Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN HASIL PENGUJIAN SAMPEL AYAM TERDUGA

NEWCASTLE DISEASE (ND)

Disusun Oleh
PPDH Semester Ganjil Tahun 2019/2020

Radhitya Aryo Nugroho B94191022


Trima Naimmah, SKH B94191060

Pembimbing
Dr Drh Sri Murtini, MSi.

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN HEWAN


BAGIAN DIAGNOSTIK LABORATORIUM
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
ANAMNESA

Sampel berasal dari peternakan ayam kandang C Fakultas Peternakan IPB.


Peternakan tersebut merupakan peternakan ayam petelur. Ayam pada peternakan
tersebut mendapatkan vaksinasi ND, AI, dan IBD pada saat hatchery. Riwayat
penyakit yang pernah terjadi di peternakan ini adalah ND, IBD, dan CRD. Sampel
ayam yang diambil memiliki gejala klinis, seperti lemas, nafsu makan turun, tidak
aktif, nafas terengah-engah, dan terdapat eksudat pada nasal.

a. Signalement
Jenis Unggas : Ayam
Ras : Petelur
Umur : ≥ 5 minggu
Warna Bulu : Coklat

Gambar 1 Ayam Petelur dari peternakan ayam kandang C Fakultas


Peternakan IPB

b. Gejala Klinis
Ayam yang diambil menunjukkan gejala klinis seperti lemas,
nafsu makan turun, tidak aktif, nafas terengah-engah, dan terdapat
eksudat pada nasal.

c. Status present
Perawatan : Baik
Tingkah laku : Murung
Gizi : Buruk
Pertumbuhan badan : Buruk
Sikap berdiri : Lemas
Adaptasi lingkungan : Buruk

d. Diagnosa
Ayam didiagnosa terinfeksi virus Newcastle Disease (ND).
1

e. Diferensial Diagnosa (DD)


Diagnosa banding pada kasus ini antara lain Infectious Larengio
tracheitis, Infect ious Bronchitis, Avian Influenza, Coryza, dan
Chronic Respiratory Disease

Tujuan

Pengujian ini bertujuan untuk mendiagnosa penyakit ND dengan


menggunakan teknik isolasi dan identifikasi virus pada seekor ayam di
peternakan ayam kandang C Fakultas Peternakan IPB.

METODE

Waktu dan Tempat

Pengambilan sampel dilakukan di Kandang C milik Fakultas Peternakan


FKH IPB. Isolasi dan identifikasi sampel virus dilakukan pada tanggal 23-30
September 2019 bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Rumah Sakit Hewan
Pendidikan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam isolasi dan identifikasi sampel virus adalah
cotton bud steril,gloves, gunting, tabung eppendorf, ice pack, cool box, sentrifuse,
tabung reaksi,pipet, botol schott 1 liter, alat candling telur, kapas, bortelur, kuteks,
label, inkubator, frezzer, kulkas, pinset, syringe 3 ml, syringe 1 ml, cawan
petri,gelas objek, tusuk gigi, kantong plastik, tissue, tip, mikropipet dan
microplate. Bahan yang digunakan adalah telur ayam berembrio (TAB) umur 9
hari, sampel virus lapang, antibiotik 10 000 IU/ml penisilin dan 1000.000 mg/5ml
streptomisin, alkohol 70%, Na Sitrat 3.8% steril,NaCl Fisiologis 0.85% steril,
RBC 5%, RBC 1%, Antigen ND, dan serum.

Prosedur

Pengambilan Sampel
Sampel diperoleh dari peternakan ayam di Kandang C yaitu peternakan
ayam milik Fakultas Peternakan FKH IPB. Kondisi ayam dapat diketahui dengan
menanyakan anamnesa dan sinyalemen pada peternak, serta mengamati gejala
klinis pada ayam. Sampel swab trakea dan kloaka diambil dari ayam yang
menunjukkan gejala sakit. Cotton bud steril digunakan untuk mengambil sampel
swab trakea dan kloaka. Sampel swab yang didapatkan dimasukkan kedalam
microtube yang berisi NaCl 0.85% yang ditambahkan antibiotik penisilin-
2

streptomisin 10.000 IU mg/mL sebanyak 2 ml yang selanjutnya dimasukkan


kedalam cool box.

