Anda di halaman 1dari 67

APLIKASI Trichoderma harzianum TERHADAP HASIL TIGA

VARIETAS KENTANG DI DATARAN MEDIUM

Oleh:
RIFQI HERMAWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG

2013
APLIKASI Trichoderma harzianum TERHADAP HASIL TIGA
VARIETAS KENTANG DI DATARAN MEDIUM

Oleh:
RIFQI HERMAWAN
0610420038

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG

2013
i

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : Aplikasi Trichoderma harzianum terhadap Hasil Tiga


Varietas Kentang di Dataran Medium.
Nama Mahasiswa : Rifqi Hermawan
NIM : 0610420038-42
Program Studi : Hortikultura
Jurusan : Budidaya Pertanian
Instansi : Universitas Brawijaya, Malang.
Menyetujui : Dosen Pembimbing

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Prof. Dr. Ir. Tatik Wardiyati, M.S. Dr. Ir. Moch. Dawam Maghfoer, M.S.
NIP 19460201 197701 2 001 NIP 19570714 198103 1 004

Mengetahui,
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian,

Dr. Ir. Nurul Aini, M.S.


NIP. 19601012 198601 2 001
ii

LEMBAR PENGESAHAN

Mengesahkan

MAJELIS PENGUJI

Penguji I Penguji II

Dr. Ir. Didik Hariyono, M.S. Dr. Ir. Moch. Dawam Maghfoer, M.S.
NIP 19561010 198403 1 004 NIP 19570714 198103 1 004

Penguji III Penguji IV

Prof. Dr. Ir. Tatik Wardiyati, M.S. Dr. Ir. Nurul Aini, M.S.
NIP 19460201 197701 2 001 NIP. 19601012 198601 2 001

Tanggal Lulus :
iii

RINGKASAN

Rifqi Hermawan. 0610420038-42. APLIKASI Trichoderma Harzianum


TERHADAP HASIL TIGA VARIETAS KENTANG DI DATARAN
MEDIUM. Dibawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. Tatik Wardiyati, M.S. dan Dr.
Ir. Moch. Dawam Maghfoer, M.S.

Kentang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai sumber


karbohidrat dalam menunjang program diversifikasi pangan, komoditas ekspor
non-migas dan bahan baku industri pengolahan pangan. Menurut BPS tahun 2010,
Indonesia menjadi negara penghasil kentang terbesar di asia dengan 1.060.805
ton, namun belum cukup untuk memenuhi kebutuhan kentang dunia yang
mencapai 320 juta ton (Setiadi, 2009). Faktor kelestarian lingkungan
menyebabkan ekstensifikasi lahan pertanian kentang di dataran tinggi tidak dapat
dilakukan, sehingga dataran medium menjadi alternatif eksplorasi lahan budidaya
kentang. Untuk meningkatkan produktivitas kentang di dataran medium
disamping pemilihan bibit yang tepat adalah dengan menggunakan Trichoderma
harzianum. Trichoderma harzianum selain berperan antagonis terhadap pathogen,
juga berperan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui produksi
auksin dan proses dekomposisi bahan organik
Penelitian dilaksanakan bulan Juli sampai Oktober 2010 di Desa Ngujung,
Bumiaji, Batu. Metode penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok
sederhana dengan enam kali perlakuan dan empat kali ulangan. Perlakuan terdiri
dari T0V1 = varietas Granola (kontrol), T1V1 = varietas Granola dengan
Trichoderma harzianum, T0V2 = varietas Red Pontiac (kontrol), T1V2 = varietas
Red Pontiac dengan Trichoderma harzianum, T0V3 = varietas Desiree (kontrol)
T1V3 = varietas Desiree dengan Trichoderma harzianum. Pengamatan meliputi
pertumbuhan tanaman (persentase tanaman tumbuh, panjang tanaman, diameter
batang, jumlah daun dan batang), pengamatan penyakit (persentase serangan
penyakit dan persentase kematian tanaman), komponen hasil (bobot, volume,
jumlah umbi dan berat jenis umbi per tanaman), dan hasil (bobot umbi per ha,
persentase umbi rusak dan mutu umbi). Data hasil pengamatan dianalisis
menggunakan analisis ragam (Uji F taraf kesalahan 5%).
Hasil pengamatan menunjukkan aplikasi Trichoderma harzianum
memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol pada setiap
pengamatan pertumbuhan. Aplikasi Trichoderma harzianum pada varietas Red
Pontiac menunjukkan tingkat serangan penyakit layu fusarium yang lebih rendah
dibandingkan kontrol pada umur 35-63 hst, sedangkan pemberian Trichoderma
harzianum pada varietas Granola dan varietas Desiree menunjukkan tingkat
serangan penyakit hawar daun yang lebih rendah dibandingkan kontrol pada 91
hst. Varietas Granola dengan aplikasi Trichoderma harzianum memberikan hasil
panen paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya dengan 15,71 ton/ha, namun
tidak berbeda nyata dibandingkan varietas Desiree dengan Trichoderma
harzianum dan varietas Desiree (kontrol).
iv

SUMMARY

Rifqi Hermawan. 0610420038-42. APLICATION OF Trichoderma


harzianum TO YIELD OF THREE POTATO VARIETIES ON MEDIUM
LAND. Supervised by Prof. Dr. Ir. Tatik Wardiyati, M.S. and Dr. Ir. Moch.
Dawam Maghfoer, M.S.

Potato had potential to be developed as a carbohydrate source to supported


food diversification program, non oil exported commodity and basic material of
food processed industry. According to the BPS in 2010, Indonesia was the top
exporter in asian market with 1 million ton per year, but it could not fullfill world
requirement yet with 320 million ton per year (Setiadi, 2009). The Environment
sustainability factor caused potato extensification in the highland could not be
done, hence the medium land became land alternative exploration of potato
cultivation. To improved potato productivity on medium land beside selection of
seed was used Trichoderma harzianum. Trichoderma harzianum beside acted
pathogen antagonistic, also played a role to improved plant growth by auxin
produced and organic matter decomposition processed.
The Research was conducted on July to October 2010 in Ngujung,
Bumiaji, Batu. The method of this research used randomized block design with
six treatments and four times of replications. The Treatment were consisted of
T0V1 = Granola (control), T1V1 = Granola with Trichoderma harzianum, T0V2
= Red Pontiac (control), T1V2 = Red Pontiac with Trichoderma harzianum, T0V3
= Desiree (control) T1V3 = Desiree with Trichoderma harzianum. The
observation were plant growth (percentage of germination, length of plant,
diameter of stem, number of leaves and stems), pest observation (percentage of
pest attack and percentage of mortality), components of yield (weight, volume,
number of tubers and tuber density per plant), and yield (weight of tuber per
hectare, percentage of damage tuber and quality of tuber). The observational data
was analyzed by analysis of variance (F test error level of 5%).
The result showed that Trichoderma harzianum aplication gave not
significant different effect than control on each growth observation. Trichoderma
harzianum aplication at Red Pontiac variety showed lower fusarium wilt disease
attack rate than control at 35-63 dap, then Trichoderma harzianum aplication at
Granola and Desiree variety showed lower leaf blight disease attack rate than
control at 91 dap. Granola variety with Trichoderma harzianum application gave
the highest yield than other treatments with 15.71 ton per hectare, but did not
significant different than Desiree with Trichoderma harzianum and Desiree
(control).
v

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Alloh SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Aplikasi
Trichoderma harzianum terhadap Hasil Tiga Varietas Kentang di Dataran
Medium“.
Penyusunan skripsi ini telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak,
baik bantuan teknis maupun non-teknis. Sehingga pada kesempatan ini dengan
segala ketulusan dan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Tatik Wardiyati, M.S., selaku dosen pembimbing utama, Ir. Cicik
Udayana, M.Si. dan Dr. Ir. Moch. Dawam Maghfoer, M.S., selaku dosen
pembimbing pendamping atas bimbingannya,
2. Dr. Ir. Didik Haryono, M.S., selaku dosen pembahas atas saran, kritik dan
masukannya.
3. Keluargaku tercinta (ayah, ibu dan adikku), atas dukungan secara moril
maupun materiil.
4. Teman-teman BP’ 06 dan semua pihak yang telah membantu baik berupa
dukungan, tenaga dan pikiran.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sempurna sehingga
koreksi dari pembaca sangat diharapkan untuk menuju kesesuaian dan sebagai
bahan perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang menggunakannya.

Malang, 22 Juli 2013

Penulis
vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Januari 1988 di Kendari sebagai putra


pertama (tiga bersaudara) dari pasangan bapak Untariyo, S.P. dan ibu
Munasyaroh, S.Ag. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Mojokrapak II
pada tahun 1994 – 2000, kemudian melanjutkan ke SLTPN 1 Tembelang pada
tahun 2000 – 2003 dan ke SMAN 2 Jombang pada tahun 2003 – 2006. Pada tahun
2006 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Strata 1 Program Studi Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, melalui jalur
SPMB.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi anggota Riset dan
Teknologi Eksekutif Mahasiswa UB (RISTEK EM UB) tahun 2008-2009, selama
menjabat penulis pernah mengikuti kepanitiaan sebagai koordinator transkoper
pada Olimpide Brawijaya tahun 2008, LO Pimnas tahun 2009, dan koordianator
acara lomba karya tulis ilmiah tingkat SMA se-Indonesia (STARWARS) tahun
2009. Dibidang karya tulis, penulis pernah dua kali mendapat dana hibah dari
dikti untuk Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat
(PKMM) tahun 2007-2008 dengan judul “Program Peningkatan Gizi dan
Penanaman Tanaman Obat di Desa Kalipare, Malang” dan 2009-2010 dengan
judul “Program Pupuk Mandiri Berbasis Limbah Pertanian di Desa Tempuran,
Ngawi” serta menjadi finalis lomba karya tulis Axioo Out of The Box (AOTB)
regional Malang tahun 2009 dengan judul “Metode Pemasaran Axioo Melalui
Getok Tular”. Selanjutnya penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah
Pertanian Organik tahun 2010.
vii

DAFTAR ISI

RINGKASAN............................................................................................iii
SUMMARY ...............................................................................................iv
KATA PENGANTAR ...............................................................................v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................vi
DAFTAR ISI.............................................................................................vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................x
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Tujuan.................................................................................................3
1.3 Hipotesis.............................................................................................3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Kentang.............................................................................4
2.2 Morfologi Kentang .............................................................................4
2.3 Varietas Kentang.................................................................................5
2.4 Syarat Tumbuh....................................................................................7
2.5 Penyakit Utama Kentang....................................................................7
2.6 Trichoderma harzianum.....................................................................9
3. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan.......................................................14
3.2 Alat dan Bahan..................................................................................14
3.3 Metode Penelitian.............................................................................14
3.4 Pelaksanaan.......................................................................................14
3.5 Pengamatan.......................................................................................16
3.6 Analisis Data.....................................................................................18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil..................................................................................................19
4.2 Pembahasan.......................................................................................28
5. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan.......................................................................................32
4.2 Saran.................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA................................................................................33
LAMPIRAN ..............................................................................................36
viii

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman


1. Persentase tanaman tumbuh pada umur 14 hst.......................................19
2. Panjang tanaman pada setiap umur pengamatan....................................19
3. Diameter batang tanaman pada setiap umur pengamatan......................20
4. Jumlah daun pada setiap umur pengamatan...........................................21
5. Jumlah batang pada setiap umur pengamatan........................................21
6. Persentase serangan penyakit layu fusarium..........................................22
7. Persentase serangan penyakit hawar daun..............................................23
8. Persentase kematian tanaman.................................................................24
9. Persentase komponen hasil.....................................................................25
10. Hasil umbi pada lahan 1 ha..................................................................26
11. Mutu umbi............................................................................................27
12. Umbi rusak...........................................................................................28
ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Kentang varietas Granola.........................................................................5


