Anda di halaman 1dari 12

ARTIKEL ILMIAH

DETEKSI ANTIBODI Newcastle Disease PADA AYAM BURAS


DI TEMPAT PEMOTONGAN KABUPATEN NGANJUK

Oleh

DICHE SEPTIN ARDINA


061411131135

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS AIRLANGGA
2018
2

DETECTION OF NEWCASTLE DISEASE ANTIBODY OF KAMPONG CHICKENS


SLAUGHTERED AT CHICKENS SLAUGHTERPLACES
IN NGANJUK DISTRICT, EAST JAVA

Diche Septin Ardina1), Jola Rahmahani2), Iwan Sahrial Hamid3), Suwarno4), Rahaju
Ernawati5),
A. T. Soelih Estoepangestie6)
1) Mahasiswa, 2) Departemen Mikrobiologi Veteriner, 3) Departemen Ilmu Kedokteran
Dasar Veteriner, 4) Departemen Mikrobiologi Veteriner, 5) Departemen Mikrobiologi
Veteriner,
6) Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga

ABSTRACT

The aim of this research was to determine the presence of Newcastle Disease antibody titre of
Kampong chickens slaughtered at slaughterplaces in Nganjuk district, East Java. This research was
conducted from May until June 2018. Totally of 122 Kampong chicken’s sera slaughtered at poultry
slaughterplaces in poultry live market in Nganjuk and Kertosono were screened for NDV antibody
using Haemagglutination Inhibition (HI) test. The result showed that seropositive rate of NDV
antibody was detected in 11 (9,09 %) of the sera, which included nine sera from Nganjuk and three
sera from Kertosono poultry slaughterplaces.

Keywords : Newcastle Disease, Antibody, HI test, Kampong chicken

Menyetujui untuk dipublikasi dengan Author Diche Septin Ardina


Surabaya, 31 Juli 2018
3

DETEKSI ANTIBODI Newcastle Disease PADA AYAM BURAS DI TEMPAT PEMOTONGAN


KABUPATEN NGANJUK

Diche Septin Ardina1), Jola Rahmahani2), Iwan Sahrial Hamid3), Suwarno4), Rahaju
Ernawati5),
A. T. Soelih Estoepangestie6)
1) Mahasiswa, 2) Departemen Mikrobiologi Veteriner, 3) Departemen Ilmu Kedokteran
Dasar Veteriner, 4) Departemen Mikrobiologi Veteriner, 5) Departemen Mikrobiologi
Veteriner,
6) Departemen Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya antibodi Newcastle Disease
(ND) pada ayam buras yang dipotong di tempat pemotongan Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2018. Sebanyak 122 sampel serum ayam
buras diambil dari tempat pemotongan di Pasar Tradisional Nganjuk dan Pasar Unggas
Kertosono. Titer antibodi ayam buras diukur menggunakan Haemagglutination Inhibition (HI) test.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 11 sampel (9,09 %) memiliki titer antibodi yang positif
terhadap ND, dimana sembilan sampel berasal dari tempat pemotongan di Pasar Tradisional
Nganjuk dan tiga sampel berasal dari tempat pemotongan di Pasar Unggas Kertosono.

Kata Kunci : Newcastle Disease, Antibodi, HI test, Ayam Buras

Pendahuluan
Ayam buras (bukan ras) ialah salah satu plasma nutfah yang memiliki arti penting sebagai

penggerak ekonomi pedesaan. Karena unggas lokal tersebut merupakan sumberdaya domestik

yang dimiliki oleh para petani di pedesaan sebagai usaha sampingan yang mana sewaktu-waktu

dapat dijual untuk kebutuhan mendesak (Wibowo dan Amanu, 2010). Pada pemeliharaan unggas

di sektor 1 dan 2 telah didukung oleh sistem penanganan kesehatan yang memadai dan didukung

fasilitas yang lengkap dan terprogram, terutama untuk vaksinasi. Sedangkan penanganan

kesehatan pada sektor 3 dan 4 tidak ada perhatian khusus. Sistem ini sangat lemah terhadap sistem

kesehatan hewan, bahkan tidak ada sama sekali (adjied dkk., 2005). Sektor 3 dan 4 didominasi ini

oleh peternakan rakyat dengan sistem ekstensif dan semi intensif. Unggas yang dipelihara secara

ekstensif maupun semi intensif menyebabkan pengawasan terhadap kesehatan dan perkembangan

ayam sulit untuk terkontrol. Pemeliharaan dengan cara ini menyebabkan tingginya kontak antar

unggas sehingga meningkatkan potensi peluang penularan penyakit secara lateral (Darniati, 2014).
4

Peternak ayam buras bahkan jarang menerapkan tindakan vaksinasi, sehingga ayam sangat rentan

terinfeksi berbagai penyakit (Sari, 2007). Meskipun ayam buras dikenal memiliki ketahanan

terhadap penyakit, tetapi pada kenyataannya kematian ayam dapat mencapai lebih dari 50% per

tahun akibat infeksi virus (Folitse et. al., 1998).