Pembuatan NaCl Fisiologis 0,85%


Garam NaCl sebanyak 8.5 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam
tabung erlenmeyer berukuran 1 liter. Aquadest ditambahkan hingga larutan
menjadi 1 liter dan diaduk hingga semua garam larut. Larutan NaCl kemudian
disterilkan dengan autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit.

Gambar 3 Larutan NaCl Fisiologis 0.85%

Pembuatan RBC 1% dan 5%


Sampel darah ayam diambil melaui vena brachialis sebanyak 4 ml
menggunakan syringe. Na-sitrat 3.8% dimasukkan ke dalam tabung yang akan
diisi darah dengan perbandingan 1:4. Sampel darah yang didapat dimasukkan ke
dalam tabung yang berisi Na-sitrat 3.8% 1 ml, kemudian dihomogenkan dan
disimpan ke dalam cool box. Sampel darah kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 1500 rpm selama 10 menit dan diambil supernatannya. Sampel dicuci
dengan menambahkan NaCl fisiologis 0.85% sebanyak supernatan yang dibuang,
lalu dihomogenkan dan disentrifuge kembali dengan waktu dan kecepatan yang
sama. Tahap ini dilakukan 3 kali sehingga didapatkan darah dengan konsentrasi
100%. Mendapatkan stok sel darah merah 5% dan 1% dilakukan pengenceran
bertingkat dari 100%, 50%, 5%, dan 1%. RBC 1% dan 5% dibuat dengan
menambahkan larutan pengencer NaCl 0.85%. Pembuatan RBC 50% dilakukan
dengan mencampur RBC 100% dan NaCl 0.85% dengan perbandingan 1:1.
Selanjutnya masukkan ke dalam tabung dan diberi label.

Tahapan membuat RBC 50% dilakukan rumus:

Tahapan membuat RBC 5% dilakukan rumus:


3

Tahapan membuat RBC 1% dilakukan rumus:

Pembuatan RBC 5% dilakukan dengan mencampur RBC 50 % dan NaCl


fisiologis 0.85% dengan perbandingan 1:9, dimasukkan ke dalam tabung dan
diberi label. RBC 5% digunakan sebagai stok untuk pembuatan RBC 1%.
Pembuatan RBC 1% dilakukan dengan mencampur RBC 5% dan NaCl fisiologis
0.85% dengan perbandingan 1:4, selanjutnya masukkan ke dalam tabung dan
diberi label. RBC 5% digunakan untuk rapid test, sedangkanRBC 1% digunakan
untuk uji HA dan HI. Hasil RBC tersebut dapat digunakan selama 3 sampai 4 hari
dan disimpan di lemari pendingin.

Perhitungan Dosis Antibiotik untuk Dicampurkan pada Suspensi Virus


Dibutuhkan antibiotik 10 000 UI mg/mL untuk dicampurkan pada suspensi
virus, untuk mendapatkan penicillin-streptomycin yang sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan, dilakukan pengenceran terhadap penicillin dan streptomycin. Stok
awal yang penicillin adalah 3 000 000 IU. Jika penicillin diencerkan dengan
30 mL pelarut, didapatkan konsentrasi penicillin 100 000 IU/mL. Streptomycin
yang dimiliki adalah streptromycin powder 1 g yaitu 106 μg. Penicillin yang telah
dilarutkan sebelumnya dipakai 10 mL untuk melarutkan streptomycin sehingga
didapatkan konsentrasi streptomycin 105 μg/mL, dengan demikian, untuk
mendapatkan penicillin-streptomycin 10000 IU/1 μg/mL diambil 0.1 mL
penicillin-streptomycin.

