USI EVILIANI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Tetrazolium untuk
Kriteria Vigor Benih Cabai (Capsicum annum) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Usi Eviliani
A24110095
ABSTRAK
USI EVILIANI. Uji Tetrazolium untuk Kriteria Vigor Benih Cabai (Capsicum
annum). Dibimbing oleh ENY WIDAJATI.
ABSTRACT
USI EVILIANI. Tetrazolium test for chili’s (Capsicum annum) vigour criteria.
Supervised by ENY WIDAJATI.
USI EVILIANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
-./#/3 *&3
)&3 /&/-3
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang memberi kesehatan,
hidayah dan kekuatan sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Karya ilmiah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana.
Karya ilmiah dengan judul Uji Tetrazolium untuk Kriteria Vigor Benih Cabai
(Capsicum annum) secara khusus dilaksanakan memperoleh pola pewarnaan pada uji
tetrazolium untuk kriteria vigor benih cabai (Capsicum annum). Kegiatan penelitian
dilaksanakan mulai bulan Februari sampai bulan Juni 2015 di laboratorium Ilmu dan
Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Eny Widajati, MS selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama
kegiatan penyusunan skripsi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir.
Faiza C. Suwarno dan Prof. Dr. Ir. Sobir MSi sebagai dosen penguji ujian sidang
tugas akhir yang telah memberikan saran terhadap karya ilmiah ini. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua dan teman-teman yang telah
memberikan doa, semangat, motivasi, kasih sayang yang tulus. Semoga karya ilmiah
ini bermanfaat dan menambah dunia ilmu pengetahuan.
Usi Eviliani
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
METODE PENELITIAN 5
Lokasi dan Waktu Penelitian 5
Bahan dan Alat 5
Analisis Data 5
Pelaksanaan Penelitian 6
Pengamatan 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Kondisi Umum Benih Cabai (Capsicum annum) 8
Pengujian tetrazolium 9
Pendugaan vigor benih melaui pola pewarnaan tetrazolium 14
Simpulan dan Saran 17
Simpulan 17
Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 20
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 Bagian benih cabai 6
2 Struktur benih cabai dengan perbesaran 4 x 10 9 9
DAFTAR LAMPIRAN
1 Struktur benih tomat (Lycopersicon esculentum) menurut
Bradford (2014) 20
2 Rekapitulasi sidik ragam regresi antara parameter viabilitas
dan uji tetrazolium 20 9
3 Riwayat Hidup 21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai (Capsicum annum) merupakan salah satu komoditi hortikultura yang
penting untuk dibudidayakan oleh petani Indonesia. Permintaan cabai di pasar
semakin meningkat seiring pertumbuhan penduduk Indonesia sehingga
produktivitas cabai harus ditingkatkan. Peningkatan produktivitas harus seimbang
antara peningkatan kualitas dan kuantitas dari cabai tersebut. Program pemerintah
tentang pengadaan benih yang bermutu diperlukan untuk menunjang peningkatan
kualitas dan kuantitas komoditas cabai di Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik (2014) produksi cabai rawit dengan
tangkai tahun 2014 sebesar 0.800 juta ton. Dibandingkan tahun 2013, terjadi
kenaikan produksi sebesar 86.98 ribu ton (12.19%). Kenaikan ini disebabkan oleh
kenaikan produktivitas sebesar 0.23 ton per hektar (4,04%) dan peningkatan luas
panen sebesar 9.76 ribu hektar (7.80%) dibandingkan tahun 2013.
Penggunaan benih bermutu merupakan salah satu faktor penting untuk
menunjang produksi yang dihasilkan tanaman cabai. Ketersediaan benih cabai
(Capsicum annum) unggul bermutu secara kontinyu sangat penting untuk
mendapatkan produksi tinggi dengan kualitas prima. Kriteria mutu benih serta
evaluasi yang tepat merupakan salah satu kunci utama. Mutu benih mencakup mutu
fisik, mutu genetik dan mutu fisiologis yang informasinya didapatkan melalui
pengujian.
