Anda di halaman 1dari 17

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Drosophila melanogaster, meigen merupakan salah satu jenis lalat buah

dari famili Drosophilidae yang banyak ditemukan di antara rumput-rumput, semak

atau buah-buah yang masak sebagai tempat berkembang biak seperti buah

mangga, jambu dan pisang. Mereka meletakkan telur pada buah yang masih muda

dan larvanya akan menghabiskan buah yang masak sebagai makanannya,

sehingga bersifat sangat merugikan. D. melanogaster, meigen juga merupakan

obyek studi genetika dasar yang terpenting. Kromosom (sebagai pembawa bahan

keturunan) pada D. melanogaster, meigen berjumlah 8, yaitu 6 autosom

(kromosom somatik) dan 2 gonosom (kromosom seks) (Utami, 2015).

Dalam genetika banyak digunakan organisme model sebagai metode studi

untuk menyedlidiki problem-problem kebakaan. Mendel menggunakan ercis

sebagai tanaman percobaan. Salah satu hewan model yang digunakan dalam

percobaan genetika antara lain Drosophila. Lalat buah Drosophila sp. banyak

digunakan dalam praktikum maupun penelitian genetika, karena mempunyai

banyak sifat yang menguntungkan, diantaranya mudah dipelihara, tidak

memerlukan kondisi yang steril, mempunyai siklus hidup yang pendek,

mempunyai jumlah kromosom yang sedikit (4 – 5 pasang kromosom),

mempunyai kromosom raksasa, mempunyai banyak mutan dan dapat

menghasilkan keturunan banyak (Pharmawati et al., 2015).

Salah satu ciri mahluk hidup adalah mempunyai kemampuan untuk

melestarikan keturunan, melalui perkawinan atau reproduksi. Hal tersebut juga

berlaku pada Drosophila melanogaster. Drosophila melanogaster merupakan

jenis insekta (Diptera) yang sering digunakan dalam penelitian bidang genetika
2

Mendel, karena lalat buah ini memiliki daur hidup yang cepat selama kurang lebih

satu minggu dalam satu generasi. Populasinya besar karena lalat betina

menghasilkan ratusan telur hasil pembuahan, serta mudah dipelihara di

laboratorium (Masud dan Prelly, 2013).

Kromosom dapat mengalami variasi jumlah, struktur, dan ukuran. Variasi

jumlah kromosom dapat berupa euploidi atau aneuploidi. Variasi struktur

kromosom dapat berupa delesi, inversi, translokasi, atau adisi. Variasi ukuran

kromosom mengakibatkan adanya kromosom politen. Kromosom politen adalah

beberapa kromosom yang saling bersinapsis sehingga menyebabkan kromosom

tersebut memiliki  ukuran yang besar dan memiliki banyak lengan (Rudi, 2006).

Informasi genetik suatu individu disimpan dalam kromosom. Kromosom

tersebut merupakan kumpulan benang – benang kromatin yang dipintal

membentuk struktur yang padat dan berukuran mikroskopik. Akan tetapi,

kromosom dapat mengalami variasi ukuran yang menyebabkan kromosom

berukuran raksasa, chromosom polytene (Demakov, 2011).

Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui definisi, struktur,

fungsi, dan proses terbentuknya kromosom politen serta mengetahui cara isolasi

salah satu organ sumber kromosom politen pada kelenjar ludah

Drosophila melanogaster instar III.

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan dari penulisan laporan ini adalah sebagai salah satu

syarat untuk dapat mengikuti praktikum di Laboratorium Sitogenetika Program

Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, dan

sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


3

TINJAUAN PUSTAKA

Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu

memiliki beberapa sifat yang menguntungkan, antara lain mudah diperoleh,

mudah dipelihara, mudah diamati, dapat berkembang biak dengan cepat, serta

menghasilkan keturunaan dalam jumlah besar pada setiap masa reproduksi. Salah

satu organisme yang memenuhi syarat tersebut adalah lalat Drosophila. Spesies-

spesies Drosophila, khususnya D. melanogaster, mempunyai banyak sekali tipe

mutan yang sangat memungkinkan dilakukannya berbagai percobaan mengenai

pola pewarisan sifat, sementara tipe liarnya begitu mudah diperoleh dengan cara

memasang jebakan makanan berupa buah yang dimasukkan ke dalam botol.

