Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan koleksi serum positif dan isolat
bakteri Brucella sp. di Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP).
Identifikasi dilakukan dengan uji Rose Bengal Test (RBT) sebagai uji tapis, uji
kultur dan Polymerase Chain Reaction (PCR) sebagai uji konfirmasi. RBT
merupakan uji aglutinasi sederhana dengan menggunakan antigen yang
direaksikan dengan reagen RBT dan dilakukan pada pH rendah. Hasil positif
ditunjukan oleh adanya reaksi aglutinasi. Tiga ratus empat puluh delapan sampel
serum sapi diperiksa dengan menggunakan metode RBT dan didapatkan 13 sero
positif. Swab vagina dari sampel positif diperiksa dengan metode kultur dalam
inkubator CO2 pada suhu 37 oC. Didapatkan satu sampel yang berhasil dibiakan
pada media kultur. Hasil positif uji kultur selanjutnya diperiksa kembali dengan
PCR. Pemeriksaan lanjutan ini dilakukan untuk memberikan bukti tambahan
bahwa sampel berisikan bakteri Brucella sp.
Kata Kunci: Brucella sp., kultur bakteri, PCR, RBT, pemamah biak.
ABSTRACT
This research were designed to get significant result to finding positive sera
and to get Brucella sp. isolate in Center of Diagnostic Standard Agriculture
Laboratory. The methods that used to identified Brucella sp. are Rose Bengal Test
(RBT) as screening test, culture test and Polymerase Chain Reaction (PCR) as
confirmation tests. RBT is a simple spot agglutination test using antigen stained
with Rose Bengal and buffered to a low pH. The positive result shown through
agglutination reaction. A three hundred and fourty six samples of cow sera were
examined using RBT method and 13 sera were positive. The vaginal swab of
positive samples was propagated in culture test inside 5% CO2 incubator with the
temperature 37°C. There was only one sample lived in media culture. Further
examination for culture test was conducted through PCR. It was conducted to
prove that the samples contain Brucella sp.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah kasus Brucella sp.
pada sampel koleksi penyakit hewan karantina, dengan judul Pemeriksaan
Brucella sp. pada Sampel Penyakit Hewan di Balai Besar Uji Standar Karantina
Pertanian.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drh Rahmat Hidayat, MSi
selaku pembimbing I dan Ibu Drh Mujiatun, MSi selaku pembimbing II, dan
Bapak Prof Dr Ir Wasmen Manalu sebagai Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
staf Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian (BBUSKP) Rawamangun Jakarta
Timur yang telah membantu selama penelitian dan pengumpulan data. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada Ayah dan Ibu, serta adik saya (Rangga),
seluruh keluarga, Aulia Tryan Dinasti, Bayu Firmala, sahabat, serta teman
Avenzoar 45 dan Acromion 47 atas segala bentuk dukungan baik doa, saran,
semangat, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR GAMBAR
1. Peta distribusi bruselosis secara serologi 3
2. Hasil positif kultur Brucella pada media TSA 8
3. Hasil positif pembacaan PCR dengan menggunakan geldoc System 9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Koleksi Standar
Uji serologi yang dapat dilakukan adalah menggunakan Rose Bengal Test
(RBT), Serum Agglutination Test (SAT), Complement Fixation Test (CFT) dan
Enzyme-linked Immunosorbent assay (ELISA). Kendala pada uji serologi ini
adalah munculnya reaksi positif palsu, reaksi silang dengan antibodi yang
4
Rancangan Penelitian
Metodologi
Isolasi
TSB yang sudah dicampur dengan supplement dalam tabung ditambahkan
sampel berupa swab vagina. Kemudian media diinkubasi ke dalam inkubator 5%
CO2 pada suhu 37 oC selama 3 sampai 11 hari, hingga keruh. Pada saat media
TSB berubah menjadi keruh, kultur yang tumbuh dipindahkan ke media TSA
secara duplo.
6
Analisis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil pemeriksaan antibodi
bakteri Brucella sp. menggunakan uji RBT. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil
positif uji kultur dilanjutkan dengan uji PCR, hasilnya dianalisis secara deskriptif.