2. Kentang varietas Desiree..........................................................................6
3. Kentang varietas Red Pontiac...................................................................6
4. Gambar makroskopis Trichoderma harzianum......................................10
5. Gambar mikroskopis Trichoderma harzianum......................................10
6. Trichoderma harzianum bersimbiosis dengan tanaman ........................11
x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Denah Rancangan Percobaan...............................................................36
2. Rancangan Perlakuan untuk Satu Ulangan..........................................37
3. Ukuran Lahan untuk Satu Ulangan......................................................38
4. Ukuran Jarak Tanam Satu Satuan Percobaan ......................................39
5. Perhitungan Pupuk...............................................................................40
6. Deskripsi Kentang Granola..................................................................41
7. Deskripsi Kentang Red Pontiac ...........................................................42
8. Deskripsi Kentang Granola..................................................................43
9. Tabel ANOVA Persentase Tanaman Tumbuh, Panjang Tanaman
dan Diameter Batang............................................................................44
10. Tabel ANOVA Jumlah Daun, Jumlah Batang dan Persentase
Serangan Penyakit Layu Fusarium ......................................................45
11. Tabel ANOVA Persentase Serangan Penyakit Hawar daun,
Persentase Tanaman Mati dan Komponen Hasil .................................46
12. Tabel ANOVA Bobot Umbi di Lahan 1 ha, Mutu Umbi dan
Persentase Umbi Rusak .......................................................................47
13. Tabel ANOVA Transformasi Serangan Penyakit Layu Fusarium
dan Transformasi Persentase Tanaman Mati ......................................48
14. Data Curah Hujan.................................................................................49
15. Dokumentasi Budidaya Tanaman Kentang..........................................50
16. Dokumentasi Serangan Hama Penyakit...............................................51
17. Dokumentasi Panen Varietas Granola..................................................52
18. Dokumentasi Panen Varietas Red Pontiac...........................................53
19. Dokumentasi Panen Varietas Red Pontiac...........................................54
20. Dokumentasi Umbi Rusak...................................................................55
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia kentang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai
sumber karbohidrat dalam menunjang program diversifikasi pangan, komoditas
ekspor non-migas dan bahan baku industri pengolahan pangan. Permintaan
kentang di pasar dunia sangat tinggi, karena kentang adalah tanaman pangan
keempat dunia berdasarkan volumenya setelah padi, gandum dan jagung.
Liberalisasi perdagangan yang makin menguat dewasa ini memberikan peluang
sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi sejalan dihapuskannya berbagai
hambatan perdagangan antar negara.
Permasalahan pokok yang dihadapi dalam pengembangan komoditas
kentang secara umum adalah belum terwujudkannya ragam, kualitas, kontinuitas
pasokan dan kuantitas yang sesuai dengan permintaan pasar. Menurut BPS tahun
2010, Indonesia menjadi negara penghasil kentang terbesar di asia tenggara yang
mencapai 1.060.805 ton, namun belum cukup untuk memenuhi kebutuhan
kentang dunia yang mencapai 320 juta ton (Setiadi, 2009). Faktor kelestarian
lingkungan menyebabkan Ekstensifikasi lahan pertanian kentang di dataran tinggi
tidak dapat dilakukan, sehingga dataran medium (300 sampai 700m) menjadi
alternatif eksplorasi lahan budidaya kentang. Selama ini budidaya kentang di
dataran medium kurang diminati petani karena produktivitasnya lebih rendah
dengan biaya perawatan tanaman tinggi. Salah satu cara untuk meningkatkan
produktivitas kentang didataran medium adalah pemilihan bibit yang tepat,
sehingga dalam penelitian ini akan diamati pertumbuhan dan hasil tiga varietas
kentang yaitu varietas Granola, Desiree dan Red pontiac. Kentang varietas
Granola paling banyak ditanam petani dengan areal tanam lebih dari 90% dengan
hasil 20-42 t/ha (Chujoy, 1999 ; Basuki dan Kusmana, 2005). Kentang varietas
desiree peka terhadap penyakit Phytophtora infestans, penyakit layu dan virus
daun menggulung (Setiadi, 2009). Kentang Red pontiac berbentuk lonjong dan
berwarna merah banyak dibudidayakan didataran medium (Herman, 1986).
2

Masalah lain yang sering dihadapi oleh petani kentang dataran medium
adalah adanya serangan penyakit. Salah satu penyakit penting pada kentang
dataran medium adalah layu fusarium yang disebabkan oleh Fusarium solani sp.
Penyakit ini tidak hanya menyerang umbi dilahan tetapi juga umbi yang tersimpan
digudang melalui luka akibat kerusakan mekanis atau gangguan organisme lain,
sehingga menyebabkan kerugian sampai lebih dari 25 % (Duriat, 2006). Penyakit
lainnya yang biasa menyerang kentang dataran medium adalah hawar daun
(Phytophtora infestan). Penyakit ini menyerang lewat daun kemudian masuk
jaringan tanaman melalui spora yang dibawa angin. Gejala awal pada tanaman,
ditandai daun bercak-bercak kecil berwarna hijau kelabu dan agak basah, lalu
berubah cokelat sampai hitam, dari bercak ini kemudian meluas sampai seluruh
daun menjadi busuk dan kering. Penyakit ini dapat menurunkan produksi kentang
hingga 90% dari total produksi kentang dalam waktu yang amat singkat
(Purwantisari, 2009).
Untuk mengendalikan penyakit ini, dari berbagai studi literatur dapat
dilakukan dengan cara memanfaatkan agen hayati Tricodherma harzianum.
Tricodherma harzianum adalah cendawan menguntungkan yang bersimbiosis
mutualisme dengan akar tanaman, karena peran cendawan Trichoderma sangat
penting dalam memberikan sinyal auksin dan merangsang pertumbuhan tanaman
(Nurahmi, 2012). Selain Itu penggunaan Trichoderma harzianum juga dapat
meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman, karena kemampuannya dalam
mendegradasi senyawa-senyawa yang sulit terdegradasi seperti lignosellulosa
(Affandi, 2001). Selanjutnya dijelaskan oleh Bugisinesia (2010), bahwa
pemberian Trichoderma mampu menghambat perkembangan penyakit layu
fusarium sampai 47,53 % dibandingkan dengan tanaman kontrol, dikarenakan
Trichoderma menghasilkan enzim lytic ekstraseluler seperti 1,3 β-glukanase dan
chitinase yang dapat menyebabkan lisis pada dinding sel inangnya. Kemudian
ditambahkan Purwantisari (2009) yang menyatakan bahwa, cendawan
Trichoderma sp menghambat pathogen Phytophtora Infestan pada tanaman
kentang sebesar 40,18% berdasarkan uji penghambatan secara Invitro, dan Tuju
(2004) yang menyatakan bahwa pada uji lapang tanaman kentang yang telah
3

diinfeksi Ralstonia solanacearum, pemberian Trichoderma mampu mengurangi


tingkat serangan layu bakteri sampai 72.85 %.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh aplikasi Trichoderma harzianum terhadap
pertumbuhan dan hasil tiga varietas kentang di dataran medium.

1.3 Hipotesis
Terdapat perbedaan pertumbuhan dan hasil pada tiga varietas kentang
akibat aplikasi Trichoderma harzianum.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Tanaman Kentang


Tanaman kentang berasal dari Amerika Selatan (Peru, Chili, Bolivia, dan
Argentina) serta beberapa daerah di Amerika Tengah. Tanaman ini mulai
dikembangkan di Spanyol tahun 1570 dan di Inggris tahun 1590, kemudian pada
abad ke 17 oleh orang-orang inggris dikenalkan ke Asia dan kepulauan Hindia
Barat. Ditinjau dari klasifikasi, tanaman kentang (Solanum tuberosum L.),
termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae,
Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies Solanum
tuberosum L. (Hawkes, 1992; Nurmayulis, 2005).

2.2. Morfologi Kentang


Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman semusim yang
berbentuk semak dan bersifat menjalar. Batang berwarna hijau, berbentuk segi
empat, panjangnya bisa mencapai 50‐120 cm, dan tidak berkayu (tidak keras bila
dipijat). Daun berwarna hijau dengan daun pertama berupa daun tunggal, daun
berikutnya berupa daun majemuk. Akar berbentuk serabut, halus, berukuran
sangan kecil dan berwarna keputih-putihan. Bunga berjenis kelamin dua (bunga
sempurna), berukuran 3 cm, berwarna putih kekuning-kuningan atau ungu
kemerah-merahan dan tumbuh diketiak daun. Benang sari berwarna
kekuning‐kuningan dan melingkari tangkai putik. Benang sari yang sudah masak
kemudian melakukan penyerbukan silang dengan bantuan angin. Buah berwarna
Hijau tua sampai keungu-unguan, berukuran 2,5 cm dan berongga dua. Buah
mengandung 500 bakal biji yang nantinya menjadi biji hanya 10-300 biji. Stolon
atau bakal umbi terletak pada batang dibawah permukaan tanah. Umbi terbentuk
dari pembesaran bagian ujung stolon yang berfungsi sebagai tempat cadangan
makanan (Setiadi, 2009).
5

2.3. Varietas
2.3.1. Kentang varietas Granola
Kentang varietas Granola berasal dari Jerman. Umbi berbentuk oval, kulit
umbi berwarna kuning dan daging umbi berwarna putih kekuningan (Gambar 1).
Batang dan daun berwarna hijau terang, sedangkan bunga berwarna merah violet.
Sampai saat ini varietas Granola paling banyak ditanam petani dengan areal tanam
lebih dari 90% dikarenakan dengan pengolahan tanah yang intensif dan perbaikan
sistem drainase yang baik, hasil kentang pada lahan setelah padi di dataran tinggi
dapat mencapai 20-42 t/ha (Chujoy, 1999 dalam Basuki, 2005). Kentang varietas
granola tahan terhadap penyakit virus A (Potato Virus A, PVA) dan virus Y
(PVY) namun peka terhadap penyakit layu bakteri (Pseudomonas
solanacearum) dan busuk daun (Soelarso, 1997)

Gambar 1. Kentang varietas Granola (Dokumentasi pribadi, 2010)


2.3.2. Kentang varietas Red pontiac
Kentang varietas ini dikembangkan dari hasil persilangan kentang varietas
Triumph dan kentang varietas Katahdin pada tahun 1938 di Amerika Serikat dan
memiliki umur panen 90 hari (Lindquist, 2009). Kentang varietas ini memiliki
kulit umbi berwarna merah dengan daging umbi berwarna putih (Gambar 3).
Batang kentang berwarna hijau dan bunga berwarna merah muda. Kentang Red
pontiac tumbuh optimal di dataran medium pada tanah pasir berlempung,
6

penyiraman normal sampai lembab, kebutuhan cahaya penuh dan ph 5,5-6,5.


Hasil panen mencapai 15 ton.ha-1 namun sangat rentan terhadap penyakit akar.
(Anonimous, 2010b).

Gambar 2. Kentang varietas Red Pontiac (Dokumentasi Pribadi, 2010)


2.3.3. Kentang varietas Desiree
Kentang varietas Desiree berasal dari hasil persilangan kentang Urgenta
dan Depesche. Umbi berbentuk oval bulat sampai oval, kulit umbi berwarna
merah dan warna daging kuning kemerah-merahan (Gambar 2). Tanaman ini peka
terhadap penyakit busuk daun, penyakit layu, dan penyakit virus PLRV (Daun
menggulung) (Setiadi, 2009).

