Anda di halaman 1dari 30

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teknik uji pemeriksaan klinik merpakan serangkaian prosedur yang harus
dikuasai pada saat menentukan diagnosa suatu penyakit. Teknik uji pemeriksan klinik
sering disebut dignosa klinik atau klinis atau diagnosa fisik atau diagnosa. Penentuan
diagnosa penyakit yang akurat pada ternak tidak seratus persen dapat ditegakan tetapi
memerlukan bantuan teknik pemeriksaan atau uji kesehatan lain, sperti teknik
pemeriksaaan nekropsi, teknik pemeriksaan serologi dan sebagaimya. Pokok- pokok
materi yang menjadi bahasan dalam praktikum ini adalah:
1. Tanda-tanda klinis penyakit
2. Metode pemeriksaan klinik
3. Tata cara pemeriksaan klinik
Dengan mempelajari pokok-pokok bahasan bab ini maka kita akan mengetahui
teknik pemeriksaan klinik pada hewan ternak dengan prosedur yang benar.
Penyakit yang menyerang ayam ada yang dapat diobati ada yang tidak, yang tidak

dapat diobati biasanya ditangani dengan dengan vaksin. Untuk vaksinasi digunakan

cairan yang men gandung virus lemah yang disebut vaksin, sedangkan cara atau

tindakan pencegahan penyakit virus dengan menggunakan vaksin dinamakan

vaksinasi. Keberhasilan suatu vaksinasi ditentukan oleh beberapa factor yang saling

terkait. Factor tersebut adalah factor tatalaksana yang meliputi cara vaksin, waktu

vaksinasi,ketrampilan vaksinator dan kondisi lingkungan. Factor yang meliputi

kualitas vaksin, jenis vaksin, cara penyimpanan vaksin dan factor indifidu yang

meliputi kesehatan ayam itu sendiri.


Vaksinasi merupakan suatu program memasukan vaksin kedalam tubuh dengan

tujuan melindungi tubuh terhadap suatu penyakit tertentu. Sedangkan vaksin itu

sendiri yaitu mikroorganisme/ bibit penyakit yang sudah dilemahkan, tidak

menimbulkan sakit dan membentuk zat kekebalansesuai dengan jenis penyakit.

Sebelum melakukan bedah bangkai, kita harus memperhatikan atau melakuakan

beberapa prosedur antara lain melakukan anamesa, melakukan pemeriksaan klinis,

dan mengumpulkan beberapa sample untuk pemeriksaan lebih lanjut jika

pemeriksaan bedah bangkai tidak meyakinkan. Jadi, bedah bangkai adalah suatu

teknik lanjutan dari diagnosa atau pemeriksaan klinik untuk mengukuhkan dan

meyakinkan hasil pemeriksaan klinik.

Kesehatan ayam sangat penting bagi peternak untuk mengetahui penyakit yang
diderita oleh ayam yang dipelihara dengan melakukan bedah bangkai. Bedah bangkai
sering dikenal dengan istilah lain seperti nekropsi, seksi, uji pasca mati, uji patologi,
anatomi, pemeriksaan makroskopis, dan uji post mortem, tetapi istilah yang sering
digunakan adalah nekropsi dan uji pasca mati.
Beberapa kriteria yang harus digunakan dalam menilai perubahan – perubahan
organ, antara lain :
1. Ukuran ayam,
2. Warna,
3. Tepi organ,
4. Bidang sayatan dan Konsistensi.
Penyakit pada ternak dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu
diantaranya disebabkan oleh parasit. Parasit meupkan organisme yang hidup di atas
atau di dalam beberapa organisme lain yang dikenal sebagai induk semang.
Parasit itu sendiri dapat berupa hewan atau tumbuh-tumbuhan, virus, bakteri,
protozoa, cacing atau athropoda. Parasit terdiri atas dua jenis yaitu endoparasit dan
ektoparsit. Sedangkan hospes terdiri atas hospes intermediet atau antara (seperti :
cacing, kumbang, tanah, semut dan lalat) dan definitive atau sejati (seperti : sapi,
kerbau, kambing, dan cacing).
Parasit umumnya mengadakan perubahan sifat perubahan biokimia dan
imunologi sehingga dapat hidaup dalam organisme lain dan tidak tercerna atau
terbunuh. Parasit dalam memenuhi kehidupannya mereka bergantung pada induk
semang. Tiap parasit memiliki sifat khusus dalam daur hidupnya dan kemampuan
dari perasit untuk menghasilkan keturunan.
II. TUJUAN

2.1 Diagnosa Klinik

Praktikum diagnosa klinik bertujuan untuk mengetahui tanda–tanda


penyakit pada hewan ternak yang teramati secara klinis.

2.2 Vaksinasi ND Pada Ayam


Praktikum Vaksinasi ND pada ayam bertujuan untuk mengaplikasikan
metode-metode vaksinasi ND pada ayam.

2.3 Bedah Bangkai


Praktikum bedah bangkai bertujuan untuk mengetahui perubahan-
perubahan patologis anatomi pada organ-organ ayam yang terserang penyakit.

2.4 Identifikasi Parasit


Tujuan dari praktikum ini adalah pemeriksaan telur cacing,

perhitungan kuantitatif / kualitatif telur cacing.