Sebanyak 348 serum sapi yang berasal dari Bandung, Lebak Pandeglang,
Yogyakarta, Surabaya, Kebumen, Bandar Lampung, Singasari, dan Bandung
Barat diperiksa secara serologi terhadap Brucella abortus. Sebanyak 13 sampel
serum menunjukkan sero positif Brucella sp. dengan menggunakan reagen RBT
Brucella abortus (Tabel 1). Uji RBT digunakan pada tahap screening test karena
kemampuannya dalam mengikat antigen dan antibodi permukaan (Dewi 2009).
Menurut Office International des Epizooties (OIE 2009), RBT dipakai dalam
mengindentifikasi Brucella sebagai uji tapis (screening) karena RBT mempunyai
sensitivitas yang sangat tinggi namun dapat memberikan hasil positif palsu
terhadap vaksin Brucella abortus S19. Sebaliknya, negatif palsu jarang sekali
terjadi dan dapat diantisipasi dengan melakukan pengujian ulang ketika
resampling.
7
Uji kultur dilakukan secara duplo pada media TSA dan TSB yang
ditambahkan Brucella supplement pada media tersebut dengan tujuan untuk
menyeleksi spesies Brucella sp., sehingga tidak ditemukan bakteri lain (Atlas
1995). Hasil uji kultur bakteri Brucella berkembang baik ditandai dengan adanya
koloni bakteri Brucella seperti tetesan madu pada cawan petri (Gambar 2). Hal
tersebut didukung oleh pernyataan Sulaiman (2006), strain virulen Brucella
abortus pada media agar Brucella akan memiliki karakteristik berwarna putih
madu, translucent, bertepi halus, bersifat lembab dan berdiameter 1-2 mm. Hasil
positif ditunjukan oleh kode sampel RW.
8
Teknik kultur ini digunakan sebagai teknik isolasi bakteri yang nantinya
akan digunakan sebagai koleksi bakteri Brucella sp. di laboratorium karantina.
Prosedur isolasi Brucella sp. merujuk pada pedoman OIE. Beberapa spesies dari
Brucella memerlukan CO2 untuk tumbuh dan ada spesies yang tidak (Alton et al.
1988). Sampel Brucella sp. asal Bandung Barat tumbuh koloni spesifik Brucella
sp. dikondisi inkubasi CO2. Kemampuan tumbuh Brucella sp. dalam inkubator
bertekanan 5% CO2 cukup bervariasi. Karakteristik khas Brucella abortus untuk
tumbuh dalam inkubator bertekanan 5% CO2 memiliki arti spesifik untuk
membedakan variasi dalam spesies (Pratama et al. 2012).
Bruselosis dapat dideteksi dengan uji serologi lain seperti complement
fixation test (CFT), milk ring test (MRT), dan enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA). Uji CFT merupakan metode pemeriksaan serum untuk antibodi
Brucella sp. dikarenakan sifat pengujian memiliki tingkat kekhasan yang tinggi
(Siregar 2000). Kekurangan CFT antara lain membutuhkan fasilitas laboratorium
yang baik, staf yang terlatih dan berpengalaman, sensitivitas uji yang rendah dan
memerlukan waktu yang lebih lama dalam interpretasi hasil sehingga digantikan
oleh uji ELISA (OIE 2009). Indirect ELISA (iELISA) dan complement ELISA
(cELISA) juga memiliki kemampuannya dalam mendeteksi antibodi Brucella sp.
metode cELISA lebih spesifik namun kurang sensitif dibandingkan iELISA
(Nielsen et al. 1995 dan Weynants et al. 1996). Namun kedua metode tersebut
tidak dilakukan pada penelitian ini karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mendapatkan isolat Brucella sp., sehingga uji lanjutan setelah uji RBT adalah
dengan metode kultur dan PCR. Metode MRT tidak digunakan pada penelitian ini
karena sampel berupa serum.