Gambar 3. Kentang varietas Desiree (Dokumentasi Pribadi, 2010)


7

2.4.Syarat Tumbuh
Kentang termasuk tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropika dan
subtropika pada ketinggian 500 sampai 3000 m di atas permukaan laut (yang
terbaik pada ketinggian 1300 m di atas permukaan laut). Tanaman kentang
tumbuh baik pada tanah yang subur, mempunyai drainase yang baik, tanah liat
yang gembur, debu atau debu berpasir serta mengandung banyak humus.
Tanaman kentang toleran terhadap pH pada selang yang cukup luas, yaitu 4,5
sampai 7,0, tetapi untuk pertumbuhan yang baik dan ketersediaan unsur hara, pH
yang baik adalah 5,0 sampai 6,5. Tanaman kentang yang ditanam pada pH kurang
dari 5,0 akan menghasilkan umbi yang bermutu jelek.
Pertumbuhan tanaman kentang sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca.
Tanaman kentang tumbuh baik pada lingkungan dengan suhu rendah, yaitu 15
sampai 25 oC, cukup sinar matahari, dan kelembaban udara 80 sampai 90 %.
Untuk pembentukan umbi diperlukan suhu siang hari 17,7 sampai 23,7 oC dan
suhu malam hari 6,1 sampai 12,2 oC. Selama pertumbuhannya tanaman kentang
menghendaki curah hujan 1000 mm atau setiap 27 bulan rata-rata 200 sampai 300
mm (Nurmayulis, 2005)

2.5 Penyakit Utama Kentang


2.5.1 Layu fusarium
Penyakit layu fusarium pada tanaman kentang disebabkan oleh cendawan
Fusarium solani. Fusarium solani mempunyai spora berbentuk bulan sabit
berwarna keabu-abuan, bersekat-sekat, membentuk masa yang berwarna putih
atau merah jambu. Cendawan ini umumnya terdapat dalam tanah. Infeksi terjadi
melalui luka yang disebabkan oleh kerusakan mekanis atau gangguan organisme
lain (Duriat, 2006).
Gejala awal dari penyakit ini ialah terjadinya pemucatan daun dan tulang
daun, diikuti dengan merunduknya tangkai daun yang lebih tua Kadang-kadang
kelayuan didahului dengan menguningnya daun. Pada tahap selanjutnya tanaman
menjadi kerdil dan merana, jika tanaman yang sakit tersebut dipotong dekat
pangkal batang atau dikelupas dengan pisau akan terlihat suatu cincin berwarna
8

coklat dari berkas pembuluh Pada serangan berat, gejala tersebut juga terdapat
pada tanaman bagian atas (Semangun, 2002).
Penularan layu fusarium bisa melalui penyimpanan umbi digudang pada
kelembaban tinggi dengan suhu 15-200 C. Pada kelembaban yang semakin tinggi
dengan kadar oksigen yang berinteraksi dengan Erwinia carotovora. Selanjutnya
Erwinia carotovora membuat umbi busuk lunak dan basah serta mengeluarkan
aroma bau busuk yang khas. (Setiadi, 2009)
2.5.2 Layu bakteri
Layu bakteri diakibatkan oleh infeksi bakteri Pseudomonas
solanacearum. Pseudomonas solanacearum adalah bakteri gram negatif penyebab
penyakit layu bakteri . Penyakit ini dapat merusak lebih dari 200 spesies tanaman ,
serta kendala utama dalam produksi kacang tanah dan sayuran dari famili
solanaceae. Selain itu, penyakit ini juga sulit dikendalikan karena memiliki
kemampuan yang cepat dalam mengubah jenis infeksinya dan menunjukkan ciri
reaksi biokimia dan fisiologi serta ekologi yang heterogen. Kehilangan hasil
kentang dapat mencapai 60-100% bila ditanam pada lahan yang terinfeksi bakteri
tersebut (Gunawan, 2006).
Penyakit ini masuk kedalam tanaman melalui akar yang terluka. Bagian
yang terserang adalah umbinya. Kulit umbi berbecak coklat kemudian menjalar
hingga batang. Apabila batang dipotong dan ditekan, dari bagian potongan akan
keluar cairan putih seperti susu. Gejala selanjutnya akan terjadi kelayuan pada
seluruh daun tanaman yang dimulai dari pucuk, kemudian berwarna coklat dan
hanya dalam tempo beberapa hari tanaman akan mati. Umbi yang terinfeksi akan
terlihat lengket dengan tanah, penyebab lengket berasal dari lendir yang keluar
dari bagian terinfeksi. Bila umbi dibelah akan tampak warna coklat tua dan coklat
muda. Kemudian apabila ditekan akan muncul lender berwarna putih susu.
(Setiadi, 2009).
Layu Bakteri dapat menular melalui tanah yang terdapat bakteri P.
solanacearum dan peralatan pertanian yang dipakai. Suhu optimum untuk
0 0
perkembangan penyakit ini berkisar antara 27 C sampai 30 C (Samanhudi,
2005).
9

2.5.3 Hawar daun


Penyakit hawar daun pada tanaman kentang disebabkan oleh cendawan
Phytophthora infestans. Phytophtora Infestans mempunyai spora yang besar,
jelas dan berbentuk seperti lemon yang disebut sporangia dan bila berbentuk
batang disebut sporangiophor. Sphorangia berkecambah pada 44-550 F bila
terdapat air bebas dipermukaan, membentuk 8-12 zoospora dan akan melekat pada
permukaan daun (Lengkong, 2008).
Gejala serangan pada tanaman pada tanaman, daun bercak-bercak kecil
berwarna hijau kelabu dan agak basah, lalu berubah cokelat sampai hitam. Dari
bercak ini kemudian meluas sampai seluruh daun menjadi busuk dan kering serta
dibawah daun terdapat serbuk putih yang mengandung banyak spora cendawan
ini. Gejala serangan pada umbi tampak berwarna cokelat sampai ungu kehitaman
dan pada tahap selanjutnya dapat menyebabkan umbi membusuk
Phytophtora Infestans menyerang tanaman pada kondisi cuaca yang basah
dengan temperatur 18-270 C, kelembaban tinggi serta curah hujan tinggi. Pada
kondisi seperti ini penyakit dapat menyebar secara cepat melalui udara atau angin
(Glass, 2005). Penyakit ini tergolong ganas karena kemampuannya yang sangat
tinggi dalam merusak jaringan tanaman. Serangan patogen dapat menurunkan
produksi kentang hingga 90% dari total produksi kentang dalam waktu yang amat
singkat (Purwantisari, 2009).

2.6. Trichoderma harzianum


Trichoderma harzianum termasuk Divisi Fungi, Subdivisi Ascomycota,
Kelas Deuteromycetes, Ordo Moniliales dan Famili Monilaceae (Bhakti, 2008).
Secara mikroskopis Trichoderma harzianum berwarna abu-abu gelap, yang terdiri
dari miselium, miselium mempunyai cabang yang disebut konidiofor, konidiofor
mempunyai cabang yang disebut konidiospora, dan konidiospora menghasilkan
konidia (Gambar 4), sedangkan secara makroskopis konidia T. harzianum
berwarna hijau muda sampai dengan hijau tua (Gambar 5). Miselium Trichoderma
harzianum mempunyai hifa bercabang, dinding licin, tidak berwarna, dan
memiliki diameter 1,5 µm-12 µm. Percabangan hifa membentuk sudut siku-siku
10

pada cabang utama. Cabang-cabang utama konidiofor berdiameter 4 µm- 5 µm


dan menghasilkan banyak cabang-cabang sisi yang dapat tumbuh satu per satu
tetapi sebagian besar berbentuk dalam kelompok yang agak longgar dan kemudian
berkembang menjadi daerah-daerah seperti cincin. Pada ujung konidiofor terbentuk
konidiospora berjumlah 1 - 5, berbentuk pendek, dengan kedua ujungnya
meruncing dibandingkan dengan bagian tengah berukuran 5-7 µ m x 3 - 3,5 µ m, di
ujung konidiospora terdapat konidia berbentuk bulat, berdinding rata dengan warna
hijau suram, hijau keputihan, hijau terang atau agak kehijauan (Tindaon, 2008)

Konidiospora

Konidiofor

Konidia Miselium

Gambar 4. Gambar mikroskopis Trichoderma harzianum (Anonymous, 2010c)

konidia

Gambar 5. Gambar makroskopis Trichoderma harzianum (Hamilton, 2003)


Miselium Trichoderma harzianum dapat menghasilkan enzim selulase
(pendegradasi selulosa) dan kitinase (pendegradsi kitin). Oleh karena adanya
enzim selulase, Trichoderma harzianum dapat tumbuh secara langsung di atas
11

kayu yang terdiri atas selulosa sebagai polimer dari glukosa. Oleh karena adanya
kitinase, Trichoderma harzianum dapat bersifat sebagai parasit bagi jamur yang
lainnya. Selulase yang dihasilkan oleh Trichoderma harzianum mengandung
komponen terbesar berupa selobiase dan β-1,4-glukan-selobiohidrolase (C1),
sementara β-1,4-glukan-selobiohidrolase (Cx) terdapat dalam jumlah kecil.
Semua enzim ini bersifat hidrolitik dan bekerja baik secara berturut-turut atau
bersamaan. Selobiohidrolase adalah enzim yang mempunyai afinitas terhadap
selulosa tingkat tinggi yang mampu memecah selulosa kristal. Sedangkan
endoglukanase bekerja pada selulosa amorf. Selanjutnya dijelaskan
selobiohidrolase memecah selulosa melalui pemotongan ikatan hidrogen yang
menyebabkan rantai-rantai glokosa mudah untuk dihidrolisis lebih lanjut.
Hidrolisa selanjutnya berlangsung sehingga diperoleh selobiosa dan akhirnya
glukosa dilakukan oleh enzim β–glukonase dan β–glukosidase (Niken, 2009).
Trichoderma harzianum menginfeksi tanaman melalui jaringan muda dan
jaringan yang luka pada akar. Kemudian Trichoderma harzianum hidup didalam
jaringan xylem dan berfunsi pengendali pathogen (Gambar 6).

Gambar 6. Trichoderma harzianum bersimbiosis dengan tanaman (Harman, 2004)


12

Pada tanaman kentang Trichoderma memiliki manfaat sebagai berikut :


1. Sebagai pengendali penyakit yang ramah lingkungan
Trichoderma sangat baik diaplikasikan pada lahan pertanian karena
bersifat Endofit yaitu tumbuh di bagian tanaman tanpa membahayakan tanaman
inang serta bersifat antagonis terhadap jamur dan bakteri pathogen (Bhakti, 2008).
Jamur antagonis berperan dalam mengendalikan penyakit dengan 3 cara.
Pertama Kompetisi ruang, yaitu dengan pertumbuhannya yang sangat cepat
disekitar tumbuhan inang, sehingga pertumbuhan jamur lain terhambat. Kedua
aktivitas enzim, yaitu dengan cara Trichoderma mengeluarkan enzim volatile
berupa Alkylpiromer dan ammonia yang menghambat pertumbuhan patogen.
Ketiga, mikroparasitisme yaitu dengan cara menyerang langsung dan merusak
jaringan pathogen melalui enzim kitinase (Septiandini, 2009).
Berdasarkan uji penghambatan secara Invitro, cendawan Trichoderma sp
menghambat pathogen Fusarium oxysforum pada tanaman kentang sebesar 59,94
%. (Sariani, 2010). Pemberian Trichoderma mampu mengurangi serangan P.
infestan pada tanaman kentang hingga mencapai 24, 5 % dan pemberian 5 gram
Trichoderma dengan campuran kompos 5 % mampu mendegradasikan 0,83 %
nematode sista kuning pada tanaman kentang (Kusumaharja, 2005). Berdasarkan
uji penghambatan secara Invitro, cendawan Trichoderma sp menghambat
pathogen Phytophtora Infestan pada tanaman kentang sebesar 40,18%
(Purwantisari, 2009). Pada uji lapang tanaman kentang yang telah diinfeksi
Ralstonia solanacearum, pemberian Trichoderma mampu mengurangi tingkat
serangan layu bakteri sampai 72.85 % (Tuju, 2004).
2. Sebagai Perombak Bahan Organik
Pengertian umum mikroorganisme perombak bahan organik atau
biodekomposer adalah mikroorganisme pengurai serat, lignin, dan senyawa
organik yang mengandung nitrogen dan karbon dari bahan organik (sisa-sisa
organik dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati). Kelompok fungi
menunjukkan aktivitas biodekomposisi paling nyata, yang dapat segera
menjadikan bahan organik tanah terurai menjadi senyawa organik sederhana, yang
berfungsi sebagai penukar ion dasar yang menyimpan dan melepaskan hara di
13

sekitar tanaman. Sehingga hal ini berpengaruh terhadap laju pertumbuhan


tanaman yang lebih cepat. Trichoderma ditemukan berasosiasi dengan lingkungan
tersebut sehingga keberadaanya memainkan peranan kunci dalam proses
dekomposisi, terutama karena kemampuannya dalam mendegradasi senyawa-
senyawa yang sulit terdegradasi seperti lignosellulosa (Affandi, 2001).
3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2010 di
Dusun Ngujung, Desa Giripurno, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Secara
geografis Dusun Ngujung terletak pada dataran medium dengan ketinggian + 700
m dpl dan suhu rata-rata mencapai 22 0C.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan selama penelitian adalah timba, cangkul, gembor,
cetok, gelas ukur, timbangan, mikrometer, penggaris, timbangan, pisau dan
kamera. Bahan yang digunakan selama penelitian adalah umbi bibit tanaman
kentang generasi tiga (var. Granola, var. Desiree dan var. Red Pontiac),
Trichoderma harzianum AH-UB1, pupuk kotoran ayam, pupuk NPK mutiara
15:15:15, gula, air, dan insektisida.

3.3. Metode Penelitian


Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
sederhana dengan enam kali perlakuan dan empat kali ulangan. Adapun
perlakuannya adalah sebagai berikut.
T0V1 = varietas Granola (kontrol)
T1V1 = varietas Granola dengan aplikasi Trichoderma harzianum
T0V2 = varietas Red Pontiac (kontrol)
T1V2 = varietas Red Pontiac dengan aplikasi Trichoderma harzianum
T0V3 = varietas Desiree (kontrol)
T1V3 = varietas Desiree dengan aplikasi Trichoderma harzianum
Perlakuan diulang sebanyak empat kali, sehingga tercipta 24 satuan percobaan
yang ditempatkan secara acak (Lampiran 1).