Ukuran kromosomnya yang cukup besar dan jumlahnya yang hanya empat pasang

menyebabkan lalat ini menarik untuk dijadikan model dalam studi genetika yang

melibatkan pengamatan kromosom (Elisa, 2009).

Kromosom adalah molekul DNA yang mengandung informasi  genetik

dari suatu organisme. Organisme prokariot hanya memiliki satu kromosom berupa

untaian DNA yang panjang dengan protein yang mengikatnya. Kromatid atau

lengan kromosom merupakan satu lengan panjang dan satu lengan pendek dari

satu sisi kromosom yang terduplikasi dan berisi molekul DNA. Apabila

kromosom tersebut mengalami duplikasi, maka kromosom akan memiliki dua

lengan panjang dan dua lengan pendek. Pasangan lengan panjang kromosom dan

pasangan lengan pendek kromosom disebut sister kromatid (Navaro, 2009).

Drosophila melanogaster merupakan serangga (Insecta) yang memiliki

kromosom kelamin seperti kromosom kelamin pada manusia, yaitu XX untuk

individu betina dan XY untuk individu jantan. Jenis kelamin merupakan salah satu

karakter fenotip yang nyata, meskipun perbedaan anatomis dan fisiologis antara
4

jantan dan betina sangat besar, tetapi dasar kromosom seksnya sedikit lebih

sederhana. Pada lalat buah (D. melanogaster), ada dua kromosom seks, yang

dilambangkan dengan X dan Y. pola ekspresi kelamin atau penentuan jenis

kelamin ditentukan oleh gen. Gen-gen tersebut terletak pada autosom, pada

kromosom kelamin ataupun pada keduanya (Karmana, 2010).

Kromosom tidak tampak sebagai suatu unit yang berpasangan kecuali

pada saat sinapsis dalam proses meiosis. Tetapi pada larva serangga diptera,

kromosom pada kelenjar ludah saling tarik menarik pada saat replikasi dan tetap

bersama-sama sebagai ikatan.Kromosom raksasa terlihat pada larva sejak 1881

pertama kali ditemukan oleh Balbiani yang melihat suatu susunan sel-sel yang

sangat besar pada kelenjar ludah dari larva drosophila. Kelenjar ludah (Salivary

glands) tersusun dari sel-sel yang sangat besar selama perkembangan larva,

namun tidak mengalami pembelahan, hanya terus membesar mengikuti

perkembangan larva (Santoso, 2000).

Kromosom politen adalah kromosom berukuran raksasa relatif terhadap

ukuran kromosom pada umumnya. Struktur kromosom politen dibagi menjadi tiga

bagian, yaitu band, interband, puff, dan chromocenter. Band adalah bagian dari

struktur kromosom politen yang terkondensasi dan mengandung banyak

heterochromatin. Interband adalah bagian dari struktur kromosom politen yang

kurang terkondensasi relatif dari band dan mengandung banyak euchromatin. Puff

adalah bagian dari struktur kromosom politen yang menggembung karena benang

kromatin yang terelaksasi. Puff berperan sebagai tempat terjadinya transkripsi

materi genetic. Chromocenter adalah bagian struktur kromosom yang menjadi

tempat melekatnya centromere kromosom yang bergabung. Chromocenter hampir

seluruhnya terdiri dari heterochromatin (Prawisuda, 2014).


5

Lalat buah Drosophila sp. banyak digunakan dalam praktikum maupun

penelitian genetika, karena mempunyai banyak sifat yang menguntungkan,

diantaranya : mudah dipelihara, tidak memerlukan kondisi yang steril, mempunyai

siklus hidup yang pendek, mempunyai jumlah kromosom yang sedikit (4 – 5

pasang kromosom), mempunyai kromosom raksasa, mempunyai banyak mutan

dan dapat menghasilkan keturunan banyak (Henuhili et al., 2012).

