Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH PEMBERIAN CAMPURAN BOKASHI KOTORAN SAPI DAN

BOKASHI PELEPAH KELAPA SAWIT TERHADAP KEMANTAPAN AGREGAT


ULTISOL DAN HASIL CABAI MERAH

ARTIKEL ILMIAH

TITIK WINDU WIDAYANTI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
PENGARUH PEMBERIAN CAMPURAN BOKASHI KOTORAN SAPI DAN
BOKASHI PELEPAH KELAPA SAWIT TERHADAP KEMANTAPAN AGREGAT
ULTISOL DAN HASIL CABAI MERAH

Titik Windu Widayanti1) Arsyad AR2) Zurhalena2)

1)
Mahasiswa Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Jambi
2)
Dosen Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Jambi
Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361
Email : titikwindu@gmail.com

ARTIKEL ILMIAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar


Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Jambi

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Artikel ilmiah dengan judul “Pengaruh Pemberian Campuran Bokashi


Kotoran Sapi dan Bokashi Pelepah Kelapa Sawit Terhadap Kemantapan Agregat
Ultisol dan Hasil Cabai Merah” disusun oleh Titik Windu Widayanti, NIM
D1A017130.

Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Arsyad AR, M.S. Ir. Zurhalena, M.P


NIP. 195809161987031002 NIP. 196105181988032001

Mengetahui:
Ketua Jurusan Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Jambi

Dr. Ir. Irianto, M.P.


NIP. 196212271987031006
PENGARUH PEMBERIAN CAMPURAN BOKASHI KOTORAN SAPI
DAN BOKASHI PELEPAH KELAPA SAWIT TERHADAP
KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL DAN HASIL CABAI MERAH

Titik Windu Widayanti1) Arsyad AR2) Zurhalena2)

1)
Mahasiswa Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Jambi
2)
Dosen Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Jambi
Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361
Email : titikwindu@gmail.com

ABSTRAK
Ultisol merupakan ordo tanah di Indonesia penyebarannya di beberapa pulau
besar dengan luas sekitar 45.794.000 ha atau 25% dari luas wilayah daratan
Indonesia. Tanah ini berkembang pada berbagai topografi, mulai dari
bergelombang hingga bergunung dengan curah hujan yang tinggi. Ultisol
memiliki permeabilitas lambat hingga sedang, dan kemantapan agregat rendah
sehingga sebagian besar tanah ini mempunyai daya memegang air yang rendah
dan peka terhadap erosi. Tujuan Penelitian ini untuk mengatahui pengaruh
pemberian campuran bokashi kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit terhadap
kemantapan agregat Ultisol dan hasil cabai merah. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 10 perlakuan dan 3 kali ulangan
sehingga terdapat 30 petak percobaan. Ukuran petak percobaan 2 m x 5 m dengan
jarak tanam 50 x 50 cm. Parameter yang diamati adalah persentase agregat
terbentuk, kemantapan agregat. Variable pengamatan lainnya yaitu bahan organik
tanah, berat volume tanah, total ruang pori tanah dan kadar air tanah. Data yang
diambil kemudian dianalisis dengan sidik ragam dengan uji DMRT. Dosis
campuran bokashi kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit memberikan hasil yang
berbeda tidak nyata terhadap beberapa sifat fisik tanah, akan teapi berbeda nyata
pada variabel kemantapan dan persentase agregat tanah dengan dosis campuran 15
ton/ha kotoran sapi dan 10 ton/ha pelepah kelapa sawit, serta yang berperan dalam
hasil tanaman cabai adalah pada dosis dosis campuran 15 ton/ha kotoran sapi dan
10 ton/ha pelepah kelapa sawit yang dapat meningkatkan tinggi tanaman dan hasil
cabai merah 3.50 ton/ha.
Kata kunci : Agregat tanah, bokashi, Ultisol, cabai merah
ABSTRACT
Ultisols are a soil order in Indonesia and are spread over several large islands
with an area of about 45,794,000 ha or 25% of the total land area of Indonesia.
This land develops in a variety of topography, ranging from undulating to
mountainous with high rainfall. Ultisols have slow to moderate permeability,
and low aggregate stability so that most of these soils have low water holding
capacity and are sensitive to erosion. The purpose of this study was to
determine the effect of giving a mixture of bokashi cow dung and oil palm
fronds on the stability of Ultisol aggregates and the yield of red chili. This
study used a Randomized Block Design (RAK) with 10 treatments and 3
replications so that there were 30 experimental plots. The experimental plot
size was 2 m x 5 m with a spacing of 50 x 50 cm. The parameters observed
were the percentage of aggregate formed, the stability of the aggregate. Other
observation variables were soil organic matter, soil volume weight, total soil
pore space and soil moisture content. The data taken were then analyzed by
means of variance with the DMRT test. The mixed dose of bokashi cow dung
and oil palm fronds gave results that were not significantly different on some
soil physical properties, but significantly different on the stability variable and
the percentage of soil aggregate with a mixed dose of 15 tons/ha of cow dung
and 10 tons/ha of oil palm midrib, and those that play a role in chili yields are
mixed doses of 15 tons/ha of cow dung and 10 tons/ha of oil palm midrib
which can increase plant height and yield of red chilies to 3.50 tons/ha.
Key words : Soil aggregate, bokashi, Ultisol, red chili