Mutu fisiologis benih menggambarkan viabilitas benih. Viabilitas benih
merupakan kemampuan hidup benih untuk tumbuh menjadi kecambah normal
pada kondisi tertentu. Viabilitas benih dibedakan menjadi viabilitas pada kondisi
optimum dan sub optimum (vigor). Parameter viabilitas benih pada kondisi
optimum mencakup kemampuan daya berkecambah benih, berat kering kecambah
normal, potensi tumbuh maksimum. Viabilitas pada kondisi sub optimum (vigor)
mencakup kecepatan tumbuh benih, keserempakan tumbuh benih dan indeks vigor
benih.
Pengujian viabilitas benih dapat melalui uji fisiologi dan uji biokemis. Uji
fisiologi salah satunya dapat melalui uji daya berkecambah, namun metode
tersebut hanya menentukan presentase kecambah normal pada kondisi lingkungan
media perkecambahan yang optimum. Metode perkecambahan tersebut relatif
memerlukan waktu lama sehingga dapat menunda keputusan hasil pengujian
benih. Pengujian viabilitas benih secara biokemis dilakukan dengan menggunakan
larutan 2.3.5 trifenil tetrazolium klorida.
Uji viabilitas benih secara biokemis menggunakan tetrazolium merupakan
alternatif pengujian viabilitas benih secara cepat. Tetrazolium bekerja pada
jaringan hidup dengan melibatkan enzim dehidrogenase. Proses reduksi akan
terjadi ketika larutan tetrazolium diimbibisi oleh benih ke dalam sel-sel hidup
dengan bantuan enzim dehidrogenase sehingga akan terbentuk endapan formazan
berwarna merah. Endapan tersebut dapat mengindikasikan bahwa benih yang diuji
memiliki embrio yang hidup dan diprediksikan akan tumbuh menjadi kecambah
normal. Jaringan mati di dalam benih yang diuji tidak akan terjadi proses reduksi
sehingga warna jaringan benih yang diuji dengan tetrazolium tidak akan berubah
warna. Uji cepat tetrazolium memberikan informasi viabilitas benih sehingga
2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pola pewarnaan pada uji
tetrazolium untuk kriteria vigor benih cabai (Capsicum annum).
TINJAUAN PUSTAKA
Viabilitas benih adalah kemampuan benih untuk dapat tumbuh normal pada
keadaan lingkungan tumbuh yang optimal. Viabilitas benih dibagi menjadi
viabilitas potensial dan vigor. Viabilitas potensial adalah kemampuan benih untuk
tumbuh normal dan berproduksi normal pada kondisi optimum. Vigor merupakan
kemampuan benih untuk tumbuh dan berproduksi normal pada kondisi sub
optimum. Vigor benih dibagi menjadi vigor kekuatan tumbuh benih yang
mencerminkan vigor benih apabila ditanam di lapang dan vigor daya simpan
benih yang menunjukkan kemampuan benih untuk berapa lama dapat disimpan.
Kecepatan tumbuh benih dan keserempakan tumbuh benih menjadi tolok ukur
vigor kekuatan tumbuh benih (Widajati et al. 2012).
Tinggi rendahnya viabilitas potensial bisa diukur dengan daya berkecambah
benih dan berat kering kecambah normal. Viabilitas dan vigor benih secara alami
akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu dan kadar air benih.
Peningkatan kandungan air berhubungan dengan aktivitas metabolik di dalam
benih yang melibatkan enzim untuk mengkatalisis cadangan energi di dalam benih
(Sadjad 1993).