Inokukasi pada telur ayam berembrio (TAB)


Telur yang digunakan untuk inokulasi sampel merupakan telur ayam
berembrio (TAB) berumur 9 hingga 11 hari. TAB di-candling sehingga posisi
kantung udara dan kepala embrio ayam ditandai dengan pensil. TAB kemudian
disucihamakan dengan mengusapkan kapas beralkohol 70% pada kerabang telur
secara merata. TAB dilubangi dengan bor telur, kemudian inokulum disuntikkan
ke dalam ruang alantois dengan menggunakan syringe. Syringe yang digunakan
diposisikan tegak lurus dan diorientasikan melewati kantung udara. Inokulum
berupa 0.2 ml suspensi yang ditambahkan antibiotik 10.000 IU/ml penisilin dan
streptomisin. Lubang inokulasi kemudian ditutup dengan kutek untuk menutupnya
kembali. TAB dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 37−38 ᵒC dengan posisi
kantung udara berada di atas. TAB diinkubasi selama 5 hari atau hingga ada
embrio dari TAB yang mati. Candling dilakukkan setiap pagi dan sore hari untuk
memastikkan kondisi dan perkembangan embrio.
4

Gambar 2 Inokulasi suspensi virus via rute allantois


Sumber: http://www.researchgate.net
Panen Antigen
TAB yang mati sebelum hari kelima dimasukkan ke dalam refrigerator
beserta dengan semua telur yang masih diinkubasi untuk dimatikan. TAB dipanen
pada hari keenam setelah inokulasi. TAB yang akan dipanen disucihamakan
terlebih dahulu dengan alkohol 70% pada kerabang telur. Kerabang telur dibuka
pada bagian kantung udara dengan pinset. Kantung hawa dibuka dengan bantuan
pinset secara hati-hati, kemudian cairan alantois dikoleksi dengan cara diaspirasi
menggunakan pipet Pasteur dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf steril dan
disimpan di dalam refrigerator sebelum digunakan untuk uji selanjutnya.
Embrio dari TAB yang dipanen juga dikoleksi dengan cara
mengeluarkannya dari telur. Embrio diletakkan pada cawan petri dan dibersihkan
dengan dialirkan dengan NaCl fisiologis. Perubahan patologi dari embrio ayam
kemudian diamati dan dicatat.

Uji Aglutinasi Cepat (Rapid Agglutination Test)


Prinsip uji aglutinasi cepat adalah kemampuan virus dalam mengaglutinasi
sel darah merah. Cara pengujian adalah menyiapkan gelas objek yang steril dan
bebas lemak, kemudian diberikan dua tetes suspensi sel darah merah (RBC) ayam
5% dan ditambahkan dua tetes suspensi virus dan dihomogenkan. Kontrol negatif
digunakan sel darah merah (RBC) 5% diberikan dua tetes di atasgelas objek,
kemudian ditambah dengan cairan NaCl fisiologis sebanyak dua tetes dan
dihomogenkan. Biarkan sesaat dan amati adanya aglutinasi pada kedua campuran
tersebut. Hasil positif ditunjukkan dengan terjadinya aglutinasi yang menyerupai
butiran pasir sedangkan hasil negatif terjadi endapan seperti kontrol negatif. Hasil
yang positif akan diuji lanjut dengan uji Hemagglutination (HA) untuk
mengetahui titer virus.