PENDAHULUAN
Ultisol merupakan ordo tanah di Indonesia penyebarannya di beberapa
pulau besar dengan luas sekitar 45.794.000 ha atau 25% dari luas wilayah daratan
Indonesia. Tanah ini berkembang pada berbagai topografi, mulai dari
bergelombang hingga bergunung dengan curah hujan yang tinggi. Ultisol
memiliki permeabilitas lambat hingga sedang, dan kemantapan agregat rendah
sehingga sebagian besar tanah ini mempunyai daya memegang air yang rendah
dan peka terhadap erosi
Agregat tanah merupakan karakteristik tanah yang sensitif terhadap dari
pengolahan tanah. Kualitas dan kuantitas agregat tanah dipengaruhi oleh bahan
organik pada tanah dan bagaimana tanah tersebut diolah. Retakan tanah yang
terjadi dan dimantapkan oleh pengikat (sementasi), baik yang terjadi secara kimia,
maupun biologis akan membentuk agregat yang baik. Agregat tanah dapat
terbentuk jika diantara partikel-partikel tanah menyatu membentuk suatu unit-unit
yang lebih besar
Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas
tanah seperti perbaikan beberapa sifat fisik tanah yaitu dengan menambahkan
bahan organik dengan cara memanfaatkan limbah pertanian seperti pelepah kelapa
sawit dan kotoran sapi yang di buat menjadi bokashi.
Pengaruh kombinnasi bahan organik dengan pemberian campuran bokashi
pada tanah akan diuji pada tanaman cabai merah, karena tanaman cabai merah
merupakan salah satu tanaman hortikultura yang masih perlu ditingkatkan
produksinya, dikarenakan kebutuhan cabai merah yang terus meningkat setiap
tahunnya.
Penggunaan limbah pelepah kelapa sawit yang di kombinasikan dengan
kotoran sapi sebagai bahan pembuatan bokashi yang akan diberikan pada tanaman
cabai yang di tanam pada lahan milik warga di desa Karya Harpan Mukti ini saat
ini belum pernah dilakukkan, dengan beberapa perbandingan pembenah tanah
campuran bokashi kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit dengan berbagai takaran
yang tepat diharapkan dapat meningkatkan kualitas tanah dan tanaman cabai
merah serta dapat menanggulangi permasalahan dampak kotoran sapi dan dapat
mengurangi limbah pertanian pelepah kelapa sawit
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksakan pada lahan milik masyarakat di desa Karya
Harapan Mukti Kecamatan Pelepat Ilir Kabupaten Bungo. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Juli 2021 sampai dengan bulan November 2021. Alat
yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pencacah (chopper), wet sieve,
sieve shaker, cangkul, parang, pisau/cutter, meteran, terpal/plastik, mulsa,
timbangan, ring sampel, ember, gembor, kertas label, ajir, alat tulis, karet gelang,
tali, hand sprayers, kamera, oven, furnace. Bahan yang akan digunakan pada
penelitian ini adalah benih cabai merah varietas Lado F1, kotoran sapi, pelepah
kelapa sawit, gula merah, sampel tanah, air, pupuk Urea, pupuk KCl, pupuk SP-
36, Decis, Fungisida (Dithane M-45, Mancozeb 80%), EM-4.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
10 perlakuan dan 3 kali ulangan sehingga terdapat 30 petak percobaan. Ukuran
petak percobaan 2 m x 5 m dengan jarak tanam 50 x 50 cm. Adapun perlakuan
bokashi kotoran sapi dan bokashi pelepah sawit yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu : B0 (tanpa perlakuan), B1 (Campuran 5 ton/ha kotoran sapi dan 5 ton/ha