Viabilitas benih dapat dideteksi melalui pengamatan dan pengujian secara
fisik, fisiologi, biokimiawi, anatomi, sitologi, dan matematika. Pengujian secara
fisik dengan melihat keseragaman bentuk dan ukuran benih serta kebersihan
3
METODE PENELITIAN
Analisis Data
Y=a+bX
Keterangan: Y: nilai vigor yang diduga
a: titik potong garis dengan sumbu Y
b: kemiringan garis
X: nilai vigor yang diukur dengan tetrazolium
Pada penelitian ini menggunakan metode analisis korelasi regresi antara
nilai vigor yang diduga dengan nilai vigor yang diukur dengan tetrazolium.
Sebagai sumbu X adalah nilai vigor yang di ukur dengan tetrazolium sedangkan
6
sumbu Y adalah nilai vigor yang diduga. Nilai koefisien korelasi (r) digunakan
untuk melihat keeratan hubungan antara nilai vigor yang diduga dengan nilai
vigor yang diukur dengan tetrazolium. Nilai koefisien mendekati 1 (r 1)
menggambarkan adanya keeratan hubungan atau korelasi antara pola pada nilai
vigor yang diduga dengan nilai vigor yang diukur dengan tetrazolium.
Pelaksanaan Penelitian
Pengujian tetrazolium
Pengujian tetrazolium ini dilakukan pada setiap lot benih dengan perlakuan
pendahuluan pelembaban. Pelembaban dilakukan dengan cara merendam benih
selama 18 jam dalam air dengan suhu 20 0C. Benih yang telah direndam kemudian
ditiriskan dan dikering anginkan di atas kertas. Proses selanjutnya dilakukan
skarifikasi yaitu dengan pelukaan benih dengan memotong bagian testa benih
antara radikula dan kotiledon (Gambar 1).
Radikula
Bagian yang
Kotiledon
dipotong
pengecambah benih IPB 73-2A. Jumlah benih yang ditanam sebanyak 50 butir
dengan 3 ulangan.
Pengamatan
Keterangan :
KN 1 : Kecambah Normal pada hitungan I
KN 2 : Kecambah Normal pada hitungan II
Keterangan:
KCT : kecepatan tumbuh (%KN/etmal)
N : presentase kecambah normal setiap waktu pengamatan
t : waktu pengamatan
tn : waktu akhir pengamatan
Benih cabai yang digunakan adalah benih cabai varietas Taruna yang
merupakan cabai rawit bersari bebas untuk dataran rendah sampai dataran tinggi.
Bentuk benih pipih, warna benih kuning, kulit benih tergolong benih keras
(impermeable). Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam (Tabel 1) ulangan tidak
berpengaruh nyata terhadap tingkat viabilitas. Tingkat viabilitas benih
berpengaruh nyata terhadap parameter viabilitas benih yakni daya berkecambah,
kecepatan tumbuh benih, berat kering kecambah normal dan indeks vigor benih
pada taraf 5% dan selanjutnya dilakukan uji lanjut DMRT pada Tabel 2.
Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh lot benih terhadap parameter viabilitas
benih
Parameter P
DB (%) 0.0172*
KCT (%) 0.0296*
BKKN (%) 0.0131*
IV (%) 0.0436*
Keterangan: * = berpengaruh nyata berdasarkan analisis ragam pada taraf 5%. DB: daya
berkecambah; KCT: kecepatan tumbuh benih; BKKN: berat kering kecambah
normal; IV: indeks vigor
Tabel 2 Rekapitulasi uji lanjut DMRT pada parameter viabilitas benih cabai
(Capsicum annum)
Parameter viabilitas
Lot benih DB BKKN KCT IV
V1 71.3a 62.7a 10.9a 32.0a
V2 64.0ab 62.0ab 10.7ab 32.0a
V3 58.0bc 58.7bc 10.2bc 21.3ab
V4 46.7c 48.0c 9.2c 14.0b
Angka-angka pada kolom yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
DMRT pada taraf 5%. DB: daya berkecambah; KCT: kecepatan tumbuh benih; BKKN: berat kering
kecambah normal; IV: indeks vigor.