3.4. Pelaksanaan
3.4.1. Persiapan Lahan
Lahan diolah terlebih dahulu dengan cara membalik posisi lapisan tanah
secara manual maupun mekanis, sehingga lapisan tanah di bawah menjadi di atas
15

dan sebaliknya. Tanah hasil olahan dibiarkan selama satu bulan untuk
menghilangkan gas-gas beracun dan siklus hama penyakit yang terdapat di lahan
(Setiadi, 2009). Setelah tanah selesai diolah, kemudian dibuat bedengan dengan
ukuran 300 cm x 140 cm, yang terdiri atas dua guludan. Di atas guludan
ditambahkan pupuk kotoran ayam dengan dosis 20 ton.ha-1. Pada lahan perlakuan
aplikasi Trichoderma tiap guludan ditambahkan Trichoderma harzianum yang
telah dicampur air dan gula dengan dosis pemberian 1000 liter.ha-1, kemudian
ditutup dengan tanah setebal 1 cm dan dibiarkan selama dua minggu agar
Trichoderma harzianum dapat berkembang biak.
3.4.2. Penanaman
Jarak tanam untuk tanaman kentang adalah 30 cm x 70 cm, sedangkan
lubang tanam dibuat dengan kedalaman 10 cm. Penanaman dilakukan dua minggu
setelah persiapan lahan. Bibit ditanam pada lubang tanam dengan tunas
menghadap keatas (Setiadi dan Surya, 1993).
3.4.3. Pemeliharan
1. Aplikasi Trichoderma harzianum pada lahan perlakuan aplikasi Trichoderma
Trichoderma harzianum yang digunakan adalah jenis bubuk dengan
merek dagang AH UB-1. Trichoderma harzianum dicampur gula dan dilarutkan
dalam air selama satu malam sebelum diaplikasikan ke lahan. Takaran yang
digunakan tiap satu liter air adalah lima gram Trichoderma harzianum dan satu
sendok makan gula pasir. Pemberian Trichoderma harzianum dilakukan setelah
pengolahan tanah yaitu dua minggu sebelum tanam (Rosyidah, 2008).
2. Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan pada saat tanaman berumur 40 hst dengan
menambahkan tinggi bedengan + 10 cm. Tujuan pembumbunan adalah untuk
memberikan kesempatan agar umbi dapat berkembang dengan baik.
3. Penyiangan
Penyiangan dilakukan setiap dua minggu sekali atau pada saat
pertumbuhan gulma sangat lebat.
16

4. Penyiraman
Penyiraman dilakukan secara langsung pada pangkal tanaman dengan
frekuensi penyiraman tujuh hari hari sekali
5. Pemupukan
Pupuk dasar diaplikasikan 2 minggu sebelum tanam menggunakan pupuk
kotoran ayam dengan dosis 20 ton.ha-1. Pemupukan susulan menggunakan pupuk
NPK mutiara 15:15:15 pada waktu tanam dengan dosis 200 kg.ha-1 dan pada umur
40 hst dengan dosis 300 kg.ha-1.
6. Pengendalian Hama
Pengendalian hama dilakukan secara manual, namun apabila kerusakan
melebihi ambang ekonomis pengendalian dilakukan menggunakan insektisida.
7. Panen
Tanaman kentang dapat dipanen, pada saat umur tanaman kentang di atas
90 hst (Setiadi, 2009). Secara fisik tanaman kentang sudah dapat dipanen apabila
daunnya telah berwarna kekuning-kuningan yang bukan disebabkan serangan
penyakit; batang tanaman telah berwarna kekuningan dan agak mengering. Selain
itu tanaman yang siap panen kulit umbi akan lekat sekali dengan daging umbi,
kulit tidak cepat mengelupas bila digosok dengan jari (Perdana, 2009).

3.5. Pengamatan
Kegiatan pengamatan dilaksanakan terhadap peubah pertumbuhan,
serangan penyakit, hasil dan komponen hasil. Pada pengamatan pertumbuhan dan
komponen hasil menggunakan lima tanaman sampel pada setiap satu satuan
percobaan yang dipilih secara zig-zag. Pada pengamatan serangan penyakit dan
hasil dalam satu petak tanaman menggunakan 20 tanaman sampel pada setiap satu
satuan percobaan (Lampiran 1-4). Sedangkan Komponen hasil dan hasil dilakukan
setelah panen yaitu pada umur 92 hst.
3.5.1. Pengamatan pertumbuhan meliputi :
1. Persentase tanaman tumbuh
Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 14 hst dengan cara
17

menghitung jumlah tanaman yang tumbuh pada setiap satu petak tanaman,
kemudian dibagi jumlah tanaman total dan dikalikan 100 %.
1. Panjang Tanaman
Pengukuran panjang tanaman dilakukan dengan cara mengukur panjang
tanaman dari permukaan tanah sampai ujung daun pada umur 21 – 91 hst yang
dilaksanakan setiap 2 minggu sekali.
2. Diameter Batang
Pengukuran diameter batang dilakukan dengan menggunakan mikrometer
pada bagian batang bawah tanaman kentang pada umur 49 – 91 hst yang
dilaksanakan setiap 2 minggu sekali.
3. Jumlah Daun
Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun
yang muncul sempurna pada umur 21 – 91 hst yang dilaksanakan setiap dua
minggu sekali.
4. Jumlah Batang
Pengamatan jumlah batang dilakukan dengan cara menghitung jumlah
batang pada umur 21 – 91 hst yang dilaksanakan setiap dua minggu sekali.
3.5.2. Pengamatan Penyakit
1. Persentase Tanaman Terserang Penyakit
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah tanaman yang
terserang penyakit berdasarkan kenampakan gejala umum yang ditimbulkan
penyakit tersebut pada umur 21 – 91 hst yang dilaksanakan setiap dua minggu
sekali, kemudian dibagi jumlah tanaman total dan dikalikan 100 %.
2. Persentase Tanaman Mati
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah tanaman yang mati
pada umur 21 – 91 hst yang dilaksanakan setiap dua minggu sekali, kemudian
dibagi jumlah tanaman total dan dikalikan 100 %.
3.5.3. Pengamatan komponen hasil
1. Bobot umbi per tanaman
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung rata-rata bobot umbi per
tanaman.
18

2. Volume umbi per tanaman


Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung rata-rata volume umbi per
tanaman. Metode yang digunakan adalah dengan cara memasukkan kentang
kedalam gelas ukur yang telah diisi air, kemudian volume air awal dikurangi
volume air yang tumpah.
3. Jumlah umbi per tanaman
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung rata-rata jumlah umbi per
tanaman.
4. Berat jenis umbi per tanaman
Pengamatan dilakukan dengan cara membagi bobot umbi per tanaman
dengan volume umbi per tanaman.
3.5.4. Pengamatan hasil
1. Bobot umbi per ha
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung bobot umbi per petak,
kemudian dikonversikan ke dalam ha.
2. Persentase umbi rusak
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah umbi yang rusak
baik berupa cacat fisik atau akibat serangan OPT, kemudian dibagi jumlah umbi
total dan dikalikan 100 %.
3. Mutu umbi
Pengamatan dilakukan dengan cara mengelompokkan umbi berdasarkan
berat umbi kedalam berbagai tingkatan mutu berat umbi. yaitu kelas D dengan
ukuran bobot umbi < 50 gram, kelas C dengan ukuran bobot umbi 51-100 gram,
kelas B dengan ukuran bobot umbi 101-300 gram, dan kelas A dengan ukuran
bobot umbi > 301 gram (Setiadi, 2009).

3.6 Analisis Data


Pengolahan data hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam
(Uji F taraf kesalahan 5%). Apabila terdapat pengaruh yang signifikan pada
perlakuan, maka dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil
(BNT) pada taraf 5% untuk mengetahui adanya perbedaan diantara perlakuan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Persentase Tanaman Tumbuh
Hasil analisis ragam dari tiga varietas dan perlakuan Trichoderma harzianum
terhadap persentase tanaman tumbuh menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata
(Lampiran 9). Rerata persentase tanaman tumbuh disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase tanaman tumbuh pada tiga varietas kentang dan perlakuan
Trichoderma harzianum pada umur 14 hst
Perlakuan Persentase tanaman tumbuh (%)
Granola 96.25
Granola + Trichoderma 92.50
Red Pontiac 90.00
Red Pontiac + Trichoderma 88.75
Desiree 85.00
Desiree + Trichoderma 87.50
BNT 5% tn
Keterangan : tn = tidak nyata

4.1.2. Panjang Tanaman


Pada pengamatan panjang tanaman, hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh
nyata dari tiga varietas dan perlakuan Trichoderma harzianum (Lampiran 9). Tabel 2
menyajikan rerata panjang tanaman akibat pengaruh tiga varietas dan perlakuan
Trichoderma harzianum pada setiap umur pengamatan.

Tabel 2. Panjang tanaman pada tiga varietas kentang dan perlakuan Trichoderma
harzianum di setiap umur pengamatan
Perlakuan Panjang tanaman (cm)
21 hst 35 hst 49 hst 63 hst
Granola 7.39 b 49.75 bc 54.47 b 54.23 b
Granola + Tricho 7.41 b 53.06 c 58.86 b 62.22 b
Red Pontiac 5.08 a 35.82 a 37.33 a 34.21 a
Red Pontiac + Tricho 5.94 ab 37.92 ab 40.75 a 37.58 a
Desiree 4.46 a 31.03 a 36.58 a 38.67 a
Desiree + Tricho 4.82 a 28.10 a 35.12 a 38.36 a
BNT 5% 1.52 12.81 11.71 11.74
Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5% ; tn = tidak nyata ; hst = hari setelah tanam
20

Tabel 2 menunjukkan pada setiap umur pengamatan panjang tanaman, aplikasi


Trichoderma harzianum pada ketiga varietas tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol.
Kentang varietas Granola perlakuan Trichoderma harzianum (T1V1) dan tanpa
perlakuan Trichoderma harzianum (T0V1) menghasilkan tanaman yang lebih panjang
dibandingkan perlakuan lainnya.

4.1.3. Diameter Batang


Hasil analisis ragam diameter batang, menunjukkan adanya pengaruh nyata dari
perlakuan tiga varietas dan aplikasi Trichoderma harzianum (Lampiran 9). Tabel 3
menyajikan rerata diameter batang tanaman akibat pengaruh perlakuan Trichoderma
harzianum pada tiga varietas di setiap umur pengamatan.

Tabel 3. Diameter batang tanaman pada tiga varietas kentang dan perlakuan
Trichoderm harzianum di setiap umur pengamatan.
Perlakuan Diameter batang tanaman (mm)
49 hst 63 hst 77 hst
Granola 7.65 b 8.16 b 8.20 b
Granola + Trichoderma 7.66 b 8.44 b 8.99 b
Red Pontiac 5.09 a 5.16 a 5.08 a
Red Pontiac + Trichoderma 5.39 a 5.76 a 5.73 a
Desiree 4.13 a 4.42 a 5.21 a
Desiree + Trichoderma 4.31 a 4.72 a 5.30 a
BNT 5% 1.35 1.37 1.48
Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5% ; tn = tidak nyata ; hst = hari setelah tanam

Tabel 3 menunjukkan perlakuaan Trichoderma harzianum pada tiga varietas yang


diamati, menghasilkan diameter batang yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan
kontrol. Kentang varietas Granola perlakuan Trichoderma harzianum (T1V1) dan tanpa
perlakuan Trichoderma harzianum (T0V1) menunjukkan diameter batang yang lebih
tinggi dibandingkan perlakuan lainnya pada setiap umur pengamatan.