Hemagglutination Test (HA Test)


Prinsip pengujian HA adalah pengukuran titer antigen dengan
menggunakan kemampuan virus dalam mengaglutinasikan sel darah merah. Cara
pengujian dilakukan dengan mikrotitrasi, menggunakan sumur nomor 1–12
mikroplate. Sumur nomer ke-12 digunakan sebagai kontrol negatif. Sumur ke-1
sampai ke-12 diisi dengan NaCl fisiologis steril masing-masing sebanyak 25 µl.
Langkah kedua adalah melakukan pengenceran cairan allantois (suspensi virus)
sebanyak 25 µl pada sumur pertama, kemudian dihomogenkan dengan cara
mengambil dan mengeluarkan cairan tersebut dengan mikropipet minimal lima
kali. Selanjutnya memindahkan 25 µl dari sumur pertama kemudian pindahkan ke
sumur kedua dan dilakukan pencampuran kembali seperti pada sumur pertama.
5

Selanjutnya dipindahkan 25 µl ke sumur ketiga, begitu seterusnya hingga sumur


ke-11. Dari sumur ke-11 diambil 25 µl suspensi dan dibuang. Sumur ke-12 hanya
diberi NaCl fisiologis sebanyak 25 µl sebagai kontrol negatif. Tahap selanjutnya
adalah dengan menambahkan 25 µl suspensi RBC 1% dan dihomogenkan dengan
suspensi virus dengan menggoyangkan mikroplate. Inkubasikan mikroplate pada
suhu ruang selama 30 menit atau hingga kontrol negatif mengendap sempurna,
selanjutnya hasil HA dapat dibaca. Hasil positif ditandai dengan adanya aglutinasi
sel darah merah (masa halus menyebar seperti butiran pasir pada dasar
mikroplate). Hasil negatif ditunjukkan jika sel darah merah menggumpal. Batas
nilai dari titrasi adalah pengenceran tertinggi dari antigen yang masih
menghasilkan aglutinasi komplit. Suwarno et al. (2006) mengatakan bahwa
kemampuan virus mengaglutinasi sel darah merah disebabkan oleh virion itu
sendiri atau virus memiliki protein hemagglutinin.

Tabel 1 Diagram cara kerja uji HA mikrotitrasi


Sumur ke :
Reagen
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
NaCl fis. 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
dibuang
Virus ND 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25

NaCl fis. 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
RBC 1% 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
Pengenceran virus 1/2 1/4 1/8 1/16 1/32 1/64 1/128 1/256 1/512 1/1024 1/2048 K(-)
ND

Uji Haemaglutinasi Inhibisi (HI Test)


Uji HI digunakan untuk mengidentifikasi jenis antigen melalui reaksi
dengan antibodi yang diketahui titer antibodi dalam suspensi. Prinsip ini adalah
menghambat kemampuan virus dalam mengaglutinasikan sel darah merah oleh
antibodi virus yang terkandung dalam serum. Metode ini dapat menunjukkan titer
antibodi terhadap jenis antigen tertentu. Hasil positif uji HI menunjukan adanya
endapan pada mikroplate. Endapan terjadi karena sel darah merah tidak di
aglutinasi oleh virus. Kondisi ini karena virus berikatan dengan antibodi yang ada
di dalam serum.
Cara pengujian dilakukan dengan menggunakan sumur nomor 1–12.
Sumur 1–12 diisi dengan NaCl fisiologis steril masing-masing sebesar 25 µl.
Selanjutnya, langkah kedua adalah melakukan pengenceran serum antibodi
sebanyak 25 µl pada sumur pertama, kemudian dilakukan pencampuran suspensi
dengan cara mengambil dan mengeluarkan cairan tersebut dengan mikropipet
minimal lima kali. Kemudian mengambil 25 µl dari sumur pertama, kemudian
dipindahkan ke sumur kedua dan lakukan pencampuran kembali seperti pada
sumur pertama, lalu dipindahkan 25 µl ke sumur ketiga, begitu seterusnya hingga
sumur ke-12. Dari sumur ke-12 diambil 25 µl suspensi dan dibuang. Tahap
selanjutnya adalah dengan menambahkan 25 µl suspensi virus standar ke seluruh
sumur (1–12) dan dihomogenkan. Suspensi virus standar yang digunakan adalah 4
HAU / 25 µl. Selanjutnya, diamkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk
menunggu reaksi antigen dan antibodi. Langkah berikutnya adalah menambahkan
6

