Oleh
Diche Septin Ardina1), Jola Rahmahani2), Iwan Sahrial Hamid3), Suwarno4), Rahaju
Ernawati5),
A. T. Soelih Estoepangestie6)
1) Mahasiswa, 2) Departemen Mikrobiologi Veteriner, 3) Departemen Ilmu Kedokteran
Dasar Veteriner, 4) Departemen Mikrobiologi Veteriner, 5) Departemen Mikrobiologi
Veteriner,
6) Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
ABSTRACT
The aim of this research was to determine the presence of Newcastle Disease antibody titre of
Kampong chickens slaughtered at slaughterplaces in Nganjuk district, East Java. This research was
conducted from May until June 2018. Totally of 122 Kampong chicken’s sera slaughtered at poultry
slaughterplaces in poultry live market in Nganjuk and Kertosono were screened for NDV antibody
using Haemagglutination Inhibition (HI) test. The result showed that seropositive rate of NDV
antibody was detected in 11 (9,09 %) of the sera, which included nine sera from Nganjuk and three
sera from Kertosono poultry slaughterplaces.
Diche Septin Ardina1), Jola Rahmahani2), Iwan Sahrial Hamid3), Suwarno4), Rahaju
Ernawati5),
A. T. Soelih Estoepangestie6)
1) Mahasiswa, 2) Departemen Mikrobiologi Veteriner, 3) Departemen Ilmu Kedokteran
Dasar Veteriner, 4) Departemen Mikrobiologi Veteriner, 5) Departemen Mikrobiologi
Veteriner,
6) Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya antibodi Newcastle Disease
(ND) pada ayam buras yang dipotong di tempat pemotongan Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2018. Sebanyak 122 sampel serum ayam
buras diambil dari tempat pemotongan di Pasar Tradisional Nganjuk dan Pasar Unggas
Kertosono. Titer antibodi ayam buras diukur menggunakan Haemagglutination Inhibition (HI) test.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 11 sampel (9,09 %) memiliki titer antibodi yang positif
terhadap ND, dimana sembilan sampel berasal dari tempat pemotongan di Pasar Tradisional
Nganjuk dan tiga sampel berasal dari tempat pemotongan di Pasar Unggas Kertosono.
Pendahuluan
Ayam buras (bukan ras) ialah salah satu plasma nutfah yang memiliki arti penting sebagai
penggerak ekonomi pedesaan. Karena unggas lokal tersebut merupakan sumberdaya domestik
yang dimiliki oleh para petani di pedesaan sebagai usaha sampingan yang mana sewaktu-waktu
dapat dijual untuk kebutuhan mendesak (Wibowo dan Amanu, 2010). Pada pemeliharaan unggas
di sektor 1 dan 2 telah didukung oleh sistem penanganan kesehatan yang memadai dan didukung
fasilitas yang lengkap dan terprogram, terutama untuk vaksinasi. Sedangkan penanganan
kesehatan pada sektor 3 dan 4 tidak ada perhatian khusus. Sistem ini sangat lemah terhadap sistem
kesehatan hewan, bahkan tidak ada sama sekali (adjied dkk., 2005). Sektor 3 dan 4 didominasi ini
oleh peternakan rakyat dengan sistem ekstensif dan semi intensif. Unggas yang dipelihara secara
ekstensif maupun semi intensif menyebabkan pengawasan terhadap kesehatan dan perkembangan
ayam sulit untuk terkontrol. Pemeliharaan dengan cara ini menyebabkan tingginya kontak antar
unggas sehingga meningkatkan potensi peluang penularan penyakit secara lateral (Darniati, 2014).
4
Peternak ayam buras bahkan jarang menerapkan tindakan vaksinasi, sehingga ayam sangat rentan
terinfeksi berbagai penyakit (Sari, 2007). Meskipun ayam buras dikenal memiliki ketahanan
terhadap penyakit, tetapi pada kenyataannya kematian ayam dapat mencapai lebih dari 50% per
Newcastle Disease (ND) merupakan penyakit yang patut diwaspadai sebab tergolong penyakit
umum yang menyerang unggas terutama pada ayam, baik ayam ras maupun ayam buras
(Kurnianingtyas dkk., 2017). Penyakit ND dapat menyebabkan kerugian bagi peternakan unggas.
Tabbu (2000) menyatakan kerugian akibat penyakit ND disebabkan oleh morbiditas maupun
mortalitas pada unggas mencapai 50-100% akibat strain virus ND velogenik, dan 30-50 % pada
strain mesogenik. Sementara strain virus ND lentogenik hanya menimbulkan gejala klinis ringan.
