilitas sifat
yang diseleksi juga cukup besar. Hubungan erat yang positif terdapat antara umur
berbunga dengan umur panen dan jumlah buku, jumlah hari berbunga dengan
jumlah bunga, tinggi tanaman dengan jumlah buku dan jumlah biji per polong,
6

jumlah buku dengan jumlah biji per polong, serta bobot biji per tanaman dengan
jumlah buku, jumlah polong per tanaman, dan jumlah biji per polong.
Lesly (2005) pada penelitiannya menggunakan 169 genotipe kacang
tunggak melaporkan bahwa bobot 100 butir, jumlah biji per polong, jumlah polong
per tanaman, panjang polong per tanaman, jumlah cabang per tanaman, dan hari
inisiasi bunga, berkorelasi positif dengan hasil biji. Indeks panen dan bobot 100
butir memiliki korelasi positif tidak langsung dengan panjang polong dan jumlah
biji per polong. De Souza et al. (2007) juga melaporkan bahwa seleksi pada jumlah
polong per tanaman kacang tunggak dapat digunakan untuk meningkatkan produksi
biji. Panjang batang utama berkorelasi positif dengan jumlah polong per tanaman
dan jumlah biji per tanaman, serta berkorelasi negatif dengan bobot 100 butir. Hal
ini menunjukkan bahwa panjang batang utama dapat digunakan sebagai karakter
seleksi tidak langsung untuk meningkatkan produksi kacang tunggak.
Plasma nutfah koleksi BB-Biogen yang terdiri dari 43 aksesi kacang
tunggak dievaluasi pada lahan masam Jasinga dan Bogor oleh Setyowati dan Sutoro
(2010). Hasil analisis korelasi antar komponen hasil dan hasil biji menunjukkan
bahwa semakin banyak jumlah polong tiap tanaman semakin panjang ukuran
polong, semakin banyak jumlah biji tiap polong, dan semakin banyak hasil per
bobot biji tiap tanaman. Semakin panjang polong semakin banyak jumlah biji tiap
polong tetapi semakin sedikit jumlah polong tiap tanaman. Hal ini mengindikasikan
adanya pengaruh kompensasi, yaitu polong panjang cenderung memiliki jumlah
polong sedikit dan bila polong pendek maka jumlah polong cenderung meningkat.
Aksesi plasma nutfah kacang tunggak yang memiliki polong relatif panjang dan
jumlah polong tiap tanaman banyak maka hasilnya lebih tinggi.
Berdasarkan penelitian Imran et al. (2010) terhadap 14 plasma nutfah
kacang tunggak, terdapat korelasi signifikan antara jumlah cabang dengan luas
daun tetapi tidak signifikan berasosiasi dengan jumlah daun per cabang utama. Luas
daun menunjukkan korelasi negatif dan signifikan dengan panjang polong yang
mengindikasikan bahwa tanaman memiliki pertumbuhan yang lebih vegetatif
sehingga menghasilkan polong yang kecil. Hal ini juga menunjukkan hubungan
negatif dan tidak signifikan dengan jumlah biji per polong dan hasil biji. Panjang
polong menunjukkan hubungan positif dan tidak signifikan dengan jumlah biji per
polong dan hasil biji tanaman.
Menurut Sayekti et al. (2011) meningkatnya tinggi tanaman, jumlah cabang,
biji per tanaman, biji per polong, polong per tanaman, polong per hektar, panjang
polong dan daun, lebar polong, bunga per tanaman, umur berbunga, lebar daun,
jumlah bintil akar per tanaman, dan bintil akar aktif per tanaman akan
meningkatkan hasil biji per hektar. Penelitian dilakukan terhadap 8 aksesi kacang
tunggak asal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang dibandingkan dengan
kacang tunggak unggul varietas KT-1 dan KT-6. Berdasarkan hasil analisis lintas,
komponen hasil yang mempengaruhi hasil kacang tunggak diketahui bahwa bobot
polong per hektar berpengaruh langsung terhadap hasil biji per hektar. Peningkatan
hasil biji per hektar dapat dilakukan dengan meningkatkan komponen hasil bobot
polong per hektar.
De Almeida et al. (2014) melaporkan bahwa jumlah polong per tanaman
dan jumlah biji per polong adalah komponen hasil yang memiliki korelasi langsung
pada produktivitas. Hasil penelitian Kamai et al. (2014) menggunakan 8 varietas
kacang tunggak menunjukkan bahwa hasil biji kacang tunggak berkorelasi positif
7

dengan jumlah polong per tanaman, panjang tangkai bunga, dan jumlah tangkai
bunga per tanaman serta berkorelasi negatif dengan panjang cabang.
Penelitian pada kacang hijau menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman,
jumlah polong, bobot polong per tanaman, dan rasio bobot polong per bobot biji
berkorelasi genetik dan fenotipik terhadap hasil. Karakter yang tidak berkorelasi
terhadap hasil antara lain jumlah buku, bobot brangkasan kering, dan umur 50%
tanaman berbunga (Gumabo, 2007). Karakter tinggi tanaman memiliki pengaruh
tidak langsung yang cukup efektif terhadap hasil biji per tanaman melalui jumlah
polong per tanaman. Korelasi antara bobot 100 butir tidak efektif terhadap hasil
karena bobot 100 biji berkorelasi negatif terhadap jumlah polong dan jumlah biji
per tanaman (Khayati, 2001). Jumlah biji bernas dan umur berbunga merupakan
indikator seleksi bagi hasil biji kacang hijau berumur genjah (Jambormias et al.,
2013).

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut


Pertanian Bogor, Kabupaten Bogor pada ketinggian 250 m dpl. Penelitian dimulai
pada bulan April sampai dengan Juli 2016.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas kacang tunggak
yang terdiri dari varietas KT-1, KT-2, KT-6, KT-8, dan KT-9 (Lampiran 1). Pupuk
dasar yang digunakan adalah pupuk Urea, SP-36, KCl, dolomit, insektisida
berbahan aktif karbofuran, dan herbisida. Alat yang digunakan antara lain peralatan
budi daya tanaman, mulsa plastik, ajir bambu, timbangan digital, oven, LICOR
3000, LICOR 6400XT, meteran, busur derajat, karung, kertas, label, kuteks aseton,
selotip, pinset, penggaris, dan alat tulis.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap


Teracak (RKLT) dengan 5 varietas kacang tunggak yang terdiri dari V1 (varietas
KT-1), V2 (varietas KT-2), V3 (varietas KT-6), V4 (varietas KT-8), dan V5
(varietas KT-9). Perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 20 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 60 tanaman sehingga populasi
tanaman secara keseluruhan adalah 1.200 tanaman. Model linier aditif percobaan
ini adalah:
Yij = µ + τi + βj + εij
Keterangan:
Yij : nilai pengamatan pada varietas ke-i, ulangan ke-j
µ : nilai tengah umum
τi : pengaruh varietas ke-i, i = 1, 2, 3,4,5
βj : pengaruh ulangan ke-j, j = 1, 2, 3,4
εij : pengaruh galat percobaan pada varietas ke-i, kelompok ke-j
8

Prosedur Percobaan

Persiapan Tanam
Persiapan tanam dimulai dengan mengolah tanah secara sempurna
kemudian dibuat 4 petakan dengan ukuran 15 m x 1 m. Selanjutnya dilakukan
pembuatan bedengan pada masing-masing petakan dengan jarak antar bedengan 50
cm. Sehari sebelum penanaman lahan ditaburi pupuk kandang dan Dolomit dengan
dosis masing-masing 2 ton ha-1 dan 500 kg ha-1 kemudian lahan ditutup dengan
mulsa plastik. Sebelum pengolahan tanah dilakukan uji sifat kimia tanah.

Penanaman
Benih ditanam tiga biji per lubang menggunakan jarak tanam 50 cm x 20
cm dengan cara ditugal. Insektisida berbahan aktif karbofuran ditaburkan
bersamaan dengan benih tanaman dengan dosis 10 kg ha-1 untuk mencegah
serangan hama tanaman. Aplikasi pupuk menggunakan dosis urea 50 kg ha-1, SP-
36 100 kg ha-1, dan KCl 100 kg ha-1, semua diberikan pada saat tanam dengan cara
ditugal di samping lubang tanam. Data iklim dikumpulkan sejak tanam hingga
panen.

Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penjarangan,
penyiangan, serta pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan setiap
hari sesuai kebutuhan tanaman. Penjarangan dilakukan saat tanaman berumur 10
Hari Setelah Tanam (HST) dengan mempertahankan dua tanaman tiap lubang
tanam yang memiliki pertumbuhan yang baik. Pertanaman diupayakan bersih dari
gulma selama 5 minggu pertama dengan melakukan penyiangan secara manual
pada 4 dan 7 Minggu Setelah Tanam (MST). Serangan hama dan penyakit
diupayakan serendah mungkin dengan penggunaan pestisida berbahan aktif
Eugenol 188,4 g L-1 sesuai kebutuhan di lahan.

Pemanenan
Tanaman kacang tunggak dipanen dalam ubinan berukuran 1,2 m2 dengan
populasi panen sebanyak 28 tanaman. Panen dilakukan dua kali saat umur tanaman
10 dan 11 MST pada tiap unit petak percobaan.

Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada lima tanaman contoh yang dipilih secara acak
pada masing-masing varietas tiap satuan percobaan. Peubah yang diamati meliputi:
1. Daya tumbuh tanaman (%)
Daya tumbuh tanaman dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah
tanaman yang tumbuh dengan jumlah benih yang ditanam seluruhnya tiap unit
percobaan. Pengamatan dilakukan pada 7 hingga 10 HST.
9

2. Sudut daun (˚)


Sudut daun merupakan sudut yang dibentuk oleh batang utama tanaman dengan
tangkai daun, diukur menggunakan busur derajat. Pengamatan dilakukan pada
daun yang terletak pada posisi ketiga dari daun yang paling atas saat 50%
tanaman berbunga.
3. Luas daun (cm2)
Luas daun diukur menggunakan alat LICOR 3000 pada saat 50% tanaman
berbunga. Pengamatan dilakukan terhadap tiga helai daun (trifoliat) yang
terletak pada posisi ketiga dari daun yang paling atas.
4. Kerapatan stomata (mm-2)
Kerapatan stomata diamati pada saat 50% tanaman berbunga pada permukaan
atas dan bawah daun. Pengamatan dilakukan pada daun yang terletak pada
posisi ketiga dari daun yang paling atas.
5. Morfologi daun
Pengamatan dilakukan terhadap daun (trifoliat) yang terletak pada posisi ketiga
dari daun yang paling atas pada saat 50% tanaman berbunga.
6. Laju fotosintesis (μmol m-2 s-1) dan konduktansi stomata (μmol m-2 s-1)
Laju fotosintesis dan konduktansi stomata diamati dengan mengukur laju
pertukaran CO2 menggunakan LICOR 6400XT pada saat 50% tanaman
berbunga. Pengamatan dilakukan pada daun yang terletak pada posisi ketiga
dari daun yang paling atas.
7. Bobot kering tajuk (g)
Bobot kering tajuk diukur pada saat 50% tanaman berbunga dan saat panen.
8. Laju Tumbuh Tanaman (LTT) (g m-2 hari-1)
Pengamatan LTT dilakukan pada saat tanaman berumur 30, 37, dan 44 HST.
LTT dihitung menggunakan rumus seperti yang tercantum dalam Brown (1984)
yaitu:
(W2 − W1) 1
LTT = x
(t2 − t1) A
Keterangan:
W2 : bobot kering tanaman awal (g)
W1 : bobot kering tanaman akhir (g)
t2 : waktu awal pengamatan (hari)
t1 : waktu akhir pengamatan (hari)
A : luas areal tempat tumbuh tanaman (m2)
9. Jumlah bunga per tandan
Jumlah bunga per tandan dihitung satu kali seminggu mulai dari awal berbunga
hingga 70 HST.
10. Jumlah dan panjang polong (cm)
Jumlah dan panjang polong dihitung dan diukur pada saat panen.
11. Jumlah biji per polong
Jumlah biji per polong tanaman dihitung pada saat panen.
12. Bobot polong kering (g)
Pengamatan bobot polong kering yang dilakukan yaitu bobot polong kering per
1,2 m2 dan bobot polong kering per tanaman. Bobot polong diperoleh dengan
cara ditimbang menggunakan timbangan digital setelah dikeringkan selama 3
hari di bawah sinar matahari.
10

13. Bobot biji kering (g)


Pengamatan bobot biji kering meliputi bobot biji kering per 1,2 m2 dan bobot
biji kering per tanaman. Bobot biji kering diperoleh dengan cara ditimbang
menggunakan timbangan digital setelah biji dikeringkan selama tiga hari di
bawah sinar matahari.
14. Bobot 100 biji (g)
Bobot 100 biji diperoleh dengan menimbang 100 biji kacang tunggak yang
diambil dari masing-masing tanaman contoh tiap unit percobaan.
15. Rasio biji dan kulit polong
Rasio biji dan kulit polong dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot biji
per tanaman dengan bobot kulit polong per tanaman setelah polong dikeringkan
selama 3 hari di bawah sinar matahari.
16. Indeks panen
Indeks panen dihitung dengan menggunakan rumus (Sitompul dan Guritno,
1995):
Y
HI =
W
Keterangan:
HI : Harvest Index (Indeks panen)
Y : Bobot polong kering isi (g)
W : Bobot kering total tanaman (g)

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan aplikasi SAS versi 9.1.3,


Minitab 16, dan Microsoft Excel 2013. Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis
menggunakan uji F. Jika uji F berpengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut Duncan
Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata α = 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kondisi Umum

Berdasarkan data iklim BMKG Dramaga (2016), total curah hujan pada
awal penelitian cukup tinggi yaitu 558,20 mm dengan rata-rata 388,23 mm bulan-1.
Rata-rata hari hujan yaitu 21,50 hari bulan-1 dengan rata-rata kelembaban udara
bulanan sebesar 83,90% (Tabel 1). Karsono (1998) melaporkan bahwa daerah
kisaran adaptasi kacang tunggak meliputi daerah tropik beriklim kering sampai
agak basah dengan curah hujan masing-masing lebih kecil 600 mm per bulan dan
100-1500 mm per tahun. Menurut Saleh (1992) kacang tunggak yang ditanam pada
musim hujan umumnya tumbuh membelit sedangkan pada musim kemarau tidak
membelit.
11

Tabel 1. Rata-rata suhu maksimum, suhu minimum, curah hujan, hari hujan,
kelembaban udara, dan intensitas cahaya matahari selama penelitian
(stasiun klimatologi Dramaga, 2016)
Suhu Suhu
CH HH RH ICM
Bulan Maksimum Minimum
(mm) (hari) (%) (kal cm-2)
(°C) (°C)
April(V) 32,70 24,00 558,20 26,00 85,00 337,07
(V)
Mei 32,60 24,10 329,70 23,00 83,61 295,32
(R)
Juni 31,90 23,10 373,00 17,00 84,00 296,83
(R)
Juli 32,00 22,80 292,00 20,00 83,00 325,06
Rata-rata 32,30 23,50 388,23 21,50 83,90 313,57
Keterangan: : fase pertumbuhan vegetatif, (R): fase pertumbuhan reproduktif, CH:
(V)

curah hujan, HH: hari hujan, RH: kelembaban udara, ICM: intensitas cahaya
matahari

Gambar 1 menunjukkan hubungan antara intensitas cahaya matahari, suhu


maksimum, dan suhu minimum dengan umur tanaman kacang tunggak selama
penelitian. Rata-rata intensitas cahaya matahari, suhu maksimum, dan suhu
minimum harian berturut-turut sebesar 313,57 kal cm-² hari-1, 32,30 °C, dan 23,50
°C. Tanaman kacang tunggak mendapatkan intensitas cahaya matahari paling tinggi
pada umur 5 MST sebesar 341,71 kal cm-2 dan terendah pada umur 6 MST sebesar
214,57 kal cm-2. Suhu maksimum tertinggi terjadi pada saat 4 MST sedangkan suhu
minimum terendah terjadi pada saat 10 MST masing-masing 33,16 °C dan 22,46
°C. Menurut Karsono (1998) suhu optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan
kacang tunggak berkisar antara 25-30 °C. Suhu di bawah 15 °C mengakibatkan
tanaman tidak tumbuh normal bahkan dapat mati karena embun beku sementara di
atas suhu 35 °C dapat mengakibatkan kerontokan bunga dan polong.
400 35
350 30
Intensitas cahaya matahari

300
25
250
Suhu (°C)
(kal cm-²)

20
200
15
150
10
100
50 5

0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Umur tanaman (MST)
Intensitas Cahaya Matahari Suhu Maksimum Suhu Minimum

Gambar 1. Intensitas cahaya matahari, suhu maksimum, dan suhu minimum


dengan umur tanaman kacang tunggak selama kegiatan penelitian
12

Hasil analisis kandungan hara tanah sebelum tanam pada laboratorium


pengujian Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB (2016) menunjukkan
bahwa tanah pada lahan penelitian tergolong masam (pH H2O 5,12). Hal ini sesuai
dengan tanaman kacang tunggak yang tumbuh baik pada tanah dengan pH 5,0-6,5
(Karsono, 1998). Kandungan C-organik sebesar 1,43%, N total 0,20%, P2O5 total
56,92 mg 100 g-1, dan K2O total 24,23 mg 100 g-1, serta KTK 13,86 cmol kg-1
(Lampiran 2). Sesuai kriteria penilaian sifat kimia tanah (BPT, 2009) dapat
diketahui bahwa C-organik, N total, dan KTK tergolong rendah, P2O5 total
tergolong tinggi dan K2O total tergolong sedang.
Kandungan hara tanah yang masih rendah yakni C-organik dan N total
ditingkatkan melalui pemberian pupuk kandang dengan dosis 2 ton ha-1 sehari
sebelum tanam dan aplikasi pupuk dasar dengan dosis urea 50 kg ha-1, SP-36 100
kg ha-1, dan KCl 100 kg ha-1 pada saat tanam. Curah hujan yang cukup tinggi pada
tahap awal pertumbuhan tanaman diduga tidak menyebabkan pencucian pupuk
karena lahan ditutupi dengan mulsa plastik sehingga tersedia untuk tanaman.
Kacang tunggak pada kondisi lahan dengan tingkat kesuburan tinggi dan cukup air
menyebabkan pertumbuhan vegetatif akan lebih menonjol dibanding reproduktif.
Kondisi yang demikian dapat menyebabkan polong isi yang dihasilkan sedikit
(Adisarwanto et al., 1998).
Benih kacang tunggak mulai berkecambah pada 3 HST dengan rata-rata
persentase daya tumbuh sebesar 94,83%. Kondisi benih yang tidak tumbuh diduga
terserang cendawan dengan ciri-ciri benih diselubungi hifa putih dan membusuk.
Penyulaman dilakukan pada umur 7 HST dan penjarangan pada 10 HST dengan
mempertahankan dua tanaman tiap lubang tanam. Sulur tanaman mulai muncul
pada umur 5 MST, mula-mula terbentuk pada varietas KT-8 dan KT-9 kemudian
varietas lainnya. Tanaman ditopang dengan menggunakan ajir setinggi 1 m namun
tidak cukup karena tajuk tanaman yang lebat sehingga beberapa tanaman rebah ke
tanah dan sulur tanaman melilit satu sama lain.

