Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KOASISTENSI

DIAGNOSTIK LABORATORIK VIROLOGI

STUDI KASUS MANDIRI

AVIAN INFLUENZA (AI)

OLEH

MARIA SKOLASTIKA PENI, S. KH

Nim. 2209022015

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ayam kampung atau ayam buras merupakan ternak unggas yang sangat umum
dipelihara serta sebagai salah satu plasma nutfah yang mempunyai potensi penggerak
ekonomi didaerah perdesaan. Pemeliharaannya yang sederhana, tidak memerlukan modal
yang besar, mudah dipasarkan, serta komoditas telur dan daging yang mempunyai harga
relatif stabil dan tinggi menjadikan kelebihan dalam beternak ayam kampung. Sistem
pemeliharaan ayam kampung biasanya dilakukan secara tradisional dan semi intensif.
Pemeliharaan ayam kampung secara tradisional dapat memudahkan terjadinya kontak
dengan hewan lain atau unggas liar seperti itik sebagai reservoir Avian Influenza. Usaha
pemeliharaan secara tradisional dan semi intensif menyebabkan perkembangan dan
kesehatan ayam sulit terkontrol, bahkan peternak ayam kampung juga jarang melakukan
vaksinasi Avian Influenza sehingga sangat mungkin terinfeksi berbagai penyakit (Darmawi
et al., 2015).
Salah satu penyakit infeksi pada unggas adalah Avian Influenza (AI). Penyakit AI
disebabkan oleh virus yang tergolong dalam famili Orthomyxoviridae tipe A, virus
influenza A diklasifikasikan berdasarkan antigenitas dari glikoprotein hemaglutinin (HA)
dan neuraminidase (NA) yang diekspresikan pada permukaan partikel virus. Berdasarkan
patogenisitasnya, VAI dibedakan menjadi highly pathogenic avian influenza (HPAI)
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi dan sering menimbulkan wabah dan
low pathogenic avian influenza (LPAI) menyebabkan gejala ringan atau tidak memiliki
gejala pada unggas yang terinfeksi. Bentuk VAI yang sangat patogenik sampai saat ini
ditimbulkan oleh subtipe H5 dan H7 (Isnawati et al., 2019).
Avian Infuenza subtipe H5N1 termasuk ke dalam kelompok penyakit menular
stategis dan bersifat zoonosis. Virus HPAI subtipe H5N1 telah mewabah pada unggas
hampir di seluruh belahan dunia dan saat ini ini penyakit AI telah bersifat endemik di
Indonesia. Di dalam penanggulangan penyakit menular strategis, Avian Influenza subtipe
H5N1 merupakan penyakit zoonosis prioritas. Dalam upaya surveilans dan menelusuri
penyebaran penyakit Avian Influenza perlu dilakukan secara berkala (Musdalifa et al,
2020).
Langkah awal untuk mencegah penyebaran VAI pada unggas adalah deteksi dan
identifikasi terhadap agen penyebab penyakit. Hal tersebut merupakan bagian yang penting
dalam penanganan kasus penyakit unggas. Kasus AI dapat dideteksi dengan melakukan
isolasi dilanjutkan dengan identifikasi virusnya. Inokolasi dilakukan pada telur ayam
bertunas (TAB) umur sembilan hari, dan uji serologi dapat dilakukan dengan pengujian
HA/HI (Kencana et al., 2012).
BAB II

METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat


Pengambilan sampel darah ayam kampung dilaksanakan pada tanggal 12 April
2022 yang bertempat di Baumata, Kabupaten Kupang dan pengujian dilaksanakan pada
tanggal 13 April 2022 yang bertempat di Laboratorium UPT Veteriner Provinsi Nusa
Tenggara Timur.
2.2 Materi
Alat dan bahan yang digunakan untuk koleksi sampel adalah darah ayam, syringe 3
ml, tabung vacum non-EDTA, kapas, alkohol, tabung ependorf.
2.3 Metode
Pengambilan sampel darah dilakukan pada peternakan ayam Afri farm di Baumata.
Pengambilan darah pada ayam dilakukan pada vena Pectoralis dengan menggunakan
syringe 3 ml. Darah yang telah diambil kemudian dimasukkan dalam tabung non EDTA,
selanjutnya tabung tersebut diposisikan miring agar lebih mempercepat pemisahan
serumnya. Serum akan keluar (30-60 menit) lalu dipisahkan dari bekuan darah dan
dimasukkan kedalam eppendorf. Selanjutnya sampel serum dibawa ke Unit Pelaksaan Tek
nis Veteriner (UPT Veteriner) untuk dilakukan pengujian Haemagglutination Assay/
Haemagglutination Inhibition (HA/HI).

Gambar 1. Proses pengambilan darah pada ayam


2.4 Keadaan Umum Hewan
2.4.1 Data Pemilik
Nama Pemilik : Ibu Merlin
Alamat : Baumata-Kabupaten Kupang
2.4.2 Sinyalemen
Jenis hewan : Ayam
Ras : Buras (Kampung)
Umur : 4 bulan
Jenis kelamin : Betina
Warna bulu : Hitam kecoklatan
2.4.3 Anamnesa dan Gejala klinis
Hasil anamnesa diketahui bahwa ayam sudah mengalami gejala klinis sekitar 2
hari yang lalu dan sudah dipisahkan dengan ayam yang sehat. Pemberian pakan dan air
minum diberikan secara adlibitum dengan jenis pakan yang diberikan berupa pakan
buatan sendiri. Berdasarkan informasi pemilik bahwa ayam pada peternakan tersebut
sudah divaksin sebelumnya. Untuk pola pemeliharaan ayam dilakukan secara semi
intensif. Ayam umur 0 hari hingga ayam berumur 2 bulan biasanya dikandangkan dan
setelah itu ayam dilepas bebas disekitaran kandang. Berdasarkan pengamatan
dilapangan diketahui ayam menunjukkan gejala lemas, terdapat leleran dari hidung,
dyspnea, ngorok dan anoreksia. Keadaan umum hewan dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Keadaan umum hewan kasus
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil pemeriksaan

Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan Uji HA/HI pada pemeriksaan AI pada ayam
kampung di Peternakan Afro farm Baumata Kupang menunjukkan bahwa hasilnya negatif,
disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengujian HAHI/AI serum ayam buras

Nama pemilik Kelurahan Kode sampel Hasil uji Positif/negatif

Ibu Merlin Baumata AI A 0 Negatif

3.2 Pembahasan

Berdasarkan gejala klinis yang terlihat maka dilakukan pengujian serologi yang
merupakan salah satu uji yang dipakai untuk mendiagnosis Avian Influenza (AI) dengan
mendeteksi reaksi pengikatan antibodi dengan antigen. Pengujian serologis yang dilakukan
di UPT Veteriner Kupang adalah pengujian HA/HI. Pada kasus dugaan AI dapat
dikonfirmasi dengan pengujian HA/HI untuk mengetahui adanya antibodi terhadap virus
AI pada ayam/unggas (Mufihanah, 2009).