Penyakit ND dikenal di masyarakat Indonesia dengan nama tetelo dan merupakan penyakit
Menurut data yang dilaporkan oleh Office International Des Epizooties (OIE) dalam
Kurnianingtyas dkk. (2017) mengenai kejadian ND di Bali pada tahun 2007, sekitar 1.500 hingga
8.000 ekor ayam terinfeksi ND setiap bulannya, sedangkan kasus di Jawa Timur dilaporkan sekitar
100 sampai 1.500 ekor unggas terinfeksi ND tiap bulannya dan menjadi 14.000 kasus pada Februari
2011. Pada bulan Januari 2013, ditemukan kejadian kematian mendadak pada ratusan ekor ayam
buras akibat penyakit Newcastle Disease milik warga di Desa Genukwatu, Kecamatan Ngoro,
Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. Ayam buras yang mati menunjukkan gejala khas ND
yaitu leher terpelintir (tortikolis) kemudian ayam menggelepar dan mati (Sindonews, 2018).
Nganjuk merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Pada tahun 2016 jumlah
ayam buras yaitu sebesar 1.225.138 ekor dan mengalami peningkatan pada tahun 2017 dengan
jumlah sebanyak 1.225.246 ekor (Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk, 2016-2017). Masyarakat
pedesaan di Kabupaten Nganjuk pada umumnya memelihara unggas dengan cara diumbar di
perkarangan. Ayam buras masih dianggap usaha sampingan dan sebagai tabungan masa depan
5
yang dapat dijual sewaktu-waktu, bukan sebagai pekerjaan utama. Hal ini menyebabkan tidak ada
perhatian khusus dari peternak terhadap perkembangan dan kesehatan unggas mereka, terutama
Penyakit ND telah menyebar ke seluruh Indonesia dan bersifat endemik. Kasus infeksi
penyakit ND di Kabupaten Nganjuk belum pernah tercatat sampai saat ini karena tidak adanya
laporan dari peternak. Ayam buras yang terinfeksi virus ND akan menginduksi tubuhnya untuk
membentuk antibodi sebagai bentuk perlawanan terhadap virus. Adanya antibodi berguna untuk
mengetahui pernah tidaknya unggas tersebut terpapar oleh virus ND. Oleh sebab itu, untuk
mengetahui apakah ayam buras di Kabupaten Nganjuk pernah terpapar oleh virus ND dapat
dilakukan dengan mendeteksi adanya antibodi terhadap ND pada ayam buras yang dipotong di
Adanya antibodi dapat berasal respon imun tubuh terhadap paparan virus melalui infeksi
alami maupun secara vaksinasi. Virus ND yang berasal dari lingkungan akan menginfeksi unggas
secara alami menyebabkan tubuh unggas membentuk antibodi spesifik. Antibodi yang terbentuk
dari infeksi alami artinya masih ada virus ND di lingkungan. Vaksinasi sendiri merupakan
tindakan yang disengaja oleh pemilik unggas untuk memberikan kepada unggas dengan tujuan
merangsang pembentukan antibodi spesifik dalam tubuh unggas sehingga apabila sewaktu-waktu
unggas tersebut terserang virus ND tubuh dapat melawannya (Wibowo dkk., 2012).
Variabel Tergantung : Titer antibodi terhadap ND pada ayam buras yang dipotong di tempat
Rancangan Penelitian
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya mulai Mei sampai dengan Juni 2018.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini ialah tabung venoject, erlemenyer, petri dish,
pipet Pasteur, pipet hisab, multichannel micropipette, yellow tip, microtube 1,5 mL, waterbath,
spuit, needle, sentrifuge, vortex, micropate “V” 96 well, freezer, refrigerator, dan ice box.
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serum ayam buras, antigen ND
standart (Terdaftar DEPTAN RI No. D. 0707142 VKC), NaCl fisiologis (PT. Otsuka, Malang/Reg.
No. : DKL 9818705149A1), suspensi eritrosit ayam 0,5%, alkohol 70%, dan antikoagulan EDTA.
Prosedur Penelitian
1. Penentuan sampel
Jenis sampel pada penelitian ini adalah serum ayam buras yang diperoleh dari tempat
pemotongan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, yaitu di Pasar Tradisional Nganjuk dan di Pasar
judgement sampling. Penelitian ini menggunakan sebanyak 122 sampel menggunakan rumus
Sebanyak 122 sampel diambil dari tempat pemotongan di pasar tradisional Nganjuk dan di
pasar unggas Kertosono dengan jumlah sama banyak. Pengambilan sampel berjarak dua antar
sampel. Waktu pengambilan sampel dilaksanakan pada tanggal 21-24 Mei 2018. Darah diambil
langsung dari ayam buras yang dipotong dengan menampungnya pada venoject. Darah dibiarkan
pada suhu ruangan sampai membeku dan keluar serum. Serum dapat diambil dan dipisahkan dari
bekuan darah kemudian ditampung ke dalam microtube dan selanjutnya dapat disimpan di freezer.