Digunakannya kromosom kelenjar ludah karena kelenjar ludah tersusun

dari sel-sel yang sangat besar selama perkembangan larva. Sel-sel itu tidak lagi

membelah, namun semakin besar mengikuti perkembangan larva. Membelahnya

kromosom kelenjar ludah karena pada tahap S dari interfase, baik kromosom

maupun kromomer membelah, sedangkan pada kromosom biasa, pembelahan

seperti itu hanya terjadi pada tahap mitosis. Kromosom kelenjar ludah tidak

pernah mengalami pemendekan, sehingga terlihat sangat panjang dan besar.

Kromosom kelenjar ludah mengandung 1000 kali lebih banyak DNA dibanding

kromosom biasa (Suryo, 2005).

Kromosom raksasa disebut kromosom politen, ditemukan pada sel nukleus

kelenjar ludah dan pada beberapa jaringan larva Drosophila melanogaster dan

pada serangga ordo diptera lainnya. Struktur kromosom politen dibentuk dari

pengulangan replikasi DNA tanpa pemisahan dari replikasi helaian kromatin.

Bagian-bagian kromosom politen pada kromosom betina (X) yaitu kanan dan kiri

pada kromosom 2 dan 3 dan kromosom pendek (kromosom 4) pada bagian

kromosenter. Kromosenter adalah bagian block besar pada heterokromatin yang

terdapat di dekat sentromer. Pada kromosom politen, selain terdapat kromonemata

dan kromosenter, ditemukan juga band dan interband. Band adalah bagian gelap
6

pada kromosom dan interband adalah bagian terangnya. Band yang terurai

membentuk puff. Puff adalah gen aktif pada transkripsi RNA (Iqbal, 2007).

Kromosom raksasa adalah kromosom interfase yang lebih memanjang

daripada kromosom metaphase, sebab kromosom ini dapat dilihat pada waktu

interfase, sedangkan kromosom biasa tidak karena merupakan hasil duplikasi

berulang dari kromosom tanpa disertai pembelahan sel.

Pada kelenjar ludah Drosophila melanogaster setiap kromosom raksasa

merupakan hasil duplikasi berulang dari kromosom tanpa disertai pembelahan sel.

Pada kelenjar ludah Drosophila melanogaster setiap kromosom raksasa

merupakan hasil sembilan siklus replikasi (Suratsih, 2000).

Kromosom-kromosom politen memperlihatkan pola yang berlainan

daripada kromosom biasa karena kromosom sel kelenjar ludah terdiri dari pita-

pita yang berpilin yang tersusun atas daerah kromatis dan akromatis secara

berseling. Lebar pita-pita kromatis dan akromatis berbeda, hal ini terjadi akibat

peristiwa sinapsis kromosom homolog yang berlansung sedemikian rupa sehingga

memperlihatkan kejadian pita ke pita, artinya pita dari satu kromosom akan

terlihat sebaris dengan pita dari kromosom yang mengadakan sinapsis. Fenomena

ini mempermudah untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan kecil yang mungkin

ada dalam struktur kromosom tersebut (Hartati, 2010).

Tujuan dari fiksasi adalah menjaga atau mengawetkan seluruh stuktur sel

sehingga sedapat mungkin berada dalam keadaan sama atau hamper sama dengan

keadaan aslinya pada waktu masih hidup. Penggunaan FAA tersebut karena

penetrasi alkohol dan asam asetat ke dalam jaringan dapat berlangsung dengan

cepat sehingga pematian dan fiksasi dapat berjalan dengan cepat, juga merupakan

larutan yang stabil dan pengawet yang baik. Larutan NaCl 0,9% merupakan
7

larutan isotonis yang diperoleh dari 0,9 gram kristal NaCl yang dilarutkan dalam

100 ml aquades dan dinyatakan dalam % b/v. Larutan NaCl 0,9% memiliki sifat

yang mirip dengan buffer dan berdasarkan hasil uji pendahuluan yang telah

dilakukan oleh peneliti (Navaro, 2009).