25 µl suspensi sel darah merah (RBC) 1%, kemudian dihomogenkan dengan


menggoyangkan mikroplate, lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 40 menit.
Hasil positif ditandai dengan tidak adanya aglutinasi. Hasil negatif ditunjukkan
jika sel darah merah teraglutinasi.
Tabel 2 Skema metode pengujian HI β mikrotitrasi
Reagen Sumur Ke-
(µL) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
NaCl 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
0.85%
dibuang
Serum ND 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 -

Virus 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 - 25
standar 4
HAU
Inkubasi 30 menit
RBC 1% 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
Inkubasi 30 menit
Pengencer 1:2 1:4 1:8 1 1 1 1 1 1 1 K+ K-
an 16 32 64 128 256 512 1024

HASIL DAN PEMBAHASAN

Newcastle disease (ND) merupakan penyakit infeksius dengan gejala klinis


gangguan pernapasan, pencernaan dan saraf. Penyakit ini bersifat self-limiting
atau dapat sembuh setelah 1-2 minggu. Penyakit ND merupakan penyakit
endemik di Indonesia. ISIKHNAS (2019) mengatakan bahwa seluruh daerah
belum bebas dari penyakit ND. Diagnosa ND dapat dilakukan dengan identifikasi
melalui isolasi dari swab trakea atau kloaka, suspensi 10% organ otak atau paru,
dan pemeriksaan serologidengan uji HI, Serum Neutralization (SN), dan ELISA
(DITJENNAK 2012).
Pengambilan sampel dilakukan pada ayam yang menunjukkan gejala klinis
berupa lemas, nafsu makan turun, terdapat eksudat dan nafas terengah-engah.
Berdasarkan gejala klinis yang ditimbulkan terlihat bahwa terdapat kelainan pada
sistem pernapasan dan sistem pencernaan. Menurut DITJENNAK (2014) Gejala
pada sistem tersebut dapat disebabkan oleh berbagai penyakit pada unggas seperti
Newcastle disease (ND), Avian Influenza (AI), Chronic Respiratory Disease
(CRD), Infectious Bronchitis (IB), dan Coriza. Ayam yang terinfeksi virus ND
menunjukkan gejala klinis berupa dehidrasi, badan mengalami kekurusan dan
diare berwarna kehijauan yang menempel di sekitar kloaka.
Sampel diperoleh dari swab trakea dan swab kloaka ayam menunjukkan
gejala. Sampel diambil dari peternakan di Kandang C milik Fakultas Peternakan
IPB sebanyak 2 sampel dari 1 ayam. Sampel selanjutnya diinokulasikan ke dalam
telur ayam berembrio berumur 9 hari pada ruang alantois sebanyak 0.2 mL
inokulum yang sudah ditambahkan antibiotik 10 000 IU/ml penisilin dan
streptomisin. Inkubasi dilakukan selama 4 hari di dalam inkubator dan dilakukan
candling setiap hari. Candling dilakukan 2 kali dalam sehari (pagi dan sore),
7

untuk melihat kondisi embrio dalam keadaan hidup atau mati. Embrio yang hidup
ditandai dengan adanya vaskularisasi pembuluh darah dan pergerakan embrio.

Kontrol
Kontrol Hasil Inokulasi Virus pada TAB

Hasil pengamatan diperoleh dengan pemanenan embrio pada hari kelima


untuk diamati perubahan patologi anatomi. Hasil pengamatan embrio dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil inokulasi pada media TAB