pelepah sawit), B2 (Campuran 5 ton/ha Kotoran sapi dan 10 ton/ha pelepah
sawit), B3 (Campuran 5 ton/ha Kotoran sapi dan 15 ton/ha pelepah sawit), B4
(Campuran 10 ton/ha Kotoran sapi dan 5 ton/ha pelepah sawit), B5 (Campuran 10
ton/ha Kotoran sapi dan 10 ton/ha pelepah sawit), B6 (Campuran 10 ton/ha
Kotoran sapi dan 15 ton/ha pelepah sawit), B7 (Campuran 15 ton/ha Kotoran sapi
dan 5 ton/ha pelepah sawit), B8 (Campuran 15 ton/ha Kotoran sapi dan 10 ton/ha
pelepah sawit), dan B9 (Campuran 15 ton/ha Kotoran sapi dan 15 ton/ha pelepah
sawit).
Tahapan pelaksanaan penelitian ini terdiri dari pengambilan sampel tanah
sebelum perlakuan, pembuatan bokashi kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit,
persemaian, persiapan lahan, pemberian perlakuan, penanaman, pemupukan,
pemeliharaan, panen dan pengambilan sampel tanah setelah penelitian.
Variable pengamatan yaitu persentase agregat terbentuk menggunakan
metode pengayakan kering > 2 mm (sieve shaker), kemantapan agregat
dianalisis dengan cara pengayakan tunggal menggunakan alat wet sieve
analisis. Variable pengamatan lainnya yaitu bahan organik tanah, berat volume
tanah, total ruang pori tanah dan kadar air tanah. Data yang diambil kemudian
dianalisis dengan sidik ragam dengan uji DMRT.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kondisi Beberapa Sifat Fisik Tanah Sebelum diberi Perlakuan
Analisis sifat fisik tanah sebelum diberi perlakuan pada lahan percobaan
yang berlokasi di Desa Karya Harapan Mukti Kabupaten Bungo yang disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Analisis Beberapa Sifat Fisik Tanah Sebelum diberi Perlakuan
Parameter Hasil Kriteria
Persen Agregat Terbentuk (%) 43.32 Agak Stabil*
Kemantapan Agregat Tanah (%) 55 Agak Stabil*
Bahan Organik (%) 5.48 Sedang*
3)
Bobot Volume (g/cm 1.27 Sedang*
Total Ruang Pori (%) 43 Rendah*
Keterangan : * Pusat Penelitian Tanah Bogor (1994)
Berdasarkan kriteria sifat fisik tanah diketahui bahwa kondisi tanah pada
tanah percobaan sebelum diberi perlakuan belum mendukung untuk digunakan
sebagai lahan pertanian. Hal ini ditandai dengan kriteria persen agregat terbentuk
agak stabil, kemantapan agregat agak stabil, kandungan bahan organik sedang,
bobot volume sedang, dan total ruang pori rendah, sehingga menyebabkan akar
tanaman akan sulit untuk memperoleh unsur hara dan oksigen serta akan
menghambat pertumbuhan dan produktivitas cabai merah.
Kandungan Bahan Organik termasuk kedalam kriteria sedang, bahan
organik umumnya ditemukan pada permukaan tanah (kedalaman 0-20 cm) yang
jumlahnya tidak banyak yaitu berkisar antara 3-5 % tetapi memiliki pengaruh
yang besar bagi tanah untuk menambah kemampuan tanah untuk menahan
kandungan bahan organik tanah dan juga sebagai sumber energi bagi
mikroorganisme. Kandungan bahan organik yang termasuk kriteria sedang di
lokasi penelitian menyebabkan kemantapan agregat menjadi agak stabil.
sedangkan bahan organik tanah berkontribusi dalam meningkatkan struktur dan
agregasi tanah. Bahan organik rendah menyebabkan partikel-partikel tanah tidak
terikat sehingga struktur tanah mudah pecah. Pecahan struktur tanah tersebut
menutupi pori-pori tanah sehingga tanah menjadi padat.