Studi morfologi kromosom di bawah mikroskop cahaya memperlihatkan

adanya pita-pita suatu kromosom sebagai akibat perbedaan intensitas penyerapan

warna pada suatu kromosom sebagai akibat perbedaan intensitas penyerapan

warna pada berbagai wilayahnya. Wilayah yang menyerap warna sangat pekat

disebut heterokromatin, sedangkan yang berwarna lebih terang disebut

eukromatin. Heterokromatin merupakan wilayah DNA yang tergulung sangat

kompak, sehingga berwarna pekat, sedang pada eukromatin gulungannya lebih

longgar. Pada wilayah heterokromatin, terdapat gen-gen yang tidak aktif

berekspresi, sedangkan gen-gen yang aktif berekspresi terdapat pada wilayah

eukromatin (Jusuf, 2015).

Eukromatin merupakan bentuk yang kurang padat, atau yang bentuk

terbuka dari kromatin. Eukromatin berbentuk padat selama pembelahan sel, tetapi

mengendur menjadi bentuk yang terbuka selama interfase. Eukromatin pada

pewarnaan histologi kromosom ditunjukkan pada daerah dengan warna lebih

terang (Dorian, 2008)


8

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Praktikum

Adapun praktikum dilaksanakan di Laboratorium Sitogenetika Program

Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada hari Selasa, 24 November 2020 pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai,

pada ketinggian tempat ±25 mdpl.

Bahan dan Alat Praktikum

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah larva

Drosophilla melanogaster instar III sebagai objek yang akan diamati, larutan

NaCl 0,9 % untuk menjaga jaringan Drosophilla melanogaster tidak rusak,

aquadest untuk mencuci objek yang diamati, larutan FAA untuk mencegah

kerusakan jaringan, korek api untuk menyalakan bunsen, asetokarmin sebagai

pewarna kromosom, tissue untuk membersihkan larutan yang tumpah dan buku

untuk mencatat hasil pengamatan yang dilakukan

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau silet untuk

memotong objek, pinset untuk mengambil objek pada saat perendaman dalam

larutan, bunsen untuk mensterilkan preparat, pensil dengan karetnya sebagai alat

bantu pemencetan (squash), preparat dan object glass untuk meletakkan objek

yang akan diamati, petridish sebagai tempat objek yang diamati, alat tulis untuk

mencatat hasil praktikum, mikroskop untuk melihat kromosom tanaman, dan

kamera digunakan untuk mendokumentasikan objek praktikum, laptop digunakan

untuk mengetik laporan.

Prosedur Praktikum

- Dipilih larva Drosophilla melanogaster instar 3

- Diletakkan larva pada gelas arloji dan diberi larutan NaCL 0,9
9

- Ditentukan bagian kepala, ekor dan leher larva

- Diletakkan larva pada kaca benda dan diamati dibawah mikroskop

- Dipisahkan bagian kepala dengan ekor dengan cara meletakkan jarum pentul

pada bagian kepala dan leher kemudian menarikknya hingga terputus

- Dicari salivary gland (kelenjar ludah) yang memiliki bentukan seperti ginjal

dengan warna transparan

- Dipisahkan salivary glands yang telah ditemukan dari lemak-lemak yang

menempel

- Ditetesi salivary glands yang sudah ditemukan dengan larutan FAA

secukupnya, sampai warna slivary berubah menjadi keruh

- Dibersihkan sisa larutan FAA dengan cara menghisapnya dengan kertas hisap,

lalu ditetesi dengan aceto orcein

- Ditutup preparat dengan kaca penutup

- Dipanaskan sebentar diatas bunsen dan diamati dibawah mikroskop

- Dicari kromosom raksasa pada objek glass yang sudah dibuat dan digambar
10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

No Gambar Asli Referensi

1.

Prawisuda, D. 2014. Pengamatan Kromosom Politen Drosophila melanogaster.


FMIPA UI. Jakarta.