Kode
Gambaran Embrio TAB Hasil
TAB

Swab Hemoragi
trakea leher bagian
TAB 1 atas

Hemoragi
Swab
dan
kloaka
pertumbuhan
TAB 1
lambat

Swab Hemoragi
trakea leher bagian
TAB 2 atas
8

Kode
Gambaran Embrio TAB Hasil
TAB

Kontrol

Hemoragi
Swab leher bagian
kloaka atas dan
TAB 2 pertumbuhan
lambat

Perubahan yang terjadi pada embrio dengan kode swab kloaka yaitu
hemoragi, pertumbuhan yang lambat,. Virus yang dapat menyebabkan kematian
pada embrio ayam diantaranya virus ND, AI, ILT, atau IBD. Kematian akibat
infeksi ND terjadi akibat adanya pertumbuhan virus pada ruang alantois telur.
Pertumbuhan Virus ND virulen dapat merusak sel-sel epitel, makrofag, fibroblast,
endotel dan akhirnya menyebar ke seluruh embrio dan menyebabkan kematian
embrio (Wibowo et al. 2006). Menurut penelitian yang dilakukan Putra et al.
(2012) lesi makroskopis akibat virus ND isolat lapang yang bersifat patogen tidak
menunjukkan lesi yang spesifik karena beberapa penyakit pada unggas lain juga
menunjukkan perubahan yang sama pada embrio ayam. Menurut penelitian
Wibowo et al. (2006), virus AI juga dapat menyebabkan perubahan pada telur
ayam berembrio umur 9-11 hari, secara makroskopis teramati embrio kerdil,
hemoragi di seluruh bagian tubuh, dan kerontokan bulu embrio. Kekerdilan juga
dapat terjadi pada embrio ayam yang diinfeksi oleh virus IB dan ILT (Cavanagh
dan Gelb 2008).

Pengujian Rapid Agglutination Test


Cairan alantois yang telah dipanen kemudian dilakukan rapid agglutination
test untuk mengidentifikasi adanya antigen yang dapat mengaglutinasi sel darah
merah. Hasil positif ditunjukkan jika terjadi aglutinasi sedangkan hasil negatif
tidak terjadi agglutinasi.
9

Tabel 2 Hasil rapid agglutination test


Kontrol
Kontrol
Kode TAB Gambaran Rapid agglutination test (HA Cepat) Hasil

Swab
trakea Positif
TAB 1

kontrol
Swab
kloaka Positif
TAB 1

Swab
trakea Positif
TAB 2

Swab
kloaka Positif
TAB 2

Hasil uji pada cairan alantois sampel menunjukkan adanya aglutinasi,


sehingga dapat dipastikan sampel positif mengandung antigen yang dapat
mengaglutinasi sel darah merah. Sampel kemudian dilakukan uji lanjutan berupa
HA Test untuk mengetahui titer virus (jumlah virus) dalam suspensi cairan
alantois yang dipanen.

Pengujian Hemaglutinasi (HA)


Uji hemaglutinasi (HA) mikrotitrasi dilakukan untuk mengetahui
keberadaan virus yang mampu mengaglutinasi darah dan titer virusnya.
Kemampuan mengaglutinasi sel darah merah tidak dimiliki oleh semua virus dan
bakteri yang menyerang ayam. Aglutinasi dapat dilakukan oleh virus dan bakteri
yang memiliki zat hemaglutinin, diantaranya Paramyxovirus (ND), Poxvirus
(Pox), Adenovirus (EDS), Orthomyxovirus (AI), Bakteri Mycoplasma sp.,
Haemophilus paragallinarum dan Salmonella pullorum (Jahja et al. 2006). HA
positif ditandai dengan tidak terjadinya pengendapan sel darah merah di dasar
mikroplate, hal ini disebabkan karena aktivitas protein virus yang mengikat sel
darah merah. Hasil disajikan dalam tabel berikut.
10

Tabel 3 Gambaran hasil uji HA


Titer Virus
Kode
(HAU/25
TAB Gambaran Uji HA
μL)
Swab
trakea 64
TAB 1
Swab
kloaka 16
TAB 1
Swab
trakea 16
TAB 2
Swab
kolaka 4
TAB 2