Wibawan et al. (2006) menyatakan bahwa virus famili Orthomyxoviridae


mempunyai sifat yang mampu mengaglutinasi eritrosit unggas, Virus influenza termasuk
virus Ortomyxoviridae memiliki protein hemaglutinin pada amplop yang mengikat
reseptor sialic acid pada sel. Virus ini akan berikatan dengan eritrosit, menyebabkan
hemaglutinasi. Aglutinasi eritrosit ini merupakan dasar dari pengujian hemaglutination
(HA). dan hambatan aglutinasi dengan menggunakan antiserum subtipe H yang spesifik
adalah merupakan dasar pengujian HI. Prinsip pengujian HI adalah antibodi terhadap virus
akan mencegah pengikatan virus dengan sel darah merah (Mufihanah, 2009).
Dasar uji HI adalah reaksi ikatan antara antibodi yang terkandung dalam serum
yang diperiksa dan jumlah antigen hemaglutinin AI yang digunakan sebanyak 4 HAU
(Haemaggutination Unit). Aglutinasi sel darah merah oleh virus atau antigen AI dapat
dihambat oleh antibodi atau zat kebal terhadap AI. Bila terdapat antibodi dalam jumlah
mencukupi untuk membentuk kompleks dengan virion, hemaglutinasi dihambat.
Sebaliknya bila antibodi terdapat dalam jumlah yang tidak mencukupi maka eritrosit akan
diaglutinasi oleh antigen dan membentuk endapan. Pengujian HI merupakan metode yang
relatif murah dan sederhana untuk mengukur antibodi hemaglutinin spesifik pada serum
yang sudah divaksinasi. Hasil uji HI positif ditandai dengan adanya endapan pada dasar
microplate, tidak ada aglutinasi (OIE, 2012).
Menurut Selleck (2007) menyatakan bahwa uji HA dan HI dilakukan di microplate.
Uji HA bertujuan untuk mengetahui suatu virus yang mempunyai kemampuan
mengaglutinasi eritrosit atau untuk mengetahui titer virus dengan mengamati dasar
sumuran paling akhir yang menunjukan adanya agregat, tanda adanya hemaglutinasi
positif. Atau dengaan kata lain uji HA positif ditandai dengan bentukan berpasir warna
merah pada dasar plat mikro sebagai tanda hemaglutinasi. Oleh karena itu dapat diketahui
bahwa antigen yang diuji memiliki hemaglutinin. Uji HI dilakukan setelah diperoleh hasil
positif pada uji HA untuk memastikan virus dan titer antibodinya. Secara singkat, metode
kerja uji HI adalah pengenceran bertingkat serum sampel hingga pengenceran terbesar
yang masih sanggup menghambat aglutinasi sel darah merah. Hasil positif jika tidak
terjadi hemaglutinasi (ditandai dengan pengendapan RBC 1%) dan hasil negatif jika terjadi
hemaglutinasi. Hasil yang didapat diformulasikan sehingga diketahui titer antibodinya
sehingga dapat dibandingkan dengan standar titer protektif. RBC merupakan indikator uji
HA/HI.
Hasil pemeriksaan sampel serum ayam kampung yang diambil dari Peternakan
Afro farm menunjukkan gejala klinis AI dengan menunjukkan gejala berupa anoreksia,
adanya leleran dari hidung, dyspnea, ngorok, lemas dan ayam terlihat mengantuk. Tetapi
berdasarkan hasil yang diperoleh dari sampel serum ayam kampung memberikan reaksi
negatif pada uji HA/HI AI. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam tubuh ayam tersebut
tidak ditemukan adanya antibodi terhadap virus AI.

Menurut Murphy et al. (2003) menyatakan bahwa reaksi negatif pada sampel serum
ayam mungkin disebabkan oleh tidak adanya antibodi pada serum ayam yang dapat
menghambat antigen (virus AI subtipe H5) untuk mengaglutinasikan eritrosit atau ayam
dari daerah tersebut tidak pernah terpapar virus AI subtipe H5. Selain itu tidak
ditemukannya antibodi pada ayam bisa disebabkan oleh penurunan titer antibodi dari
paparan sebelumnya. Antibodi mulai terbentuk dan dapat dideteksi 3-7 hari pasca infeksi
dan mulai mengalami penurunan titer antibodi 60 hari pasca infeksi.