III. WAKTU DAN TEMPAT

3.1 Diagnosa Klinik

Pelaksanaan praktikum kali ini dilaksanakan di Ex-Farm Fakultas


Peternakan Unsoed. Pada tanggal 5 oktober 2007 pukul 14.00-16.00 WIB.

3.2 Vaksinasi ND Pada Ayam

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak “Vaksinasi ND pada Ayam”


dilaksanakan pada hari jumat, 23 November 2007 pukul 14.00 s/d 15.30 di
Lab Kesehatan Ternak, Fapet UNSOED.

3.3 Bedah Bangkai

Praktikum ini dilaksanakan pada hari jumat, 2 November 2007 pukul


14.00 – 16.00 di Laboratorium Ilmu Kesehatan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Jenderal Soedirman.

3.3 Identifikasi Parasit

Praktikum parasitologi ini dilakukan pada tanggal 07 Desember 2007,


mulai pukul 14.00 sampai dengan 16.00. Bertempat di Laboratorium Ilmu
Bahan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto.
IV. MATERI
4.1 Alat

4.1.1 Diagnosa Klinik


a. Stetoskop
b. Perkusi/ hummer
c. Termometer
d. Sepatu kandang
e. Stopwatch
f. Buku petunjuk

4.1.2 Vaksinasi ND Pada Ayam


a. alat suntik
b. kapas
c. spuit
d. ayam
e. termos es

4.1.3 Bedah Bangkai


a. Gunting.
b. Gunting tulang.
c. Pinset.
d. Skalpel.

4.1.4 Identifikasi Parasit


a. Objek glass
b. Deck glass
c. Cawan porselein
d. Penggerus porselain
e. Tabung sentrifus
f. Rak tabung
g. Tissu
h. Mikroskop
i. Timbangan
j. Stirer
k. Dobel objek glass
l. Beker glass
m. Sentrifus

4.2 Bahan
4.2.1 Diagnosa Klinik
Bahan yang digunakan adalah sapi perah yang ada di ex-farm

4.2.2 Vaksinasi ND Pada Ayam


a. vaksin aktif dan in aktif
b. pelarut (aquades dan larutan dapar)
c. ayam

4.2.3 Bedah Bangkai


Ayam

4.2.4 Identifikasi Parasit

1. Feses Babi
2. NaCl jenuh
3. NaOH 10 %
4. Larutan biru mitelin
5. Gula shelter atau gula jenuh
V. CARA KERJA
5.1 Diagnosa Klinik
Praktikum dilakukan dengan mengisi blangko pemeriksaaan dengan
mempelajari teori-teori yang sudah diuraikan, jika tidak ditemukan perubahan
pada pemeriksaan maka isian ditulis TAP (tidak ada perubahan).

5.2 Vaksinasi ND Pada Ayam


Vaksin padatan dilarutkan dengan cara :
a. pelarut dilarutkan kedalam botol dengan menggunakan spuit disposible
sehingga berisi 2/3 dibotol tersebut
b. botol ditutup dan dikocok pelan sampai larutan vaksin merata
c. larutan vaksin diambil lagi dengan spuit disposible dimasukkan kedalam
botol pelarut, ditutup dan dikocok pelan sampai merata
d. botol vaksin dibilas 2-3 kali
vaksin tetes mata (digunakan pada anak ayam umur kurang dari satu minggu)
 vaksin yang telah dicampur dengan larutan dapar diteteskan pada salah
satu mata ayam.
Vaksin injeksi (IM)
 vaksin disuntikkan pada daerah dada atau paha
Vaksin subcutan
1. vaksin disiapkan
2. pegang ayam dan angkat kulit yang longgar dibagian pertengahan
leher
3. jarum suntik ditusukkan dari arah kepala dengan kedalama ½ - ¾ cm.

5.3 Bedah Bangkai


1. Ayam dipotong seperti pada umumnya,
2. Seksi dilakukan dengan cara :
a. Bangkai diletakkan dengan bagian ekor menghadap ke operator,
b. Dinding perut digunting secara melintang, kemudian diteruskan
sampai ke bagian oestaedistal,
c. Bagian dalamnya dilihat, kemudian satu – persatu organ
dikeluarkan. Dari organ yang dikeluarkan salah satunya paru –
paru,
d. Diperiksa alat pencernaan, pernafasan, system peredaran darah,
system syaraf, usus dan bursa fabrisius dan dilihat terdapat
perdarahan pada organ dalam atau luar apa tidak.

5.4 Identifikasi Parasit


A. Metode Natif
1. 1 gram feses babi dimasukkan ke dalam cawan porselin
2. feses tadi dihaluskan dan dicampur 10 ml air
3. Larutan feses diteteskan sebanyak 1 tetes di atas object glass
kemudian ditutup dengan cover glass
4. Dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 kali
5. Dicatat hasilnya

B. Metode Mc Master
1. Tinja 1 ml ditambah air 15 ml dicampur hingga homogen
2. Dimasukkan 0,3 ml gula jenuh ke dalam object glass double
3. Dimasukkan juga 0,3 ml feses ke dalam object glass double tadi
4. Cairan yang terdapat dalam object glass diaduk merata
5. Diamkan selama 3 menit
6. Kemudian dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 10 kali
7. Dicatat Hasilnya