Newcastle Disease (ND) merupakan penyakit yang patut diwaspadai sebab tergolong penyakit

umum yang menyerang unggas terutama pada ayam, baik ayam ras maupun ayam buras

(Kurnianingtyas dkk., 2017). Penyakit ND dapat menyebabkan kerugian bagi peternakan unggas.

Tabbu (2000) menyatakan kerugian akibat penyakit ND disebabkan oleh morbiditas maupun

mortalitas pada unggas mencapai 50-100% akibat strain virus ND velogenik, dan 30-50 % pada

strain mesogenik. Sementara strain virus ND lentogenik hanya menimbulkan gejala klinis ringan.

Penyakit ND dikenal di masyarakat Indonesia dengan nama tetelo dan merupakan penyakit

endemik yang ditandai kejadian sepanjang tahun (Kencana dkk.,2017).

Menurut data yang dilaporkan oleh Office International Des Epizooties (OIE) dalam

Kurnianingtyas dkk. (2017) mengenai kejadian ND di Bali pada tahun 2007, sekitar 1.500 hingga

8.000 ekor ayam terinfeksi ND setiap bulannya, sedangkan kasus di Jawa Timur dilaporkan sekitar

100 sampai 1.500 ekor unggas terinfeksi ND tiap bulannya dan menjadi 14.000 kasus pada Februari

2011. Pada bulan Januari 2013, ditemukan kejadian kematian mendadak pada ratusan ekor ayam

buras akibat penyakit Newcastle Disease milik warga di Desa Genukwatu, Kecamatan Ngoro,

Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. Ayam buras yang mati menunjukkan gejala khas ND

yaitu leher terpelintir (tortikolis) kemudian ayam menggelepar dan mati (Sindonews, 2018).

Nganjuk merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Pada tahun 2016 jumlah

ayam buras yaitu sebesar 1.225.138 ekor dan mengalami peningkatan pada tahun 2017 dengan

jumlah sebanyak 1.225.246 ekor (Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk, 2016-2017). Masyarakat

pedesaan di Kabupaten Nganjuk pada umumnya memelihara unggas dengan cara diumbar di

perkarangan. Ayam buras masih dianggap usaha sampingan dan sebagai tabungan masa depan
5

yang dapat dijual sewaktu-waktu, bukan sebagai pekerjaan utama. Hal ini menyebabkan tidak ada

perhatian khusus dari peternak terhadap perkembangan dan kesehatan unggas mereka, terutama

jarang bahkan tidak pernah dilakukanya pencegahan penyakit seperti vaksinasi.

Penyakit ND telah menyebar ke seluruh Indonesia dan bersifat endemik. Kasus infeksi

penyakit ND di Kabupaten Nganjuk belum pernah tercatat sampai saat ini karena tidak adanya

laporan dari peternak. Ayam buras yang terinfeksi virus ND akan menginduksi tubuhnya untuk

membentuk antibodi sebagai bentuk perlawanan terhadap virus. Adanya antibodi berguna untuk

mengetahui pernah tidaknya unggas tersebut terpapar oleh virus ND. Oleh sebab itu, untuk

mengetahui apakah ayam buras di Kabupaten Nganjuk pernah terpapar oleh virus ND dapat

dilakukan dengan mendeteksi adanya antibodi terhadap ND pada ayam buras yang dipotong di

tempat pemotongan menggunakan uji HI (Haemaglutination Inhibition).

Adanya antibodi dapat berasal respon imun tubuh terhadap paparan virus melalui infeksi

alami maupun secara vaksinasi. Virus ND yang berasal dari lingkungan akan menginfeksi unggas

secara alami menyebabkan tubuh unggas membentuk antibodi spesifik. Antibodi yang terbentuk

dari infeksi alami artinya masih ada virus ND di lingkungan. Vaksinasi sendiri merupakan

tindakan yang disengaja oleh pemilik unggas untuk memberikan kepada unggas dengan tujuan

merangsang pembentukan antibodi spesifik dalam tubuh unggas sehingga apabila sewaktu-waktu

unggas tersebut terserang virus ND tubuh dapat melawannya (Wibowo dkk., 2012).