Gejala klinis yang terlihat pada ayam dapat dikaitkan dengan diagnosa banding dari
penyakit AI. Akan tetapi, peneguhan diagnosa tidak dapat dilakukan hanya dengan
memperhatikan gejala klinis. Hal ini disebabkan karena terdapat beberapa penyakit pada
ayam yang menunjukkan gejala yang sama atau mirip sehingga tetap diperlukan
pemeriksaan penunjang. Beberapa penyakit yang mirip AI adalah New Castle Disease
(ND), Pigeon Paramyxovirus, Infectious Bronchitis (IB), Swollen Head Syndrome (SHS),
Avian Mycoplasmosis, Infectious Laryngotracheitis (ILT). Selain itu AI juga mirip
penyakit bakterial akut misalnya kolera dan colibacillosis (Tabbu, 2000).
Berdasarkan informasi yang diberikan oleh peternak ayam bahwa jenis kejadian
penyakit yang paling sering terjadi dipeternakan tersebut adalah ayam dengan gejala
ngorok, adanya leleran dari hidung dan mata, kesulitan bernapas, anoreksia, diare dan
lemas. Berdasarkan anamnesa dan gejala klinis yang terlihat pada ayam tersebut dapat
dikaitkan dengan diagnosa banding yang menyerupai penyakit New Castle Disease (ND).
3.3 Diagnosa Banding

Berdasarkan keadaan umum atau gejala dan anamnesa yang diperoleh serta dengan
mempertimbangkan informasi dari peternak ayam di lokasi pengambilan sampel tersebut
dapat diambil diagnosa bandingnya yaitu New Castle Disease (ND).
Newcastle Disease (ND) merupakan salah satu penyakit infeksius yang penting
dalam dunia perunggasan. Penyakit ND disebabkan oleh Avian paramyxovirus serotype 1
(APMV-1), genus Paramyxovirus, Familia Paramyxoviridae. Penyakit ND menginfeksi
saluran pernapasan, saluran pencernaan maupun pada sistem saraf. Gejala klinis ND dapat
bersifat akut maupun kronis, mudah menular dan menginfeksi unggas disekitarnya (OIE,
2012).
Avian influenza virus (AIV) dan Newcastle disease virus (NDV), seringkali
menimbulkan gejala klinis dan lesi patologis yang serupa pada unggas dengan morbiditas
dan mortalitas tinggi sehingga menyebabkan kerugian ekonomis yang besar pada industri
perunggasan (Ekaningtias, 2017). Ayam buras merupakan salah satu spesies rentan
terhadap penyakit ND. Penyakit ND ditandai dengan hilangnya nafsu makan, diare yang
kadang disertai darah, lesu, sesak nafas, megap-megap, ngorok, bersin, batuk, paralysis
partialis atau komplit dan tortikolis, produksi telur menurun atau terhenti sama sekali, telur
yang dihasilkan mengalami kelainan atau daya tetasnya sangat rendah (Direktorat
Kesehatan Hewan, 2014).
Patogenesis dari virus ND Pada mulanya bereplikasi pada epitel mukosa dari
saluran pernafasan bagian atas dan saluran pencernaan kemudian virus menyebar lewat
aliran darah menuju ginjal dan sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya viremia
sekunder. Virus kemudian akan difagositosis oleh makrofak dan mengeluarkan antibodi
untuk melindungi sel dari virus yang terus bereplikasi. Produksi antibodi berlangsung
dengan cepat. Antibodi penghambat hemaglutinasi dapat diamati dalam waktu 4-6 hari
setelah infeksi dan menetap selama paling tidak 2 tahun. Titer antibodi penghambat
hemaglutinasi merupakan ukuran dari kekebalan atau tingkat protektif terhadap unggas
(Soeharsono, 2005).
Virus ND dikelompokkan menjadi tiga pathotype yaitu lentogenik, mesogenik dan
velogenik. Lentogenic adalah strain virus yang kurang ganas ditandai dengan kematian
embrio lebih dari 90 jam, mesogenic antara 60-90 jam, sedangkan velogenic kurang dari 60
jam. Berdasarkan atas predileksi dan gejala klinis yang ditimbulkan maka virus ND dapat
dikelompokkan menjadi 5 phatotype yaitu bentuk Velogenik-viscerotropik : bersifat akut,
menimbulkan kematian yang tinggi, mencapai 80 – 100%. Pada permulaan sakit napsu
makan hilang, mencret yang kadang-kadang disertai darah, lesu, sesak napas, megap-
megap, ngorok, bersin, batuk, paralisis parsial atau komplit, kadang-kadang terlihat gejala
torticalis. Bentuk Velogenik-pneumoencephalitis : gejala pernapasan dan syaraf, seperti
torticalis lebih menonjol terjadi daripada velogenik-viscerotropik. Mortalitas bias
mencapai 60 – 80 %. Bentuk Mesogenik, pada bentuk ini terlihat gejala klinis berupa
gejala respirasi, seperti batuk, bersin, sesak napas, megap-megap. Pada anak ayam
menyebabkan kematian sampai 10%, sedangkan pada ayam dewasa hanya berupa
penurunan produksi telur dan hambatan pertumbuhan, tidak menimbulkan kematian.
Bentuk Lentogenik terlihat gejala respirasi ringan saja, tidak terlihat gejala syaraf. Bentuk
ini tidak menimbulkan kematian, baik pada anak ayam maupun ayam dewasa. Bentuk
asymptomatik : pada galur lentogenik juga sering tidak memperlihatkan gejala klinis (OIE,
2014). Masa Inkubasi sangat bervariasi tergantung pada strain virus, jenis unggas, status
kebal dan adanya infeksi sekunder dengan organisme lain pada saat hewan terinfeksi. Pada
ayam masa inkubasi virus ND velogenik adalah 2 sampai 15 hari atau rata-rata 6 hari.
Ayam tertular virus ND akan mengeluarkan virus lewat system pernafasan 1-2 hari setelah
infeksi (Direktorat Kesehatan Hewan, 2014).
Penularan virus ND dapat terjadi secara kontak langsung dengan hewan sakit,
sekresi dan ekskresi dari hewan sakit, serta bangkai penderita ND. Selain dari ayam,
penularan juga dapat dilakukan oleh burung peliharaan atau burung liar yang berada di
lokasi peternakan. Penularan tidak langsung dapat terjadi melalui udara, pakan dan air
minum, bahan, alat kandang, dan pekerja yang tercemar virus ND. Penyakit ini dapat
tersebar secara regional melalui impor unggas, telur dan daging beku. Peranan dari
penularan virus ND tergantung pada berbagai faktor manajemen dan lingkungan tempat
suatu peternakan beroperasi (Tabbu, 2000).