Pembahasan

Dari praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa kromosom

politen adalah kromosom raksasa yang memperlihatkan detail struktur yang lebih

jelas dari kromosom normal. Struktur kromosom politen terbentuk dari proses

replikasi DNA pada pasangan kromosom homolognya tanpa pemisahan dari

replikasi rantai kromatin. Proses replikasi tersebut berlangsung berulang-ulang

kali sehingga kromsom politen tampak tebal. Hal ini sesuai dengan literatur

Prawisuda (2014) bahwa kromosom politen adalah kromosom berukuran raksasa

relatif terhadap ukuran kromosom pada umumnya. Struktur kromosom politen

dibagi menjadi tiga bagian, yaitu band, interband, puff, dan chromocenter.
11

Pembentukan kromosom raksasa tidak hanya terjadi pada kelenjar ludah

larva prepupa Drosophila melanogaster tetapi juga terjadi pada sel-sel pada

ovarium, sel folikel yang mengelilingi oosit, sel-sel lemak, sel usus dan histoblas

abdominal. Jadi selain pada kelenjar ludah, kromosom raksasa juga ditemukan

pada sel-sel tersebut. Perbedaannya adalah pada letak penggembungan. Seperti

halnya kromosom biasa lainnya, kromosom raksasa ini juga berfungsi untuk

mengatur kegiatan metabolisme di dalam sel dan mengatur semua sistem kerja di

dalam sel tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Iqbal (2007) bahwa kromosom

raksasa disebut kromosom politen, ditemukan pada sel nukleus kelenjar ludah dan

pada beberapa jaringan larva Drosophila melanogaster dan pada serangga ordo

diptera lainnya.

Berdasarkan praktikum yang dilakukan diketahui bahwa Heterokromatin

adalah wilayah DNA yang tergulung sangat kompak berwarna hitam pekat. Hal

ini sesuai dengan literatur Jusif (2015) yang menyatakan bahwa, Wilayah yang

menyerap warna sangat pekat disebut heterokromatin, sedangkan yang berwarna

lebih terang disebut eukromatin. Heterokromatin merupakan wilayah DNA yang

tergulung sangat kompak, sehingga berwarna pekat, sedang pada eukromatin

gulungannya lebih longgar. Pada wilayah heterokromatin, terdapat gen-gen yang

tidak aktif berekspresi, sedangkan gen-gen yang aktif berekspresi terdapat pada

wilayah eukromatin

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa eukromatin

berbentuk kurang padat selama pembelahan sel dan memiliki wilayah yang

menyerap warna yang lebih terang. Hal ini sesuai dengan literatur Dorian (2008)

yang menyatakan bahwa Eukromatin merupakan bentuk yang kurang padat, atau

yang bentuk terbuka dari kromatin. Eukromatin berbentuk padat selama


12

pembelahan sel, tetapi mengendur menjadi bentuk yang terbuka selama interfase.

Eukromatin pada pewarnaan histologi kromosom ditunjukkan pada daerah dengan

warna lebih terang

Alasan menggunakan Drosophila melanogaster dalam percobaan adalah

Drosophila melanogaster merupakan insekta yang memiliki jumlah kromosom

yang sedikit, yaitu 2n = 8. Drosophila melanogaster memiliki siklus hidup yang

pendek yaitu sekitar 10-12 hari, dengan menghasilkan telur yang banyak tiap kali

Drosophila melanogaster betina bertelur, sehingga mudah dirawat dan

mempunyai banyak karakter mutan. Hal ini sesuai dengan literatur

Henuhili et al.,(2012) bahwa lalat buah Drosophila sp. banyak digunakan dalam

praktikum maupun penelitian genetika, karena mempunyai banyak sifat yang

menguntungkan, diantaranya : mudah dipelihara, tidak memerlukan kondisi yang

steril, mempunyai siklus hidup yang pendek, mempunyai jumlah kromosom yang

sedikit (4 – 5 pasang kromosom), mempunyai kromosom raksasa, mempunyai

banyak mutan dan dapat menghasilkan keturunan banyak.

Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa kromosom raksasa terbentuk

ketika interfase (pada tahap S). Pada saat itu, kromosom biasa tidak terlihat, tetapi

kromosom raksasa terlihat memanjang melebihi panjang kromosom ketika

metafase. Hal ini disebabkan karena adanya kondensasi. Hal ini sesuai dengan

literatur Prawisuda (2014) bahwa kromosom politen adalah kromosom berukuran

raksasa relatif terhadap ukuran kromosom pada umumnya. Struktur kromosom

politen dibagi menjadi tiga bagian, yaitu band, interband, puff, dan chromocenter.

Dari praktikum yang telah dilakukan, penggunaan larutan NaCl 0,9 %

bertujuan untuk menyegarkan larva Drosophila melanogaster agar jaringannya

tidak mati karena larutan NaCl 0,9% bersifat isotonis dengan cairan sel. Hal ini
13

sesuai dengan literatur Navaro (2009) bahwa larutan NaCl 0,9% merupakan

larutan isotonis yang diperoleh dari 0,9 gram kristal NaCl yang dilarutkan dalam

100 ml aquades dan dinyatakan dalam % b/v. Larutan NaCl 0,9% memiliki sifat

yang mirip dengan buffer dan berdasarkan hasil uji pendahuluan yang telah

dilakukan oleh peneliti.

Kromosom raksasa ini terdapat pada kelenjar ludah Drosophila.

Kromosom raksasa terbentuk akibat peristiwa politen, yaitu terjadinya replikasi

DNA secara terus-menerus tanpa diikuti pembelahan sel menjadi dua anak inti

sehingga dihasilkan pita kromosom berukuran besar. Hal ini sesuai dengan

literatur Suryo (2005) digunakannya kromosom kelenjar ludah karena kelenjar

ludah tersusun dari sel-sel yang sangat besar selama perkembangan larva. Sel-sel

itu tidak lagi membelah, namun semakin besar mengikuti perkembangan larva.

Berdasarkan praktikum yang dilakukan objek yang diamati yaitu larva

Instar III Drosophila melanogaster. Hal ini disebabkan karena pada fase ini larva

memiliki ukuran terbasar dan belum bermetamorfosis menjadi pupa sehingga

kelenjar ludah lebih mudah teramati. Hal ini sesuai dengan literatur Utami (2015)

Drosophila melanogaster, merupakan salah satu jenis lalat buah dari famili

Drosophilidae yang banyak ditemukan di antara rumput-rumput, semak atau buah-

buah yang masak sebagai tempat berkembang biak seperti buah mangga, jambu

dan pisang. Mereka meletakkan telur pada buah yang masih muda dan larvanya

akan menghabiskan buah yang masak sebagai makanannya, sehingga bersifat

sangat merugikan.

Berdasarkan praktikum, dilakukan fiksasi dengan menggunakan larutan

FAA (Formalin, Asam asetat glasial, dan alkohol 70%). Hal ini bertujuan

mencegah kerusakan jaringan sehingga sedapat mungkin berada dalam keadaan


14

aslinya pada waktu masih hidup. Hal ini sesuai dengan literatur Navaro (2009)

bahwa tujuan dari fiksasi adalah menjaga atau mengawetkan seluruh stuktur sel

sehingga sedapat mungkin berada dalam keadaan sama atau hampir sama dengan

keadaan aslinya pada waktu masih hidup. Penggunaan FAA tersebut karena

penetrasi alkohol dan asam asetat ke dalam jaringan dapat berlangsung dengan

cepat sehingga pematian dan fiksasi dapat berjalan dengan cepat, juga merupakan

larutan yang stabil dan pengawet yang baik.


15

KESIMPULAN

1. Kromosom politen adalah kromosom berukuran raksasa relatif terhadap

ukuran kromosom pada umumnya.

2. Kromosom raksasa terbentuk akibat peristiwa politen, yaitu terjadinya

replikasi DNA secara terus-menerus tanpa diikuti pembelahan sel.

3. Heterokromati adalah wilayah DNA yang tergulung sangat kompak berwarna

hitam pekat.

