TEKNIK DASAR
NEKROPSI
PENYUSUN :
TIM PATOLOGI
FKH
USK
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami persembahkan kehadhirat Allah SWT yang dengan taufiq dan
HidayahNya kami dari Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah
Kuala dapat menyelesaikan revisi “Buku Penuntun Praktikum Teknik Dasar Nekropsi” dalam
rangka menunjang pelaksaan kegiatan mata kuliah Teknik Dasar Nekropsi yang merupakan
pengetahuan dasar untuk mempelajari ilmu teknik nekropsi.
Materi yang ditulis dalam penuntun praktikum ini sebagian besar akan disampaikan
dalam beberapa kesempatan kuliah. Kami menyadari bahwa dalam buku ajar ini masih terdapat
kekurangan-kekurangan baik dalam menyampaikan materi, istilah-istilah yang belum
dibakukan ke dalam bahasa Indonesia maupun susunan bahasanya. Oleh karena itu, kami selalu
membuka diri menerima kritikan dan masukan yang membangun untuk menuju kesempurnaan
penuntun praktikum ini.
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
LAMPIRAN ................................................................................................................. 23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Nekropsi, disebut juga pemeriksaan post mortem, adalah pemeriksaan yang dilakukan
setelah hewan mati. Hal ini dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian, meliputi
pemeriksaan hewan secara keseluruhan dan juga pemeriksaan setiap organ di dalam tubuh
hewan. Pemeriksaan secara lebih teliti dan pengambilan sampel organ dapat membantu
menentukan penyebab kematian, apakah disebabkan oleh penyakit atau oleh trauma.
Pada beberapa kasus, penyebab kematian pada hewan sudah diketahui, misalnya,
terdapat tanda-tanda adanya trauma yang berat. Pada kasus yang lain gejala klinis penyakit
merupakan indikasi apa yang terjadi pada hewan tersebut. Seringkali, kejadian penyakit tidak
diketahui dan gejala yang timbul bisa disebabkan oleh beberapa macam penyakit yang berbeda.
Dalam hal ini, diperlukan pemeriksaan lebih mendalam.
Identifikasi penyakit
Indikasi tindakan pengobatan untuk penyakit dalam kawanan
Mengurangi kerugian di masa depan
Meningkatkan pengetahuan dampak penyakit pada hewan
Menambah diskusi dalam peningkatan program kesehatan dengan para spesialis
(program vaksin, pengobatan, managemen pemeliharaan, dll)
Perubahan jaringan terjadi segera setelah 20 menit hewan mati. Karena perubahan ini
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, maka sebaiknya pengambilan sampel jaringan
dilakukan segera setelah hewan mati untuk mendapatkan hasil diagnosa yang lebih akurat. Hal
ini lebih penting lagi dilakukan pada daerah dengan suhu lingkungan panas, atau hewan
mengalami demam, atau apabila gejala penyakit mengarah pada gangguan saluran pencernaan.
Pada keadaan tersebut, hewan harus segera diperiksa den sampel jaringan harus diambil dengan
benar dan disimpan dalam pendingin sampai diperiksa oleh dokter hewan yang berwenang.
Nekropsi memerlukan informasi yang menyeluruh tentang hewan yang diperiksa. Hal
ini dapat membantu untuk menentukan gambaran menyeluruh penyebab kematian.
- Catat informasi hewan: umur, jenis kelamin, siklus produksi, breed, tanda khusus
1
- Catat gejala klinis sebelum kematian, sejarah trauma atau penyakit, dsb
- Apabila hewan masih hidup, lakukan pemeriksaan dengan memperhatikan keamanan
bagi operator, atau terhadap hewan lainnya akan bahaya penyakit menular
- Catat dimana hewan ditemukan mati
- Apakah ada tanda-tanda hewan mati ditempat atau hewan meronta-ronta
- Adanya darah dari lubang-lubang tubuh (hidung, rectum, vulva, dsb.)
- Catat apabila ada hewan lain yang mengalami gejala sama, umur, lokasi
- Pastikan untuk menggunakan disinfektan yang sesuai
- Lakukan analisa pakan apabila ada dugaan masalah nutrisi
- Ambil gambar untuk nantinya bisa dilakukan cek ulang atau dikonsultasikan dengan
dokter hewan ahli
- Perhatikan cara memusnahkan karkas yang aman.