C. Uji Apung Tanpa Sentrifuge


1. Dimasukkan 1 gram feses ke dalam tabung reaksi
2. Tabung reaksi tersebut diisi dengan NaCl hingga penuh
3. Tunggu hingga 30 menit
4. Taruh object glass di atas tabung reaksi tadi
5. Object glass yang tadi terdapat cairan diatasnya dan ditutup dengan
cover glass
6. Dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 kali
7. Dicatata hasilnya.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Hasil
6.1.1 Diagnosa Klinik

Nama pemilik : Ex-Farm


Alamat : Jalan Dr. Suparno Karang wangkal PWT
Macam hewan : Sapi
Nama Hewan : Daryati
Signalemen :-
Berat badan :-
Status presen :
1. keadaan umum : gemuk, jinak, normal.
2. Frekuensi nafas : 28/m, Pulsus : 84/m, Suhu 390 C
3. Kulit dan rambut : kebali lagi, ada luka, rontok
4. selaput lender :-
5. kelenjar limfe : normal
6. susunan alat pernafasan : normal
7. susunan alat peredaran darah : normal
8. susunan alta pencernaan (gerakan rumen) : 5x
9. susunan alat kelamin : normal
10. susunan urat syaraf : normal
11. angota-angota gerak : normal

6.1.2 Vaksinasi ND Pada Ayam

STATUS PRESENT
VAKSIN
1. Strain vaksin : Medivac ND La Tosa
2. Jenis vaksin : ND
3. Pelarut : Laritan dapar
4. Aplikasi : Tetes mata dan injeksi
5. Dosis kemasan : 50 dosis
6. ED : 08-09
7. Produsen : Medivac
Perhitungan dosis vaksin
Vaksinasi ND : 0.03 cc/ tetes
Tetes mata (intra ocular)
Dosis vaksin : 50 ekor + (2% x 50)
: 50+1
: 51 dosis
pelarut : (30+1) x 0.03
: 1.53 ml
1.53
harga pelarut : x 5000
1000
: Rp 7.65
Biaya total : 10000+7.65
: 10007.65,-
Biaya per ekor : Rp 200.153
Dari hasil praktikum diperoleh hasil

1. 28 5. 210

2, 28 6. 28

3. 26 7. 28

4. 29 8. 27

6.1.3 Bedah Bangkai

1. Selaput lendir : normal


2. Kulit, bulu, bawah kulit, otot : normal,
3. Kantong udara, rongga perut, rongga dada : normal,
4. Saluran pencernaan :
a. Proventrikulus : normal e. Sekum : normal
b. Ventrikulus : normal f. Penggantung usus : normal
c. Usus halus : normal g. Hati : normal
d. Usus besar : normal
5. Saluran pernafasan :
a. Sinis hidung : normal e. Trakhea : normal
b. Rongga mulut : normal f. Bronkus : normal
c. Faring : normal g. Paru – paru : normal
d. Laring : normal

6. Lain – lain :
a. Lien : normal e. Seka tonsil : normal
b. Ginjal : normal f. Bursa Fabrisius : normal
c. Thymus : normal g. Syaraf : normal
d. Jantung : normal

Diagnosa : sehat

6.1.4.Identifikasi Parasit

1. Metode natif : Tidak terdapat telur cacing


2. Metode Mc Master : Tidak terdapat telur cacing
3. Uji Apung Tanpa Sentrifuge : Tidak terdapat telur cacing
6.2 Pembahasan