4.1.4. Jumlah Daun


Perlakuan tiga varietas dan aplikasi Trichoderma harzianum menunjukkan
pengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman kentang (Lampiran 10). Rerata
perlakuan Trichoderma harzianum pada tiga varietas terhadap jumlah daun disajikan
Tabel 4.
21

Tabel 4. Jumlah daun pada tiga varietas kentang dan perlakuan Trichoderma harzianum
di setiap umur pengamatan
Perlakuan Jumlah daun
21 hst 35 hst 49 hst 63 hst 77 hst 91 hst
Granola 8.10 c 54.50 c 59.10 b 43.50 b 31.88 c 29.80 c
Gran. + Tricho. 8.65 c 59.75 c 64.00 b 51.50 b 37.08 c 32.71 c
Red Pontiac 5.25 b 33.90 b 31.00 a 18.58 a 7.38 a 7.36 a
R. P. + Tricho. 5.40 b 32.60 b 32.90 a 21.27 a 10.13 a 8.13 a
Desiree 2.95 a 18.60 a 22.25 a 24.75 a 21.20 b 18.04 b
Desi. + Tricho. 2.75 a 20.75 a 26.75 a 27.25 a 23.85 b 20.10 b
BNT 5% 1.75 7.79 12.55 9.73 7.11 7.31
Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5% ; tn = tidak nyata ; hst = hari setelah tanam

Tabel 4 menunjukkan pada ketiga varietas yang diamati, aplikasi Trichoderma


harzianum menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol.
Kentang varietas Granola perlakuan Trichoderma harzianum (T1V1) menghasilkan
jumlah daun yang tidak berbeda nyata dengan Granola tanpa perlakuan Trichoderma
harzianum (T0V1), dan lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

4.1.5. Jumlah Batang


Hasil analisis ragam jumlah batang menunjukkan adanya pengaruh nyata antara
perlakuan Trichoderma harzianum dan ketiga varietas terhadap jumlah batang tanaman
kentang pada setiap umur pengamatan (Lampiran 10). Rerata jumlah batang pada tiga
varietas akibat perlakuan Trichoderma harzianum disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 5. Jumlah batang pada tiga varietas kentang dan perlakuan Trichoderma
harzianum di setiap umur pengamatan
Perlakuan Jumlah batang
21 hst 35 hst 49 hst 63 hst 77 hst 91 hst
Granola 1.60 b 4.40 b 4.85 b 4.90 b 4.40 b 3.78 c
Gran. + Tricho. 1.45 b 4.95 b 5.30 b 5.55 b 5.08 b 4.06 c
R. Pontiac 1.10 a 2.15 a 2.35 a 2.33 a 1.57 a 1.25 a
R.P. + Tricho. 1.10 a 2.10 a 2.55 a 2.77 a 2.25 a 1.63 ab
Desiree 1.00 a 2.00 a 2.10 a 2.15 a 1.95 a 1.90 ab
Desi. + Tricho. 1.05 a 1.95 a 2.15 a 2.30 a 2.15 a 2.15 b
BNT 5% 0.34 0.86 0.89 0.99 0.83 0.74
Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5% ; tn = tidak nyata ; hst = hari setelah tanam
22

Aplikasi Trichoderma harzianum menunjukkan jumlah batang yang tidak berbeda


nyata dibandingkan kontrol pada tiga varietas yang diamati. Kentang varietas Granola
perlakuan Trichoderma harzianum (T1V1) dan varietas Granola tanpa perlakuan
Trichoderma harzianum (T0V1) menghasilkan jumlah daun yang lebih tinggi
dibandingkan perlakuan lainnya pada setiap umur pengamatan (Tabel 5).

4.1.6. Persentase Serangan Penyakit Layu Fusarium


Pada pengamatan persentase serangan layu fusarium menunjukkan perlakuan
Trichoderma harzianum dan ketiga varietas berpengaruh nyata pada umur 35, 49, 63, 77
dan 91 hst (Lampiran 13). Rerata dan transformasi (√(x+0.5)) persentase serangan
penyakit layu fusarium akibat perlakuan tiga varietas dan aplikasi Trichoderma
harzianum disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Persentase serangan penyakit layu fusarium pada tiga varietas kentang dan
perlakuan Trichoderm harzianum di setiap umur pengamatan
Perlakuan Serangan penyakit layu fusarium (%)

35 hst √(x+0.5) 49 hst √(x+0.5) 63 hst √(x+0.5) 77 hst √(x+0.5) 91 hst √(x+0.5)

Granola 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a
Granola + T 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a
R. Pontiac 18.75 0.7084c 56.25 1.0304c 85.00 1.1342c 92.50 1.1935b 98.75 1.2196b
R.P. + T 8.75 0.7077b 42.50 0.9608b 76.25 1.0583b 87.50 1.1717b 95.00 1.2040b
Desiree 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a
Desiree + T 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a

BNT 5% 0.0002 0.0336 0.0514 0.0336 0.0167


Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5% ; hst = hari setelah tanam

Varietas Red Pontiac yang diberi perlakuan Trichoderma harzianum (T1V2)


menunjukkan persentase serangan penyakit layu fusarium yang lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol (T0V2), sedangkan varietas Granola dan Desiree yang
diberi perlakuan Trichoderma harzianum (T1V1 dan T1V3) menunjukkan persentase
serangan penyakit layu fusarium yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol
(T0V1 dan T0V3) pada umur pengamatan 35-63 hst. Sedangkan pada pengamatan umur
77 dan 91 hst, pemberian aplikasi Trichoderma harzianum pada ketiga varietas
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol. Kentang varietas
Red Pontiac tanpa perlakuan Trichoderma harzianum (T0V2) menunjukkan tingkat
23

serangan penyakit layu fusarium yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya,
namun tidak berbeda nyata dibandingkan varietas Red Pontiac perlakuan Trichoderma
harzianum (T1V2) (Tabel 6).

4.1.7 Persentase Serangan Penyakit Hawar Daun


Pada tabel analisis ragam persentase serangan penyakit hawar daun,
menunjukkan perlakuan Trichoderma harzianum dan tiga varietas menghasilkan
pengaruh nyata (Lampiran 11). Tabel 7 menyajikan rerata persentase serangan penyakit
hawar daun akibat perlakuan tiga varietas dan aplikasi Trichoderma harzianum pada
setiap umur pengamatan.

Tabel 7. Persentase serangan penyakit hawar daun pada tiga varietas kentang dan
perlakuan Trichoderm harzianum di setiap umur pengamatan
Perlakuan Serangan penyakit hawar daun (%)
49 hst 63 hst 77 hst 91 hst
Granola 12.50 c 25.00 d 47.50 d 75.00 e
Granola + Trich. 12.50 c 21.25 cd 37.50 cd 61.25 d
Red Pontiac 8.75 bc 18.75 cd 26.25 b 36.25 bc
Red Pontiac + Trich. 6.25 ab 15.00 bc 27.50 bc 42.50 c
Desiree 1.25 a 7.50 ab 13.75 a 26.25 b
Desiree + Trich. 1.25 a 5.00 a 8.75 a 12.50 a
BNT 5% 5.77 8.99 10.68 10.50
Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5% ; tn = tidak nyata ; hst = hari setelah tanam

Tabel 7 menunjukkan aplikasi Trichoderma harzianum pada ketiga varietas uji


menghasilkan persentase serangan penyakit hawar daun yang tidak berbeda nyata
dibandingkan kontrol pada umur 49-77 hst. Kentang varietas Granola baik kontrol
(T0V1) maupun perlakuan Trichoderma harzianum (T1V1) menunjukkan tingkat
serangan yang tidak berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.
Pada pengamatan umur 91 hst menunjukkan bahwa varietas Granola dan varietas
Desiree tanpa perlakuan Trichoderma harzianum (T0V1 dan T0V3) mempunyai tingkat
serangan penyakit hawar daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang
diberi Trichoderma harzianum (T1V1 dan T1V3) sedangkan pada varietas Red Pontiac
perlakuan Trichoderma harzianum (T1V2) menunjukkan tingkat serangan hawar daun
yang tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol.
24

4.1.8 Persentase Kematian Tanaman


Hasil analisis ragam persentase kematian tanaman umur 49, 63, 77 dan 91 hst
menunjukkan adanya pengaruh nyata antara tiga varietas dan perlakuan Trichoderma
harzianum (Lampiran 13). Rerata dan transformasi (√(x+0.5)) persentase kematian
tanaman disajikan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Persentase kematian tanaman kentang pada tiga varietas kentang dan
perlakuan Trichoderma harzianum di setiap umur pengamatan
Perlakuan Tanaman mati (%)
49 hst √(x+0.5) 63 hst √(x+0.5) 77 hst √(x+0.5) 91 hst √(x+0.5)
Granola 0 0.7071a 3.75 0.7074a 13.75 0.7081b 25.00 0.7089c
G. + Tri. 1.25 0.7072a 1.25 0.7072a 8.75 0.7077ab 13.75 0.7081b
R. Pontiac 12.5 0.708c 62.50 0.7115c 81.25 0.7128c 91.25 0.7135d
R.P. + Tr. 7.5 0.7076b 48.75 0.7105b 73.75 0.7123c 86.25 0.7132d
Desiree 0 0.7071a 0.00 0.7071a 1.25 0.7072ab 8.75 0.7077ab
D. + Tri. 0 0.7071a 0.00 0.7071a 0.00 0.7071a 3.75 0.7074a
BNT 5% 0.0002 0.0009 0.0009 0.0007
Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5% ; tn = tidak nyata ; hst = hari setelah tanam

Aplikasi Trichoderma harzianum pada varietas Red Pontiac (T1V2) menunjukkan


persentase kematian tanaman yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (T0V2),
namun perlakuan Trichoderma harzianum pada varietas Granola dan varietas Desiree
(T1V1 dan T1V3) menunjukkan persentase kematian tanaman yang tidak berbeda nyata
dibandingkan dengan kontrol (T0V1 dan T0V3) pada umur pengamatan 49 dan 63 hst.
Pada pengamatan umur 77 hst, perlakuan Trichoderma harzianum pada ketiga varietas
menunjukkan persentase kematian tanaman yang tidak berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol. Kentang varietas Red Pontiac tanpa perlakuan Trichoderma harzianum
(T0V2) dan perlakuan Trichoderma harzianum (T1V2) menunjukkan tingkat kematian
lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Selanjutnya perlakuan Trichoderma
harzianum pada varietas Granola (T1V1) menunjukkan persentase kematian tanaman
yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (T0V1), sedangkan perlakuan
Trichoderma harzianum pada varietas Red Pontiac dan varietas Desiree (T1V2 dan
T1V3) menunjukkan persentase kematian tanaman yang tidak berbeda nyata
dibandingkan dengan kontrol (T0V2 dan T0V3) pada umur pengamatan 91 hst.
25

4.1.9. Komponen Hasil


Tabel analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata antar perlakuan
Trichoderma harzianum dan tiga varietas kentang terhadap bobot umbi, volume umbi,
jumlah umbi dan berat jenis umbi. (Lampiran 11). Rerata komponen hasil akibat
perlakuan Trichoderma harzianum dan tiga varietas disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 9. Komponen hasil pada tiga varietas kentang dan perlakuan Trichoderma
harzianum
Perlakuan Berat umbi Volume umbi Jumlah Berat jenis
(g/umbi) (cc/umbi) umbi/tanaman (cm3/g)
Granola 55.94 a 60.86 a 6.80 cd 0.92
Granola + Tricho. 62.63 ab 71.58 a 7.81 d 0.93
Red Pontiac 82.56 bc 115.50 b 2.75 a 0.90
R. Pontiac + Tricho. 104.49 c 111.04 b 4.50 ab 0.93
Desiree 75.33 ab 80.92 a 5.40 bc 0.97
Desiree + Tricho. 76.61 ab 80.38 a 5.75 bc 0.98
BNT 5% 26.15 25.82 1.98 tn
Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5% ; tn = tidak nyata ; hst = hari setelah tanam

Aplikasi Trichoderma harzianum pada ketiga varietas uji menunjukkan bobot,


volume dan jumlah umbi yang tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol. Kentang
varietas Desiree perlakuan Trichoderma harzianum (T1V3) dan kontrol (T0V3)
menunjukkan nilai bobot dan volume umbi yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan
lainnya. Selanjutnya pada pengamatan jumlah umbi menunjukkan bahwa varietas
Granola perlakuan aplikasi Trichoderma harzianum (T1V1) dan kontrol (T0V1)
menghasilkan jumlah umbi lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

4.1.10. Hasil Umbi


Hasil analisis ragam pengamatan panen dilahan seluas 1 ha yang meliputi berat,
volume dan jumlah umbi menunjukkan adanya pengaruh nyata diantara tiga varietas
dan perlakuan Trichoderma harzianum (Lampiran 12). Tabel 10 menyajikan rata-rata
panen per ha pada pengamatan bobot umbi per petak dan per ha akibat perlakuan tiga
varietas dan aplikasi Trichoderma harzianum.
26

Tabel 10. Panen di lahan 1 ha pada tiga varietas kentang dan perlakuan Trichoderma
harzianum
Perlakuan Bobot per petak (g/2.1 m2) Bobot umbi (ton/ha)
Granola 2200.69 b 10.48 b
Granola + Trichoderma 3298.17 c 15.71 c
Red Pontiac 615.68 a 2.93 a
Red Pontiac + Tricho. 1018.58 a 4.85 a
Desiree 2874.63 c 13.69 c
Desiree + Trichoderma 2954.13 c 14.07 c
BNT 5% 506.29 2.41
Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5% ; tn = tidak nyata ; hst = hari setelah tanam

Aplikasi Trichoderma harzianum pada varietas Granola (T1V1) menunjukkan


bobot umbi per ha yang lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan kontrol (T0V1),
sedangkan aplikasi Trichoderma harzianum pada varietas Red Pontiac dan varietas
Desiree (T1V2 dan T1V3) tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol (T0V2 dan T0V3).