Materi dan Metode Penelitian

Peubah yang diamati

Variabel Bebas : Ada tidaknya infeksi virus ND pada ayam buras.

Variabel Tergantung : Titer antibodi terhadap ND pada ayam buras yang dipotong di tempat

pemotongan Kabupaten Nganjuk menggunakan uji HI.


6

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian non eksperimental laboratorium yang

bersifat survey deskriptif.

Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di tempat pemotongan Kabupaten Nganjuk dan pengujian

sampel dilakukan di Laboratorium Virologi dan Imunologi, Departemen Mikrobiologi Veteriner,

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya mulai Mei sampai dengan Juni 2018.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini ialah tabung venoject, erlemenyer, petri dish,

pipet Pasteur, pipet hisab, multichannel micropipette, yellow tip, microtube 1,5 mL, waterbath,

spuit, needle, sentrifuge, vortex, micropate “V” 96 well, freezer, refrigerator, dan ice box.

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serum ayam buras, antigen ND

standart (Terdaftar DEPTAN RI No. D. 0707142 VKC), NaCl fisiologis (PT. Otsuka, Malang/Reg.

No. : DKL 9818705149A1), suspensi eritrosit ayam 0,5%, alkohol 70%, dan antikoagulan EDTA.

Prosedur Penelitian

1. Penentuan sampel

Jenis sampel pada penelitian ini adalah serum ayam buras yang diperoleh dari tempat

pemotongan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, yaitu di Pasar Tradisional Nganjuk dan di Pasar

Unggas Kertosono. Pengambilan sampel menggunakan metode nonprobability sampling, yaitu

judgement sampling. Penelitian ini menggunakan sebanyak 122 sampel menggunakan rumus

(estismasi prevalensi 12,5 % (Darmawi dkk., 2015) dan galat 6 %):

n = 4PQ = 4 x 0,125 x (1-0,125)


L2 0,062
= 4 x 0,125 x 0,875
0,0036
= 0,4375
0,0036
= 122
7

2. Pengambilan dan Koleksi Sampel Penelitian

Sebanyak 122 sampel diambil dari tempat pemotongan di pasar tradisional Nganjuk dan di

pasar unggas Kertosono dengan jumlah sama banyak. Pengambilan sampel berjarak dua antar

sampel. Waktu pengambilan sampel dilaksanakan pada tanggal 21-24 Mei 2018. Darah diambil

langsung dari ayam buras yang dipotong dengan menampungnya pada venoject. Darah dibiarkan

pada suhu ruangan sampai membeku dan keluar serum. Serum dapat diambil dan dipisahkan dari

bekuan darah kemudian ditampung ke dalam microtube dan selanjutnya dapat disimpan di freezer.

3. Preparasi sampel

Serum diinaktivasi dengan memanaskannya diatas waterbath bersuhu 56oC selama 30 menit.

4. Pembuatan Suspensi Eritrosit 0,5 %

Darah diambil dari ayam yang sehat menggunakan EDTA. Kemudian dilakukan pencucian

eritrosit dengan disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Setelah didapatkan

endapan, supernatant dan buffy coat dapat dibuang. Sisa endapan kemudian dicuci dengan larutan

NaCl fisiologis lalu disentrifuse lagi. Langkah seperti ini dilakukan sampai supernatant jernih.

5. Uji HA

Titrasi antigen diawali dengan mengisi 25 µl NaCl fisiologis ke dalam sumur microplate pada

lubang pertama sampai terakhir pada baris A dan B. Kemudian, mengisi sebanyak 25 µl antigen

ND pada sumur pertama baris A dan B. Setelahnya, mencampurkan antigen dengan larutan NaCl

menggunakan mikropipet. Pengenceran dilakukan dengan mengambil 25 µl dari sumur pertama,

lalu memindahkanya pada sumur ke-2 dan mencampurnya kembali menggunakan mikropipet.

Langkah seperti ini dilakukan sampai sumur ke-11. Pada sumur ke-12 dapat digunakan sebagai

kontrol eritrosit (tanpa antigen). Setelahnya, memasukkan suspensi eritrosit 0,5% sebanyak 50 µl

pada semua sumur dan menggoyang microplate secara perlahan. Setelah selesai, dapat

menginkubasikannya pada suhu kamar selama 30 menit. Uji HA dinyatakan positif apabila pada

sumur terbentuk aglutinasi (Ernawati, 2013).