3. Preparasi sampel
Serum diinaktivasi dengan memanaskannya diatas waterbath bersuhu 56oC selama 30 menit.
Darah diambil dari ayam yang sehat menggunakan EDTA. Kemudian dilakukan pencucian
eritrosit dengan disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Setelah didapatkan
endapan, supernatant dan buffy coat dapat dibuang. Sisa endapan kemudian dicuci dengan larutan
NaCl fisiologis lalu disentrifuse lagi. Langkah seperti ini dilakukan sampai supernatant jernih.
5. Uji HA
Titrasi antigen diawali dengan mengisi 25 µl NaCl fisiologis ke dalam sumur microplate pada
lubang pertama sampai terakhir pada baris A dan B. Kemudian, mengisi sebanyak 25 µl antigen
ND pada sumur pertama baris A dan B. Setelahnya, mencampurkan antigen dengan larutan NaCl
lalu memindahkanya pada sumur ke-2 dan mencampurnya kembali menggunakan mikropipet.
Langkah seperti ini dilakukan sampai sumur ke-11. Pada sumur ke-12 dapat digunakan sebagai
kontrol eritrosit (tanpa antigen). Setelahnya, memasukkan suspensi eritrosit 0,5% sebanyak 50 µl
pada semua sumur dan menggoyang microplate secara perlahan. Setelah selesai, dapat
menginkubasikannya pada suhu kamar selama 30 menit. Uji HA dinyatakan positif apabila pada
Retitrasi antigen berguna untuk menentukan apakah antigen yang dikehendaki tepat
memiliki titer 4 HA unit. Metode ini diawali dengan mengisi microplate pada sumur pertama
sampai kelima dengan 25 µl NaCl fisiologis. Lalu, memasukkan antigen sebanyak 25 µl ke dalam
sumur pertama. Kemudian mencampur antigen dengan NaCl fisiologis dengan mikropipet dan
Demikian dapat dilakukan seterusnya sampai dengan lubang ke-4. Sumur ke-5 dapat dijadikan
kontrol eritrosit (tanpa antigen). Langkah selanjutnya, memasukkan suspensi eritrosit 0,5%
sebanyak 50 µl pada semua lubang, kemudian menggoyang microplate secara perlahan. Setelahnya
dapat dilanjutkan dengan menginkubasikan pada suhu kamar selama 30 menit. Titer antigen
dinyatakan 4 HA unit jika hemaglutinasi terjadi sampai lubang ke-2 (Ernawati dkk., 2013).
6. Uji HI
Cara kerja uji HI diawali dengan mengisi 25 µl NaCl fisiologis ke dalam sumur microplate
dari lubang A sampai lubang H. Serum yang akan diperiksa ditambahkan ke dalam lubang A
dalam lubang B. Langkah seperti ini dilakukan seterusnya sampai lubang G. Pada lubang H dapat
digunakan sebagai kontrol serum (tanpa antigen) dengan menambahkan serum yang akan
diperiksa sebanyak 25 µl. Selanjutnya, mengisi antigen 4 HA unit sebanyak 25 µl pada lubang A
sampai G, lalu menggoyang microplate secara perlahan. Lalu dapat diinkubasikan pada suhu
kamar selama 30 menit. Setelah itu, dapat dilakukan penambahan 50 µl suspensi eritrosit 0,5 % ke
dalam semua lubang. Sedangkan sebagai kontrol eritrosit dapat dilakukan pada microplate khusus
dengan cara menambahkan 25 µl NaCl fisiologis dan 50 µl suspensi eritrosit 0,5 %. Terakhir, dapat
diinkubasikan pada suhu kamar selama 30 menit sampai hasilnya dapat terbaca. (Ernawati dkk.
yang telah dimodifikasi., 2013). Jika hasil uji pada kontrol serum menunjukkan adanya aglutinasi
maka perlu dilakukan perlakuan khusus terhadap serum dengan eritrosit ayam murni (100%).
Setelahnya, uji HI dapat dilakukan kembali sesuai prosedur dengan menggunakan serum yang
9
telah dilakukan perlakuan khusus. Hasil uji dinyatakan positif HI jika ada hambatan aglutinasi
dan titer antibodi dinyatakan positif pada ≥1/16 (≥24 atau log2 4) (OIE, 2012).