2. Analisis Bokashi Kotoran Sapi dan Pelepah Kelapa Sawit


Sebelum dilakukanya penelitian analisis campuran kotoran sapi dan
pelepah kelapa sawit yang dibokashikan didapatkan hasil yang disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Bokashi Kotoran Sapi dan Pelepah Kelapa Sawit
Peubah Kotoran Sapi Pelepah Kelapa Sawit Standar Mutu
pH 8.00 7.24 4 – 9*
C-organik (%) 25.29 41.94 Min 15*
N-total (%) 0.94 1.26
27 20 – 25 *
C/N rasio (%)
33 40 – 80 **
Sumber: * Standar Kualitas Kompos SNI : 19-7030-2004
** FAO 1987
Kandungan C-organik pada bokashi kotoran sapi dengan nilai 25.29 %, N-
total 0.94, C/N rasio 27 % dan pH tanah 8,00 yang sudah memenuhi standar
kualitas kompos SNI dan dapat digunakan sebagai pembenah tanah. Sedangkan
pada bokashi pelepah kelapa sawit memiliki kandungan C-organik 41.49 %, N-
total 1.26%, C/N rasio 33% dan pH tanah 7,24. Analisis masing-masing pada
bokashi kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit memiliki pH tinggi dan C-organik
juga tinggi
Nilai C/N rasio pada kotoran sapi melebihi nilai standar mutu C/N rasio
menurut standar kualitas kompos (SNI : 19 – 7030 – 2004), nilai C/N rasio
kotoran sapi yang sesuai yaitu 20 – 25 % dan nilai C/N rasio kotoran sapi yang
digunakan yaitu 27 %. Menurut Syafitri (2008) menyatakan bahwa Apabila
bahan organik mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N
tanah, maka bahan tersebut dapat digunakan tanaman.
Pelepah sawit dapat dimanfaatkan menjadi pupuk organik. Salah satu
pemanfaatannya adalah dengan menjadikan pelepah sawit sebagai kompos.
Kompos tidak hanya menambahkan unsur hara untuk tanaman, akan tetapi juga
dapat menggemburkan tanah, meningkatkan porositas dan aerase tanah, sehingga
meningkatkan daya ikat tanah terhadap air dan memudahkan pertumbuhan akar
tanaman (Yuwono, 2005).
4.3 Karakteristik Beberapa Sifat Fisik Tanah Setelah Pemberian Perlakuan
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian campuran bokashi
kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit tidak berpengaruh nyata terhadap
kandungan bahan organik tanah (Lampiran 12), bobot volume tanah, total ruang
pori dan kadar air di sajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisis Rata-rata Beberapa Sifat Fisik Tanah Setelah diberi
Perlakuan
Perlakuan Bahan Organik Bobot Volume Total Ruang Pori Kadar air
B0 5.70 a 1.25 a 50.49 a 20.56 a
B1 6.17 a 1.26 a 49.98 a 21.99 a
B2 6.70 a 1.23 a 51.02 a 26.27 a
B3 6.50 a 1.23 a 51.04 a 25.74 a
B4 6.87 a 1.21 a 51.58 a 28.32 a
B5 6.80 a 1.22 a 51.37 a 29.03 a
B6 6.13 a 1.21 a 51.78 a 32.25 a
B7 6.73 a 1.22 a 51.37 a 30.41 a
B8 6.90 a 1.21 a 51.80 a 31.59 a
B9 6.60 a 1.20 a 52.02 a 30.36 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%
Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian campuran bokashi kotoran sapi
dan pelepah kelapa sawit dalam berbagai dosis perlakuan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata antar perlakuan terhadap bahan organik tanah. Belum
adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan diduga karena pada proses
dekomposisi bokashi pelepah sawit memerlukan waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan proses dekomposisi bolashi kotoran sapi dan pada saat
pemberian bokashi pada tanah tidak tercampur secara merata, sehingga belum
terlihat perbedaan pada tiap perlakuan. Hasil penelitian Refliaty et al. (2011)
bahwa pemberian kompos sisa biogas kotoran sapi dengan dosis 5, 10, 15, dan 20
ton/ha tidak berbeda nyata terhadap bahan organik tanah.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian campuran bokashi kotoran
sapi dan pelepah kelapa sawit berpengaruh tidak nyata terhadap bobot volume
tanah. Belum adanya perbedaan yang nyata pada tiap perlakuan pada bobot
volume tanah diduga karena dalam perubahan sifat fisik tanah memerlukan waktu
yang relatif cukup lama sehingga belum terlihat adanya perubahan pada tiap
perlakuan. Hasil penelitian Widodo dan Kusuma (2018) menunjukkan bahwa
pemberian kompos yang diberikan pada budidaya jagung cenderung tidak
berpengaruh nyata pada awal dan pertumbuhan generatif terhadap bobot volume
serta porositas tanah dikarenakan perubahan sifat fisik tanah yang memerlukan
waktu yang cukup lama.
Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberian campuran bokashi kotoran sapi
dan pelepah kelapa sawit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antar
perlakuan terhadap total ruang pori tanah. Hal ini dikarenakan total ruang pori
tanah berkaitan langsung dengan bahan organik dan bobot vilume tanah, dapat
dilihat pada tabel 4 bahwa bahan organik dan bobot volume tanah belum
menunjukkan hasil yang berbeda nyata sehingga belum terlihat pula perbedaan
terhadap total ruang pori tanah. Hasil penelitian Surya et al. (2017) menunjukkan
bahwa pemberian vermikompos dan pupuk kandang dapat membantu aerasi tanah
sehingga akan memperlancar gerakan udara dan air didalam tanah dan ini akan sangat
mempengaruhi sistem perakaran tanaman. Bahan organik yang diberikan ke dalam
tanah memberikan pengaruh dalam waktu yang lama sehingga dapat lebih
memberikan porositas yang lebih besar walaupun ada penurunan berat isi (pada
pupuk kandang).
Tabel 4 menujukkan hasil analisis kadar air tanah pada akhir penelitian
setelah pemberian campuran bokashi kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit
dengan berbagai dosis belum menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan.
Hal ini diduga karena pemberian campuran bokashi belum mampu merubah sifat
fisika tanah selama masa penelitian, sehingga berpengaruh terhadap kadar air
tanah. Walaupun pemberian campuran bokashi kotoran sapi dan pelepah kelapa
sawit belum mampu memberikan perbedaan yang nyata terhadap bahan organik
tanah setelah di beri perlakuan akan tetapi tidak berbeda nyata juga terhadap kadar
air tanah. Sedangkan bahan organik berperan penting terhadap jumlah kandungan
air di dalam tanah. Menurut Refliaty et al. (2011) dan Junedi (2014) pemberian
bahan organik ke dalam tanah dapat membentuk struktur tanah menjadi remah dan