4.1.11. Mutu umbi


Hasil analisis ragam pengamatan mutu umbi menunjukkan adanya pengaruh
nyata akibat perlakuan Trichoderma harzianum dan tiga varietas pada umbi Grade B
dan umbi Grade D (Lampiran 12). Tabel 11 menyajikan rerata mutu umbi pada setiap
grade pengamatan akibat perlakuan aplikasi Trichoderma harzianum dan tiga varietas.

Tabel 11. Mutu umbi pada tiga varietas kentang dan perlakuan Trichoderm harzianum
Perlakuan Grade B Grade C Grade D
Granola 13.26 a 49.07 37.67 c
Granola + Tricho. 17.68 a 55.60 26.72 bc
Red Pontiac 55.69 b 33.89 10.42 a
Red Pontiac + Tricho. 59.09 b 30.74 10.17 a
Desiree 36.73 ab 42.48 20.80 ab
Desiree + Tricho. 34.27 ab 42.03 23.69 abc
BNT 5% 28.94 tn 14.52
Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5% ; tn = tidak nyata ; hst = hari setelah tanam

Pada pengamatan mutu umbi, aplikasi Trichoderma harzianum tidak


memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap grade umbi dibandingkan kontrol
pada tiga varietas yang diuji. Kentang varietas Red Pontiac perlakuan Trichoderma
27

harzianum (T1V2), menunjukkan persentase mutu umbi grade B yang tidak berbeda
nyata dibandingkan varietas lainnya, kecuali Granola perlakuan Trichoderma
harzianum (T1V1) dan Granola tanpa perlakuan Trichoderma harzianum (T0V1). Pada
pengamatan mutu umbi lainnya, kentang varietas Granola tanpa perlakuan Trichoderma
harzianum (T0V1) menunjukkan persentase mutu umbi grade D yang tidak berbeda
nyata dibandingkan dengan varietas Granola perlakuan Trichoderma harzianum
(T1V1), varietas Desiree tanpa perlakuan Trichoderma harzianum (T0V3), dan varietas
Desiree perlakuan Trichoderma harzianum (T1V3), namun berbeda nyata jika
dibandingkan varietas Red Pontiac tanpa perlakuan Trichoderma harzianum (T0V2)
dan (Tabel 11).

4.1.12. Persentase umbi rusak


Perlakuan Trichoderma harzianum dan tiga varietas pada tabel analisis ragam
menunjukkan adanya pengaruh nyata antar perlakuan terhadap persentase umbi rusak
(Lampiran 12). Tabel 12 menyajikan rerata persentase umbi rusak akibat perlakuan
Trichoderma harzianum dan tiga varietas.
Tabel 12. Persentase umbi rusak pada tiga varietas kentang dan perlakuan Trichoderm
harzianum
Perlakuan Umbi rusak (%)
Granola 21.89 a
Granola + Trichoderma 15.48 a
Red Pontiac 75.56 b
Red Pontiac + Trichoderma 69.20 b
Desiree 10.37 a
Desiree + Trichoderma 7.77 a
BNT 5% 14.35
Keterangan : Bilangan yang didampingi dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT 5% ; tn = tidak nyata ; hst = hari setelah tanam

Pada ketiga varietas uji menunjukkan bahwa persentase umbi rusak pada
perlakuan Trichoderma harzianum tidak berbeda nyata dibandingkan persentase umbi
rusak pada kontrol. Kentang varietas Red Pontiac tanpa perlakuan Trichoderma
harzianum (T0V2) menunjukkan persentase umbi yang tidak berbeda nyata disbanding
varietas Red Pontiac perlakuan Trichoderma harzianum (T1V2) dan lebih tinggi
dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 12).
28

4.2. Pembahasan
Pertumbuhan tanaman ialah proses fisiologi tanaman yang meliputi perubahan
ukuran dalam periode waktu tertentu. Untuk mendapatkan pertumbuhan optimal selain
diperlukan bibit yang baik secara genetik, juga diperlukan lingkungan yang mendukung
dan sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman selama masa pertumbuhannya. Adanya
perubahan iklim yang abnormal pada tahun 2010 membuat curah hujan tetap tinggi
pada bulan April-Oktober. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan
kentang yang tidak optimal, karena umbi yang ditanam mudah membusuk dan rawan
terserang penyakit seperti hawar daun dan layu fusarium, sedangkan penyakit layu
bakteri tidak muncul, dikarenakan adanya rotasi penanaman dengan tanaman padi
menyebabkan siklus perkembangannya terhenti.
Pada pengamatan pertumbuhan tanaman kentang dari enam perlakuan
menunjukkan persentase tanaman tumbuh yang tidak berbeda nyata (Tabel 1).
Selanjutnya aplikasi Trichoderma harzianum menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata pada pengamatan panjang tanaman (Tabel 2), diameter batang (Tabel 3), jumlah
daun (Tabel 4) dan jumlah batang (Tabel 5) dibandingkan kontrol. Varietas Granola
perlakuan Trichoderma harzianum (T1V1) dan tanpa perlakuan Trichoderma
harzianum (T0V1) menunjukkan panjang tanaman, diameter batang, jumlah daun dan
jumlah batang yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal tersebut diduga
bahwa pada kentang varietas Granola mampu beradaptasi di dataran medium dan secara
genetik memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dibandingkan kentang varietas
Red pontiac dan kentang varietas Desiree. Sesuai dengan penelitian Wicaksana (2001)
bahwa faktor genetik lebih dominan terhadap karakter yang ditampilkan tanaman pada
lahan medium, karena faktor genetiknya memberi sumbangan yang lebih besar
dibandingkan dengan faktor lingkungan.
Tabel 6 menunjukkan perlakuan aplikasi Trichoderma harzianum pada varietas
Red Pontiac (T1V2) menghasilkan tingkat serangan penyakit layu fusarium yang lebih
rendah dibandingkan kontrol (T0V2) pada umur 35-63 hst. Pada bibit tanaman kentang
varietas Red pontiac diduga telah terkontaminasi penyakit layu fusarium, karena
serangan penyakit layu fusarium hanya terdapat pada kentang varietas Red pontiac.
Sedangkan pada kontrol tidak ada pengendalian terhadap patogen F. solani
29

menyebabkan penampakan dan penyebaran penyakit layu fusarium didalam tanaman


menjadi lebih cepat pada umur 35-63 hst, selanjutnya pada umur 77 dan 91 hst
pemberian Trichoderma harzianum tidak berbeda nyata dikarenakan intensitas hujan
yang tinggi sehingga penyebaran F. solani tidak dapat dikendalikan. Sesuai dengan
penelitian Bugisinesia (2010) bahwa pemberian Trichoderma mampu menghambat
perkembangan penyakit layu fusarium sampai 47,53 % dibandingkan dengan tanaman
kontrol, dikarenakan Trichoderma menghasilkan enzim lytic ekstraseluler seperti 1,3 β-
glukanase dan chitinase yang dapat menyebabkan lisis pada dinding sel inangnya.
Kemudian ditambahkan oleh Setiadi (2009), bahwa penyakit layu fusarium muncul
pada masa pembibitan karena umbi kentang yang dijadikan bibit sudah terserang pada
waktu penyimpanan gudang.
Kentang varietas Granola tanpa perlakuan Trichoderma harzianum (T0V1)
memiliki tingkat serangan penyakit hawar daun paling tinggi dibandingkan perlakuan
lainnya pada umur 91 hst (Tabel 7). Kentang varietas Granola tidak memiliki ketahanan
terhadap P. infestans sehingga sangat rentan terserang penyakit hawar daun, pada
tanaman kontrol tingkat serangan lebih tinggi dikarenakan tidak adanya perlindungan
terhadap tanaman. Kusmana (2004) menjelaskan bahwa pada kentang varietas Granola
tanpa pemberian pestisida menunjukkan infeksi serangan P. infestan mencapai 95 %
pada umur 8 minggu dan 100 % pada umur 9 minggu. Selanjutnya dijelaskan oleh
Lengkong (2008) penanggulangan penyakit hawar daun yang paling baik adalah dengan
menggunakan varietas tahan, karena bersifat jangka panjang, resiko biaya rendah dan
aman. Pada kontrol tingkat serangan semakin tinggi dikarenakan tidak adanya
penghambat perkembangan penyakit hawar daun tersebut. Sesuai dengan penelitian
Purwantisari (2009) bahwa berdasarkan uji penghambatan secara invitro, cendawan
Trichoderma menghambat pathogen P.Infestan pada tanaman kentang sebesar 40,18%.
Selanjutnya ditambahkan oleh Salma dan Gunarto (1999) dalam purwantisari (2009)
bahwa selulase yang dimiliki oleh jamur antagonis Trichoderma akan merusak dinding
sel selulosa jamur pathogen P. infestans melalui proses penguraian menjadi glukosa.
Pemberian Trichoderma harzianum pada kentang varietas Red Pontiac (T1V2)
menunjukkan tingkat kematian lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan kontrol
(T0V2) pada umur 49 dan 63 hst (Tabel 8). Tingginya tingkat kematian pada varietas
30

Red Pontiac disebabkan pada saat pembibitan terserang patogen F. solani, sehingga
tanaman muda banyak yang mengalami layu kemudian mati. Lebih lanjut dijelaskan
oleh Semangun (2002) bahwa serangan layu fusarium pada tanaman yang masih muda
dapat menyebabkan matinya tanaman secara mendadak karena pada pangkal batang
terjadi kerusakan. Sedangkan pada kontrol tidak adanya organisme yang berperan
fisiologi tanaman yang semakin tinggi, sehingga mempercepat kematian tanaman.
Pada pengamatan komponen hasil, pemberian Trichoderma harzianum
menunjukkan bobot, volume dan jumlah umbi per tanaman yang tidak berbeda nyata
dibandingkan kontrol (Tabel 9). Sedangkan pada pengamatan panen dilahan seluas 1 ha,
kentang varietas Granola yang diberi perlakuan Trichoderma harzianum (T1V1)
menunjukkan bobot umbi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (T0V1) (Tabel
10). Aplikasi Trichoderma harzianum tidak memberikan dampak secara langsung pada
komponen hasil per tanaman dikarenakan perannya bukan sebagai penyedia nutrisi
secara langsung melainkan melalui pengendalian penyakit dan pendegradasi bahan
organik. Selanjutnya, Aplikasi Trichoderma harzianum memberikan hasil panen yang
berbeda dengan kontrol pada lahan 1 ha, dikarenakan pada tanaman kontrol banyak
terserang penyakit dan mati, sehingga hasil panen turun, sedangkan pada tanaman yang
diberi Trichoderma harzianum mampu meningkatkan ketahanan terhadap penyakit dan
mengurangi tingkat kematian tanaman, sehingga tanaman tetap memberikan hasil panen
yang maksimal. Sesuai dengan penelitian Bhakti (2008) bahwa Trichoderma sangat
baik diaplikasikan pada lahan pertanian karena bersifat Endofit yaitu tumbuh di bagian
tanaman tanpa membahayakan tanaman inang serta bersifat antagonis terhadap jamur
dan bakteri pathogen.
Pada tiga varietas yang diberi Trichoderma harzianum menunjukkan mutu umbi
tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol. Kentang varietas Granola perlakuan
Trichoderma harzianum (T1V1) dan tanpa perlakuan Trichoderma harzianum (T0V1)
menghasilkan persentase mutu umbi D yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan
lainnya dan sebaliknya menunjukkan persentase mutu umbi B yang lebih rendah
dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 11). Mutu umbi D banyak terdapat pada kentang
varietas Granola dikarenakan pada varietas tersebut banyak yang terserang penyakit
hawar daun sehingga umbi yang dihasilkan mutu berat umbinya rendah. Sesuai dengan
31