Analisis Data
Data yang didapat dari keseluruhan hasil penelitian dianalisa dan disajikan secara deskriptif.
Berdasarkan hasil uji HI pada seluruh sampel serum ayam buras yang dipotong di tempat
pemotongan Kabupaten Nganjuk ( Tabel 4.1.) terdapat 11 sampel dengan presentase 9,01% yang
menunjukkan hasil seropositif, sedangkan 111 sampel dengan presentase 90,99 % menunjukkan
hasil seronegatif. Angka seropositif sampel yang berasal dari tempat pemotongan di Pasar
Tradisional Nganjuk menunjukkan hasil yang lebih tinggi sebanyak sembilan sampel (14,75 %)
dari total 61 sampel yang diperiksa. Sedangkan di Pasar Unggas Kertosono menunjukkan hasil
seropositif sebanyak tiga sampel (3,27 %) dari total 61 sampel yang diperiksa. Jadi, hasil dari
pengujian serologis menunjukkan sebanyak 11 sampel (9,01 %) dari total total 122 sampel yang
Tabel 4.1. Hasil pemeriksaan uji HI pada sampel serum ayam buras di tempat pemotongan
Kabupaten Nganjuk.
Pasar Tradisional
61 9 (14,75%) 52 (85,25 %)
Nganjuk
Pasar Unggas
61 2 (3,27 %) 59 (96,73 %)
Kertosono
10
Pada hasil uji HI, sebanyak 11 sampel (9,01 %) dari total 122 sampel memiliki titer antibodi
≥24. Adanya antibodi tersebut menunjukkan bahwa ayam buras pernah memiliki riwayat terinfeksi
virus ND sebelumnya. Adanya antibodi tersebut dapat berasal dari infeksi alami ataupun melalui
vaksinasi pada unggas tersebut. Kemungkinan virus ND menginfeksi ayam buras secara alami
karena sebagian besar peternak masih menerapkan sistem pemeliharaan secara ekstensif dan
belum pernah melakukan tindakan vaksinasi sebelumnya. Keberadaan antibodi ND pada sampel
serum ayam buras yang diteliti dan kemungkinan disebabkan oleh infeksi alami menunjukkan
Tingkat keseragaman titer antibodi terhadap penyakit ND pada ayam buras yang dipotong
di tempat pemotongan Kabupaten Nganjuk sebanyak 9,01 % dapat dikatakan tergolong rendah
dan tidak seragam, karena titer antibodi dinyatakan buruk apabila besarnya < 55% (Yusmariza
dkk., 2014). Rendahnya tingkat titer antibodi pada sebagian besar sampel ayam buras
memperlihatkan kondisi di lapangan bahwa memang sebagian besar ayam buras tidak dilakukan
vaksinasi atau beberapa ada yang dilakukan vaksinasi namun karena gagal maka menunjukkan
titer antibodi yang rendah. Hal ini sangat beresiko terhadap serangan penyakit ND sewaktu-waktu
hasil seronegatif pada uji HI dengan titer antibodi kurang dari log 2 4. Kemungkinan penyebab
tidak terdeteksinya antibodi pada unggas karena unggas sebelumnya tidak pernah terinfeksi oleh
virus ND secara alami maupun secara vaksinasi. Kemungkinan lain unggas pernah terpapar virus
ND dalam waktu belum lama sehingga antibodi belum terbentuk atau sudah terbentuk dalam
kuantitas sedikit sehingga tidak terdeteksi oleh uji HI. Selain itu, bisa disebabkan kemungkinan
unggas terinfeksi virus ND sudah dalam waktu sangat lama sehingga antibodi dalam tubuh
tinggal sedikit dan tidak memberikan hasil positif pada uji HI (Amanu dan Rohi, 2005).
11
Pada hasil uji HI menunjukkan sebanyak 11 sampel ayam buras yang diambil dari tempat
pemotongan Kabupaten Nganjuk dinyatakan positif dan sebanyak 111 sampel dinyatakan negatif.