8

Retitrasi antigen berguna untuk menentukan apakah antigen yang dikehendaki tepat

memiliki titer 4 HA unit. Metode ini diawali dengan mengisi microplate pada sumur pertama

sampai kelima dengan 25 µl NaCl fisiologis. Lalu, memasukkan antigen sebanyak 25 µl ke dalam

sumur pertama. Kemudian mencampur antigen dengan NaCl fisiologis dengan mikropipet dan

memindahkannya sebanyak 25 µl ke sumur ke-2 lalu mencampurkannya lagi dengan mikropipet.

Demikian dapat dilakukan seterusnya sampai dengan lubang ke-4. Sumur ke-5 dapat dijadikan

kontrol eritrosit (tanpa antigen). Langkah selanjutnya, memasukkan suspensi eritrosit 0,5%

sebanyak 50 µl pada semua lubang, kemudian menggoyang microplate secara perlahan. Setelahnya

dapat dilanjutkan dengan menginkubasikan pada suhu kamar selama 30 menit. Titer antigen

dinyatakan 4 HA unit jika hemaglutinasi terjadi sampai lubang ke-2 (Ernawati dkk., 2013).

6. Uji HI

Cara kerja uji HI diawali dengan mengisi 25 µl NaCl fisiologis ke dalam sumur microplate

dari lubang A sampai lubang H. Serum yang akan diperiksa ditambahkan ke dalam lubang A

sebanyak 25 µl dan dicampur menggunakan mikropipet, kemudian dipindahkan sebanyak 25 µl ke

dalam lubang B. Langkah seperti ini dilakukan seterusnya sampai lubang G. Pada lubang H dapat

digunakan sebagai kontrol serum (tanpa antigen) dengan menambahkan serum yang akan

diperiksa sebanyak 25 µl. Selanjutnya, mengisi antigen 4 HA unit sebanyak 25 µl pada lubang A

sampai G, lalu menggoyang microplate secara perlahan. Lalu dapat diinkubasikan pada suhu

kamar selama 30 menit. Setelah itu, dapat dilakukan penambahan 50 µl suspensi eritrosit 0,5 % ke

dalam semua lubang. Sedangkan sebagai kontrol eritrosit dapat dilakukan pada microplate khusus

dengan cara menambahkan 25 µl NaCl fisiologis dan 50 µl suspensi eritrosit 0,5 %. Terakhir, dapat

diinkubasikan pada suhu kamar selama 30 menit sampai hasilnya dapat terbaca. (Ernawati dkk.

yang telah dimodifikasi., 2013). Jika hasil uji pada kontrol serum menunjukkan adanya aglutinasi

maka perlu dilakukan perlakuan khusus terhadap serum dengan eritrosit ayam murni (100%).

Setelahnya, uji HI dapat dilakukan kembali sesuai prosedur dengan menggunakan serum yang
9

telah dilakukan perlakuan khusus. Hasil uji dinyatakan positif HI jika ada hambatan aglutinasi

dan titer antibodi dinyatakan positif pada ≥1/16 (≥24 atau log2 4) (OIE, 2012).

Analisis Data

Data yang didapat dari keseluruhan hasil penelitian dianalisa dan disajikan secara deskriptif.

Presentase sampel seropositif ND = (Budiharta dan Suardana

dalam Perdana, 2016).

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil uji HI pada seluruh sampel serum ayam buras yang dipotong di tempat

pemotongan Kabupaten Nganjuk ( Tabel 4.1.) terdapat 11 sampel dengan presentase 9,01% yang

menunjukkan hasil seropositif, sedangkan 111 sampel dengan presentase 90,99 % menunjukkan

hasil seronegatif. Angka seropositif sampel yang berasal dari tempat pemotongan di Pasar

Tradisional Nganjuk menunjukkan hasil yang lebih tinggi sebanyak sembilan sampel (14,75 %)

dari total 61 sampel yang diperiksa. Sedangkan di Pasar Unggas Kertosono menunjukkan hasil

seropositif sebanyak tiga sampel (3,27 %) dari total 61 sampel yang diperiksa. Jadi, hasil dari

pengujian serologis menunjukkan sebanyak 11 sampel (9,01 %) dari total total 122 sampel yang

memiliki antibodi spesifik terhadap Newcastle Disease.

Tabel 4.1. Hasil pemeriksaan uji HI pada sampel serum ayam buras di tempat pemotongan
Kabupaten Nganjuk.