Tindakan Post-necropsy
c. Dekontaminasi operator (e.g., disinfeksi, lepas sarung tangan, apron, jas lab).
Tempat Nekropsi
Ada beberapa syarat yang diperlukan untuk memilih tempat nekropsi. Lokasi nekropsi
harus mempunyai cahaya yang cukup, sumber air, ventilasi, drainase, tempat pembuangan
kadafer, dan lokasi yang sekiranya tidak menyebabkan bahaya kontaminasi lingkungan
sekitarnya.
Hewan yang mati karena dicurigai mati karena penyakit menular atau zoonosis
sebaiknya diperiksa di laboratorium. Pada umumnya, diagnosa klinis dapat membantu
menentukan lokasi untuk nekropsi. Contohnya, diagnosa klinis untuk kasus anthrax tidak
diberbolehkan dilakukan nekropsi sama sekali karena potensi kontaminasi yang tinggi.
Apabila dilakukan di lapangan, tempat untuk nekropsi harus jauh dari sumber pakan,
hijauan dan air minum. Hindari tempat yang berdekatan dengan kawanan hewan. Tempat
nekropsi harus bebas dari bahaya serangga, predator dan vector biologis.
Pembuangan Karkas
2
Pemusnahan cadaver dengan cara insinerasi adalah cara yang terbaik setelah proses
nekropsi selesai dilaksanakan. Akan tetapi karena alasan kepraktisan, prosedur ini tidak cocok
untuk hewan besar.
Pembuangan dengan cara mengubur karkas di dalam tanah, bisa dilakukan untuk
hewan kecil maupun hewan besar. Yang harus diperhatikan adalah lubang yang dibuat harus
cukup dalam sehingga hewan liar dan predator lainnya tidak akan mendapatkan akses ke
cadaver yang dikubur. Dan juga harus diperhatikan akan bau yang mungkin timbul ke
lingkungan apabila lubang yang dibuat tidak cukup dalam dan lebar sehingga menutup
keseluruhan karkas.
Lokasi pembuangan karkas harus jauh dari sumber air tanah dan pakan. Semua
bangkai hewan harus dianggap sebagai sumber kontaminasi, sehingga harus dibuang secara
benar.
Nama Hewan :
Jenis Hewan/Umur :
Jenis Kelamin :
Nama pemilik :
Alamat / Tlp :
ANAMNESA :
HASIL PEMERIKSAAN :
1. SISTEM DIGESTI
a. Oroparhyngeal :
b. Oesofagus :
c. Lambung :
d. Duodenum :
e. Jejenum :
f. Ileum :
g. Colon :
h. Caecum :
i. Rectum :
j. Kloaka :
2. SISTEM SIRKULASI
3
a. Jantung :
b. Pembuluh darah :
3. SISTEM RESPIRASI
a. Chonca nasalis :
b. Larynx :
c. Trachea :
d. Pulmo :
4. SISTEM REPRODUKSI
a. Labia, vagina :
b. Cervix, uterus :
c. Penis :
d. Testis :
e. Kelenjar asesoris :
5. SISTEM URINARIA
a. Ginjal :
b. Vesica urinaria :
c. Urethra :
6. SISTEM MUSKULOSKELETAL
a. Musculus :
b. Tulang :
7. LAIN-LAIN
a. Mata :
b. Telinga :
c. ...................... :
DIAGNOSA :
DIAGNOSA BANDING :
Banda Aceh,____________
drh Penanggung Jawab
( )
4
PENGAMBILAN SAMPEL DAN SPESIMEN UNTUK PEMERIKSAAN LABORATORIS
Nekropsi merupakan awal untuk prosedur diagnosa laboratoris lainnya, dan spesimen
untuk pemeriksaan laboratoris lanjutan harus secara rutin diambil selama proses nekropsi
berjalan.
1) Identifikasi spesies
4) Keadaan pada saat sampel dikoleksi, dan prosedur koleksi serta cara pengawetan sampel.
Adalah merupakan tanggung jawab pihak pemeriksa untuk melaporkan kepada pihak
berwenang apabila spesipen yang diambil diduga berasal dari hewan dengan penyakit menular,
zoonosis atau penyakit eksotik. Untuk hal ini, pada label spesimen dicantumkan peringatan
untuk biohazard.