Kepadatan populasi di dalam kandang menyebabkan penyebaran virus yang lebih


cepat dan permasalahan yang ditimbulkan lebih besar. Hal ini dikarenakan, kondisi
kandang yang kotor, lembab dan ayam berdesakan menyebabkan ayam rentan terkena ND
(Rupiper et al., 1998). Keberhasilan penularan virus ND erat hubungannya dengan
kemampuan virus tersebut bertahan dalam bangkai ayam atau ekskresi dari ayam sakit. Di
dalam bangkai ayam yang terinfeksi, virus ND dapat bertahan selama beberapa minggu
pada temperatur rendah atau selama beberapa tahun jika disimpan pada temperatur beku.
Feses dapat mengandung virus ND dalam jumlah yang banyak, pada temperatur 37 OC
virus tersebut masih tetap hidup selama lebih dari satu bulan (Tabbu, 2000).

Penyakit New Castle Disease (ND) dijadikan sebagai diagnosa banding pada kasus
ini berdasarkan tinjauan dari gejala klinis dan hasil anamnesa. Gejala klinis yang
ditunjukkan ayam, yaitu ayam mengalami dispnea dan ngorok, terdapat leleran kental
agak kekuningan dari nasal, lemas dan anoreksia. Kondisi kandang pemeliharaan yang
padat dan kotor dapat menjadi pemicu terjadinya stres pada ayam dan menjadi penyebab
kualitas udara yang buruk. Faktor kondisi kandang yang buruk inilah dapat menjadi faktor
pendukung timbulnya penyakit ini pada ayam. Pertimbangan lain dalam pemilihan
diagnosa banding ini adalah informasi dari peternak yang menyebutkan bahwa kejadian
penyakit yang paling sering ditemukan adalah penyakit dengan gejala ngorok, adanya
leleran dari hidung dan mata, kesulitan bernapas, anoreksia, diare dan lemas yang
merupakan gejala khas juga pada kejadian penyakit ND. Selain itu juga dilihat dari
distribusi penyakit yang sampai sekarang belum ada satu daerahpun di Indonesia termasuk
kota Kupang yang belum bebas dari penyakit ini. Pemeriksaan lanjutan pada kasus ND
dapat dilakukan selain melihat tanda klinis, histopat dan patologi-anatomi pada organ perlu
juga dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti isolasi virus, uji serologis (HA/HI,
ELISA dan FAT).
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Beradasarkan hasil pemeriksaan serologis serum darah ayam kampung