Lokasi Jumlah Hasil Pemeriksan


Pengambilan Sampel
Seropositif (%) Seronegatif (%)

Pasar Tradisional
61 9 (14,75%) 52 (85,25 %)
Nganjuk

Pasar Unggas
61 2 (3,27 %) 59 (96,73 %)
Kertosono
10

Total 122 11 (9,01 %) 111 (90,99 %)

Pada hasil uji HI, sebanyak 11 sampel (9,01 %) dari total 122 sampel memiliki titer antibodi

≥24. Adanya antibodi tersebut menunjukkan bahwa ayam buras pernah memiliki riwayat terinfeksi

virus ND sebelumnya. Adanya antibodi tersebut dapat berasal dari infeksi alami ataupun melalui

vaksinasi pada unggas tersebut. Kemungkinan virus ND menginfeksi ayam buras secara alami

karena sebagian besar peternak masih menerapkan sistem pemeliharaan secara ekstensif dan

belum pernah melakukan tindakan vaksinasi sebelumnya. Keberadaan antibodi ND pada sampel

serum ayam buras yang diteliti dan kemungkinan disebabkan oleh infeksi alami menunjukkan

bahwa masih ada virus ND di lingkungan.

Tingkat keseragaman titer antibodi terhadap penyakit ND pada ayam buras yang dipotong

di tempat pemotongan Kabupaten Nganjuk sebanyak 9,01 % dapat dikatakan tergolong rendah

dan tidak seragam, karena titer antibodi dinyatakan buruk apabila besarnya < 55% (Yusmariza

dkk., 2014). Rendahnya tingkat titer antibodi pada sebagian besar sampel ayam buras

memperlihatkan kondisi di lapangan bahwa memang sebagian besar ayam buras tidak dilakukan

vaksinasi atau beberapa ada yang dilakukan vaksinasi namun karena gagal maka menunjukkan

titer antibodi yang rendah. Hal ini sangat beresiko terhadap serangan penyakit ND sewaktu-waktu

dan bisa menyebabkan morbiditas dan mortalitas unggas-unggas tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas sampel sebesar 90,99 % memperlihatkan

hasil seronegatif pada uji HI dengan titer antibodi kurang dari log 2 4. Kemungkinan penyebab

tidak terdeteksinya antibodi pada unggas karena unggas sebelumnya tidak pernah terinfeksi oleh

virus ND secara alami maupun secara vaksinasi. Kemungkinan lain unggas pernah terpapar virus

ND dalam waktu belum lama sehingga antibodi belum terbentuk atau sudah terbentuk dalam

kuantitas sedikit sehingga tidak terdeteksi oleh uji HI. Selain itu, bisa disebabkan kemungkinan

unggas terinfeksi virus ND sudah dalam waktu sangat lama sehingga antibodi dalam tubuh

tinggal sedikit dan tidak memberikan hasil positif pada uji HI (Amanu dan Rohi, 2005).
11

Pada hasil uji HI menunjukkan sebanyak 11 sampel ayam buras yang diambil dari tempat

pemotongan Kabupaten Nganjuk dinyatakan positif dan sebanyak 111 sampel dinyatakan negatif.

Titer antibodi sampel ayam buras yang positif menunjukkan hasil yang bervariasi. Variasi titer

antibodi dipengaruhi oleh kondisi ayam, jumlah virus yang menginfeksi, dan perbedaan waktu

infeksi (Purnawati dan Sudarnika, 2008). Hasil uji HI pada titer antibodi sebesar 2 4 sampai 210

menunjukkan bahwa unggas memiliki titer antibodi protektif terhadap penyakit ND. Sedangkan

titer antibodi 20 sampai 23 dapat dikatakan unggas tersebut tidak memiliki antibodi yang spesifik

terhadap ND. Titer antibodi yang tinggi mungkin dikarenakan oleh infeksi pada strain virus

virulent seperti pada galur mesogenik yang menimbulkan gejala pada sistem respirasi dan syaraf

dengan tingkat kematian rendah dan juga bisa disebabkan oleh virus strain lentogenik yang

merupakan virus penyebab infeksi ringan pada saluran respirasi tanpa morbiditas dan mortalitas

yang terlihat (Beard, C. dalam Oyiguh, J. A.et. al., 2014).