Titer antibodi sampel ayam buras yang positif menunjukkan hasil yang bervariasi. Variasi titer
antibodi dipengaruhi oleh kondisi ayam, jumlah virus yang menginfeksi, dan perbedaan waktu
infeksi (Purnawati dan Sudarnika, 2008). Hasil uji HI pada titer antibodi sebesar 2 4 sampai 210
menunjukkan bahwa unggas memiliki titer antibodi protektif terhadap penyakit ND. Sedangkan
titer antibodi 20 sampai 23 dapat dikatakan unggas tersebut tidak memiliki antibodi yang spesifik
terhadap ND. Titer antibodi yang tinggi mungkin dikarenakan oleh infeksi pada strain virus
virulent seperti pada galur mesogenik yang menimbulkan gejala pada sistem respirasi dan syaraf
dengan tingkat kematian rendah dan juga bisa disebabkan oleh virus strain lentogenik yang
merupakan virus penyebab infeksi ringan pada saluran respirasi tanpa morbiditas dan mortalitas
Tindakan vaksinasi masih dipandang sebagai cara efektif untuk menanggulangi penyakit
ND. Vaksinasi ND pada ayam buras yang dipelihara secara ekstensif atau umbaran masih
mungkin bisa dilakukan, karena vaksin hidup/aktif ND secara komersial sudah tersedia dan
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji HI pada 122 sampel ayam buras yang
Daftar Pustaka
Adjid, R.M.A, Indriari, R., Damayanti, R., Aryanti, T. dan Darminto. 2005.Dukungan Teknologi
Veteriner dan Strategi Pengendalian Penyakit Unggas (Ayam) di sektor 3 dan 4. Balai Besar
Penelitian Veteriner.
Amanu, S. dan Rohi E.K. 2005. Studi Serologi dengan Uji Hambatan Hemaglutinasi terhadap
Angsa yang Bertindak sebagai Pembawa Newcastle Disease di D.I. Yogyakarta. J. Sains Vet. 1:
8-12.
12
Bagus, M. 14 Januari 2013. Ayam mati mendadak, Dinas melakukan penyemprotan masal.
https://daerah.sindonews.com/read/706999/23/ayam-mati-mendadak-dinas-lakukan-
penyemprotan-masal-1358153716 [Diakses pada 26 Juli 2018].
Damawi, Fakhurrazi, Wiliana, Dewi, M., Abrar, M., Jamin, F. dan Manaf, Z.H. 2015. Deteksi
Antibodi Serum Ayam Kampung (Gallus domesticus) terhadap Virus Newcastle Disease di Kota
Banda Aceh. J. Medik. Vet. 9(1): 5-7.
Darniati. 2014. Deteksi Molekuler dan KeragamanVirus Newcastle Diseasepada Ayam Kampungdi
Wilayah Aceh [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. InstitutPertanian Bogor.
Ernawati, R., Rahardjo, A.P., S. Sianita, W., Rahmahani, J., Rantam, F.A. dan Suwarno. 2013.
Petunjuk Praktikum Pemeriksaan Virologik dan Serologik. Laboratorium Virologi dan
Imunologi. FKH Unair. Surabaya.
Kencana, G.A.Y., Suartha, I.N., Nainggolan, D.R.B. dan Tobing, A.S.L. 2017. Respons Imun Ayam
Petelur Pascavaksinasi Newcastle Disease dan Egg Drop Syndrome. J. Sains. Vet. 35(1): 81-90.
Kurnianingtyas, E., Setiyaningsih, S. dan Indrawati, A. 2017. Penentuan Patotipe Molekuler Virus
Newcastle Disease: Isolat Lapang di Tiga Wilayah Kabupaten Jawa Timur. Acta Vet. Indones.
5(1): 8-15.
OIE. 2012. Manual of Diagnostic Test and Vaccines for Terrestrial Animals. Chapter 2.3.14.
http://www.oie.int/international-standard-setting/terrestrial-manual/access-online.
[Diakses pada 24 Desember 2017].
Oyiguh, J. K., Sulaiman, L.K., Mesako, C. A., Ismail, S., Sulaeman, I., Ahmed, S. J., and Onate, E. C.
2014. Prevalence of Newcastle Disease Antibodies in Local Chicken in Federal Capital
Territory, Abuja, Nigeria. Int. Sch. Res. Notices. 1-3.
Perdana, Z. 2016. Deteksi Antibodi Virus Newcastle Disease (ND) pada Ayam Buras (Gallus
domesticus) di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto dengan Uji
Haemaglutination Inhibition (HI) [Skripsi]. Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga.
Tabbu, C.R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya: Penyakit Bakterial, Mikal, dan Viral. I.
Kanisius. Yogyakarta. 232-244.
Wibawan, I. W. T. 2012. Strategi Pengendalian Penyakit Utama pada Ayam Kampung. Workshop
Nasional Unggas Lokal. 34-37.
Yusmariza, N., Santoso, P. E. dan Siswanto. 2014. Profil Titer Antibodi Newcastle Disease (ND) dan
Avian Influenza (AI) pada Itik Petelur Fase Grower di Kecamatan Gadingrejo Kabupaten
Pringsewu. Jur. Ilmu. Peter. Terp. 16-22.