6.2.1 Diagnosa Klinik


Tujuan dari pemeriksaan klinik menurut Sutrisno (2007), yaitu
untuk mengetahui tanda-tanda penyakit pada hewan ternak yang dapat
teramati secara klinis. Banyak penyakit yang dapat ditentukan dianosa
khasnya dengan dengan mendasarkan atas riwayat kejadian penyakit
serat pemeriksaan fisis pada penderita. Riwayat penyakit (anamnesa)
merupakan suatu catatan kejadian-kejadian yang telah berelangung
sebelum saat penderita dihadapi oleh dokter hewan untuk pemeriksaan
merupakan hal yang sangat penting dalam penentuan diagnosa-diagnosa.
Pada kenyataannya catatan tersebut mingkin lebih penting dari hasil-
hasil yang diperoleh oleh pemeriksaan fisis. Suatu riwayat penyakit
yang baik hanya dapat diperoleh dari seorang pengamat yang baik pula.
Dilihat dari anamnesa, sapi Daryati belum pernah mengalami
sakit atau terserang penyakit. Keadaan umum yaitu pemeriksaan dengan
inspeksi/ melihat dimulai dari jarak dekat tetapi tanpa mengganggu
ketenangan hewan. Pemerikasaan dari jauh dengan melihat dari depan,
belakang, dan kedua sisi hewan, maka apabila ada kelainan tubuh akan
dapat diamati dengan jelas dan dari pemeriksaan keadaan hewan,
keadaannya baik, tingkah laku normal, ekspresi muka semangat dan
kondisi badannya sehat. Hal ini menunjukkan bahwa ternak tersebut
tidak sakit. Apabila ada rasa sakit dapat ditandai dengan cara berdiri
yang tidak bebas.
Frekuensi nafas pada hewan gansby adalah 28/menit, puplus
57 kali/m dengan suhu 39oC dan gerak rumen 10kali/ 5 menit. Menurut
Subroto (1993), frekuensi pernafasan normal untuk sapi sekitar 10-30
tiap menit. Frekuensi pernafasan, keteraturan serta dalamnya nafas
diperiksa dari jarak atau respirasi abdominal dapat dinilai pada
pengamatan pernafasan. Subroto (1993) menerangkan bahwa
kegelisahan akibat pemeriksaan dapat meningkatkan frekuensi pulpus,
sedangakan pulpus normal sekitar 70-104, sedangkan pada Gansby 57/m
tersebut masih dikatakan mendekati normal. Pemeriksaan selanjutnya
suhu sapi. Pada Gansby suhunya 39oC, ini merupakan suhu yang
normal berdasarkan buku petunjuk praktikum, yaitu 36,6-39,00, gerak
rumrn per 5 menit sebanyak 10 kali, termasuk normal. Suhu diukur
menggunakan thermometer, yaitu dengan cara dimasukkan anus sapi
dengan ekor dipegang agar tidak mengganggu pengukuran. Setelah
semuanya selesai, dilanjutkan dengan memeriksa mulut dan rambut
dengan cara palpasi atau meraba. Pada sapi Daryati, kulit hlus,
kerontokan sangat minim, apabila tugor dicubit maka akan langsung
kembali, sehingga disimpulkan bahwa kondisinya normal.
Berikutnya pemeriksaan selaput lendir yang dilakukan dengan
cara inspeksi. Pada sapi gansby, dibagian mata tidak ada lendir, pada
mulutnya berlendir, hal ersebut sudah sangat wajar karena adanya proses
pengunyahan, lalu divulva dan dianus tidak berlendir. Pemeriksaan
selanjutnya kelenjar-kelenjar limpe, susunan alat pencernaan dan
susunan alat peredaran darah. Pada kelnjar limpe tidak ada benjolan,
sussunan alat pernafasan normal, alat peredaran darah suara jantungnya
normal.
Pemeriksaan sekanjutnya yaitu pemeriksaan susunan alat
kelamin dan perkencingan, susunan urat syaraf dan anggota-anggota
gerak. Setelah diperiksa, baik susunan alat kelamin dan perkencingan,
susunan urat syaraf serta anggota-anggota gerak semuanya normal.dari
semua pemeriksaan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sapi
gansby sehat, tanpa cact sedikitpun.
Pemeriksaan fisis dilakukan dengan cara palpasi, inspeksi,
perkusi dan auskultasi (Sutrisno, 2007). Palpasi dapat digunakan untuk
mengenal kelainan-kelainan kecil atas susunan anatomi dan untuk
menilai kepekaan terhadap rasa sakit, atau tanda-tanda lain dari proses
peradangan, lesi pada kulit dan selaput lendir paling baik dinilai dengan
inspeksi dari dekat dalam suasana yang penerangannya cukup. Perkusi
yang dilakukan bersamaan dengan auskulturasi dapat digunakan untuk
menentukan diagnosa secara pasti terhadap lokasi aringan yang berisi
gas didalam rongga perut. Caranya dengan mendengarkan
menggunakan stetoskop, dan pada saat yang sama, jari-jari dipukulakan
dengan kertas atau dijentikkan, pada dinding badan dalam daerah yang
sama. Apabila gas atau udara terdapat didaerah tersebut, suara nyaring
atau “ping” akan terdengar. Ausku;tasi dengan menggunakan stetoskop
adalah yang terbaik untuk menilai keadaan abnormal dari suara jantung
dan pernafasan. Pulpus itu ditentukan dari arteri-arteri diekor atau muka
pada sapi, pulpus normal pada sapi adalah 60-80. Apabila mengalami
kenaikian, frekuensi pulpus perlu diukur ulang, kerena kegelisahan
akibat pemeriksaan dapat mengakibatkan kenaikan frekuense sementara
(Subroto, 1993).
Pengukuran suhu biasanya merupakan observasi pertama yang
dikerjakan sebelum bergerak menuju langkah diagnosis yang spesifik
(Blakely, 1991). Menurut Sastroamidjojo (1982), gejala-gejala sakit
(symptom) merupakan suatu pemunculan daripada suatu keadaan yang
tidak normal atau adanya kelainan dari alat tubuh atau fungsinya. Gejala
sakit ini disebut juga gejala klinis. Gejala klinis ini dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yakni
1. Gejala klinis umum
Gelaja klinis umum; timbul sebagai reksi tubuh terhadap
segala penyebab penyakit yang diderita. Yang dimaksud gejala ini
misal lesu, lemah, nafsu makan menurun atau hilang, demam, denyut
nadi naik. Dengan mengetahui gejala kilinis umum, baru dapat
ditentukan apakah ternak itu sehat atau sakit dan belum dapat
ditentukan penyakit apa yang diderita teranak tersebut.
2. Gejala klinis khusus
Gejala kilinis khusus, timbul sebagai reaksi dari kelainan
suatu sistem alat tubuh (alat pernafasan, alat pencernaan, alat
peredaran darah dan lain-lain). Masing-masing keainan dari sistem
alat tubuh tersebut akan menunjukkan gejala yang khas untuk
masing-masing. Gejala yang timbul akibat gangguan alat
pernafasan, yaitu
a. batuk
b. ngorok
c. serak nafas
d. keluar cairan dari hidung, bersin-bersin
Gejala yang timbul akibat gangguan pencernaan, yaitu
a. muntah
b. mencret (diare)
c. sakit perut
d. perut kembung
e. merejan
Gejala akibat gangguan alat peredaran darah/ jantung, yaitu
a. denyut nadi tidak teratur
b. degup jantung tifdak teratur
c. degup jantung lemah
d. oedeem
Gejala yang timbul akibat gangguan alat perkembangan dan kelamin,
yaitu
a. sulit kencing
b. kesakitan waktu kencing
c. banyak kencing
d. keluar lendir/ darah/ nanah dari alat kelamin
e. sakit pinggang
Gejala akibat gangguan syaraf dan otak, yaitu
a. gelisah
b. lesu
c. kejang-kejang
d. lumpuh
e. gejaloa akibat gangguan alat pergerakan, yaitu
f. pincang
g. lumpuh
6.2.2 Vaksinasi ND Pada Ayam
Vaksinasi merupakan suatu cara memasukan vaksin kedalam tubuh
dengan tujuan melindungi tubuh terhadap suatu penyakit tertentu. Sedangkan
vaksin itu sendiri yaitu mikroorganisme/ bibit penyakit yang sudah
dilemahkan, tidak menimbulkan sakit dan membentuk zat kekebalan sesuai
dengan jenis penyakit. Didalam melakukan vaksin kita harus memperhatikan
beberapa hal yaitu tewrhadap ayam dan vaksinnya.
Tahap pembuatan vaksin ada 3 tahap :
A. Membuat CDM dengan konsentrasi 1 %
B. Melakukan tes antigen 4 ha, ha yaitu kemampuan antigen untuk
aglutinasi ( membentuk antibodi)
C. Pemeriksaan varietas penyakit ND