Titer HA adalah pengenceran tertinggi yang masih dapat mengaglutinasi sel


darah merah unggas. Hasil yang didapatkan menunjukkan sampel cairan alantois
yang dipanen menunjukkan hasil positif terhadap uji HA. Titer virus untuk
sampel trakea pada TAB 1 adalah 64 HAU/25µl, sedangkan titer virus untuk
sampel trakea pada TAB 2 adalah 16 HAU/25µl dan titer virus untuk sampel
kloaka pada TAB 1 adalah 16 HAU/25µl, sedangkan pada sampel kloaka pada
TAB 2 titer virusnya adalah 4 HAU/25µl. Adanya sampel positif menunjukkan
bahwa terdapat virus yang mampu mengaglutinasi sel darah merah diantaranya
Paramyxovirus (ND), Poxvirus (Pox), Adenovirus (EDS), Orthomyxovirus (AI),
dan virus Influenza. Agen penyebab aglutinasi darah belum dapat diketahui karena
pada uji HA tidak digunakan antibodi spesifik untuk agen tertentu. Untuk
memastikan agen penyebab aglutinasi darah maka perlu dilakukan uji HI.

Pengujian Hemaglutinin Inhibisi (HI)


Uji HI dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode α dan metode β.
Uji HI dilakukan menggunakan metode α dengan antigen yang diencerkan pada
setiap sumurnya, sedangkan metode β menggunakan serum berisi antibodi yang
diencerkan pada setiap sumurnya. Prinsip uji HI adalah reaksi ikatan antara
antibodi pada serum spesifik dengan antigen virus yang spesifik. Uji HI
merupakan uji penghambatan aglutinasi sehingga pada uji HI tidak terjadi
aglutinasi sel darah merah oleh virus karena adanya penghambatan aglutinasi oleh
antibodi anti virus yang ada pada serum. Epitop virus yang telah berikatan dengan
antiserum menyebabkan epitop tidak dapat mengikat sel darah merah. Apabila
serum tidak sesuai atau tidak spesifik dengan virus, maka hemaglutinasi inhibisi
tidak akan terjadi. Titer HI ditentukan dengan cara melihat pengenceran tertinggi
dari serum yang masih mampu menghambat aglutinasi eritrosit 1 % (OIE 2012).
Tahap pertama yang dilakukan pada uji HI adalah menentukan antibodi
spesifik terhadap virus tertentu di dalam serum. Antibodi spesifik akan berikatan
dengan antigen yang spesifik. Untuk menentukan jenis antibodi pada serum
dilakukan uji HI metode β menggunakan antigen standart. Titer virus standart ND
yang telah dimiliki sebelumnya ialah 4 HAU/25μL. Hasil uji HI virus standar
11

tersebut menunjukkan adanya reaksi penghambatan aglutinasi pada antigen


standar ND pada sumur kedua dengan titer antibodi 22 HAU/25 μL. Berdasarkan
hasil tersebut dapat diketahui bahwa serum yang digunakan berikatan dengan
antigen standar ND, sehingga diketahui bahwa antibodi pada serum tersebut
merupakan antibodi ND. Serum ini kemudian digunakan untuk mengetahui jenis
antigen pada sampel ayam yang diperoleh dari lapang.
Sampel hasil inokulasi yang menunjukkan hasil positif pada uji HA diuji
lanjut menggunakan uji HI metode β. Uji HI metode β dilakukan untuk
mengetahui jenis antigen yang diperoleh dari inokulum TAB. Sampel swab trakea
pada TAB 1 dengan titer antigen 64 HAU/25µl dan sampel swab kloaka dengan
titer virus 8 HAU/25µl, masing- masing distandarkan menjadi 4 HAU/25μL. Hasil
uji disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Hasil uji HI metode β