9
Pengujian Tetrazolium
Kotiledon
Testa
Radikula
Endosperma
Gambar 2 Struktur benih cabai dengan perbesaran 4 x 10
Pola pewarnaan yang terbentuk pada jaringan hidup benih cabai saat
pengujian merupakan aktivitas ion H+ mereduksi larutan tetrazolium menjadi
triphenyl formazan yang berwarna merah dan tidak larut dalam air. Pembentukan
pola pewarnaan pada benih didahului dengan proses imbibisi larutan tetrazolium
pada bagian benih. Waktu yang diperlukan imbibisi larutan pada benih tergantung
pada jenis benih yang diuji. Waktu perendaman benih cabai (Capsicum annum)
untuk imbibisi larutan tetrazolium mengacu pada Widajati et al. (2013). Menurut
Budiarti (2002) jika pola endapan formazan semakin jelas menunjukkan semakin
banyak H2 yang terlibat dalam reaksi kimia saat proses pewarnaan.
10
Pola Pewarnaan
Viabilitas Ulangan PTM (%)
NK NL Ab M ∑N
V1 38.7 22.0 20.0 19.3 60.7 80.6
V2 38.7 21.3 7.3 36.0 60.0 67.4
V3 46.7 10.0 18.0 25.3 56.7 74.6
V4 28.7 17.3 16.7 37.3 46.0 62.6
Keterangan: V= viabilitas; PTM= potensi tumbuh maksimum NK= normal kuat; NL= normal
lemah; Ab= abnormal; M= mati; ∑N= jumlah kecambah normal; ∑b= jumlah benih
yang ditanam.
Tabel 4 Pola pewarnaan tetrazolium pada benih cabai (Capsicum annum) pada
mikroskop dengan perbesaran 4 x 10
Tabel 4 Pola pewarnaan tetrazolium pada benih cabai (Capsicum annum) pada
mikroskop dengan perbesaran 4 x 10 (Lanjutan)
tumbuh. Kerusakan yang terjadi pada bagian embrio benih tersebut dapat
disebabkan oleh serangan cendawan dikarenakan pada saat penyimpanan tidak
ada bahan pelapis kimia yang melindungi benih dari serangan cendawan atau
hama. Menurut Leist (2004) bagian kotiledon benih yang berdekatan dengan
bagian radikula merupakan bagian penting benih setelah embrio benih. Jika area
tersebut tidak terwarnai saat pengujian menggunakan tetrazolium
mengindikasikan bahwa benih yang diuji tersebut mengalami kerusakan dan
diasumsikan bahwa benih tersebut tidak akan tumbuh menjadi kecambah normal.
Pada saat pengamatan dapat diketahui kondisi benih sehat dan benih tidak sehat
melalui pewarnaan embrio benih dengan menggunakan tetrazolium.
Benih yang tidak terwarnai pada Tabel 5 pola pewarnaan nomor 3
mengindikasikan bahwa benih tidak dapat tumbuh menjadi kecambah atau mati.
Menurut Copeland (2001) larutan garam tetrazolium klorida tidak bereaksi dengan
enzim dehidrogenase pada jaringan yang mati sehingga pada saat benih yang mati
direndam dalam larutan tetrazolium tidak akan terjadi reaksi sehingga benih tetap
bewarna putih.
Pengujian tetrazolium dengan tiga ulangan juga menghasilkan pola dan
intensitas pewarnaan yang berbeda antar ulangan. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan imbibisi larutan tetrazolium antar benih yang berbeda. Kemampuan
imbibisi ini dipengaruhi oleh testa benih yang keras dan pemotongan bagian benih
antara radikula dan kotiledon yang tidak seragam. Terlihat pada Tabel 5 pola
pewarnaan nomor 4 memperlihatkan pewarnaan tidak terjadi pada seluruh bagian
benih, pewarnaan formazan terdapat pada bagian penting benih seperti radikula
sehingga dapat mengindikasikan benih tersebut dapat tumbuh menjadi kecambah.