4. Eukromatin merupakan bentuk yang kurang padat, atau yang bentuk terbuka

dari kromatin, berwarna terang

5. Penggunaan larutan NaCl 0,9 % bertujuan untuk menyegarkan larva

Drosophila melanogaster agar jaringannya tidak mati karena larutan NaCl

0,9% bersifat isotonis dengan cairan sel

6. Fungsi larutan FAA yaitu mencegah kerusakan jaringan sehingga sedapat

mungkin berada dalam keadaan aslinya pada waktu masih hidup

7. Kromosom raksasa terbentuk ketika interfase (pada tahap S).

8. Alasan penggunaan Drosophila melanogaster yaitu mudah dipelihara, tidak

memerlukan kondisi yang steril, mempunyai siklus hidup yang pendek,

mempunyai jumlah kromosom yang sedikit (4 – 5 pasang kromosom),

mempunyai kromosom raksasa, mempunyai banyak mutan dan dapat

menghasilkan keturunan banyak

9. Kromosom politen juga terdapat pada sel-sel pada ovarium, sel folikel yang

mengelilingi oosit, sel-sel lemak, sel usus dan histoblas abdominal

10. Larva instar III yang digunakan karena pada fase ini larva memiliki ukuran

terbasar dan belum bermetamorfosis menjadi pupa sehingga kelenjar ludah

lebih mudah teramati.


16

DAFTAR PUSTAKA

Demakov, T. 2011. Kromosom Politen Pada Drosophila sp. Fakultas Pertanian


Unibraw. Malang.

Dorian, J. 2008. Medical Genetics at a Glance. Oxford, England: Blackwell


Publishing. ISSBN 978-1-4051-4846-7.

Elisa, K. 2009. Penggunaan Lalat Drosophila Sebagai Organisme Percobaan


Genetika. Fp Unibraw. Malang.

Hartati. 2010. Penuntun Praktikum Genetika. Makassar : Jurusan Biologi Fakultas


Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Makassar.

Henuhili, K., Suratsih dan Paramita. 2012. Petunjuk Praktikum Genetika. FMIPA
UNY. Yogyakarta.

Iqbal, K. 2007. Pengamatan Kromosom Raksasa pada Drosophila melanogaster.


FMIPA UNY. Yogyakarta.

Jusuf, M. 2015. Regulasi Ekspresi Gen. FMIPA, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Karmana, I. W. 2010. Nisbah Kelamin Pada Persilangan Homogami


D. Melanogaster Strain Normal (N),White (W), Dan Sepia (Se). FMIPA
IKIP Mataram. Mataram.

Masud dan Prelly. 2013. Studi Peristiwa Epistasis Resesif Pada Persilangan
Drosophila melanogaster Strain Sepia (Se) >< Rough (Ro) Dan Strain
Vestigial (Vg) >< Dumphi (Dp). Jurnal Bioedukasi Vol. 1 No. 2.

Navaro, G. T. 2009. Tahap-Tahap Pembelahan Sel. FP UNIBRAW. Malang.

Pharmawati, Ni dan Ketut. 2015. Penuntun Praktikum Genetika. FP Udayana.


Bali.

Prawisuda, D. 2014. Pengamatan Kromosom Politen Drosophila melanogaster.


FMIPA UI. Jakarta.

Rudi, M. M. 2006. Dasar-Dasar Genetika. Erlangga. Jakarta.

Santoso, H.B. 2000. Bahan Kuliah Teknik Laboratorium. Universitas Lambung


Mangkurat Press. Banjarbaru.

Suratsih. 2000. Petunjuk Praktikum Genetika. Yogyakarta : Jurusan Pendidikan


Biologi. Universitas Negeri Yogyakarta.

Suryo. 2005. Sitogenetika. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.


17

Utami, S. L. 2015. Studi Pendahuluan Analisis Mutasi Pada Penyinaran Dengan


Sinar Ultraviolet (Uv) Terhadap Larva. Fakultas Kedokteran Universitas
Wijaya Kusuma. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai