) DI
RUMAH POTONG HEWAN KAPUK JAKARTA BARAT
DENDI KOMALA
Dendi Komala
NIM B04110145
ABSTRAK
Identifikasi Endoparasit pada Babi (Sus spp.) di Rumah Potong Hewan Kapuk
Jakarta Barat. Di bawah bimbingan RISA TIURIA dan ARIFIN BUDIMAN
NUGRAHA.
Infeksi endoparasit merupakan infeksi yang paling umum terjadi pada babi.
Beberapa masalah yang terjadi akibat infeksi endoparasit antara lain diare,
dehidrasi, penurunan efisiensi pakan, penurunan berat badan dan pertumbuhan.
Infeksi endoparasit terdiri dari masalah kecacingan (ascariasis, trichuriasis) dan
infeksi protozoa (koksidiosis). Ascariasis pada babi disebabkan Ascaris suum dan
trichuriasis pada babi disebabkan Trichuris suis. Koksidiosis pada babi
disebabkan Eimeria spp.. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung persentase
infeksi endoparasit dan mengidentifikasi endoparasit pada babi di rumah potong
hewan (RPH) Kapuk. Ukuran sampel sebesar 103 sampel. Sampel feses diperiksa
dan dihitung telur tiap gram tinja (TTGT) atau ookista tiap gram tinja (OTGT)
menggunakan metode McMaster. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase
infeksi endoparasit yang terjadi pada babi di RPH kapuk sebesar 93.2%. Infeksi
endoparasit tertinggi terlihat pada infeksi oleh Eimeria spp.. Persentase ascariasis
dan trichuriasis pada babi di RPH Kapuk sebesar 3.8% dan 4.9%.
ABSTRACT
Identification of Endoparasites in Pigs at Kapuk Slaughter House. Supervised by
RISA TIURIA and ARIFIN BUDIMAN NUGRAHA.
Endoparasites infection are the most common infection in pigs. There are
many problems caused by endoparasites infection, such as diarrhea, dehydrat ion,
decreasing feed efficiency, reduce weight and growth. Endoparasites infection
consist of helminth infection (i.e ascariasis, trichuriasis) and protozoa infection
(i.e coccidiosis). Ascariasis in pigs caused by Ascaris suum and trichuriasis in pigs
caused by Trichuris suis. Coccidiosis in pigs caused by Eimeria spp.. The aims of
this study were to estimate percentage of endoparasites infection and
identification of endoparasite in pigs at Kapuk slaughter house. The sample size
was 103 samples. The faecal samples were examined and counted of egg per gram
(EPG) or oocyst per gram (OPG) by McMaster method. The result showed that
the overall percentage of endoparasites infection in Kapuk slaughter house pig
was 93.2%. While the highest endoparasite infection was observed by Eimeria
spp.. Percentage of ascariasis and trichuriasis in Kapuk pig slaughter house were
3.8% and 4.9%.
DENDI KOMALA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas
segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Judul skripsi yang dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan
Januari sampai bulan Agustus 2015 adalah “Identifikasi Endoparasit pada Babi
(Sus spp.) di Rumah Potong Hewan Kapuk Jakarta Barat”. Adapun penyusunan
skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Drh Risa Tiuria, MS selaku
pembimbing I dan Drh Arifin Budiman Nugraha, MSi selaku pembimbing II.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, Ibu Yulli
Maria Goretti, MPd dan Bapak Suwato Komala, keluarga, Abhi, Eca, Olaf, Sherly,
Gina, serta teman-teman Ganglion FKH 48 atas segala doa dan dukungannya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulis juga
ucapkan terima kasih kepada Suku Dinas Rumah Potong Hewan atas
kerjasamanya. Semoga penulis dapat menghasilkan skripsi yang bermanfaat
khususnya bagi penulis, dan umumnya bagi pembaca.
Dendi Komala
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Sifat dan Habitat Babi 2
Cacing Parasitik pada Babi 2
Protozoa pada Babi 3
METODE PENELITIAN 4
Waktu dan Tempat Penelitian 4
Bahan dan Alat Penelitian 4
Koleksi Sampel Feses 4
Pemeriksaan Kualitatif 4
Pemeriksaan Kuantitatif 5
Identifikasi Endoparasit 5
Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Kondisi Geografis Lokasi Peternakan 6
Identifikasi Tipe Telur Cacing 6
Identifikasi Spesies Eimeria spp. 6
Persentase Infeksi Endoparasit 8
Penghitungan Telur Tiap Gram Tinja / Ookista Tiap Gram Tinja 10
Kerugian Akibat Infeksi Endoparasit 10
SIMPULAN DAN SARAN 11
Simpulan 11
Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12
RIWAYAT HIDUP 14
DAFTAR TABEL
1 Telur cacing yang ditemukan pada babi 6
2 Persentase koksidiosis berdasarkan pengelompokkan spesies Eimeria
spp. 6
3 Rata-rata TTGT/OTGT menggunakan metode McMaster 10
DAFTAR GAMBAR
1 Milk spot pada hati babi 3
2 Ookista Eimeria 3
3 Persentase infeksi endoparasit menggunakan metode flotasi sederhana 9
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Nematoda merupakan cacing yang simetris bilateral dan gilig. Cacing ini
memiliki alat pencernaan sempurna. Beberapa cacing Nematoda pada babi adalah
Ascaris suum dan Trichuris suis. Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh
A. suum. Panjang cacing ini dapat mencapai 40 cm. Te lur cacing ini sangat
resisten terhadap lingkungan dan dapat hidup beberapa tahun di luar babi. Cacing
ini memiliki siklus hidup langsung. Setelah cacing termakan babi, larva akan
muncul dan bermigrasi ke mukosa sekum dalam beberapa jam. Kemudian larva
tersebut akan menuju hati untuk melakukan moulting dan menuju paru-paru.
Larva tersebut akan menjadi larva tingkat 4 dalam paru-paru. Lalu akan
menembus jaringan ke usus halus untuk menjadi cacing dewasa. Masa prepaten
cacing ini 50 hari. Cacing dewasa di dalam usus tidak menunjukkan gejala klinis
dan dapat dilihat adanya cacing dewasa pada usus halus pada pemeriksaan post-
mortem. Cacing ini dapat menyebabkan obstruksi usus halus yang dapat
menyebabkan kematian. Selain itu, obstruksi juga dapat terjadi di saluran empedu
yang akan menyebabkan jaundice. Lesio berwarna putih akan terlihat di hati yang
disebut milk spot (Gambar 1) (Urquhart et al. 1996).
3
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 hingga bulan Juni
2015 bertempat di RPH Kapuk. Pemeriksaan tinja dilakukan di Laboratorium
Helmintologi dan Laboratorium Protozoologi Bagian Parasitologi dan Entomologi
Kesehatan, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel tinja babi, larutan
garam jenuh, dan akuades. Sedangkan alat yang digunakan pada penelitian ini
adalah timbangan digital, pipet, saringan teh (0.75‒0.9µm x 0.6‒0.675 µm), spidol,
label, gelas objek dan kaca penutup, kamar hitung McMaster, tabung reaksi, dan
mikroskop cahaya.
Pemeriksaan Kualitatif
Pemeriksaan Kuantitatif
TTGT/OTGT =
Keterangan:
n : Jumlah telur cacing atau ookista dalam kamar hitung
bt : Berat tinja (gram)
Vt : Volume total sampel (ml)
Vh : Volume kamar hitung (ml)
Identifikasi Endoparasit
Jenis tipe telur cacing yang ditemukan dianalisis berdasarkan morfologi tipe
telur cacing menurut Urquhart et al. (1996). Sedangkan morfologi dan
pengukuran ookista dianalisis berdasarkan Soulsby (1982).
Analisis Data
pemeriksaan feses (Bowman 2014). Cacing A. suum memiliki empat macam telur
yang dapat dijumpai di feses, yaitu telur fertile (telur yang dibuahi), unfertile
(telur yang tidak dibuahi), decorticated (telur yang sudah dibuahi tetapi telah
kehilangan lapisan albuminnya), dan telur infektif (telur yang mengandung larva).
Menurut Pittman et al. (2010), telur trichurid pada babi berasal dari spesies
Trichuris suis. Telur T. suis memiliki bentuk oval dengan ukuran 60 x 25 µm,
berwarna cokelat, dan memiliki polar cap pada kedua ujungnya.
a
Sumber: Supriad i et al. (2014) b Su mber: Pitt man et al. (2010), bar 25 µm.
terjadi karena adanya perbedaan suhu, kelembaban, dan cara pemeliharaan ternak.
Hasil persentase infeksi T. suis dalam penelitian ini masih di bawah hasil yang
dilaporkan Edith et al. (2010) yaitu sebesar 5.6%. Persentase infeksi A. suum
biasanya lebih tinggi dari persentase infeksi T. suis seperti yang dilaporkan Jufare
et al. (2015) bahwa pada peternakan babi di Ethiopia persentase A. suum sebesar
4.9% dan T. suis sebesar 2.9%. Persentase A. suum dalam penelitian ini yang lebih
rendah dari persentase T. suis kemungkinan karena perbedaan lokasi dan
anthelmintik. Anthelmintik yang biasa digunakan oleh peternak babi di Indonesia
adalah piperazine. Piperazine memiliki efikasi yang sangat baik terhadap
roundworm (A. suum) dan nodular worm (Oesophagostomum dentatum) tetapi
tidak efektif untuk jenis cacing lain. Kelebihan yang paling utama dari piperazine
adalah harganya yang tidak mahal dan frekuensi pemberiannya cukup satu kali
(Jacela et al. 2009). Efikasi piperazine yang sangat baik terhadap cacing A. suum
dan O. dentatum sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan hasil
persentase infeksi A. suum yang lebih rendah dibandingkan dengan infeksi T. suis.
Niasono (2002) juga melaporkan bahwa pemberian piperazine citrate mampu
menurunkan jumlah telur A. suum tetapi tidak memberikan pengaruh yang efektif
bagi cacing T. suis.
Persentase koksidiosis pada babi sebesar 63.1%. Tingginya persentase
koksidiosis disebabkan karena kebersihan kandang yang tidak terjaga sehingga
ookista Eimeria dengan mudah menginfeksi babi. Babi yang dipelihara pada
kandang tradisional dengan kandang tanah sangat rentan terhadap koksidiosis.
Menurut Schwartz (2002), ookista Eimeria resisten terhadap banyak desinfektan
sehingga penting untuk melakukan penggantian litter kandang dan menjaga
kebersihannya. Selain itu, buruknya sanitasi kandang menjadi faktor yang
meningkatkan kasus koksidiosis pada babi (Supriadi et al. 2014). Pada beberapa
kasus, mengecat kandang dan lantai dapat memutus siklus infeksi Eimeria. Babi
muda umumnya lebih peka terhadap koksidiosis dan daya tahannya lebih lemah
dibandingkan dengan babi dewasa. Keadaan tersebut menyebabkan koksidiosis
sering terjadi pada babi muda dibandingkan dengan babi dewasa (Sihombing
1997). Babi muda mempunyai kebiasaan memakan kotoran induk babi yang
mengandung telur cacing atau stadium infektif protozoa. Menelan kotoran induk
babi oleh babi yang masih menyusui merupakan physiological behavior untuk
memasok kebutuhan zat besi pada anak babi (Sansom dan Gleed 1981).
Temperatur dan kelembaban lingkungan yang tinggi merupakan kondisi
yang baik untuk perkembangan Eimeria (Yuliari et al. 2013). Pemberian
koksidiostat dapat menurunkan kejadian koksidiosis. Beberapa koksidiostat dapat
menurunkan kejadian koksidiosis pada babi dewasa, tetapi koksidiostat hanya
efektif untuk mencegah kejadian koksidiosis jika diberikan pada tahap awal
infeksi sebelum gejala klinis muncul. Koksidiosis biasanya tidak memberikan
gejala klinis yang signifikan sehingga membuat peternak jarang memberikan
koksidiostat pada waktu yang tepat. Babi yang diberi koksidiostat oleh peternak
biasanya sudah memiliki kerusakan usus yang parah sehingga pengobatan yang
dilakukan tidak memberikan dampak yang besar (Hall et al. 1982). Menurut
Nansen dan Roepstorff (1999), ookista Eimeria merupakan infeksi protozoa yang
paling umum pada babi dewasa terutama babi yang tidak dikandangkan.
Persentase ookista Eimeria yang tinggi dapat diambil dari feses ternak yang tidak
menunjukkan gejala klinis (Bowman 2014). Lindsay et al. (1987) menjelaskan
9
bahwa sebanyak 82‒95% dari 200 babi yang ada di beberapa peternakan terinfeksi
ookista Eimeria. Sementara itu, di Indonesia menurut Yasa et al. (2010) bahwa
sebesar 60% babi terinfeksi Eimeria dari hasil pemeriksaan feses babi yang
dilakukan di Bali. Hasil tersebut serupa dengan hasil persentase koksidiosis dalam
penelitian ini.
15.5% Trichuris
4.9%
Eimeria
ringan sampai sedang tidak selalu menimbulkan gejala klinis yang nyata.
Sedangkan infeksi berat dari cacing dewasa dapat menyebabkan gangguan
pencernaan dan terhambatnya pertumbuhan pada babi muda (Subekti 2007). Nilai
TTGT pada kelompok Ascaris dan Trichuris yang tinggi sering ditemukan pada
babi-babi muda. Niasono (2002) melaporkan bahwa rata-rata TTGT Ascaris dan
Trichuris berturut-turut sebesar 4600 dan 308.33 dengan kisaran 100‒11600
TTGT untuk Ascaris dan 100‒900 TTGT untuk Trichuris.
pada pencernaan akan muncul setelah telur Trichuris tertelan. Larva Trichuris
tidak melakukan migrasi ekstraintestinal. Infeksi T. suis dapat menyebabkan
catarrhal enteritis dengan gejala klinis diare, dehidrasi, anoreksia, dan
keterlambatan pertumbuhan (Bowman 2014).
Koksidiosis yang parah dapat menyebabkan dehidrasi, diare kronis, dan
destruksi epitel usus. Destruksi usus akan membuat penyerapan nutrisi tidak
efektif sehingga akan menurunkan berat badan babi. Pada beberapa kasus,
dehidrasi yang terjadi dapat mengakibatkan kematian (Bowman 2014).
Simpulan
Jenis cacing yang menginfeksi babi di RPH Kapuk adalah jenis ascarid (A.
suum) dan trichurid (T. suis). Protozoa yang menginfeksi babi di RPH Kapuk
adalah Eimeria spp.. Persentase infeksi endoparasit pada babi di RPH Kapuk
sebesar 93.2%. Derajat infeksi cacing A. suum dan T. suis termasuk kategori
ringan, sedangkan derajat infeksi ookista Eimeria spp. termasuk kategori berat.
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai infeksi endoparasit pada babi
di RPH Kapuk dengan sampel individu yang dapat dibedakan umur dan jenis
kelaminnya. Manajemen pemeliharaan meliputi anthelmintik dan koksidiostat
serta kebersihan kandang di setiap peternakan dan RPH perlu diadakan secara
periodik sebagai bagian dari progam pengendalian infeksi endoparasit.
DAFTAR PUSTAKA
Bowman DD. 2014. Georgis Parasitology for Veterinarians. Ed ke-10. New York
(US): Saunders.
[BPS] Balai Pusat Statistik. 2015. Populasi Ternak 2000-2014. Jakarta (ID): BPS.
Chhabra RC, Mafukidze RT. 1992. Prevalence of coccidia in zimbabwe. Vet
Parasitol [Internet]. [diunduh 2015 Jul 30]; 41:1‒5. Tersedia pada:
http://booksc.org/s/?q=Prevalence+of+coccidia+in+zimbabwe&t=0.
Daugschies A, Imarom S, Bollwahn W. 1999. Differentiation of porcine Eimeria
spp by morphologic algorithms. J Vet Parasitol [Internet]. [diunduh 2015
Jul 30]; 81:201‒210. Tersedia pada: http://booksc.org/s/?q=
Differentiation+of+porcine+Eimeria+spp+by+morphologic+algorithms&t
=0.
Dewi K, Nugraha RTP. 2007. Endoparasit pada feses babi kutil (Sus verrucosus)
dan prevalensinya yang berada di kebun binatang Surabaya. Zoo Indonesia
12
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di RSB Tembaga, Jakarta pada tanggal 17 April 1993 dari
Ayah bernama Suwato Komala dan Ibu bernama Yulli Maria Goretti. Penulis
merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara dengan seorang kakak laki- laki
bernama Ferdi Yulianto Komala dan seorang kakak perempuan bernama Irene
Natalia Komala. Penulis pernah bersekolah di SDK 6 BPK Penabur Jakarta pada
tahun 1999-2005, SMPK 4 BPK Penabur Jakarta tahun 2005-2008, lulus dari
SMAK 5 BPK Penabur Jakarta tahun 2011 dan pada tahun yang sama lulus
15
seleksi masuk IPB jalur SNMPTN tulis di Institut Pertanian Bogor. Selama
mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif menjadi anggota Himpro HKSA tahun
2013-2014.