penelitian Kusmana (2004) bahwa genotip genotip yang tidak resisten terhadap busuk
daun menghasilkan umbi yang kecil dikarenakan pada saat umbi terbentuk, bagian daun
tanaman rusak sehingga menggangu proses fotosintesis. Selanjutnya dijelaskan oleh
Subhan (1990, dalam Syam’un, 2006) bahwa pada umumnya tanaman yang
mempunyai jumlah batang sedikit akan mempunyai jumlah umbi sedikit tetapi bobot
per umbi lebih besar.
Persentase umbi rusak pada tiga varietas kentang yang diberi perlakuan
Trichoderma harzianum memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dibandingkan
kontrol. Kentang varietas Red Pontiac tanpa perlakuan Trichoderma harzianum (T0V2)
menunjukkan persentase umbi rusak yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan
varietas Red Pontiac perlakuan Trichoderma harzianum (T1V2) dan berbeda nyata
dibanding perlakuan lainnya (Tabel 12). Kentang varietas Red Pontiac banyak yang
terserang penyakit layu fusarium dan hawar daun sehingga persentase jumlah umbi
yang rusak lebih tinggi dibandingkan varietas Granola dan varietas Desiree. Sesuai
dengan Setiadi (2009) bahwa kerusakan umbi akibat serangan layu fusarium pada
kelembaban tinggi dan kurang oksigen menyebabkan infeksi sekunder oleh cendawan
Erwininia carotovora.
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Aplikasi Trichoderma harzianum menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata
pada pertumbuhan kentang varietas Granola, Red Pontiac dan Desiree.
2. Aplikasi Trichoderma harzianum meningkatkan hasil panen pada varietas Granola,
namun tidak berbeda nyata pada varietas Red Pontiac dan Desiree.
3. Varietas Granola rentan terhadap penyakit hawar daun, varietas Red Pontiac rentan
terhadap penyakit layu fusarium, sedangkan varietas Desiree toleran terhadap
penyakit layu fusarium maupun hawar daun.

5.2 Saran
1. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, aplikasi Trichoderma harzianum
memberikan pengaruh beda nyata pada varietas Granola, sehingga perlu diadakan
uji lanjut tentang berbagai macam dosis dan waktu aplikasi Trichoderma harzianum
pada tanaman kentang varietas Granola.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi, M., Ni’matuzahroh dan A. Supriyanto (2001). Diversitas dan Visualisasi


Karakter Jamur yang Berasosiasi dengan proses degradasi Serasah di
Lingkungan Mangrove. Medika Ekstra. 2 (1) : 39-52.

Anonymous, 2010a. Peluang Investasi Agribisnis Kentang, http://www.garutkab.go.id


/galleries/ pdf_link/ekonomi/investasi/kentang.pdf [2 juli 2010]

, 2010b. Solanum tuberosum (Red Pontiac Potato). http://www.backyard


gardener.com/pda_c1e7.html [2 juli 2010]

, 2010c. Trichoderma. http://en.wikipedia.org/wiki/Trichoderma [2 juli


2010]

Basuki, R. S. dan Kusmana. 2005. Evaluasi Daya Hasil 7 Genotip Kentang pada
Lahan Kering Bekas Sawah Dataran Tinggi Ciwidey. J. Hort. 15 (4) : 248-253

Bhakti, D. K. 2008. Pemanfaatan Jamur Endofit Trichoderma untuk Pengendalian


Penyakit Diplodia (Botryodiplodia theobromae Pat) pada Tanaman Jeruk
(Citrus sp.). Skripsi FP-UB. Malang. p. 9, 12-13

Bugisinesia, T., U. Nurwaidah dan A. Gafar. 2010. Pengaruh Teknik Aplikasi


Cendawan Antagonis Trichoderma spp Menekan Penyakit Layu Fusarium
(Fusarium oxysporum f. sp) Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.).
Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat
Daerah Sulawesi Selatan : 267-275

Duriat, S. A., O. S. Gunawan dan N. Gunaeni. 2006. Penerapan Teknologi PHT pada
Kentang. Balai penelitian Tanaman Sayuran. Bandung. p. 12-13

Gunawan. 2006. Virulensi dan Ras Ralstonia solanacearum pada Pertanaman


Kentang di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. J. Hort.
16 (3) : 211-218

Glass, J. R., K. B. Johnson and M. L. Powelson (2001). Assessment of Barriers to


Prevent the Development of Potato Tuber Blight. Plant Disease 85 (5): 521–528

Hamilton, N. 2004. Trichoderma753. http://www.doctorfungus.org/imageban/index_


query.php?&start=710 [2 juli 2010]

Harman, E., C. R. Howell, A. Viterbo, I. Chet and M. Lorito. 2004. Mechanisms of


Plant Disease Control by Trichoderma. http://www.nature.com/nrmicro/journal/
v2/ n1/ box / nrmicro 797_BX4.html [2 juli 2010]
34

Herman, 1986. Pengaruh Pupuk Kalium terhadap Produksi dan Kualitas Umbi
Kentang Dataran Rendah. Skripsi FP-IPB. Bogor. p. 6-7

Kusumaharja, A. 2005. Pengaruh Pemberian Kompos dan Trichoderma harzianum


terhadap Perkembangan Jumlah Nematoda Sista Kuning (Globoclera
rostochinensis) pada Tanaman kentang. Skripsi FP-UB. Malang. p. 28-30

Kusmana. 2004. Evaluasi Resistensi 26 Genotip Kentang terhadap Penyakit Busuk


Daun di Cibodas, Lembang : J. Hort 14 (1) : 15-24

Lengkong, F. E. 2008. Penyakit Hawar Daun (Late Bright) : Permasalahan,


Identifikasi dan Seleksi Tanaman Tahan Penyakit. Jurnal Formas 2 (1) : 67-73

Lindquist. 2009. Red Pontiac Potatoes. http://vegetablesofinterest.typepad.com


/vegetablesofinterest/2009/07/index.html [2 juli 2010].

Niken. 2009. Mengenal Lebih Jelas Trichoderma viride. http://ayyaa.multiply.com/


journal/item/27/Mengenal_Lebih_Jelas_Trichoderma_viride [2 Juli 2010]

Nurahmi, E., Susanna dan R. Sriwati. 2012. Pengaruh Trichoderma terhadap


Perkecambahan dan Pertumbuhan Bibit Kakao, Tomat, dan Kedelai : J.
Floratek 7 : 57 - 65
Nurmayulis. 2005. Analisis Pertumbuhan Kentang Tiap Fase Pertumbuhan. Tesis FP-
Unpad. Bandung. p. 23-30

Perdana. 2009. Budidaya Kentang (Solanun tuberosum L.). http://dimasaditya


perdana.blogspot.com /2009/06/budidaya-kentang.html [25 Juni 2013]

Prabowo, A. 2000. Panduan Budidaya Kentang. http://produk-nasa. blogspot.com


/2013/04/panduan-budidaya-kentang-organik-natural-nusantara-distributor-
nasa-poc-nasa-supernasa-hormonik-pestona.html [22 Juni 2010]

Purwantisari, S. dan R. B. Hastuti. 2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen


Phytophtora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman
Kentang dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal. Bioma 2 (1) :
24:32

Putri, A. B. 2007. Peran Trichoderma harzianum DT 38 dalam Pemacuan


Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum). Skripsi IPB. Bogor. p.
1-27

Rosyidah, A. 2008. Pengaruh jenis Bahan Organik dan Waktu Aplikasi Agen Hayati
Trichoderma sp. terhadap Hasil Kentang Di Dataran Medium. Tesis FP-UB.
Malang. p. 57
35

Samanhudi. 2005. Skrining Ketahanan Klon Kentang terhadap Penyakit Layu


Bakteri. Skripsi FP UNS. Solo. p. 6-13

Sariani dan Baharuddin. 2010. Keragaman Cendawan Antagonis pada Rizosfer


Kentang (Solanum tuberosum L.) dan Uji Efektifitasnya terhadap Penyakit
Layu Fusarium (Fusarium oxysporum) secara In-Vitro. Prosiding Seminar
Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XX Komisariat Daerah Sulawesi
Selatan : 32-33

Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada Unversity


Press, Yogyakarta. pp. 754

Septiandini, F. 2009. Perbandingan Efektifitas Antagonis Trichoderma sp. dalam


Menekan Dua Patogen Tular Tanah Schlerotium rolfsii Sacc. Dan Fusarium
oxysporum Schlecht f. sp. lycopersici. Skripsi FP-UB. Malang. p. 5-6

Setiadi, dan F. N. Surya. 1993. Kentang dan Varietas Pembudidayaan. Penebar


Swadaya. Jakarta. p. 1-37

Setiadi. 2009. Budidaya Kentang. Penebar Swadaya. Jakarta. p 31-101

Soelarso, R. B. 1997. Budidaya Kentang Bebas Penyakit. Kanisius. Yogyakarta. P


16-26
Susiana. 2009. Efektivitas dan Waktu Inokulasi Trichoderma polysporum terhadap
Pengendalian Penyakit Layu Fusarium (Fusarium oxyforum) pada Tanaman
Tomat. Skripsi FP-UB. Malang. p. 29-32

Syam’un, E. 2006. Produksi Kentang (Solanum Tuberosum L.) Varietas Granola yang
Diaplikasi Pupuk Organik Kascing dan Inokulasi Mikoriza Arbuskular. Buletin
Penelitian 9 (1) : 24-35

Tindaon, H. 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum dan Pupuk


Organik untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium rolfsii Sacc.
pada Tanaman Kedelai Glycine max L. Dirumah kaca. Skripsi FP-Unsu.
Medan. p. 1-22

Tuju, M.P. 2004. Uji Antagonisme Trichoderma spp terhadap Penyebab Layu Bakteri
pada Kentang. Eugenia (10) : 143-155

Wicaksana, N. 2001. Penampilan Fenotipik dan Beberapa Parameter Genetik 16


Genotip Kentang pada Lahan Sawah di Dataran Medium. Zuriat 12 (1) : 15-21
36

Lampiran 1. Gambar Denah Rancangan Percobaan

U1 T1 T1 T1 T0 T0 T0
U
V1 V2 V3 V3 V1 V2

B T

S
U2 T0 T0 T0 T1 T1 T1
V3 V2 V1 V2 V3 V1

U3 T1 T1 T1 T0 T0 T0
V1 V3 V2 V2 V1 V3

U4 T0 T0 T0 T1 T1 T1
V2 V3 V1 V3 V1 V2

Keterangan
U : Ulangan
T : Perlakuan Trichoderma
( T0 = Tanpa Trichoderma, T1 = Aplikasi Trichoderma)
V : Varietas (V1=Granola, V2= Red Pontiac, V3=Desiree)
37

Lampiran 2. Gambar Rancangan Perlakuan untuk Satu Ulangan

X X X X X X X X X X X X X X X

Tanpa Aplikasi Trichodema


X X X X X X X X X X X
X

X X X X X X X X X X
Aplikasi Tricoderma
X X
V V V V V V V V V V

V V V V V V V V V V
X X

O O O O O O O O O O

X X
O O O O O O O O O O

X X

Aplikasi Trichoderma X
X
O O O O O O O O O O

O O O O O O O O O O
X X

X X X X X X X X X X
6 cm
X X
X X X X X X X X X X

V V V V V V V V V V X
X
V V V V V V V V V V

X X X X X X X X X X X X X X X

Keterangan

X = Granola Warna merah = Tanaman sampel pertumbuhan

O = Desiree = Petak untuk pengamatan panen

V = Red Pontiac
38

Lampiran 3. Gambar Ukuran Lahan untuk Satu Ulangan

6m

BORDER
300 cm

Plotcm1
300

140 cm

30 cm

Plot 2

B
B
Plot 3 O
O
R
R
12 m D
D
100 cm
E
E

R Plot 4 R

Plot 5

Plot 6

BORDER
39

Lampiran 4. Ukuran Jarak Tanam satu Satuan Percobaan

300 cm

35 cm
. 30 cm

35 cm

Lubang tanam 70 cm
140 cm
40

Lampiran 5. Perhitungan Pupuk

Luas lahan Aktif = Ulangan x Perlakuan x Luas lahan


= 4 x 6 x (140 cm x 300 cm)
= 1008000 cm2 = 100,8 m2
1. Dosis pupuk kandang ayam = 20 ton/ha
= 100,8 m2/10000 m2 x 20000
= 201,6 kg
Kebutuhan per tanaman = Dosis pupuk kandang ayam/∑ tanaman
= 201,6 kg /20
= 10,08 kg = 10080 g