membuat pori-pori di dalam tanah menjadi lebih banyak sehingga tanah menjadi
gembur. Tanah yang gembur akan memudahkan air masuk dan diserap ke dalam
tanah karena adanya bahan organik sehingga kadar air di dalam tanah meningkat.
4.4 Pemberian Campuran Bokashi Kotoran Sapi dan Pelepah Kelapa
Sawit Terhadap Kemantapan Agregat Ultisol dan Persen Agregat
Terbentuk
Analisis sidik ragam menunjukan bahwa campuran kotoran sapi dan pelepah
kelapa sawit yang dibokashikan berpengaruh nyata terhadap kemantapan agregat
tanah yang disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Agregat Terbentuk dan Kemantapan Agregat Akibat Pemberian
Campuran Bokashi Kotoran Sapi dan Pelepah Kelapa Sawit
Perlakuan Agregat Terbentuk (%) Kemantapan Agregat (%)
B0 50.70 a 52.56 a
B1 61.53 bc 55.87 ab
B2 59.73 b 65.62 ab
B3 64.15 bc 61.31 bc
B4 65.09 bc 57.50 cd
B5 67.85 bc 65.01 cd
B6 63.32 bc 67.10 cd
B7 64.94 bc 65.95 cd
B8 69.62 c 68.68 cd
B9 67.46 bc 66.62 d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa pemebrian perlakuan B8 (15 ton ha-1
kotoran sapi dan 10 ton ha-1 pelepah sawit) 69.62 % berbeda nyata dengan B0
(Tanpa perlakuan) 50.70 %, hal ini terjadi karena bahan organik dapat
merangsang terbentuknya granulasi – granulasi pada tanah Akan tetapi pada
perlakuan B8 menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1,
B2, B3, B4, B5, B6, B7, dan B9. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian
campuran kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit yang dibokashikan mampu
meningkatkan persen agregat terbentuk dan kemantapan agregat tanah. Semakin
banyak dosis perlakuan yang diberikan maka semakin meningkat persen agregat
terbentuk dan kemantapan agregat tanahnya.
Perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan B8 dengan campuran bokashi
sebanyak 25 ton ha-1 (15 ton ha-1 kotoran sapi dan 10 ton ha-1 pelepah sawit) pada
perlakuan tersebut didapatkan hasil yang berbeda nyata dengan hasil kemantapan
agregat pada tanah awal sebelum diberikan perlakuan 55%. Hal tersebut
dikarenakan adanya kandungan bahan organik pada tanah dapat memperbaiki
agregat tanah seiring dengan bertambahnya bahan organik tersebut. Bahan
organik mempunyai peranan penting dalam menentukan kemantapan agregat
tanah tanah yang dapat menyebabkan tanah menjadi gembur, semakin banyak
agregat tanah yang terbentuk dan semakin mantap.
4.5 Pengaruh Campuran Bokashi Kotoran Sapi dan Pelepah Kelapa Sawit
Terhadap Tinggi Tanaman dan Hasil Cabai
Berdasarkan pada hasil sidik ragam (Lampiran 15) menunjukan bahwa
pemberian campuran bokashi kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit, bokahsi
kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
tetapi tidak berpengaruh nyata pada hasil cabai disajikan pada Tabel 6 .
Tabel 6. Tinggi Tanaman dan Hasil Tanaman Cabai Akibat Pemberian Campuran
Bokashi Kotoran Sapi dan Pelepah Kelapa Sawit
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Hasil Tanaman (ton/ha)