(a) (b) (c)


a. Benih kacang tunggak mulai berkecambah (3 HST)
b. Tanaman mulai berbunga (6 MST)
c. Saat mulai panen (10 MST)
Gambar 2. Tanaman kacang tunggak pada tingkat umur yang berbeda
13

(a) (b) (c)

(d) (e)
a. Belalang Valanga nigricornis
b. Belalang Locusta migratoria
c. Kepik ubi jalar Physomerus grossipes
d. Ulat penggulung daun Lamprosema indicata
e. Kutu daun Aphis craccivora
Gambar 3. Hama yang menyerang tanaman kacang tunggak pada fase vegetatif

Kacang tunggak varietas KT-1, KT-2, dan KT-6 memiliki bentuk tajuk agak
tegak sedangkan KT-8 dan KT-9 cenderung menjalar dengan jarak tanam 50 cm x
20 cm. Secara umum jarak tanam yang digunakan dengan dua tanaman per lubang
tanam terlalu rapat karena tanaman memiliki cabang yang banyak dan sulur yang
cukup panjang. Tajuk tanaman yang rapat dapat menyebabkan pertumbuhan
vegetatif tanaman kurang optimal bahkan dapat mempengaruhi hasil tanaman.
Menurut Adisarwanto et al. (1998) jarak tanam harus disesuaikan dengan kondisi
lahan, tipe tanaman (tegak atau menjalar), dan kesuburan tanah. Menentukan jarak
tanam pada tanaman kacang tunggak sangat penting karena apabila tanaman terlalu
rapat akan mengurangi jumlah bunga dan polong isi yang terbentuk sehingga
akhirnya hasil biji juga akan berkurang.
Hama pada fase vegetatif (Gambar 3) mulai terlihat pada 3 MST dengan
ciri-ciri tanaman layu, daun menggulung, serta terdapat bekas gigitan pada batang
dan daun. Hama yang muncul antara lain beberapa jenis belalang seperti Valanga
nigricornis, Locusta migratoria, Atractomorpha crenulata, ulat penggulung daun
Lamprosema indicata, ulat jengkal Plusia chalcites, ulat grayak Spodoptera litura,
ulat Lamprosema indicata, kutu daun Aphis craccivora, dan kepik ubi jalar
Physomerus grossipes. Kepik ubi jalar Physomerus grossipes diduga berasal dari
tanaman ubi jalar yang berada dekat dengan lahan penelitian.
14

(a) (b) (c)

(d) (e)
a. Kepik ubi jalar Physomerus grossipes yang menghisap cairan polong
b. Kepik pengisap polong Riptortus linearis
c. Kepik hijau Nezara viridula
d. Walang sangit Leptocorisa acuta
e. Gejala serangan ulat penggerek polong Maruca testulatis
Gambar 4. Gejala serangan dan jenis hama pada fase reproduktif tanaman kacang
tunggak

Memasuki fase reproduktif (6 MST), terdapat berbagai jenis hama yang


menyerang selain kepik ubi jalar Physomerus grossipes, antara lain kepik polong
Riptortus linearis, walang sangit Leptocorisa acuta, kepik hijau Nezara viridula,
dan penggerek polong Maruca testulatis (Gambar 4). Hama pengisap polong
kedelai Riptortus linearis dilaporkan dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai
80% bahkan puso apabila tidak ada tindakan pengendalian (Balitkabi, 2015).
Serangan hama kepik ubi jalar Physomerus grossipes cukup intensif hingga
masa panen. Hama tersebut menghisap cairan polong maupun bagian tanaman lain
yang menyebabkan polong hampa, tanaman menjadi layu, dan kerdil. Tindakan
pengendalian yang dilakukan adalah dengan menggunakan pestisida dan
pengendalian manual. Adisarwanto et al. (1998) mengungkapkan bahwa hama
daun dan hama penggerek polong masih merupakan salah satu kendala yang dapat
menurunkan potensi hasil kacang tunggak, sedangkan serangan hama trips dan
penyakit masih relatif kurang.
Tanaman kacang tunggak memasuki fase reproduktif pada 6 MST ditandai
dengan munculnya bunga berwarna ungu. Periode pembentukan polong terjadi satu
hingga empat hari setelah pembungaan dan dilanjutkan dengan proses pengisian
biji yang berlangsung sepuluh hari setelah pembentukan polong. Pemasakan biji
dimulai ketika polong telah terisi biji penuh hingga sepuluh hari kemudian
(Trustinah, 1998).
Kacang tunggak dipanen apabila 85-90% polong telah kering (Adisarwanto
et al., 1998). Kriteria polong yang siap panen ditandai dengan perubahan warna
polong dari hijau menjadi kuning kecokelatan. Tanaman dipanen dua kali pada
umur 10 dan 11 MST. Polong hasil panen kemudian dijemur di bawah sinar
15

matahari selama tiga hari. Kondisi sulur tanaman yang saling melilit satu sama
lainnya menjadi salah satu hambatan dalam pengelompokan hasil panen.

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa varietas berpengaruh sangat nyata


terhadap peubah daya tumbuh tanaman, luas daun, jumlah bunga per tandan umur
10 MST, dan rasio biji dan kulit polong, serta berpengaruh nyata terhadap jumlah
bunga per tandan umur 6 MST dan panjang polong. Nilai koefisien keragaman
(KK) dari karakter yang diamati berkisar antara 2,55% hingga 23,77% (Tabel 2).
Mattjik dan Sumertajaya (2013) menyatakan bahwa dalam bidang pertanian perlu
dilakukan transformasi data apabila nilai KK yang diperoleh lebih tinggi dari 25%.
Nilai KK yang terlalu besar mencerminkan bahwa unit-unit percobaan yang
digunakan tidak homogen. Nilai KK dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
faktor lain yang tidak dapat dikendalikan dalam percobaan.
Tabel 2. Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai peubah pengamatan tanaman
kacang tunggak
Peubah pengamatan Pr > F KK (%)
Daya tumbuh tanaman ** 2,55
Sudut daun tn 3,24
Luas daun ** 10,69
Kerapatan stomata
permukaan atas daun tn 19,94
permukaan bawah daun tn 20,12
Konduktansi stomata tn 14,29
Laju fotosintesis tn 15,80
Bobot kering tajuk
saat 50% tanaman berbunga tn 21,74
saat panen tn 15,10
Laju Tumbuh Tanaman (LTT)
30-37 HST tn 15,50(x)
37-44 HST tn 22,07(x)
44-84 HST tn 22,18(x)
Jumlah bunga per tandan
6 MST * 23,77
7 MST tn 16,79
8 MST tn 11,32
9 MST tn 18,97
10 MST ** 21,10
Jumlah polong
per 1,2 m2 tn 19,80(x)
per tanaman tn 19,81(*)
Panjang polong * 2,88
Jumlah biji per polong tn 7,07
Bobot polong kering
per 1,2 m2 tn 21,11(x)
per tanaman tn 21,09(x)
16

Tabel 2. Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai peubah pengamatan tanaman


kacang tunggak (lanjutan)
Peubah pengamatan Pr > F KK (%)
Bobot biji kering
per 1,2 m2 tn 21,24(x)
per tanaman tn 21,31(x)
Bobot 100 biji tn 7,01
Hasil biji kering tn 21,18(x)
Rasio biji dan kulit polong ** 17,64
Indeks panen tn 12,78(x)
Keterangan: tn: tidak berbeda nyata berdasarkan uji F pada taraf α = 5%, *: berbeda
nyata berdasarkan uji F pada taraf α = 5%, **: berbeda sangat nyata
berdasarkan uji F pada taraf α = 1%, KK: koefisien keragaman, (x): data hasil
transformasi √x

Karakter Vegetatif

Daya Tumbuh Tanaman, Sudut Daun, dan Luas Daun

Pengamatan daya tumbuh tanaman dilakukan berdasarkan perbandingan


antara jumlah tanaman yang tumbuh dengan jumlah benih yang ditanam seluruhnya
pada saat 10 HST. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
varietas terhadap peubah daya tumbuh tanaman kacang tunggak (Tabel 2). Varietas
KT-2 memiliki rata-rata persentase daya tumbuh tertinggi sebesar 98,34% namun
tidak berbeda nyata dengan varietas KT-6 dan KT-1 (Tabel 3). Rata-rata daya
tumbuh terendah yaitu sebesar 90,84% diperoleh pada varietas KT-8 namun tidak
berbeda nyata dengan KT-9. Viabilitas benih yang baik dan ketersediaan air yang
cukup diduga menjadi faktor utama yang mendukung perkecambahan benih kacang
tunggak. Menurut Widajati et al. (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi daya
tumbuh tanaman saat di lapang antara lain mutu sumber benih, ketersediaan air,
ketersediaan hara, lahan produksi bersih dari mikroorganisme pengganggu, suhu
yang optimum, dan cahaya yang cukup.
Tabel 3. Rata-rata daya tumbuh tanaman, sudut daun, dan luas daun tanaman
kacang tunggak
Varietas Daya tumbuh tanaman Sudut daun Luas daun
(%) (°) (cm2)
KT-1 96,39a 48,80 184,97a
KT-2 98,34a 49,10 202,96a
KT-6 96,95a 47,65 0180,17ab
KT-8 90,84b 46,95 0152,77bc
KT-9 91,67b 49,85 136,18c
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT taraf α = 5%.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa varietas tidak berpengaruh terhadap
sudut daun tanaman kacang tunggak (Tabel 2). Rata-rata sudut daun paling tinggi
terdapat pada varietas KT-9 sebesar 49,85° dan terendah pada varietas KT-8 sebesar
17

46,95°. Sudut daun adalah sudut yang dibentuk oleh ketiak daun yang merupakan
tempat munculnya bunga yang tersusun dalam bentuk tandan. Sudut daun
berpengaruh terhadap kehilangan energi karena pantulan. Tanaman yang
mempunyai sudut daun kecil atau daun tegak lebih efisien karena energi matahari
pantulan dari daun yang satu akan ditangkap kembali oleh daun yang lain,
sedangkan tanaman yang berdaun horizontal akan kembali ke atmosfer.
Berdasarkan teori inilah para ahli pemulia tanaman dalam usaha menciptakan
varietas unggul yang berpotensi hasil tinggi selalu memilih tanaman berdaun tegak
(Sugito, 2012).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa varietas memberikan pengaruh
sangat nyata terhadap peubah luas daun tanaman kacang tunggak (Tabel 2). Rata-
rata luas daun paling tinggi terdapat pada varietas KT-2 sebesar 202,96 cm2 namun
tidak berbeda nyata dengan varietas KT-1 dan KT-6. Rata-rata luas daun paling
rendah terdapat pada varietas KT-9 sebesar 136,18 cm2 namun tidak berbeda nyata
dengan varietas KT-8. Menurut Littleton et al. (1981) luas daun yang berlebihan
biasanya hanya bertahan untuk periode-periode pendek karena daun-daun lebih
bawah segera mengalami penuaan dan rontok.

Kerapatan Stomata

Stomata berfungsi sebagai pintu masuknya CO2 ke dalam daun untuk


berlangsungnya fotosintesis dan penguapan air (transpirasi). Menurut Sugito (2012)
jumlah dan ukuran stomata mempengaruhi efisiensi fotosintesis berkaitan dengan
penggunaan energi matahari karena stomata daun berperan dalam penyerapan CO2
yang digunakan dalam proses fotosintesis. Berdasarkan hasil sidik ragam dapat
diketahui bahwa varietas tidak berpengaruh nyata terhadap peubah kerapatan
stomata tanaman kacang tunggak. Tabel 4 menunjukkan bahwa stomata permukaan
bawah daun lebih rapat dari permukaan atas. Rata-rata kerapatan stomata pada
permukaan atas daun berkisar antara 128,64-136,28 mm-2 sedangkan pada
permukaan bawah daun antara 301,85-387,18 mm-2. Kerapatan stomata yang lebih
rendah pada permukaan atas daun merupakan bentuk adaptasi tanaman darat dalam
mengontrol laju transpirasi akibat paparan langsung radiasi matahari pada
permukaan atas daun.
Tabel 4. Rata-rata kerapatan stomata tanaman kacang tunggak pada permukaan atas
dan bawah daun
Kerapatan stomata
Varietas
Atas daun (mm-2) Bawah daun (mm-2)
KT-1 136,28 301,85
KT-2 128,64 337,51
KT-6 129,91 371,90
KT-8 135,01 333,69
KT-9 135,00 387,18

Laju Fotosintesis dan Konduktansi Stomata

Pengamatan laju fotosintesis dan konduktansi stomata menggunakan


portable photosynthesis system yaitu LICOR tipe LI-6400XT dengan mengukur
laju pertukaran CO2 pada tanaman. Konduktansi stomata menggambarkan aktivitas
18

pembukaan stomata dalam mengatur masuknya CO2 pada saat proses fotosintesis
berlangsung, maupun dalam mengontrol kecepatan transpirasi berkaitan dengan
pengendalian proses kehilangan air jaringan. Taiz dan Zeiger (2002)
mengungkapkan bahwa semakin banyak dan lebar pembukaan stomata maka
semakin tinggi pertukaran gas CO2, demikian juga dengan konduktansi stomata.
Konduktansi stomata merupakan kondisi kemudahan untuk pertukaran gas CO2 dan
tingkat fotosintesis.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa varietas tidak berpengaruh
terhadap peubah laju fotosintesis dan konduktansi stomata (Tabel 2). Secara umum
kapasitas konduktansi stomata berkaitan dengan laju fotosintesis tanaman kacang
tunggak. Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata laju fotosintesis berkisar antara
23,70 μmol m-2 s-1 hingga 25,82 μmol m-2 s-1 sementara rata-rata konduktansi
stomata berkisar antara 0,36 μmol m-2 s-1 hingga 0,41 μmol m-2 s-1. Laju fotosintesis
menunjukkan kapasitas source tanaman yakni kemampuan tanaman dalam
menghasilkan asimilat.
Tabel 5. Rata-rata laju fotosintesis dan konduktansi stomata tanaman kacang
tunggak
Laju fotosintesis Konduktansi stomata
Varietas
(μmol m-2 s-1) (μmol m-2 s-1)
KT-1 24,72 0,38
KT-2 25,43 0,40
KT-6 23,70 0,36
KT-8 25,50 0,37
KT-9 25,82 0,41

Bobot Kering Tajuk

Bobot kering tajuk mencerminkan pola tanaman mengakumulasikan produk


dari hasil proses fotosintesis. Pengamatan bobot kering tajuk dilakukan pada saat
50% tanaman berbunga dan saat panen. Secara umum semua varietas mencapai
50% tanaman berbunga pada saat umur tanaman 7 MST. Berdasarkan hasil analisis
ragam, varietas tidak berpengaruh terhadap bobot kering tajuk pada dua waktu
pengamatan (Tabel 2). Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata bobot kering tajuk
tanaman kacang tunggak mengalami peningkatan pada saat panen. Peningkatan
bobot kering tajuk tertinggi diperoleh pada varietas KT-2 sebesar 13,55 g.
Terjadinya peningkatan bobot kering tajuk pada saat panen menunjukkan bahwa
pertumbuhan vegetatif tetap berlangsung setelah pembungaan dan pembentukan
polong.
Secara umum varietas KT-9 memiliki rata-rata bobot kering tajuk tertinggi
pada saat 50% tanaman berbunga dan saat panen. Perkembangan tajuk yang baik
pada varietas KT-9 diduga dapat mendukung kapasitas source untuk memenuhi
kebutuhan kapasitas sink. Memasuki fase reproduktif akan terjadi kompetisi
distribusi asimilat antara sink potensial (bunga, biji, polong) dengan sink vegetatif
(daun muda, cabang). Kompetisi ini selanjutnya akan berpengaruh terhadap
perkembangan hasil polong dan pengisian biji pada tanaman. Diduga bahwa
semakin kecil peningkatan bobot kering tajuk pada saat panen akan meningkatkan
kapasitas sink potensial.
19

Tabel 6. Rata-rata bobot kering tajuk tanaman kacang tunggak pada saat 50%
tanaman berbunga dan saat panen
Bobot kering tajuk (g) Peningkatan bobot kering
Varietas Saat 50% tanaman tajuk pada saat panen
Saat panen
berbunga (g)
KT-1 13,78 25,58 11,80
KT-2 13,10 26,65 13,55
KT-6 14,57 25,58 11,01
KT-8 15,54 26,74 11,20
KT-9 16,54 27,38 10,84

Laju Tumbuh Tanaman (LTT)

Nilai LTT diperoleh melalui pengamatan destruktif dari delapan tanaman


selain tanaman contoh pada umur 30, 37, 44 HST, dan 84 HST yang menandai fase
pertumbuhan awal, fase berbunga, dan fase reproduktif akhir. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa varietas tidak berpengaruh terhadap LTT baik pada tahap
pertumbuhan awal (30-37 MST), awal berbunga (37-44 HST), maupun pada fase
reproduktif akhir (44-84 HST) (Tabel 2). Varietas yang memiliki LTT tertinggi
pada tahap pertumbuhan awal adalah KT-6 sebesar 10,93 g m-2 hari-1 (Gambar 5).
LTT yang tinggi pada tahap pertumbuhan awal diduga akan meningkatkan
kapasitas source yang dapat memenuhi kebutuhan kapasitas sink sehingga akan
mempengaruhi produksi tanaman.

12 KT-1
Laju tumbuh tanaman (LTT)

KT-2
10
KT-6
8
(g m-2 hari)

KT-8
6 KT-9

0
LTT 30-37 HST LTT 37-44 HST LTT 44-84 HST
Umur tanaman

Gambar 5. Laju tumbuh tanaman kacang tunggak dengan umur tanaman


Nilai LTT tanaman kacang tunggak semakin menurun seiring dengan
bertambahnya umur tanaman sampai umur 44-84 HST. Penurunan LTT yang paling
tinggi terjadi pada varietas KT-6 dan KT-2. Persentase penurunan LTT pada KT-6
masing-masing 59,38% dan 69,81% serta persentase penurunan LTT pada KT-2
masing-masing sebesar 46,51% dan 55,44% dari nilai LTT pada tahap pertumbuhan
awal (30-37 HST). Penurunan nilai LTT yang cukup tinggi dapat dipengaruhi oleh
persaingan penggunaan asimilat antara organ vegetatif dan organ reproduktif
tanaman maupun kemampuan tanaman dalam melakukan fotosintesis.
20

Pertumbuhan vegetatif tanaman kacang tunggak yang masih berlangsung


setelah pembungaan dan pembentukan polong dapat mengurangi hasil tanaman.
Wien (1982) melaporkan bahwa kacang tunggak yang ditanam dengan pengelolaan
yang baik akan mencapai penerimaan cahaya penuh pada permulaan pembungaan
sehingga laju produksi bahan kering kemudian akan bergantung pada perbandingan
luas daun yang menerima cahaya, laju fotosintesis, dan respirasi. Goldsworthy dan
Fisher (1996) menambahkan bahwa laju produksi bahan kering oleh kacang
tunggak sangat tergantung pada jumlah penyinaran yang diterima oleh tajuk
tanaman.

Karakter Reproduktif

Jumlah Bunga per Tandan

Tanaman kacang tunggak mulai memasuki fase berbunga pada umur 6


MST. Bunga kacang tunggak tersusun dalam bentuk tandan yang muncul dari
ketiak daun dan berwarna ungu. Umur tanaman pada saat 50% berbunga umumnya
sama pada semua varietas yakni sekitar 7-8 MST. Berdasarkan hasil analisis ragam,
varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga per tandan umur 6 MST dan
berpengaruh sangat nyata pada 10 MST tetapi tidak berpengaruh pada 7, 8, dan 9
MST (Tabel 2). Tabel 7 menunjukkan bahwa mula-mula jumlah bunga meningkat
kemudian setelah 7 MST mengalami penurunan hingga umur 10 MST. Rata-rata
jumlah bunga per tandan tertinggi diperoleh pada varietas KT-8 namun tidak
berbeda nyata dengan KT-9.
Rata-rata jumlah bunga per tandan yang diperoleh pada penelitian ini masih
tergolong rendah yaitu sekitar satu hingga dua bunga per tandan. Menurut Trustinah
(1998) jumlah bunga per tandan pada kacang tunggak dapat mencapai 6-12 kuncup
bunga namun hanya sekitar 39% yang akan menjadi polong dari seluruh bunga yang
dihasilkan, sisanya mengalami keguguran/kerontokan. Goldsworthy dan Fisher
(1996) mengungkapkan bahwa kerontokan bunga merupakan sifat khas tanaman
legum seperti kacang tunggak dan kacang hijau. Faktor lingkungan yakni curah
hujan yang cukup tinggi selama fase berbunga juga diduga sebagai penyebab
kerontokan bunga pada penelitian ini.
Tabel 7. Rata-rata jumlah bunga per tandan dengan umur tanaman kacang tunggak
selama fase berbunga
Jumlah bunga per tandan
Varietas
6 MST 7 MST 8 MST 9 MST 10 MST
KT-1 1,10b 1,85 1,80 1,35 0,75b
KT-2 1,15b 2,20 1,90 1,35 0,60b
KT-6 1,10b 2,15 2,05 1,60 0,85b
KT-8 1,75a 2,05 2,25 1,80 1,50a
KT-9 1,65a 2,15 2,10 1,85 1,40a
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT taraf α = 5%.
21