Setelah kita memperhatikan mengenai ayam yang divaksin dan juga


mengetahui tentang vaksin yanfg digunakan yaitu strain yang terdiri dari
vaksin lentogenik (berasal dari virus ND) dengan tingkat virulensi
rendah. Contoh strain R, lasota dan R4. vaksin mesogenik berasal dari
virus ND denganm tingkat virulensi sedang contoh strain mukteswar,
komasow dan roakin. Jenis vaksin (aktif dan nonaktif), bentuk vaksin
(larutan atau serbuk), cara pemakaian (disuntikan, diminumkan,
semprotkan serta tetes mata), isi kemasan (dosis 50, 100,1000,5000 dan
10000), tanggal kadaluarsa, nama distributor atau pabrik yang
memproduksi.(Madyana, 1993).
Ada dua cara untuk membuat hewan kebal terhadap penyakit
menular. Salah satu caranya disebut imunisasi pasif, menghasilkan
resistensi sementara dengan memindahkan antibody dari hewan
resistensi kehewan rentan. Antibody yang dipindahkan secara pasif ini
memberi perlindungan cepat, tetapi karena cepat dikatabolisasi,
perlindungan ini makin berkurang dan akhirnya resipten menjadi rentan
terhadap infeksi ulang. Imunisasi aktif melibatkan pemberian antigen
pada hewan sehingga menanggapinya dengan meningkatkan tangan
kebal protektif berperantara antibody atau sel atau kjedua-duanya
(tizard, 1987).
Imonogenitas dan vaksin tidak aktif, dan lebih-lebih dari
protein vius terisolasi atau pepsuida sintetik, biasanya perlu
ditingkatkan. Hal ini dapat diperoleh dengan jalan mencampur antigen
dengan adjuvan, penyatuan antigen dalam liposom, atau penyatuan
antigen dalam komplek perangsang kekebalan. Adjuvan merupakan
bahan yang dicampur dengan vaksin untruk meningkatkan respon imun,
baok humoral atau seluler, sehingga dengan demikian diperlukan jumlah
antigen yang lebih sedikit dan lebih rendah dosis yang diberikan.
Mekanisme kerja dari adjuvan meliputi (1) retensi antigen yang masih
lama dan pelepasannya yang lambat, (2) pengaktifan maksirofag, yang
menyebabkan sekresi limfokin dan tertariknya limfosit, (3) mikogenitas
bagi limposit (Fenner, 1993).
AAK (1982) menyatakan bahwa penyebab ND/NCD (New
Catle Disease) adalah virus ND. Penularan terjadi lewat (1) tempat
makan/mimun atau peralatan lainnya yang telah terkontaminasi, (2)
kontak langsung dengan ayam yang sakit atau kotorannya, (3) unggas
lain, udara dan para penunjangnya.
Gejala ayam yang menderita ND berbeda-beda, masing-masing
dibedakan menurut bentuk ND yang terinfeksi kepada ayam yang
bersangkutan
1. Vilogenik
a. timbulnya penyakit mendadak dan penyebarannyapun begitu
cepat
b. pada kejadian yang akut, ayam bisa mati mendadak, tanpa
didahului suatu gejala apapun
c. sedang pada kejadian yang biasa, ayam nampak lesu, pernafasan
cepat, suhu badan meningkat. Pada permulaan penyakit ini,
kotoran cair, kehijauan atau kekuningan, sering timbul batuk
yang keras, tembolok berisi cairan atas gas mulut, hidung dan
mata sering berlendir.
d. Kejadian bisa mencapai 100%
e. Ayam yang bisa mengatasi infeksi ini akan sembuh dan biasanya
mendapatkan gejala syarat seperti kelumpuhan, atau leher
berputar-putar.
2. Mesogenik
a. pernafasan cepat dan susah, batuk-batuk
b. ada gejala syarat seperti badan lemah, lumpuh, leher berputar-
putar
c. kematian sekitar 50%
3. Lentogenik
a. terjadi gejala pernafasan yang ringan, tetapi selalu ada
b. produksi merosot secara mendadak
Pencegahan penyakit ND
a. vaksinasi secara teratur
b. kebersihan kiandang, termasuk peralatan didalam kandang dengan
peralatan pencuci hama
c. ayam yang nyata-nyata menderita ND harus dimusnahkan, dibakar
ditempat khusus (krematorium)
Strain ayam yang digunakan pada praktikum vaksinasi ND
pada ayam adalah medivac ND la tosa. Strain vaksin ini mempunyai
tingkat viruelensi rendah dan biasanya diberikan dengan cara tetes mata/
hidung, dipping paruh, sraying, air minum dan disuntikkan (AAK,
1982). Vaksin aktif la tosa diberikan untuk ayam-ayam yang umurnya
kurang dari 3 bulan sebagai vaksin dasar. Program vaksinasi tersebut
dilakukan sebagai berikut:
a. Vaksinasi pertama pada saat umur 1-4 hari
b. Vaksinasi kedua pada saat umur 4 minggu
c. Vaksinasi ketiga diberikan pada umnur 4 bulan
Dan vaksinasi selanjutnya diulangi pada setiap 4-5 bulan sekali.
Aplikasi vaksinasi pada saat praktikum adalah vaksin tetes
mata, subcutan, dan IM. Dosis untuk vaksin tetes mata adalah 0.03 ml/
satu mata, dosis untuk sub cutan dan IM adalah 0.2 ml/ ekor. Vaksin
dapat disimpan selama 6-12 bulan dalam temperatur 4oC