Menurut Widajati et al. (2013) luas dari bagian merah merupakan jaringan
hidup dan luas dari bagian benih yang tidak terwarnai merupakan jaringan mati
atau jaringan nekrotik serta daerah di mana jaringan nekrotik berada memberikan
informasi yang sangat menentukan untuk mengkategorikan apakah benih tersebut
hidup atau mati. Evaluasi yang dilakukan untuk penentuan daerah maksimum
yang tidak terwarnai tidak diberlakukan dalam uji tetrazolium pada famili
Solanaceae yaitu tomat (Lycopersicon esculentum), cabai (Capsicum annum),
terong (Solanum melongena).
Pengujian tetrazolium pada benih cabai (Capsicum annum) untuk
mengetahui pola pewarnaan yang mengindikasikan benih viabel dan non viabel.
Jumlah benih viabel dan non viabel pada pengujian tetrazolium dan pengujian
langsung akan sama dalam batas toleransi jika benih yang diuji tidak mengalami
dormansi, benih yang mempunyai testa keras telah diberi perlakuan pematahan
dormansi dengan melakukan skarifikasi, benih telah terinfeksi patogen atau belum
terinfeksi, benih tidak terkena serangan cendawan atau belum terkena serangan
cendawan, serta benih dikecambahkan pada kondisi optimum.
14
Pendekatan analisis korelasi regresi antara nilai vigor yang diduga dengan
nilai vigor yang diukur dengan tetrazolium. Sebagai sumbu X adalah nilai vigor
yang di ukur dengan tetrazolium sedangkan sumbu Y adalah nilai vigor yang
diduga. Nilai koefisien korelasi (r) digunakan untuk melihat keeratan hubungan
antara nilai vigor yang diduga dengan nilai vigor yang diukur dengan tetrazolium.
Nilai koefisien mendekati 1 (r 1) menggambarkan adanya keeratan hubungan
atau korelasi antara pola pada nilai vigor yang diduga dengan nilai vigor yang
diukur dengan tetrazolium (Mattjik 2002).
Analisis korelasi yang dilakukan pada masing-masing lot benih yang dibagi
berdasarkan vigor benih. Nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 (r→1.00) pada
masing-masing lot vigor dianggap paling sesuai digunakan sebagai standar pola
pewarnaan. Nilai tersebut memiliki nilai kedekatan antara pengujian langsung dan
pengujian tidak langsung (tetrazolium). Nilai korelasi dan regresi yang didapatkan
antara parameter viabilitas benih dan pengujian tetrazolium tertera pada Tabel 6.
Rekapitulasi sidik ragam uji regresi telampir pada Lampiran 2.
Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai +1. Berdasarkan Tabel 6
semua parameter viabilitas benih yang diamati diantaranya DB, KCT, BKKN, dan
15
Tabel 6 Nilai persamaan regresi, nilai korelasi (r) antara pengujian langsung dan
pengujian tetrazolium
Hasil uji korelasi antara pengujian langsung dan pola kecambah normal kuat
pengujian tetrazolium pada Tabel 7 menunjukkan tidak ada parameter yang
memiliki nilai korelasi tinggi. Nilai p-value > 0.05 dari semua parameter viabilitas
menunjukkan tidak adanya hubungan dari parameter viabilitas dengan uji
tetrazolium. Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian pola pewarnaan yang
dihasilkan dari uji tetrazolium belum dapat digunakan untuk pendugaan vigor
benih cabai (Capsicum annum). Menurut Dina et al. (2007) rendahnya hubungan
korelasi antara hasil uji tetrazolium benih kedelai dan accelerated aging test
diduga karena adanya benih keras. Menurut ISTA (2003) pengujian tertrazolium
menggunakan benih keras harus dilakukan pelukaan pada bagian kotiledon benih
dan dilakukan perendaman kembali pada larutan tetrazolium.
Hubungan korelasi yang rendah antara pengujian langsung dan pengujian
tetrazolium pada benih cabai (Capsicum annum) diduga karena kulit benih yang
bersifat impermeable dan temperatur yang digunakan saat perendaman 30 0C.
Selain itu tidak digunakannya larutan penyangga diduga dapat menurunkan
efektivitas kerja larutan tetrazolium. Larutan penyangga berfungsi sebagai
penyeimbang pH. Percobaan ini menggunakan lot benih yang sama untuk
pengujian langsung dan tidak langsung. Pola yang dihasilkan dari proses
pewarnaan hasilnya berbeda, kemungkinan keseragaman lot benih belum
terbentuk, sehingga menyebabkan rendahnya tingkat hubungan korelasi antara
pengujian langsung dan pengujian tidak langsung.
16
Tabel 7 Nilai persamaan regresi, nilai korelasi (r) antara pengujian langsung dan
pola kecambah normal kuat pengujian tetrazolium
Pada jaringan hidup terdapat energi yang dihasilkan dari proses respirasi.
Proses respirasi melibatkan sel hidup untuk mengambil oksigen dari udara atau
air dan mempergunakannya dalam proses oksidasi sehingga energi yang
dihasilkan dalam bentuk panas. Proses respirasi benih menghasilkan ion H+,
semakin banyak ion H+ yang terlibat dalam proses pewarnaan tetrazolium
semakin jelas pola pewarnaan yang terbentuk. Benih yang sedang berkecambah
menggunakan karbohidrat untuk proses oksidasi dalam menghasilkan energi
(Byrd 1986). Energi yang dihasilkan tergantung dari cadangan makanan dalam
kotiledon benih. Energi tersebut digunakan benih untuk berkecambah sehingga
benih yang memiliki kotiledon, radikula, embrio, endosperma yang baik dapat
tumbuh menjadi kecambah normal. Keadaan benih tersebut dapat terlihat dari
proses pewarnaan benih menggunakan tetrazolium. Berdasarkan Black dan
Blewle (2006) benih menyerap oksigen reaktif yang dihasilkan dari molekul
oksigen yang sangat reaktif dan biasanya bersifat elektrofilik.
Hasil dari nilai persamaan regresi dan korelasi antara pengujian langsung
dan pengujian tetrazolium sesuai dengan Mattjik (2002) yakni pengujian pola
untuk menentukan tingkat viabilitas benih menggunakan pendekatan nilai
17
koefisien korelasi (r) dari persamaan antara tolok ukur pengujian tetrazolium
dengan tolok ukur pengujian langsung yang sama. Tolok ukur pengujian
tetrazolium sebagai sumbu X dan tolok ukur pengujian langsung menjadi sumbu
Y. Keeratan hubungan antara tolok ukur pengujian tetrazolium dengan tolok ukur
pengujian langsung diketahui dari nilai koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi
berkisar antara -1 dan +1. Signifikansi hubungan antara kedua peubah dinyatakan
dengan nilai p-value. Nilai p-value < 0.05 menunjukkan adanya hubungan yang
erat antar kedua peubah tersebut, yang arahnya ditunjukkan oleh tanda koefisien
korelasinya (positif: hubungan searah; negatif: hubungan berlawanan).
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Riwayat Hidup
Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 8 Juni 1993 dari ayah Kuswari dan
ibu Djiati. Penulis adalah putri kedua dari lima bersaudara. Tahun 2011 penulis
lulus dari SMA Negeri 5 Kediri dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor dan diterima di Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi sekretaris OMDA (organisasi
mahasiswa daerah) pada tahun 2011/2012 dan pada tahun 2012/2013. Penulis juga
aktif di beberapa kegiatan kepanitiaan di tingkat omda, departemen dan fakultas.
Pada bulan Mei tahun 2015 penulis mengikuti kegiatan magang di Indoflower
sebagai pengawas produksi tanaman dan quality control. Pada bulan September –
Oktober 2015, penulis mengikuti program pendampingan (UPSUS-PAJALE) dari
Kementan.