Kode Gambar Uji HI Titer Antigen
Swab
trakea 29

Swab
kloaka 28

Hasil uji HI dari sampel swab trakea terjadi penghambatan aglutinasi


hingga sumur ke sembilan sehingga titer antibodi di dalam serum tersebut 29
HAU/25μL, sedangkan hasil uji HI pada sampel kloaka terjadi penghambatan
aglutinasi hingga sumur ke delapan sehingga titer antibody di dalam serum
tersebut 28 HAU/25μL. Hasil pengujian metode HI menunjukkan bahwa antigen
yang menyerang ayam merupakan virus ND, karena terjadi penghambatan
aglutinasi saat direaksikan dengan serum ND.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sampel ayam sakit yang diambil melalui swab kloaka dan trakea dari
peternakan ayam Laboratorium Lapang C Fakultas Peternakan IPB disebabkan
oleh infeksi virus yang mampu mengaglutinasi eritrosit. Berdasarkan hasil isolasi
dan inokulasi isolat lapang pada TAB, uji HA, dan uji HI metode β dapat
didiagnosis bahwa dari sampel yang dilakukan pengujian, Ayam C positif
terinfeksi virus ND.
12

Saran

Pelaksanaan vaksinasi dan pengulangan dilakukan sesuai dengan jadwal


vaksinasi. Biosekuriti kandang perlu ditingkatkan serta sanitasi lingkungan
kandang, kebersihan peralatan kandang perlu diperhatikan guna mengurangi
kemungkinan penularan penyakit. Pemberian nutrisi berupa vitamin, mineral,
lemak, dan energi yang lengkap dan tepat jumlah sebaiknya diberikan untuk
meningkatkan imunitas ayam sehingga tidak mudah terserang penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

[DITJENNAK] Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2014.


Manual Penyakit Unggas. Jakarta (ID): Direktorat Kesehatan Hewan.
[OIE] Office International des Epizooties. 2012. Manual of Diagnostic Test and
Vaccines for Terresterial Animal Chapter 2.3.4. Avian Influenza pp.1-21;
Capter 2.3.14. Newcastle Disease Pp. 1-9.
Cavanagh dan Gelb. (2008).Infectious Bronchitis In: Saif YM, Fadly AM, Glisson
JR, McDouald LR, Nolan LK, Swayne DE, editor. DiseaseofPoultry 12th Ed.
Iowa (US): Blackwell Publishing.
Jahja J, Lestariningsih CL, Fitria N, Murwijati T, dan Suryani T. 2006. Penyakit-
Penyakit Penting pada Ayam. Ed ke-5. Bandung (ID): Medion.
Putra HH, Wibowo MH, Untari T, dan Kurniasih. 2012. Studi lesi makroskopis
dan mikroskopis embrio ayam yang diinfeksi virus New castel disease
isolate lapang yang virulen. JSV. 30(1): 57-67.
Wibowo MH, Asmara W, danTabbu CR. 2006. Isolasi dan identifikasi serologis
Virus Avian Influenza dari sampel unggas yang diperoleh di D.I.Yogyakarta
dan Jawa Tengah. J. Sain Vet. 24: 77-83.
Suwarno, Rahardjo AD, Fauziah, Srihanto EA. 2006. Karakterisasi virus avian
influenza dengan uji serologi dan reverse transcriptase-polymerase chain
reaction. Media Kedokteran Hewan. 22(2): 74-78.
[DITJENNAK] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012.
Manual Penyakit Unggas [Internet]. [diunduh 2019 Sep 28]. Tersedia pada:
http://www.wiki.isikhnas.com/images/d/dd/Manual_Penyakit_Unggas.pdf.
[ISIKHNAS] Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional ter-integrasi. 2019a.
Avian influenza (AI). [Internet]. [diunduh pada 2019 Sep 28]; Tersedia
pada: http://wiki.isikhnas.com/w/Penyakit_Avian_Influenza_HPAI.
[ISIKHNAS] Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional ter-integrasi. 2019b.
Newcastle disease (ND). [Internet]. [diunduh pada 2019 Sep 28]; Tersedia
pada:http://wiki.isikhnas.com/images/7/7c/NEWCASTLE_DISEASE_%28
ND%29.pdf.
13
14

Anda mungkin juga menyukai