Jumlah Polong, Panjang Polong, Jumlah Biji per Polong

Berdasarkan hasil analisis ragam, varietas berpengaruh nyata terhadap


peubah panjang polong tetapi tidak berpengaruh terhadap jumlah polong dan
jumlah biji per polong tanaman kacang tunggak (Tabel 2). Varietas KT-8
menghasilkan rata-rata panjang polong terendah sebesar 16,57 cm dan berbeda
nyata dengan varietas lainnya (Tabel 8). Meskipun demikian, rata-rata jumlah
polong dan jumlah biji per polong tertinggi diperoleh pada varietas KT-8. Hal ini
sejalan dengan penelitian Setyowati dan Sutoro (2010) yang mengungkapkan
adanya pengaruh kompensasi, yaitu bila polong semakin panjang maka jumlah
polong cenderung sedikit dan bila polong pendek maka jumlah polong cenderung
meningkat.
Rata-rata panjang polong tertinggi diperoleh pada varietas KT-9 sebesar
17,86 cm namun tidak berbeda nyata dengan varietas KT-1, KT-2, dan KT-6. Rata-
rata jumlah biji per polong dari kelima varietas kacang tunggak yang diteliti
berkisar antara 14,90 hingga 15,85 biji per polong. Rata-rata jumlah polong
tertinggi yaitu 417,50 polong per 1,2 m2 dan 14,91 polong per tanaman sedangkan
terendah yaitu 216,50 per 1,2 m2 dan 7,73 polong per tanaman. Diduga bahwa
jumlah bunga per tandan yang tertinggi turut mempengaruhi banyaknya polong
pada KT-8 (Tabel 7).
Tabel 8. Rata-rata jumlah polong, panjang polong, dan jumlah biji per polong
tanaman kacang tunggak
Jumlah polong Panjang polong Jumlah biji
Varietas 2 (cm) per polong
per 1,2 m per tanaman
KT-1 371,00 13,25 17,64a 15,15
KT-2 216,50 7,73 17,44a 15,05
KT-6 285,75 10,21 17,84a 15,50
KT-8 417,50 14,91 16,57b 15,85
KT-9 266,00 09,50 17,86a 14,90
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT taraf α = 5%

Bobot Polong Kering, Bobot Biji Kering, Bobot 100 Biji, dan Hasil Biji Kering

Varietas tidak berpengaruh terhadap peubah bobot polong kering, bobot biji
kering, bobot 100 biji, dan hasil biji kering tanaman kacang tunggak (Tabel 2).
Bobot polong kering, bobot biji kering, dan bobot 100 biji diperoleh pada saat kadar
air polong dan biji mencapai kondisi konstan setelah dikeringkan di bawah sinar
matahari selama tiga hari. Data bobot polong/biji kering per 1,2 m2 diperoleh dari
bobot polong/biji kering tanaman per satuan percobaan dengan luas petak panen
atau petak bersih sebesar 1,2 m2 dan populasi panen sebanyak 28 tanaman. Hasil
biji kering tanaman kacang tunggak yang diperoleh merupakan data dugaan setelah
bobot biji kering per 1,2 m2 di konversi ke satuan hektar menggunakan faktor
koreksi sebesar 80% seperti terlihat pada Tabel 9.
Secara umum rata-rata bobot polong dan bobot biji kering tertinggi
diperoleh pada varietas KT-8 namun tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya.
Rata-rata bobot polong tertinggi pada penelitian ini mencapai 414,00 g per 1,2 m2
22

dan 14,79 g per tanaman sedangkan rata-rata bobot biji kering tertinggi mencapai
198,12 per 1,2 m2 dan 7,08 g per tanaman. Ditinjau dari kualitas hasil biji, rata-rata
bobot 100 biji tertinggi mencapai 13,81 g sedangkan terendah yaitu 12,17 g.
Menurut Trustinah (1998) semakin besar fotosintat yang dihasilkan dan disalurkan
ke biji maka jumlah maupun ukuran biji akan menjadi maksimal. Jumlah biji yang
terdapat dalam satu tanaman dipengaruhi oleh faktor genetis tanaman tersebut dan
keadaan lingkungan.
Tabel 9. Rata-rata bobot polong kering, bobot biji kering, bobot 100 biji, dan
hasil biji kering tanaman kacang tunggak
BPK BBK BPK BBK Bobot 100 biji HBK
Varietas
(g per 1,2 m )2
(g per tanaman) (g) (ton ha-1)
KT-1 324,60 121,80 11,60 4,35 12,17 0,81
KT-2 285,50 154,89 10,20 5,53 13,81 1,03
KT-6 239,70 105,08 08,56 3,75 12,44 0,70
KT-8 414,00 198,12 14,79 7,08 12,21 1,32
KT-9 280,20 128,16 10,01 4,58 12,97 0,86
Keterangan: BPK: bobot polong kering, BBK: bobot biji kering, HBK: hasil biji kering
Rata-rata hasil biji kering tertinggi diperoleh pada varietas KT-8 sedangkan
terendah pada KT-6 masing-masing sebesar 1,32 ton ha-1 dan 0,70 ton ha-1. Hasil
biji kering varietas KT-8 pada penelitian ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan
penelitian Setyowati dan Sutoro (2010) di Bogor yang hanya menghasilkan 1,18
ton ha-1 biji kering. Berdasarkan UPBTPH (2014) hasil biji kering kacang tunggak
pada penelitian ini masih relatif rendah dibandingkan dengan potensi hasilnya.
Kasno et al. (1991) menambahkan bahwa potensi hasil kacang tunggak mencapai
1,5 hingga 2,0 ton ha-1 bergantung varietas, lokasi, musim tanam, dan teknologi
budi daya yang diterapkan.
Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa komponen hasil panen
dipengaruhi oleh pengelolaan (teknologi budi daya), genotipe, dan lingkungan yang
sering kali dapat menerangkan mengapa terjadi pengurangan hasil. Genotipe dapat
mempengaruhi kemampuan berkecambah dan menentukan potensial untuk
membentuk jumlah bunga, jumlah bunga yang berkembang membentuk biji,
jumlah hasil asimilasi yang diproduksi, dan pembagian hasil asimilasi. Lingkungan
mempengaruhi kemampuan tanaman untuk mengekspresikan potensial genetisnya.
Ketersediaan air, nutrisi, temperatur, cahaya, dan faktor lingkungan lainnya yang
tidak optimum dapat mengurangi salah satu komponen atau lebih dari komponen
hasil panen.
Faktor pengelolaan meliputi pengaturan jarak tanam, jumlah biji per lubang
tanam, dan kemampuan pengelola tanaman untuk menyediakan lingkungan yang
mendukung pertumbuhan agar tercapai hasil panen optimum. Jumlah biji per
lubang tanam akan mempengaruhi populasi dan hasil panen. Penggunaan dua
tanaman per lubang pada penelitian ini terlalu banyak sehingga tidak tersedia ruang
yang cukup bagi perkembangan tajuk tanaman. Selain pengaruh populasi tanaman,
penggunaan ajir setinggi 1 m tidak cukup untuk merambatkan sulur tanaman
sehingga diperlukan ajir yang lebih tinggi agar perkembangan sulur tanaman
optimum. Diduga bahwa dengan populasi tanaman yang lebih rendah dan
penggunaan ajir yang sesuai tinggi tanaman dapat meningkatkan hasil panen.
23

Rasio Biji dan Kulit Polong dan Indeks Panen

Pengamatan rasio biji dan kulit polong dan indeks panen tanaman kacang
tunggak dilakukan pada waktu panen. Rasio biji dan kulit polong merupakan nisbah
antara bobot biji per tanaman dengan kulit polong per tanaman sedangkan indeks
panen merupakan nisbah antara bobot polong kering isi dengan bobot kering total
tanaman. Berdasarkan hasil analisis ragam dapat diketahui bahwa varietas
menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap peubah rasio biji dan kulit
polong tetapi tidak berpengaruh terhadap indeks panen (Tabel 2).
Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai rata-rata rasio biji dan kulit polong
terletak antara 0,64 hingga 1,17. Varietas KT-2 memiliki rata-rata rasio biji dan
kulit polong yang paling tinggi yaitu sebesar 1,17 dan berbeda nyata dengan
varietas lainnya. Rata-rata rasio biji dan kulit polong yang tertinggi pada varietas
KT-2 menunjukkan tingginya bobot biji daripada bobot kulit polongnya. Tingginya
bobot biji dibanding kulit polong dipengaruhi oleh banyaknya jumlah polong yang
terisi penuh serta ukuran biji yang lebih besar. Secara visual hal ini terlihat pada
ukuran biji KT-2 yang lebih besar dibandingkan ukuran biji varietas yang lain.
Varietas KT-1 memiliki rata-rata rasio biji dan kulit polong yang paling rendah
namun tidak berbeda nyata dengan varietas KT-6, KT-8 dan KT-9.
Tabel 10. Rata-rata rasio biji dan kulit polong dan indeks panen tanaman kacang
tunggak
Varietas Rasio biji dan kulit polong Indeks panen
KT-1 0,64b 0,29
KT-2 1,17a 0,25
KT-6 0,78b 0,24
KT-8 0,86b 0,31
KT-9 0,79b 0,23
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT taraf α = 5%.
Indeks panen merupakan perbandingan antara hasil distribusi asimilasi
biomassa ekonomis terhadap biomassa keseluruhan (Gardner et al. 1991). Produksi
tanaman (yield) ditentukan oleh kemampuan tanaman menghasilkan asimilat
(biomassa) dan pengalokasian asimilat ke bagian yang bernilai ekonomi. Rata-rata
indeks panen tertinggi pada penelitian ini mencapai 0,31 sedangkan terendah yaitu
0,23 berturut-turut pada varietas KT-8 dan KT-9. Diduga bahwa varietas yang
memiliki indeks panen tinggi menunjukkan kapasitas sink potensial yang lebih
baik.
Menurut Gardner et al. (1991) indeks panen yang besar menunjukkan
bahwa tanaman lebih banyak membagi bobot keringnya untuk hasil panen
ekonomis, sedangkan indeks panen yang kecil menunjukkan tanaman lebih banyak
membagi bobot keringnya untuk hasil tanaman panen biologis. Hal ini dapat
ditunjukkan oleh varietas KT-8 yang memiliki rata-rata hasil biji kering tertinggi
sedangkan varietas KT-9 memiliki rata-rata bobot kering tajuk yang tertinggi
dibandingkan varietas yang lain.
24

Korelasi antar Karakter Tanaman Kacang Tunggak

Korelasi antar karakter tanaman dapat mengungkapkan keeratan hubungan


antar karakteristik tanaman. Keeratan hubungan antar karakter ditunjukkan oleh
nilai koefisien korelasi (r) yang memiliki rentang antara -1 dan 1. Nilai koefisien
korelasi yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan semakin erat hubungan linier
antara kedua peubah tersebut, sedangkan apabila mendekati nilai 0 (nol)
menggambarkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier (Mattjik dan
Sumertajaya, 2013). Karakter tertentu yang berkorelasi positif dengan produksi
tanaman dapat memberikan sumbangan bagi perbaikan hasil kacang tunggak.
Sayekti et al. (2011) menyatakan bahwa peningkatan hasil biji per hektar
merupakan tujuan akhir dari pertanaman kacang tunggak sehingga perlu diketahui
komponen yang mempengaruhinya, baik secara positif maupun negatif.
Karakter yang berkorelasi positif terhadap hasil biji kering kacang tunggak
adalah jumlah bunga per tandan (7 MST), jumlah polong per tanaman, bobot polong
kering per tanaman, bobot biji kering per tanaman, bobot 100 biji, indeks panen,
serta rasio biji dan kulit polong. Karakter bobot biji kering per tanaman memiliki
koefisien korelasi yang paling besar terhadap hasil biji kering yaitu sebesar 1,00
(Tabel 11). Hasil ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya jumlah bunga per
tandan (7 MST), jumlah polong per tanaman, bobot polong kering per tanaman,
bobot biji kering per tanaman, bobot 100 biji, indeks panen, serta rasio biji dan kulit
polong akan diikuti oleh peningkatan hasil biji kering tanaman. Korelasi positif
antara jumlah polong per tanaman dengan hasil biji kering sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan di Yogyakarta (Sayekti et al., 2011) dan Ceara, Brazil
(De Almeida et al., 2014). Terdapat korelasi negatif antara sudut daun dan
konduktansi stomata terhadap hasil biji kering menunjukkan bahwa semakin
besarnya sudut daun dan konduktansi stomata tidak diikuti oleh peningkatan hasil
biji kering tanaman.
Hubungan yang erat antar komponen hasil terdapat pada karakter jumlah
bunga per tandan (7 MST) dengan bobot biji kering per tanaman, karakter bobot
biji kering per tanaman dengan jumlah polong dan bobot polong kering per
tanaman, bobot 100 biji, indeks panen dan rasio biji dan kulit polong, karakter
jumlah polong per tanaman dengan bobot polong kering per tanaman dan indeks
panen, karakter bobot polong kering per tanaman dengan indeks panen, serta
karakter bobot 100 biji dengan indeks biji dan kulit polong. Hasil yang serupa juga
diperoleh pada penelitian sebelumnya yaitu korelasi positif antara bobot biji kering
dengan jumlah polong (Lesly, 2005; Kamai et al., 2014) dan bobot 100 biji (Lesly,
2005).
Hasil analisis korelasi antar karakter vegetatif dan komponen hasil
menunjukkan bahwa daya tumbuh tanaman berkorelasi positif terhadap luas daun
dan berkorelasi negatif dengan jumlah bunga per tandan (10 MST). Kerapatan
stomata permukaan atas dan bawah daun berkorelasi positif dengan konduktansi
stomata. Laju fotosintesis berkorelasi positif dengan bobot kering tajuk saat 50%
tanaman berbunga, LTT 37-44 HST, dan jumlah bunga per tandan (9 MST). Bobot
kering tajuk saat 50% tanaman berbunga berkorelasi positif dengan jumlah bunga
per tandan (8 dan 9 MST), LTT 37-44 HST, dan LTT 44-84 HST serta bobot kering
tajuk saat panen dengan LTT 44-84 HST.
25

Tabel 11. Korelasi antar karakter tanaman kacang tunggak


DT SD LD KSA KSB KS LF BKTB BKTP JB6 JB7 JB8 JB9
tn
SD 0,18
LD 0,70** 0,08tn
tn
KSA 0,04 -0,03tn -0,24tn
KSB 0,01tn 0,17tn -0,25tn 0,31tn
tn tn tn
KS 0,14 0,44 -0,06 0,48* 0,56*
LF -0,16tn 0,30tn 0,22tn 0,13tn 0,24tn 0,27tn
tn tn tn tn tn
BKTB -0,38 0,07 0,03 -0,04 0,06 0,03tn 0,65**
BKTP -0,13tn -0,21tn -0,25tn 0,26tn 0,16tn 0,13tn 0,10tn 0,27tn
tn tn ** tn tn tn tn
JB6 -0,42 -0,21 -0,57 -0,08 0,03 -0,07 -0,28 0,04tn 0,10tn
JB7 -0,01tn -0,41tn 0,05tn -0,19tn 0,36tn -0,01tn 0,14tn 0,21tn 0,31tn 0,18tn
tn tn tn tn tn tn tn * tn
JB8 -0,35 0,05 -0,19 -0,10 0,26 0,01 0,23 0,50 0,24 0,10tn 0,16tn
JB9 -0,40tn 0,15tn -0,28tn -0,08tn 0,31tn 0,05tn 0,53* 0,48* 0,15tn 0,14tn 0,01tn 0,68**
** tn ** tn tn tn tn tn tn **
JB10 -0,68 -0,21 -0,74 -0,05 0,05 -0,24 0,05 0,22 0,17 0,72 0,10tn 0,35tn 0,56*
tn * tn tn tn * tn tn tn tn tn tn
JP -0.30 -0.46 -0.13 -0.28 -0.20 -0.50 -0.02 0.09 0.07 0.24 0.27 0.19 0.14tn
PP 0.26tn 0.18tn -0.02tn -0.16tn 0.01tn -0.04tn -0.20tn -0.25tn 0.06tn -0.17tn 0.27tn -0.21tn -0.19tn
tn tn tn tn tn * tn tn tn tn
JBP -0.13 -0.32 -0.06 -0.04 -0.35 -0.53 -0.02 -0.01 0.10 0.05 0.29tn 0.17tn -0.05tn
BPK -0.24tn -0.46* -0.10tn -0.31tn -0.16tn -0.49* -0.08tn -0.02tn 0.13tn 0.31tn 0.41tn 0.16tn 0.08tn
tn * tn tn tn * tn tn tn tn * tn
BBK -0.21 -0.48 -0.09 -0.32 -0.12 -0.49 -0.14 -0.09 0.14 0.34 0.48 0.18 0.07tn
BS 0.20tn 0.22tn 0.12tn -0.03tn 0.30tn 0.16tn -0.01tn -0.25tn -0.09tn 0.08tn 0.38tn 0.03tn -0.12tn
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
RBKP 0.16 -0.22 0.07 -0.10 0.00 -0.12 -0.35 -0.44 0.03 0.08 0.37 -0.05tn -0.28tn
IP -0.13tn -0.35tn 0.01tn -0.42tn -0.20tn -0.48* -0.15tn -0.19tn -0.23tn 0.21tn 0.26tn 0.04tn -0.01tn
tn * tn tn tn * tn tn tn tn *
HBK -0.21 -0.48 -0.09 -0.32 -0.12 -0.49 -0.14 -0.09 0.14 0.34 0.48 0.18tn 0.07tn
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn *
LTT1 -0.17 -0.17 -0.23 -0.03 0.28 0.09 -0.1 0.25 0.40 0.17 0.20 0.46 0.30tn
LTT2 -0.34tn 0.15tn 0.11tn -0.07tn 0.00tn 0.09tn 0.73** 0.78** -0.08tn -0.12tn 0.18tn 0.23tn 0.30tn
tn tn tn tn tn tn tn * ** tn tn tn
LTT3 0.20 -0.18 -0.20 0.28 0.05 0.11 -0.39 -0.53 0.66 -0.01 0.02 -0.22 -0.25tn
25
26

Tabel 11. Korelasi antar karakter tanaman kacang tunggak (lanjutan)


26

JB10 JP PP JBP BPK BBK BS RBKP IP HBK LTT1 LTT2


JP 0,41tn
PP -0.21tn 0.08tn
tn
JBP 0.22 0.35tn 0.32tn
BPK 0.39tn 0.94** 0.11tn 0.35tn
tn ** tn
BBK 0.35 0.84 0.11 0.37tn 0.97**
BS -0.18tn 0.14tn 0.40tn 0.07tn 0.36tn 0,46*
tn tn tn tn tn
RBKP -0.15 -0.03 0.11 0.19 0.25 0,47* 0,61**
tn ** tn tn ** **
IP 0.25 0.89 0.14 0.28 0.92 0,88 0,38tn 0,24tn
HBK 0.35tn 0.84** 0.11tn 0.37tn 0.97** 1.00* 0.46* 0.47* 0.88**
tn tn tn tn tn tn tn tn
LTT1 0.15 -0.02 0.03 -0.09 -0.02 -0.02 -0.21 -0.21 -0.18tn -0.02tn
LTT2 0.10tn 0.06tn -0.14tn 0.03tn -0.06tn -0.12tn -0.10tn -0.32tn -0.09tn -0.12tn -0.28tn
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
LTT3 -0.09 -0.06 0.25 0.06 0.06 0.12 0.08 0.34 -0.11 0.12 0.15tn -0.69**
Keterangan: DT: daya tumbuh, SD: sudut daun, LD: luas daun, KSA: kerapatan stomata permukaan atas daun, KSB: kerapatan stomata permukaan bawah
daun, KS: konduktansi stomata, LF: laju fotosintesis, BKTB: bobot kering tajuk saat 50% tanaman berbunga, BKTP: bobot kering tajuk saat
panen, JB6: jumlah bunga per tandan (6 MST), JB7: jumlah bunga per tandan (7 MST), JB8: jumlah bunga per tandan (8 MST), JB9: jumlah
bunga per tandan (9 MST), JB10: jumlah bunga per tandan (10 MST), JP: jumlah polong per tanaman, PP: panjang polong, JBP: jumlah biji
per polong, BPK: bobot polong kering per tanaman, BBK: bobot biji kering per tanaman, BS: bobot 100 biji, HBK: hasil biji kering, RBKP:
rasio biji dan kulit polong, IP: indeks panen, LTT1: laju tumbuh tanaman (30-37 HST), LTT2: laju tumbuh tanaman (37-44 HST), LTT3:
laju tumbuh tanaman (44-84 HST), **: berkorelasi sangat nyata pada taraf 1%, *: berkorelasi nyata pada taraf 5%, tn: tidak berkorelasi nyata.
27

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan

Terdapat pengaruh varietas terhadap daya tumbuh tanaman, luas daun,


jumlah bunga per tandan, panjang polong, serta rasio biji dan kulit polong tanaman
kacang tunggak. Secara umum hasil biji kering dari kelima varietas sebanding.
Varietas KT-8 memiliki jumlah bunga per tandan paling tinggi sehingga
mempengaruhi jumlah polong dan biji kering yang dihasilkan. Varietas KT-2
umumnya memiliki kapasitas source yang kuat pada karakter luas daun serta
kapasitas sink yang kuat pada karakter panjang polong dan rasio biji dan kulit
polong. Karakter yang berkorelasi positif terhadap hasil biji kering kacang tunggak
adalah jumlah bunga (7 MST), jumlah polong per tanaman, bobot polong kering
per tanaman, bobot biji kering per tanaman, bobot 100 biji, indeks panen, serta rasio
biji dan kulit polong.

Saran

Populasi tanaman kacang tunggak perlu diperjarang melalui pengaturan


jarak tanam dan jumlah benih per lubang tanam agar pertumbuhan tanaman
optimum. Diperlukan ajir setinggi 2 m agar perkembangan tajuk optimum guna
mendukung kapasitas source dalam memenuhi kapasitas sink tanaman.

DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto T., Riwanodja dan Suhartina. 1998. Budi daya tanaman kacang
tunggak. Hal:73-83. Dalam: Kasno A., dan Winarto A. (Eds). Kacang
Tunggak. Monograf Balitkabi No. 3.
Aminudin I.Z. 2007. Analisis penerimaan konsumen tempe kacang tunggak dan
produk olahannya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
[Balitkabi] Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 2015. Hama
pengisap polong Riptortus linearis pada tanaman kedelai dan cara
pengendaliannya. http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id. [31 Agustus
2016].
[BB-Biogen] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber
Daya Genetik Pertanian. 2015. Katalog data paspor sumberdaya genetik
tanaman pangan 2015. www.biogen.litbang.pertanian.go.id. [9 Maret
2016].
[BB-Pascapanen] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
2007. Gelar teknologi pengolahan tempe kacang tunggak.
http://pascapanen.litbang.pertanian.go.id. [2 Maret 2016].
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi kedelai menurut provinsi (ton), 1993-
2015. www.bps.go.id. [7 Maret 2017].
[BPT] Balai Penelitian Tanah. 2009. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah,
Tanaman, Air dan Pupuk Edisi 2. Balai Penelitian Tanah, Bogor.
28

Brown R.H. 1984. Growth of the green plant. p. 153-174. In M.B. Tesar (Eds).
Physiological Basis of Crop Growth and Development. ASA and CSSA,
Madison, WI.
De Almeida W.S., Fernandes F.R.B., Teofilo E.M., Herminia E.C. and Bertini
C.D.M. 2014. Correlation and path analysis in components of grain yield of
cowpea genotypes. Rev. Ciênc. Agron. 45(4):726-736.
De Souza C.L.C., de Almeida L.A.C., Gomes R.L.F., de Moura R.M. and Silva
E.M. 2007. Variability and correlations in cowpea populations for green-
grain production. Crop Breeding and Applied Biotechnology. 7:262-269.
Gardner F.P., Pearce R.B. and Mitchell R.I. 1991. Fisiologi Tanaman Budi daya.
Herawan S, penerjemah. UI Press, Jakarta. Terjemahan dari: Physiology of
Crop Plants.
Goldsworthy P.R. and Fisher N.M. 1996. Fisiologi Tanaman Budi daya Tropik.
Tohari, penerjemah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Gumabo A.W.S.S. 2007. Kajian genetik dan seleksi genotipe S5 kacang tunggak
(Vigna radiata (L.) Wilczek) menuju varietas berdaya hasil tinggi dan
serempak panen. Skripsi. Insititut Pertanian Bogor. Bogor.
Haliza W., Purwani E.Y. dan Thahir R. 2007. Pemanfaatan kacang-kacangan lokal
sebagai substitusi bahan baku tempe dan tahu. Balai besar penelitian dan
pengembangan pascapanen pertanian. Buletin Teknologi Pascapanen
Pertanian Vol. 3.
Haliza W. 2008. Tanpa kedelai masih bisa makan tempe. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 30(1):10-12.
Imran M., Hussain A., Hussain S., Khan S., Bakhsh A., Zahid M.S. and Baig D.
2010. Character association and evaluation of cowpea germplasm for green
fodder and grain yield under rainfed condiandns of Islamabad. Sarhad J.
Agric. 26(3):319-323.
Inaizumi H., Singh B.B., Sanginga P.C., Manyong V.M., Adesina A.A. and
Tarawali S. 1999. Adoption and impact of dry-season dual-purpose cowpea
in the semiarid zone of Nigeria. Ibadan: International Institute of Tropical
Agriculture (IITA).
Jambormias E., Sutjahjo S.H., Mattjik A.A., Wahyu Y. dan Wirnas D. 2013.
Indikator dan kriteria seleksi pada generasi awal untuk perbaikan hasil biji
kacang hijau berumur genjah. J. Agron. Indonesia. 41(3):221-227.
Kamai N., Gworgwor N.A. and Sodangi I.A. 2014. Morphological basis for yield
differences among cowpea varieties in the Sudan Savanna zone of Nigeria.
IOSR Journal of Agriculture and Veterinary Science (IOSR-JAVS).
7(12):49-53.
Karsono S. 1998. Ekologi dan daerah pengembangan kacang tunggak di Indonesia.
Hal:59-72. Dalam: Kasno A. dan Winarto A. (Eds). Kacang Tunggak.
Monograf Balitkabi No. 3.
Kasno A. dan Trustinah. 1998. Pembentukan varietas kacang tunggak. Hal:20-58.
Dalam: Kasno, A. dan Winarto A. (Eds). Kacang Tunggak. Monograf
Balitkabi No. 3.
Kasno A., Trustinah dan Adisarwanto T. 1991. Kacang tunggak: tanaman yang
mudah dibudidayakan, toleran terhadap kekeringan dan mempunyai
prospek sebagai alternatif pemenuh kebutuhan akan kacang-kacangan.
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 13(1):6-7.
29

Khayati N. 2001. Analisis lintas terhadap sifat agronomis tanaman kacang hijau
(Vigna radiata L.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kramer P.J. 1963. Water stress and plant growth. Agronomic Journal 55: 31-35.
Lawn R.J. and Ahn C.S. 1985. Mungbean (Vigna radiata (L.) Hepper). In: R.I.
Summerfield, E.H. Roberts (Eds). Grain Legumes Crops. Collin, London.
P. 584-604.
Lesly W.D. 2005. Characterization and evaluation of cowpea (Vigna unguiculata
(L.) Walp.) germplasm. Thesis. University of Agricultural Sciences
Dharwad. Karnataka. India.
Littleton E.J., Dennet M.D., Elston J. and Monteith J.L. 1981. The growth and
development of cowpeas (Vigna unguiculata) under Tropical field
conditions. J. Agric. Sci. Camb. 97: 539-550.
Mattjik A.A. dan Sumertajaya I.M. 2013. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi
SAS dan Minitab Jilid I. IPB Press, Bogor.
Pandey R.K. 1987. A Farmer’s Primer on Growing Cowpea on Riceland.
International Rice Research Institute, Philippines.
Permadi C., Baihaki A., Murdaningsih H.K. dan Warsa T. 1993. Korelasi sifat
komponen hasil terhadap hasil genotipe-genotipe F1 dan F1 resiprokal lima
tetua kacang hijau dalam dialel. Zuriat 4(1):45-49.
Purseglove J.W. 1974. Tropical Crops Dycotyledons, Vol. 1 and 2 Combined.
Longman, Group Ltd, London.
Richana N. dan Damardjati D.S. 1999. Karakteristik fisiko-kimia biji kacang
tunggak (Vigna unguiculata (L.) Walp.) dan pemanfaatannya untuk tempe.
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 18(1):72-77.
Rohrig M., Sutzel H. and Alt C. 1999. A three-dimensional approach to modelling
light interception in heterogenous canopies. Agron Journal. 91:1024-1032.
Rukmana R. dan Oesman Y.Y. 2000. Kacang Tunggak, Budi Daya dan Prospek
Usaha Tani. Kanisius, Yogyakarta.
Saleh M. 1992. Uji daya hasil pendahuluan galur/varietas kacang tunggak pada
lahan podsolik merah kuning. Laporan Hasil Penelitian Balittan,
Banjarbaru.
Sayekti R.S., Prajitno D. dan Toekidjo. 2011. Karakterisasi delapan aksesi kacang
tunggak (Vigna unguiculata (L.) Walp.) asal Daerah Istimewa Yogyakarta.
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Setyowati M. dan Sutoro. 2010. Evaluasi plasma nutfah kacang tunggak (Vigna
unguiculata L.) di lahan masam. Buletin Plasma Nutfah. 16(1):44-48.
Sitompul S.M. dan Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM Press,
Bandung.
Sugito Y. 2012. Ekologi Tanaman. Universitas Brawijaya Press, Malang.
Taiz L. and Zeiger E. 2002. Plant Physiology. Benyamin Cumming. Redwood.
Trustinah. 1998. Biologi kacang tunggak. Hal. 1-19. Dalam: Kasno, A., dan
Winarto A. (Eds). Kacang Tunggak. Monograf Balitkabi No. 3.
Trustinah. 2015. Kacang tunggak, komoditas potensial di lahan kering masam.
www.litbang.pertanian.go.id [3 Maret 2016].
Trustinah dan Kasno A. 1994. Evaluasi Sifat-Sifat Kualitatif dan Kuantitatif
Kacang Tunggak. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman II. PPTI
Komda Jawa Timur.
30

[UPBTPH] Unit Pengembangan Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2014.


Deskripsi varietas palawija. www.upbtph.url.ph [9 Maret 2016].
Widajati E., Murniati E., Palupi E.R., Kartika T., Suhartanto M.R. dan Qadir A.
2012. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. IPB Press, Bogor.
Wien H.C. 1982. Dry matter production, leaf area development and light
interception of cowpea lines with broad and narrow leaflet shape. Crop sci.
22:733-737.
Yasemin. 2005. The effect of drought on plant and tolerance mechanisms. G.U.J of
Science. 18(4):723-740.
31

LAMPIRAN
32
33

Lampiran 1. Deskripsi kacang tunggak varietas KT-1, KT-2, KT-6, KT-8, dan
KT-9

1. Varietas KT-1 (UPBTPH, 2014)


Nomor silsilah : Tv x 2907-02 D
Asal : Introduksi dari IITA Nigeria
Hasil biji : 2,1 t ha-1
Warna bunga : Ungu keputihan
Bentuk bunga : Kupu-kupu
Warna polong tua : Cokelat
Bentuk polong : Gilig kaku
Jumlah polong per tanaman : 10-45 buah
Panjang polong : 18,29 cm
Kedudukan polong : Horizontal sampai tegak
Warna biji : Cokelat kekuningan
Bentuk biji : Agak lonjong
Umur tanaman : Mulai berbunga 42 hari, polong masak 67 hari,
panen 77 hari
Tinggi tanaman : 35-65 cm
Bentuk tanaman : Pendek, kadang bersulur
Bentuk batang : Bulat panjang
Warna batang : Hijau
Warna daun : Hijau
Bentuk daun : Ovate
Bobot 1000 biji : 125 g
Kadar protein : 22,5%
Ketahanan terhadap hama : - Agak tahan terhadap Fusarium phaseoli
- Agak peka penggerek polong (Maruca testulatis)
Adaptasi : Baik untuk ketinggian di bawah 50 m dpl

2. Varietas KT-2 (UPBTPH, 2014)


Dilepas tanggal : 9 Maret 1991
SK Mentan : 117/Kpts/TP.240/3/91
Nomor silsilah : EG##2
Asal : Introduksi dari IRRI Filipina
Hasil rata-rata : 1,25 t ha-1
Daya hasil : 1,7 t ha-1
Warna bunga : Ungu
Bentuk bunga : Kupu-kupu
Warna polong tua : Cokelat muda
Bentuk polong : Kaku dan sukar pecah
Jumlah polong per tanaman : 12-15 buah
Panjang polong : 15-19 cm
Kedudukan polong : Horizontal sampai tegak
Warna biji : Cokelat keabu-abuan
Bentuk biji : Persegi
Umur tanaman : Mulai berbunga 40-45 hari, polong masak 57 hari,
panen 65-70 hari
34

Tinggi tanaman : 60-90 cm


Bentuk tanaman : Pendek, kadang-kadang bersulur
Bentuk batang : Bulat panjang
Warna batang : Hijau
Bentuk daun : Delta dengan ujung runcing dan tersusun tiga
Bobot 1000 biji : 120-150 g
Kadar protein : 20,5%
Ketahanan terhadap hama : - Agak tahan terhadap penggerek polong
- Agak tahan terhadap Brunchus sp.
Keterangan : Cocok untuk lahan kering beriklim kering dan
Lahan sawah sesudah padi kedua
Pemulia : Astanto Kasno, Trustinah,Ningsih Widiyati, Sania
Saenong, dan Sri Widodo

3. Varietas KT-6 (UPBTPH, 2014)


Dilepas tanggal : 4 November 1998
SK Mentan : 873/Kpts/TP.11/98
Nomor galur : 191/VITA4/91-B-33
Asal : Hasil persilangan antara varietas lokal No. 191
dengan varietas introduksi VITA4 yang berasal
dari IITA, dimasukkan ke Indonesia tahun 1986
Daya hasil : ± 1,95 t ha-1
Hasil rata-rata : ± 1,19 t ha-1
Warna bunga : Ungu
Warna polong tua : Cokelat
Bentuk polong : Kaku dan sukar pecah
Jumlah polong per tanaman : 14-20 buah
Panjang polong : 10-15 cm
Kedudukan polong : Miring ke bawah
Warna biji tua : Cokelat muda
Bentuk biji : Persegi
Umur tanaman : Mulai berbunga 40-46 hari, polong masak ± 65
hari, panen 65-70 hari
Tinggi tanaman : ± 48 cm
Bentuk tanaman : Pendek, kadang bersulur
Bentuk batang : Bulat
Bentuk daun : Ovate
Bentuk bunga : Kupu-kupu
Bobot 1000 biji : 112-116 g
Kadar protein : 21,56%
Ketahanan terhadap hama : Toleran terhadap hama polong
Daerah adaptasi : Lahan kering beriklim kering, lahan sawah pada
MK II, dan lahan masam
Pemulia : Trustinah, Moedjiono, dan Astanto Kasno

4. Varietas KT-8 (UPBTPH, 2014)


Dilepas tanggal : 4 November 1998
SK Mentan : 871/Kpts/TP.11/98
35

Nomor galur : VITA4/191-91-B-77


Asal : Hasil persilangan antara varietas lokal No. 191
dengan varietas introduksi VITA4 yang berasal
dari IITA, dimasukkan ke Indonesia tahun 1986
Daya hasil : ± 1,86 t ha-1
Hasil rata-rata : ± 1,06 t ha-1
Warna bunga : Ungu
Warna polong tua : Coklat
Bentuk polong : Kuku dan sukar pecah
Jumlah polong per tanaman : 14-20 buah
Panjang polong : 10-15 cm
Kedudukan polong : Miring ke bawah
Warna biji tua : Merah
Bentuk biji : Bulat
Umur tanaman : Mulai berbunga 43-47 hari, polong masak ± 68
hari, panen 70-72 hari
Tipe tumbuh : Pendek, kadang bersulur
Tinggi tanaman : ± 40 cm
Bentuk batang : Bulat
Bentuk daun : Ovate
Bentuk bunga : kupu-kupu
Bobot 1000 biji : 78-82 g
Kandungan protein : 20,90%
Ketahanan terhadap hama : Toleran terhadap hama polong
Daerah adaptasi : Lahan kering beriklim kering, lahan sawah pada
MK II, dan lahan masam
Pemulia : Trustinah, Moedjiono, dan Astanto Kasno

5. Varietas KT-9 (UPBTPH, 2014)


Dilepas tanggal : 4 November 1998
SK Mentan : 870/Kpts/TP.11/98
Nomor galur : IT 82D-889/2
Asal : Introduksi dari IRRI, Filipina, yang mulai diuji di
lahan sawah sesudah padi pada MK II 1994 di
NTB
Daya hasil : ± 2,22 t ha-1
Hasil rata-rata : ± 1,13 t ha-1
Warna bunga : Ungu
Warna polong tua : Coklat
Bentuk polong : Kuku dan sukar pecah
Jumlah polong per tanaman : 14-20 buah
Panjang polong : 10-15 cm
Kedudukan polong : Miring ke bawah
Warna biji tua : Merah tua
Bentuk biji : Persegi
Umur tanaman : Mulai berbunga 44-49 hari, polong masak ± 69
hari, panen 70–72 hari
Tipe tumbuh : Pendek, kadang bersulur
36

Tinggi tanaman : ± 47 cm
Bentuk batang : Bulat
Bentuk daun : Ovate
Bentuk bunga : kupu-kupu
Bobot 1000 biji : 125-130 g
Kadar protein : 22,11%
Ketahanan terhadap hama : Toleran hama polong
Daerah adaptasi : Lahan kering beriklim kering, lahan sawah pada
MK II, dan lahan masam
Pemulia : Trustinah, Moedjiono, dan Astanto Kasno

Lampiran 2. Hasil analisis sifat kimia tanah Kebun Percobaan Leuwikopo,


Dramaga sebelum penelitian dilaksanakan
Sifat Tanah Hasil Analisis Kriteria Penilaian(*)
pH H2O 05,12 Masam
-1
KTK (cmol (+) kg ) 13,86 Rendah
N total (%) 00,20 Rendah
C-organik (%) 01,43 Rendah
P2O5 total (mg P2O5 100-1g) 56,92 Tinggi
-1
K2O total (mg K2O 100 g) 24,23 Sedang
Sumber: Laboratorium pengujian Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB Bogor
2016, (*) Balai Penelitian Tanah (2009)
37

Lampiran 3. Gambar biji kacang tunggak

(a) Varietas KT-1 (b) Varietas KT-2

(c) Varietas KT-6 (d) Varietas KT-8

(e) Varietas KT-9


38

Lampiran 4. Gambar morfologi daun kacang tunggak

(a) Ulangan1 (b) Ulangan 2

(c) Ulangan 3 (d) Ulangan 4


39

Lampiran 5. Layout petak percobaan

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4


Timur 1m
x x x x x x x x
x x x x x x x x
V3 x x V1 x x V4 x x V2 x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
V2 x x V5 x x V3 x x V1 x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
V1 V3 V5 V4
x x x x x x x x
15 m x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x V4 x x V2 x x V5 x x
V5 x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x x x x x x x
x x V2 x x V1 x x V3 x x
V4
x x x x x x x x
x x x x x x x x
Barat
Keterangan: V1= Varietas KT-1
V2= Varietas KT-2
V3= Varietas KT-6
V4= Varietas KT-8
V5= Varietas KT-9
40

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunungsitoli pada 19 Februari 1993. Penulis


merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Aluizatulo
Zandroto (Alm) dan Ibu Yosina Zebua.
Penulis mengawali pendidikan di SD Negeri No. 074053 Duria Hilisebua,
Kecamatan Gido, Kabupaten Nias, Sumatera Utara, pada tahun 2000 hingga tahun
2006. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Gunungsitoli
Barat, Kota Gunungsitoli, pada tahun 2006 hingga 2009. Jenjang pendidikan
selanjutnya ditempuh di SMA Negeri 1 Gunungsitoli (2009-2012) dengan program
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Juni 2012 penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor (IPB) sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
jalur undangan dan menerima beasiswa Bidikmisi.
Selama kuliah penulis juga aktif dalam kegiatan organisasi eksternal yaitu
menjadi kader OMDA Nias yaitu Ikatan Mahasiswa Kepulauan Nias (IMKN) dari
tahun 2013 hingga tulisan ini diterbitkan dan pada tahun 2014 hingga 2016 penulis
mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa.

Anda mungkin juga menyukai