2. Dosis pupuk NPK 15-15-15 = 500 kg/ha


= 100,8 m2/10000 m2 x 500 kg
= 5,04 kg
Kebutuhan per tanaman = Dosis pupuk NPK 15-15-15/∑ tanaman
= 5,04 kg/20
= 0,252 kg = 252 g

3. Dosis Trichoderma = 1000 L/ha


Luas lahan aplikasi Trichoderma = 100,8 m2/2 = 50,4 m2
= 50,4 m2/10000 m2 x 1000 L
= 5,04 L
Kebutuhan per tanaman = Dosis pupuk kandang ayam/∑ tanaman
= 5,04 L/20
= 0,252 L = 252 mL
Takaran dalam g = 1000 mL = 5 mg
Kebutuhan per tanaman dalam g = 252 mL/1000mL x 5 mg
= 1,26 mg
41

Lampiran 6. Deskripsi Kentang Granola

Asal : Jerman
Umur panen : 90 hst
Bentuk : Semak
Bentuk percabangan : Simpodial
Warna batang : Hijau muda
Bentuk daun : Daun majemuk
Ujung daun : Membulat
Permukan daun : Kasar
Tepi daun : Halus
Warna bunga : Merah violet
Bentuk umbi : Oval
Warna umbi : Kuning
Warna daging umbi : Putih ke kuning
Tekstur umbi : Halus
Hasil panen : 20-42 ton.Ha-1
Ketahanan penyakit : Tahan terhadap penyakit virus (PVA) dan virus (PVY)
Keterangan : Kentang yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia
dan produktivitas tinggi
Daerah adaptasi : Daerah dataran medium sampai dataran tinggi
Cocok ditanam : Daerah dengan ketersediaan air yang cukup dengan
tekstur tanah gembur
42

Lampiran 7. Deskripsi Kentang Red Pontiac

Asal : Hibrida varietas Triumph dan Katahdin dikenalkan di


Amerika Serikat pada 1938 dan Australia pada tahun
1940
Umur : 90 – 100 hst
Bentuk tanaman : Perdu
Bentuk percabangan : Simpodial
Warna batang : Hijau
Bentuk daun : Majemuk
Ujung daun : Membulat
Permukan daun : Kasar
Tepi daun : Halus
Warna Bunga : Ungu
Bentuk umbi : Bulat lonjong
Warna umbi : Merah
Warna daging umbi : Putih kekuningan
Tekstur umbi : Halus
Hasil Panen : 15 ton. Ha-1
Ketahanan penyakit : Penyakit kudis dan penyakit busuk daun
Keterangan : Varietas kentang dataran medium
Daerah adaptasi : Daerah dataran medium
Cocok ditanam : Tanah berpasir, lempung ph 5.5 – 6.5, lembab dan
berdrainese baik, serta penyinaran penuh selama 6 jam
43

Lampiran 8. Deskripsi Kentang Desiree

Asal : Hasil persilangan kentang urgenta dan depesche


Umur panen : 100 hst
Bentuk panaman : Tanaman perdu, Semak
Bentuk percabangan : Monopodial
Warna batang : Hijau kemerah-merahan
Bentuk daun : Majemuk
Ujung daun : Membulat
Permukan daun : Kasar
Tepi daun : Halus
Warna bunga : Putih dan benang sari berwarna kuning
Bentuk umbi : Oval, oval bulat
Warna umbi : Merah
Warna daging umbi : Kuning kemerah-merahan
Tekstur umbi : Halus
Hasil panen : 20 ton. Ha-1
Ketahanan penyakit : Penyakit layu bakteri, busuk daun dan virus PLRV (daun
menggulung)
Keterangan : Kentang varietas tahan
Daerah adaptasi : Daerah dataran medium sampai dataran tinggi
Cocok ditanam : Daerah dengan ketersediaan air yang cukup dengan
tekstur tanah gembur
44

Lampiran 9. Tabel ANOVA Persentase Tanaman Tumbuh, Panjang Tanaman dan


Diameter Batang

Analisis ragam persentase tanaman tumbuh pada tiga varietas kentang dan
perlakuan Trichoderma harzianum.
F tabel
SK db KT F hitung
5% 1%
Kelompok 3 0.0036 1.2621tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 0.0063 2.1845tn 2.90 4.56
Galat 15 0.0029
Total 23 0.0037
KK 5.94%

Analisis ragam panjang tanaman pada setiap fase pertumbuhan tanaman pada tiga
varietas kentang dan perlakuan Trichoderma harzianum

F hitung pada hari ke- F tabel


SK db
21 35 49 63 5% 1%
Kelompok 3 0.44tn 0.05tn 0.12tn 0.68tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 6.62** 5.61** 6.87** 8.34** 2.90 4.56
Galat 15
Total 23
KK 17.22% 21.64% 17.73% 17.63%

Analisis ragam diameter batang pada setiap fase pertumbuhan tanaman pada tiga
varietas kentang dan perlakuan Trichoderma harzianum

F hitung pada hari ke- F tabel


SK db
49 63 77 5% 1%
Kelompok 3 1.49tn 1.17tn 0.46tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 12.49** 14.96** 12.22** 2.90 4.56
Galat 15
Total 23
KK 15.67% 14.87% 15.32%
45

Lampiran 10. Tabel ANOVA Jumlah Daun, Jumlah Batang dan Persentase
Serangan Penyakit Layu Fusarium.

Analisis ragam jumlah daun pada setiap fase pertumbuhan tanaman pada tiga
varietas kentang dan perlakuan Trichoderma harzianum

F hitung pada hari ke- F tabel


SK db
21 35 49 63 77 91 5% 1%
Kelompok 3 0.21tn 0.44tn 0.92tn 1.11tn 2.07tn 1.87tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 18.33** 43.52** 17.98** 16.87** 24.56** 19.03** 2.90 4.56
Galat 15
Total 23
KK 21.03% 14.10% 21.18% 20.72% 21.53% 25.07%

Analisis ragam jumlah batang pada setiap fase pertumbuhan tanaman pada tiga
varietas kentang dan perlakuan Trichoderma harzianum

F hitung pada hari ke- F tabel


SK db
21 35 49 63 77 91 5% 1%
Kelompok 3 1.83tn 0.40tn 0.60tn 0.80tn 0.88tn 0.02tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 4.88** 23.13** 24.53** 20.57** 28.31** 22.77** 2.90 4.56
Galat 15
Total 23
KK 18.34% 19.46% 18.27% 19.75% 18.93% 20.00%

Analisis ragam persentase serangan penyakit layu fusarium pada tiga varietas
kentang dan perlakuan Trichoderma harzianum

F hitung pada hari ke- F tabel


SK db
35 49 63 77 91 5% 1%
Kelompok 3 0.83tn 1.97tn 1.87tn 1.88tn 0.53tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 48.33** 142.20** 165.22** 324.38** 1400.30** 2.90 4.56
Galat 15
Total 23
KK 48.79% 26.36% 24.16% 17.21% 8.28%
46

Lampiran 11. Tabel ANOVA Persentase Serangan Penyakit Hawar daun,


Persentase Tanaman Mati dan Komponen Hasil

Analisis ragam persentase serangan penyakit hawar daun pada tiga varietas
kentang dan perlakuan Trichoderma harzianum

F hitung pada hari ke- F tabel


SK db
35 49 63 77 91 5% 1%
Kelompok 3 0.70tn 1.39tn 1.68tn 1.51tn 0.54tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 0.80tn 6.15** 6.94** 16.57** 43.03** 2.90 4.56
Galat 15
Total 23
KK 374.76% 58.11% 38.68% 26.37% 16.47%

Analisis ragam persentase tanaman mati pada tiga varietas kentang dan perlakuan
Trichoderma harzianum

F hitung pada hari ke- F tabel


SK db
49 63 77 91 5% 1%
Kelompok 3 0.24tn 1.32tn 0.09tn 0.87tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 25.38** 46.10** 74.55** 161.51** 2.90 4.56
Galat 15
Total 23
KK 59.06% 43.25% 29.06% 16.46%

Analisis ragam komponen hasil pada tiga varietas kentang dan perlakuan
Trichoderma harzianum

berat umbi volume jumlah berat jenis F tabel


SK db
(g/umbi) (cc/umbi) umbi (g/cc) 5% 1%
Kelompok 3 0.41tn 0.93tn 1.43tn 2.19tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 3.82* 6.52** 7.27** 0.70tn 2.90 4.56
Galat 15
Total 23
KK 22.76% 19.76% 23.87% 7.37%
47

Lampiran 12. Tabel ANOVA Bobot Umbi di Lahan 1 ha, Mutu Umbi dan
Persentase Umbi Rusak

Analisis ragam bobot total umbi di lahan seluas 1 ha pada tiga varietas kentang
dan perlakuan Trichoderma harzianum

F tabel
SK db KT F hitung
5% 1%
Kelompok 3 1.46 0.57tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 111.13 43.41** 2.90 4.56
Galat 15 2.56
Total 23 26.02
KK 15.55%

Analisis ragam mutu umbi pada tiga varietas kentang dan perlakuan Trichoderma
harzianum

grade umbi D grade umbi C grade umbi B F tabel


SK db
KT F hitung KT F hitung KT F hitung 5% 1%
Kelompok 3 0.04 4.17* 0.06 2.06tn 0.05 1.37tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 0.04 4.70** 0.03 1.18tn 0.14 3.85* 2.90 4.56
Galat 15 0.01 0.03 0.04
Total 23 0.02 0.03 0.06
KK 44.65% 40.18% 53.17%

Analisis ragam persentase umbi rusak pada tiga varietas kentang dan perlakuan
Trichoderma harzianum

F tabel
SK db KT F hitung
5% 1%
Kelompok 3 0.0046 0.512tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 0.3760 41.48** 2.90 4.56
Galat 15 0.0091
Total 23 0.0883
KK 28.53%
48

Lampiran 13. Tabel ANOVA Transformasi Serangan Penyakit Layu Fusarium


dan Transformasi Persentase Tanaman Mati

Transformasi analisis ragam persentase serangan penyakit layu fusarium pada tiga
varietas kentang dan perlakuan Trichoderma harzianum

F hitung pada hari ke- F tabel


SK db
21 49 63 77 91 5% 1%
Kelompok 3 0.83tn 1.94tn 1.99tn 1.86tn 0.54tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 48.41** 181.98** 140.86** 484.71** 2210.16** 2.90 4.56
Galat 15
Total 23
KK 0.02% 2.78% 4.08% 2.58% 1.27%

Transformasi analisis ragam persentase tanaman mati pada tiga varietas kentang
dan perlakuan Trichoderma harzianum

F hitung pada hari ke- F tabel


SK db
49 63 77 91 5% 1%
Kelompok 3 0.24tn 1.32tn 0.09tn 0.87tn 3.29 5.42
Perlakuan 5 25.39** 46.40** 74.71** 161.35** 2.90 4.56
Galat 15
Total 23
KK 0.02% 0.08% 0.09% 0.06%
49

Lampiran 14. Data Curah Hujan


50

Lampiran 15. Dokumentasi Budidaya Tanaman Kentang

Gambar 7. Persiapan lahan

Gambar 8. Kentang umur 40 hst


51

Lampiran 16. Dokumentasi Serangan Hama Penyakit

(I) (II)

Gambar 9. Penyakit tanaman kentang (I) layu fusarium, (II) hawar daun

Gambar 10. Serangan hama ulat jengkal


52

Lampiran 17. Dokumentasi Panen Varietas Granola

Kontrol Aplikasi Trichoderma h.

Gambar 11. Perbandingan hasil panen varietas Granola antara kontrol dengan
perlakuan aplikasi Trichoderma harzianum
53

Lampiran 18. Dokumentasi Panen Varietas Red Pontiac

Kontrol Aplikasi Trichoderma h.

Gambar 12. Perbandingan hasil panen varietas Red Pontiac antara kontrol dengan
perlakuan aplikasi Trichoderma harzianum
54

Lampiran 19. Dokumentasi Panen Varietas Desiree

Kontrol Aplikasi Trichoderma h.

Gambar 13. Perbandingan hasil panen antara kontrol dengan perlakuan aplikasi
Trichoderma harzianum
55

Lampiran 20. Dokumentasi Umbi Rusak

A. Kerusakan mekanis

B. Kerusakan akibat layu fusarium

C. Kerusakan akibat bakteri

Gambar 12. Umbi rusak (A) var. Granola, (B) var. Red Pontiac, (C) var. Desiree

Anda mungkin juga menyukai