B0 46.62 a 3.16 a
B1 47.03 a 2.55 a
B2 47.97 ab 2.52 a
B3 48.98 bc 2.87 a
B4 49.12 bc 2.94 a
B5 49.25 bc 3.25 a
B6 49.89 c 3.69 a
B7 49.67 c 2.82 a
B8 50.13 c 3.50 a
B9 50.10 c 3.32 a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%
Tinggi tanaman cabai pada Tabel 6, terlihat antara perlakuan B0 dan B1
berbeda tidak nyata dengan perlakuan B2, akan tetapi perlakuan B0 dab B1
berbeda nyata dengan perlakuan B6, B7, B8, dan B9. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian berbagai dosis bokashi kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit mampu
meningkatkan tinggi tanaman cabai dibandingkan dengan tinggi tanaman tanpa
diberi perlakuan, meskipun B8 (15 ton ha-1 kotoran sapi dan 10 ton ha-1 pelepah
sawit) merupaka perlakuan yang memberi rata-rata tinggi tanaman tertinggi yaitu
50.13 cm, tetapi tinggi tanaman tersebut belum termasuk kriteria terbaik karena
seharusnya untuk karakteristik varietas Lado-F1 adalah 90-100 cm (Mentri
Pertanian, 2000). Perlakuan B0 tidak dapat tumbuh dengan baik dikarenakan tidak
terdapat kandungan bahan organic yang cukup untuk tanaman sehingga proses
vegetative tanaman terhambat.
Adanya peningkatan tinggi tanaman dikarenakan terdapat perlakuan
campuran kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit yang dibokashikan serta
tambahan pupuk dasar berupa pupuk anorganik, dimana campuran bokashi
tersebut dapat memeberikan peran secara langsung dan tidak langsung untuk
peningkatan tinggi tanaman. Peran secara langsung yaitu campuran bokashi
tersebut dapat merangsang pertumbuhan akar sehingga secara langsung pemberian
bokashi tersebut mampu meningkatkan tinggi tanaman.
GRAFIK TINGGI TANAMAN CABAI
80
B0