6.2.3 Bedah Bangkai


Nekropsi atau bedah bangkai merupakan teknik yang sangat
penting untuk pengukuhan diagnosa penyakit secara cepat dan akurat
sangat diperlukan dalam upaya pengendalian maupun pemberantasan
penyakit. Subronto (1985), menyatakan bahwa persiapan sebelum
melakukan bedah bangkai selain dilakukan anamesa yang dilakukan
pemeriksaan keadaan luar seperti pada selaput lendir mata, mulut,
hidung, mata, telinga, lidah, keadaan perut dan bidang dalam paha
(berisi nanah atau darah).
Bedah bangkai hendaknya dilakukan secepat mungkin setelah
hewan mati. Untuk daerah tropis seperti di Indonesia sebaiknya bedah
bangkai tidak dilakukan lebih dari 6 jam setelah hewan mati (Sumarjo,
1994).
Bedah bangkai yang dilakukan adalah untuk mengetahui lebih
lanjut penyakit yang diderita oleh ayam yang dipelihara. Berdasarkan
hasil praktikum dengan menggunakan ayam petelur, anamesisnya
diketahui bahwa ayam tersebut berasal dari piaraan petrnakan atau
cara pemeliharaannya secara intensif. Status presentnya atau hasil
pemeriksaan klinik. Pemeriksaan in merupakan pengamatan keadaan
ayam secara fisik meliputi mata, jengger, muka, bulu, pernafasan,
warna dan feses. Dari prakitkum dapat dinyatakan bahwa secara fisis
ayam sehat.
Setelah melakukan anamesa dan diagnosa klinik, maka
selanjutnya diakukan etanasi yaitu menyembelih ayam tersebut.
Etanasi selesai dan dilanjutkan dengan melakukan pembedahan.
Bedah bangkai dimulai dari mengiris selangkangan kaki atau paha
dengan menggunakan gunting oprasi. Penggunaannya bagian yang
tumpul diletakkan didalam dengan tujuan agar tidak merusak bagian
organ dalam. Setelah kulit bagian perut diptong, maka kulit dikelupas
pada bagian dada dengan menarik kulit ke atas dan dapat kita rasakan
apakah kulit yang kita tarik sulit atau tidak, kemudian daging pada
bagian dada di angkat dan memeriksa bagian organ dalam.
Praktikum bedah bangkai ada beberapa kriteria – kriteria yang
harus digunakan dalam penilaian perubahan – perubahan organ antara
lain :
a. Ukuran organ : Organ membesar / membengkak
/ hipertropi, mengecil / hyperplasia. Organ membesar
contohnya pesubahan hati pad akolera unggas. Kaki yang
mengecil karena gangguan syaraf, kaki dan hati
mengalami hyperplasia pada leucosis limfoid.
b. Warna : Kemerahan, pusat, biru, ungu, kuning.
Warna kemerahan menunjukkan adanya perdarahan pada
organ kepucatan menunjukkan kurangnya nutrisi, kebiruan
menunjukkan kurangnya suplai oksigen / keracunan
jaringan, kekuningan menunjukkan adanya gangguan
organic oleh metabolisme atau penyakit.
c. Tepi organ : Tepi organ yang tumpul menunjukkan
adanya akumulasi ternak dalam jaringan organ telah
membesar dari ukuran normal.
d. bidang sayatan : Berminya atau berair
e. Konsistensi : Keras atau lapuh.