Tindakan vaksinasi masih dipandang sebagai cara efektif untuk menanggulangi penyakit

ND. Vaksinasi ND pada ayam buras yang dipelihara secara ekstensif atau umbaran masih

mungkin bisa dilakukan, karena vaksin hidup/aktif ND secara komersial sudah tersedia dan

dapat diaplikasikan melalui air minum (Wibawan, 2012).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji HI pada 122 sampel ayam buras yang

dipotong dari tempat pemotongan di Kabupaten Nganjuk sebanyak 11 sampel (9,01 %)

menunjukkan hasil yang seropositif dengan titer antibodi ≥ 24 atau log2 4.

Daftar Pustaka

Adjid, R.M.A, Indriari, R., Damayanti, R., Aryanti, T. dan Darminto. 2005.Dukungan Teknologi
Veteriner dan Strategi Pengendalian Penyakit Unggas (Ayam) di sektor 3 dan 4. Balai Besar
Penelitian Veteriner.

Amanu, S. dan Rohi E.K. 2005. Studi Serologi dengan Uji Hambatan Hemaglutinasi terhadap
Angsa yang Bertindak sebagai Pembawa Newcastle Disease di D.I. Yogyakarta. J. Sains Vet. 1:
8-12.
12

Badan Pusat Statistika Kabupaten Nganjuk. 2017. https://nganjukkab.bps.go.id. [Diakses pada 25


Desember 2017].

Bagus, M. 14 Januari 2013. Ayam mati mendadak, Dinas melakukan penyemprotan masal.
https://daerah.sindonews.com/read/706999/23/ayam-mati-mendadak-dinas-lakukan-
penyemprotan-masal-1358153716 [Diakses pada 26 Juli 2018].

Damawi, Fakhurrazi, Wiliana, Dewi, M., Abrar, M., Jamin, F. dan Manaf, Z.H. 2015. Deteksi
Antibodi Serum Ayam Kampung (Gallus domesticus) terhadap Virus Newcastle Disease di Kota
Banda Aceh. J. Medik. Vet. 9(1): 5-7.

Darniati. 2014. Deteksi Molekuler dan KeragamanVirus Newcastle Diseasepada Ayam Kampungdi
Wilayah Aceh [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. InstitutPertanian Bogor.

Ernawati, R., Rahardjo, A.P., S. Sianita, W., Rahmahani, J., Rantam, F.A. dan Suwarno. 2013.
Petunjuk Praktikum Pemeriksaan Virologik dan Serologik. Laboratorium Virologi dan
Imunologi. FKH Unair. Surabaya.

Kencana, G.A.Y., Suartha, I.N., Nainggolan, D.R.B. dan Tobing, A.S.L. 2017. Respons Imun Ayam
Petelur Pascavaksinasi Newcastle Disease dan Egg Drop Syndrome. J. Sains. Vet. 35(1): 81-90.

Kurnianingtyas, E., Setiyaningsih, S. dan Indrawati, A. 2017. Penentuan Patotipe Molekuler Virus
Newcastle Disease: Isolat Lapang di Tiga Wilayah Kabupaten Jawa Timur. Acta Vet. Indones.
5(1): 8-15.

OIE. 2012. Manual of Diagnostic Test and Vaccines for Terrestrial Animals. Chapter 2.3.14.
http://www.oie.int/international-standard-setting/terrestrial-manual/access-online.
[Diakses pada 24 Desember 2017].

Oyiguh, J. K., Sulaiman, L.K., Mesako, C. A., Ismail, S., Sulaeman, I., Ahmed, S. J., and Onate, E. C.
2014. Prevalence of Newcastle Disease Antibodies in Local Chicken in Federal Capital
Territory, Abuja, Nigeria. Int. Sch. Res. Notices. 1-3.

Perdana, Z. 2016. Deteksi Antibodi Virus Newcastle Disease (ND) pada Ayam Buras (Gallus
domesticus) di Desa Gayaman Kecamatan Mojoanyar Kabupaten Mojokerto dengan Uji
Haemaglutination Inhibition (HI) [Skripsi]. Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga.

Tabbu, C.R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya: Penyakit Bakterial, Mikal, dan Viral. I.
Kanisius. Yogyakarta. 232-244.

Wibawan, I. W. T. 2012. Strategi Pengendalian Penyakit Utama pada Ayam Kampung. Workshop
Nasional Unggas Lokal. 34-37.

Yusmariza, N., Santoso, P. E. dan Siswanto. 2014. Profil Titer Antibodi Newcastle Disease (ND) dan
Avian Influenza (AI) pada Itik Petelur Fase Grower di Kecamatan Gadingrejo Kabupaten
Pringsewu. Jur. Ilmu. Peter. Terp. 16-22.

Anda mungkin juga menyukai