Tingggi Tanaman (cm)


70
60 B1
50 B2
40
30 B3
20 B4
10
B5
0
2 3 4 5 6 7 8 B6
MST B7

Gambar 1. Grafik pertambahan tinggi tanaman cabai akibat pemberian campuran bokashi
kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit
Secara umum tinggi tanaman meninggkat seiring dengan bertambahnya
waktu pengamatan (Gambar 1) dapat di lihat bahwa pada pengamatan 2 dan 3
MST laju pertambahan tinggi tanaman belum menunjukkan perbedaan yang
signifikan hal ini diduga tanaman belum merespon pemberian perlakuan. Pada
pengamatan 5-8 MST pertumbuhan tanaman cabai mulai menunjukan perbedaan
yang nyata dimana pertumbuhan tanaman terendah yaitu B0 (tanpa perlakuan), hal
ini berhubungan dengan kandungan bahan organik yang rendah karena tidak
adanya penambahan bahan organik pada perlakuan.
Tabel 6 menunjukkan bahwa berat buah cabai segar perpetak percobaan
pada tiap perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata antar perlakuan,
seperti pada perlakuan B0 (Tanpa perlakuan) dengan hasil 3.16 ton/ha percobaan
yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B9 dengan hasil 3.32 ton/ha,
meskipun B9 yang merupakan petak percobaan dengan dosis perlakuan paling
tinggi. Hal ini dapat dikarenakan pada hasil analisis beberapa sifat fisik tanah pada
lahan percobaan seperti bahan organik, bobot volume, total ruang pori dan kadar
air tanah belum menunjukkan hasil yang berbeda nyata sehingga mempengaruhi
hasil panen cabai, dan juga dapat disebabkan oleh kondisi dilapangan seperti
lahan yang digunakan merupakan lahan yang sudah pernah dilakukan penanaman
sehingga terdapat kandungan bahan organic yang tersimpan pada tanah, atau dapat
disebabkan karena pada proses pencampuran bokashi kotora sapi dan pelepah
kelapa sawit pada petak percobaan yang tidak tercampur rata sehingga
menyebabkan hasil panen dari cabai tidak berbeda nyata.
Pertumbuhan dan hasil tanaman cabai sangat dipengaruhi oleh kondisi
lapangan dan beberapa sifat fisik tanah, kondisi tanah pada akhir penelitian
menunjukkan menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata pada bahan organik,
bobot volume, total ruang pori dan kadar air tanah. Hasil penelitian Roki et.al.,
(2015) bahwa hasil yang di peroleh dari tanaman cabai merah tidak berbeda nyata
disebabkan diawal pertumbuhan tanaman, proses dekomposisi dari ketiga sumber
pupuk organik belum memasuki tahap maksimal sehingga ketersediaan hara dari
ketiga sumber pupuk organik ini masih sama. Rosliani et al., (2006) menyatakan
bahwa penambahan bahan organik ke dalam tanah mengakibatkan terjadinya
dekomposisi dan mineralisasi. Proses mineralisasi bahan organik tersebut akan
mulai menghasilkan unsur hara mulai minggu kedua.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Campuran bokashi kotoran sapi dan pelepah kelapa sawit belum menunjukkan
hasil yang berbeda nyata terhadap bahan organik, bobot volume, total ruang pori
dan kadar air tanah pada akhir penelitian.
2. Pemberian campuran 15 ton/ha kotoran sapi dan 10 ton/ha pelepah kelapa sawit
yang di bokashikan memberikan hasil terbaik pada persen agregat terbentuk dan
kemantapan agregat tanah.
3. Pemberian berbagai dosis pada perlakuan belum memberikan hasil yang berbeda
nyata terhadap hasil cabai.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengingat pentingnya
kondisi lahan yang baik terhadap beberapa sifat fisik tanah, dapat disarankan
untuk menambah waktu pengamatan agar terlihat beberapa perbedaan pada
kondisi tanah untuk memperbaiki persen agregat terbentuk dan kemantapan
agregat Ultisol yang sama dengan lokasi penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Refliaty, G. Tampubolon, dan Hendriansyah. 2011. Pengaruh Pemberian Kompos
Sisa Biogas Kotoran Sapi terhadap Perbaikan Beberapa Sifat Fisik Ultisol
dan Hasil Kedelai (Glycine max (L.) Merill.). Jurnal Hidrolitan. 2(3): 103-
114.
Widodo, K.H., dan Z. Kusuma. 2018. Pengaruh Kompos terhadap Sifat Fisik
Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung di Inceptisol. Jurnal Tanah dan
Sumberdaya Lahan. 5(2): 959-967.
Surya, J. A., Nuraini, Y., dan Widianto, W. 2017. Kajian Porositas Tanah Pada
Pemberian Beberapa Jenis Bahan Organik Di Perkebunan Kopi Robusta.
Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. 4(1): 463-471.
Junedi, H. dan Arsyad, A. R. 2010. Pemanfaatan Kompos Jerami Padi dan Kapur
Untuk Memperbaiki Sifat Fisik Tanah Ultisol dan Hasil Kedelai (Glycine
max L.Merill)
Roki Safrianto, Syafruddin, Rina Sriwati. 2015. Pertumbuhan Dan Hasil Cabai
Merah (Capsicum Annuum L) Pada Andisol Dengan Pemberian Berbagai
Sumber Pupuk Organik Dan Jenis Endomikoriza J. Floratek Vol. 10 (2)Hal:
34--‐43
Yuwono, D. 2005. Pupuk Organik, Penebar Swadaya. Jakarta
Rosliani, R., Y, Hilman., N, Sumarni.2006. Pemupukan Posfat Alam, Pupuk
Kandang Domba, dan Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Terhadap
Pertumbuhan dan hasil Tanaman Mentimun pada Tanah Masam. J. Hort. 16
(1):21-30

Anda mungkin juga menyukai