Pengamatan organ pernafasan didapatkan semuanya masih


normal serta paru – paru dalam uji apung masih mengapung. Hal ini
menunjukkan organ paru – parunya normal (Nugroho, 1984).

6.2.4.Idantifikasi Parasit

Parasit adalah organismen yang hidup di luar atau di dalam


beberapa organisme lain, yan dikenal dengan induk semang. Induk
semang atau inang ada juga yang menyebutnya hospes adalah
organisme yang dihuni oleh parasit. Induk semang dapat terdiri atas
induk semang definitif dan induk semang intermediet atau antara.
Induk semang definitif merupakan induk semang yang dihunu parasit
yang sudah dewasa seksual, sedangkan induk semang intermediet atau
antara merupakan induk semang yang dihuni parasit stadium aseksual
atau stadium larva. Contoh induk semang definitif adalah sapi, kerbau,
domba, ayam, dan sebagainya. Cacing, kumbang tanah, semut, dan
lalat merupakan induk semang dalam katagori intermediet atau antara.
Subroto dan Tjahajati (2002) menyebutkan bahwa parasitisme
dapat terjadi bila terpenuhi komponen-komponen sebagai berikut :
adanya parasit, adanya sumber parasit untuk induk semang yang
rentan, proses pembebasan stadium parasit dari reservoir, proses
penularan terhadap induk semang yang rentan, cara parasit memasuki
tubuh induk semang rentan, dan adanya induk semang yang rentan.
Cacing sebagai ektoparasit dapat masuk ke dalam tubuh induk
semang disebabkan berbagai faktor. Faktor yang paling utama melalui
makanan atau minuman yang telah tercemar atau terkontaminasi
dengan parasit cacing. Parasit cacing yang masuk ke dalam tubuh
akan melakukan sabotase nutrisi yang menyebabkan radang pada
saluran pencernaan atau biasa disebut radang usus, sehingga daya
tahan atau ketahanan tubuh akan menurun. Hal ini dapat menyebabkan
tubuh mudah terjangkit penyakit lain (Sobroto, 1986).
Parasit cacing yang dapat menyebabkan penyakit pada ternak
atau hewan yang memiliki jenis bervariasi. Namun, ada tiga
kelompok parasit cacing penyebab penyakit yang paling sering
ditemukan dalam tubuh ternak atau hewan sakit, yaitu : Nematoda,
Cestoda dan Termatoda.
Cacing daun (termatoda) tidak mempunyai rongga badan dan
semua organ berada di dalam jaringan parenkim. Tubuhnya biasanya
pipih, dorsoventrae dan tidak besegmen tentunya bentuknya seperti
daun. Cacing ini memiliki dua alat penghisap yang disebut
asetabulum. Termatoda monogenik dan termatoda digeneasida
merupakan dua kelompok cacing daun. Monogenik merupakan parasit
eksterna dari ikan dan amphibian. Sedangkan digeneasida meliputi
parasit cacing daun pada hewan jinak. Contoh teramatoda adalah
fasciola hepatica, fasciola gigsntica, A sufrartytex yang terdapat di
dalam usus halus babi atau mamalia lainnya.
Cestoda (Cacing pita) merupakan hewan monoesiosa atau
istilah yang sering didengar hermaprodit. Ciri dari cacing ini, tidak
mempunyai rongga badan dan semua organ berada di dalam jaringan
parenkim. Sifat cacing ini parasit, bertubuh panjang, dan seperti pita.
Terdiri dari 3 daerah, kepala dilengkapi alat-alat penghisap, kadang
memiliki kait. Cacing pita tidak mempunyai saluran pencernaan
ataupun peredaran darah. Contoh yaitu Taenia solium yang merupakan
induk semang dari cacing pita babi dan manusia.
Nematoda mempunyai saluran usus dan rongga badan tetapi
rongga badan tersebut dilapisi dengan selaput selular sehingga disebut
pseudoset. Nematode berbentuk bulat pada potongan melintang, tidak
bersegmen dan ditutupi oleh kutikula yang disekersi oleh sel langsung
dibawahnya, hypodermis. Contoh dari cacing ini adalah nematode
sncylostoma duodenale pada usus halus babi, globocephalus
urosubulatos juga cacing kait pada usus babi liar, oerophagostomun
dentatum terdapat pada usus besar babi. Stephanusus dan tatus
terdapat pada ginjal sapi.
Subronto dan Tjahajati (2002) menyatakan penyakit parasit
gastrointestinum pada babi antara lain :
1. Hyostrongylosis
Terdapat 3 species cacing lambung antara lain, Hyostrongylus
rabidus, Ascarops strongylina, dan Physocephalus sepalus.
Cacing ini berbentuk tipis, langsing dengan ukuran kurang lebih 6
mm (cacing lambung merah) sedangkan dua spesies lainnya
berbentuk tebal, lebih kekar dengan ukuran 12 mm.
2. Macracan thorhyncus
Terdapat di dalam usus halus babi. Bentuknya melengkung dan
berwarna merah pucat. Jantan lebih kecil daripada betinanya dan
memiliki empat lapis dinding. Gejala infeksi cacing ringan, tidak
menimbulkan gejala klinis.
3. Strongyloides
Terdapat pada usus halus. Jika terserang penyakit parasit ini
akan mengakibatkan anemia, diare dan lama kelamaan akan kurus.
4. Oesphagostomiasis
Speciesnya adalah Oesophagostomum dentatum. Jantan
memiliki ukuran yang lebih kecil dari betina. Gejalanya genjik
menjadi kurus, anorektik. Sedangkan pada babi dewasa
menderita infeksi berat, ternak menjadi kurus.
Pemeriksaan telur cacing dengan uji kualitatif pada praktikum
kali ini menggunakan dua uji, yang pertama menggunakan metode
natif dan yang kedua menggunakan uji apung tanpa sentrifuge. dari uji
tersebut didapatkan hasil dalam feses babi tidak terdapat telur cacing,
dan dinyatakan babi tersebut sehat.
Begitupun dengan uji kuantitatif menggunakan metode Mc
Master yang menggunakan gula jenuh sebagai pemisah feses dengan
telur, tidak ditemukannya telur cacing. Seperti halnya uji kualitatif, uji
ini pun menyatakan bahwa babi tidak cacingan.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Ternak dapat dikatakan sehat apabila atau dapat dilihat melalui anamnesa
dan status present (diagnosa klinik)
2. gejala klinik adalah tanda-tanda yang terlihat atau ditemui pada ternak
penderita/ sakit
3. diagnosa klinik adalah penentuan penyakit yang didasarkan pada gejala
klinis dan data-data yang diambil pada waktu pemeriksaan
4. metode pemeriksaan klinik ada empat, yaitu
a) melihat (inspeksi)
b) meraba (palpasi)
c) mengetuk (perkusi)
d) mendengar (auskultasi).
5. Penyebab ND/ NCD adalah virus ND
6. bentuk-bentuk ND
a. Vilogenik
b. Mesogenik
c. Lentogenik
7. Pencegahan penyakit ND
a. Vaksinasi secara teratur
b. Kebersihan kandang
c. Ayam yang nyata-nyata terkena ND dimusnahkan
8. Pemeriksaan bedah bangkai adalah pemeriksaan pada tubuh ayam yang
baru saja mati atau dimatikan yang dimaksudkan untuk mengetahui
perubahan patologi anatomi tubuh ayam, yang terjadinya akibat serangan
suatu penyakit.
9. Ada tiga cara mengidentifikasi keberadaan parasit yaitu dengan: Metode
Natif, Metode Sentrifus, dan Metode MC Master.
10. Parasit adalah organisme atau makhluk hidup yang hidupnya bersimbiosis
pada makhluk lainnya.
11. Cacing atau parasit ada tiga jenis yaitu: Thermatoda, Nematoda, dan
Cestoda.
12. Perubahan yang ditimbulkan oleh parasit dapat berupa:
a. Kerusakan sel dan jaringan,
b. Perubahan fungsi faal dari haspes,
c. Penurunan daya tahan terhadap agen penyakit,
d. Masuknya agen penyakit skunder dan
e. Parasit mampu menyebarkan mikroorganisme patogen.
13. Pencegahan parasit dapat dilakukan dengan cara:
a. Sanitize,
b. Perbaikan manajemen kandang,
c. Perbaikan kualitas pakan dan
d. Pengobatan