Pengujian dengan metode PCR menggunakan sampel positif Brucella sp.
pada uji kultur. Pemeriksaan lanjutan ini dilakukan untuk memberikan bukti
tambahan bahwa sampel berisikan bakteri Brucella sp. Hasil identifikasi dengan
menggunakan metode PCR dinyatakan positif Brucella sp. sejalan dengan hasil
pada uji kultur (Gambar 3). Hal tersebut didukung dengan pernyataan bahwa hasil
9
terbaik sejauh ini telah diperoleh dengan menggabungkan uji kultur dan metode
PCR pada sampel klinis (Leyla et al. 2003 dan Hinic et al. 2009). Hasil penelitian
ini tidak dapat menghitung prevalensi karena pengambilan sampel dilakukan tidak
mengikuti kaidah epidemiologi.
Simpulan
Saran
Program surveilans dan pemberantasan secara berlanjut dan
berkesinambungan dari pemerintah guna memberantas kasus bruselosis di
Indonesia untuk mewujudkan Indonesia bebas bruselosis. Penerapan identitas
ternak yang berisi riwayat vaksinasi dan kesehatan hewan baik sapi lokal maupun
sapi impor.
10
DAFTAR PUSTAKA
Abdoel T, Dias IT, Cardoso R, Smits HL. 2008. Simple and rapid field tests for
brucellosis in livestock. J Vet Microbiol.130: 312–319.
Alton GG, Jones LM, Angus RD, Verger JM. 1988. Technique in The Brucellosis
Laboratory. Paris (FR): Institute National de la Recherche Agronomique.
Alton GG. 1984. Report on consultansy in animal brucellosis. Bogor (ID):
Research Institute for Veterinary Science.
Atlas RM. 1995. Handbook of Microbiology Media for The Examination of Food.
Amerika Serikat (US): CRC Pr.
Bahri S, Martindah E. 2010. Lokakarya nasional ketersediaan IPTEK dalam
pengendalian penyakit hewan strategis pada ternak ruminansia besar
[Internet]. [diunduh pada 14 Maret2014]. Tersedia pada:
http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/ind/attachments/ 24770.pdf.
Barber D, Rodriguez R, Salcedo G. 2008. Molecular profiles: A new tool to
substantiate serum banks for evaluation of potential allergenicity of GMO. J
Food Chem Toxicol. 46: 35-40.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah sapi ternak berkurang 2.5 juta ekor.
[Internet]. [diunduh pada 14 Maret2014]. Tersedia pada:
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/ 440865-bps--jumlah-sapi-ternak-
berkurang-2-5-juta-ekor.html.
Dewi AK. 2009. Kajian brucellosis pada sapi dan kambing potong yang
dilalulintaskan di penyebrangan merak, banten [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Direktorat Kesehatan Hewan. 2013. Peta situasi penyebaran brucellosis di
Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Kesehatan Hewan.
Hidayat R, Afif U, Pasaribu FH. 2010. Pemeriksaan serologik brucellosis dan
mikrobiologik susu di peternakan sapi perah Kabupaten Bogor dan
Sukabumi. Prosiding Seminar Nasional Sains III FMIPA IPB dan MIPA. Hal:
108.
Hinic V, Brodard I, Thomann A, Holub M, Miserez R, Abril C. 2009. IS711-
based real-time PCR assay as a tool for detection of Brucella spp. in wild
boars and comparison with bacterial isolation and serology. BMC Vet Res.
5:22.
[Kepmentan] Keputusan menteri pertanian. 2013. Penetapan penyakit menular
strategis. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian.
Leal-Klevezas SD, Martinez-Vazquez OI, Garcoa-Cantua J, Lopez-Merino
A,Marti-nez-Soriano PJ. 2000. Use of polymerase chain reaction to detect
Brucella abortus biovar 1 in infected goats. J Vet Microbiol. 75: 91- 97.
Leyla G, Kadri G, Umran O. 2003. Comparison of polymerase chain reaction and
bacteriological culture for the diagnosis of sheep brucellosis using aborted
fetus samples. J Vet Microbiol. 93:53–61.
Lisgaris MV, Salatra. 2005. Brucellosis. [Internet]. [diunduh pada 19 November
2013]. Tersedia pada: http://wvnv.emedicine.com/med/topic248.html.
Neta AVC, Mol JPS, Xavier MN, Paixao, TA, Lage AP, Santos RL. 2010.
Pathogenesis of bovine brucellosis. J Vet. 184:146-155.
11
RIWAYAT HIDUP