menunjukkan hasil negatif. Hal ini menunjukan ayam tidak tidak mengalami penyakit ND.
Dapat simpulkan bahwa kemungkinan ayam terinfeksi penyakit lainnya yang memiliki
gejala klinis yang mirip dengan penyakit AI. Adapun penyakit yang diambil sebagai
diagnosa banding berdasarkan gejala klinis dan anamesa pada kasus ini adalah New Castle
Disease (ND).
DAFTAR PUSTAKA

Darmawi., Fakhrurrazi., Wiliana., Dewi, M., Abrar, M., Jamin, F., Manaf, ZH. 2015.
Deteksi Antibodi Serum Ayam Kampung (Gallus Domesticus) Terhadap Virus
Newcastle Disease Di Kota Banda Aceh. Jurnal Medika Veterinaria: 9(1).

Direktorat Kesehatan Hewan. 2014. Manual Penyakit Unggas. Direktorat Jenderal


Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Ekaningtias, M., Wuryastuty, H., Wasito. 2017. Pendekatan Diagnosis Avian Influenza
Virus dan Newcastle Disease Virus pada Kasus Lapangan Ayam Petelur:
Imunopatologis Streptavidin Biotin. Jurnal Sain Veteriner: 35(1).

Isnawati, r., Wuryastuti, H., Wasito, R. 2019. Peneguhan Diagnosis Avian Influenza pada
Ayam Petelur yang Mengalami Gejala Penurunan Produksi Peneguhan Diagnosis
Avian Influenza pada Ayam Petelur yang Mengalami Gejala Penurunan Produksi.
Jurnal Sain Veteriner. 37(1):1-10.

Kencana GAY, Kardena IM, Mahardika IGNK. 2012. Peneguhan Diagnosis Penyakit
Newcastle Disease Lapang pada Ayam Buras di Bali menggunakan Teknik RT-
PCR. Jurnal Ked. Hewan, 6(1): 28-31.

Mufihanah. 2009. Serological Diagnostic of Avian Influenza Infections. Doctoral


Programme, Hasanuddin University and Balai Besar Veteriner Maros. The
Indonesian J. medical science vol.1 No. 5 Jully 2009 Pp. 298-308.

Murphy, F.A., E.P.J Gibbs, M.C. Horzinek, M.J. Studdert. 2003. Veterinary Virology
Third edition. 2003.

Musdalifa, A., Kencana, GAY., Suartha, IN. 2020. Deteksi Antigen Virus Avian Influenza
pada Ayam Kampung di Pasar Hewan Beringkit dan Pasar Umum Galiran, Bali.
Indonesia Medicus Veterinus. 9(5): 757-772.
OIE. 2012. Manual of Diagnostic Tests andVaccines for Terrestrial Animals2010.
www.oie.int.

Selleck, P., A. Axell. 2007. Reliable and Repeatable Hemagglutinin Inhibition Assays.
Offlu. Jakarta.

Soeharsono. 2005. Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan Ke Manusia. Yogyakarta :


Kaninus.

Tabbu CR. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya: Penyakit Bakterial, Mikal dan
Viral. Kanisius.Yogyakarta.

Wibawan., I.W.Teguh., Mahardika., G. Ngurah. 2006. Mekanisme Kekebalan terhadap


Avian Influenza pada Unggas. Hemera Zoa. 83 (1): 7-17.

Anda mungkin juga menyukai