6.2 Saran

1. Buat Asisten pada waktu praktikum sebaiknya dating semua tidak hanya
itu-itu aja yang ngasistenin.
2. Untuk semua asisten terima kasih dan tetep semangat!
DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agraris Kanisius. 1982. Pedoman Beternak Ayam Negeri. Kanisius:


Yogyakarta.

Aksi Agraris Kanisius. 1980. Kawan Beternak II . Yayasan Kanisius :Yogyakarta.

Blakely, Janies. 1991. Ilmu Peternakan. Gagjah Mada University Press: Yogyakarta.

Fenner, Frank J, dkk. 1993. Veterinary Virologi. Academic Press, Ink : San Diego,
Callifornia.
Levine, ND. 1992. Parasitologi Veteriner. UGM Press, Yogyakarta
Lubis,A.M 2001 .8 Kiat Mencegah Penurunan Produksi Telur Ayam . Penebar
Swadaya:Jakarta

Murtidjo, B.A 1994. Mengelola Ayam Buras. Kanisius:Yogyakarta

Rasyaf, M.2001.6 Kunci Sukses Beternak Ayam Kampung .penebar : Jakarta

Sastroamidjojo, M. Samad dan Soeradji. 1982. Peternakan Umum. CV. Yasaguna:


Jakarta.

Subroto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak I. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Subroto dan Tjahajati. 2004. Parasit-parasit pada ternak. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta

Sudrajat .1995.Beternak Ayam Cemani .Penebar Swadaya :Jakarta


Soekarno dan Potosoedjono. 1995. Ilmu Kesehatan Ternak II. UGM Press,
Yogyakarta
Sutrisno, dkk. 2007. Pedoman Praktek ilmu Kesehatan Ternak:Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto.

Tizard, Ian. 1987. Pengantar Imunologi Veterizier. Airlangga University Press:


Semarang.

Anda mungkin juga menyukai