Fiksasi sampel untuk pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan buffer formalin netral
10%. Potongan organ atau jaringan harus diambil sesegera mungkin, dan tidak boleh lebih tebal
dari 0.5 cm.
Ambil jaringan dengan menggunakan pisau tajam atau silet, usahakan agar potongan
jaringan tidak hancur atau menjadi kering. Jaringan yang hancur atau kering dapat
menyebabkan distorsi pada morfologi sel dan jaringan. Sebaiknya, potongan jaringan dipilih
pada bagian yang mewakili jaringan normal dan abnormal dari suatu organ. Lakukan fiksasi
jaringan segera dalam larutan 10% formalin dengan perbandingan 1:10. Cuci spesimen dengan
larutan garam fisiologis sebelum difiksasi dengan formalin apabila spesimen mengandung
banyak kotoran
Fiksasi spesimen otak dengan memompakan larutan formalin melalui arteri carotid
sampai cairan yang keluar dari vena jugularis dan arteri carotid pada sisi lainnya tidak lagi
mengandung darah. Cara alternatif adalah dengan merendam seluruh otak dalam volume besar
5
larutan formalin. Biarkan mengeras selama 24 jam, lalu kemudian buat irisan jaringan yang
diperlukan.
Potongan dari saluran gastrointestinal harus segera dilakukan setelah proses membuka
cadaver untuk meminimalkan perubahan post mortem. Potong saluran gastrointestinal sebelum
dimasukkan ke dalam larutan fiksasi untuk memastikan pengawetan secara benar dan untuk
memperluas permukaan penyerapan larutan fiksasi.
6
BAB II.
Nekropsi disebut juga seksi, otopsi, abduksi atau bedah bangkai adalah suatu tindakan
untuk melakukan pemeriksaan yang cepat dan rinci secara patologik anatomic untuk
menentukan sebab-sebab suatu penyakit atau sebab-sebab kematian seekor/sekelompok unggas
sehingga dapat dilakukan tindakan penanggulangan.
Tempat Nekropsi
Jika tidak dilakukan di laboratorium, makan harus dipilih tempat yang memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
Pada umumnya euthanasia banyak dilakukan pada hewan kesayangan, dan mempunyai tujuan
antara lain:
- Mematahkan leher pada persendian atlanto-occipitalis (antara tulang atlas dan tulang
cervicalis I)
- Emboli udara ke dalam jantung menggunakan alat suntik melalui rongga dada
- Gas CO2
Persiapan Operator
7
Oleh karena bangkai unggas dan jaringannya dapat menularkan penyakit tertentu pada
manusia, maka operator harus selalu mengenakan sarung tangan, jas laboratorium dan sepatu
khusus. Hal ini juga berlaku untuk bangkai yang diduga tidak mengandung penyakit menulat
oleh karena sering ditemukan adanya organism tertentu dalam jaringan yang dapat masuk
melalui kulit dan menyebabkan infeksi lokal.
Jika dimungkinkan sebaiknya mengambil 5-6 ekor ayam sakit dan sejumlah ayam mati untuk
kepentingan diagnosis. Riwayat kasus yang perlu dicatat/diketahui meliputi:
8
A. CARA PEMERIKSAAN JARINGAN PADA WAKTU NEKROPSI
Perlu diperhatikan ukuran, warna, konsistensi, bidang irisan dan pemeriksaan khusus untuk
organ tertentu, misalnya uji apung untuk pulmo.
Jika terdapat eksudat/transudat harus dicantumkan keterangan tentang volume, warna, sifat
dan bau
Cacing dan parasit lainnya harus dicantumkan keterangan tentang jumlah, ukuran, warna
dan lokasi
Untuk tumor, abses, cyst harus dicantumkan keterangan tentang ukuran, warna, sigat,
konsistensi dan lokasi
Pengambilan contoh jaringan untuk pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan dengan
memotong jaringan yang dicurigai mengalami perubahan dengan ukuran 2x1x0,5 cm
kemudian dimasukkan ke dalam container yang mengandung larutan formalin 10% (jika
mungkin diberi buffer agar pH=7).
Volume formalin sebaiknya 10 x volume jaringan. Jaringan yang mempunyai rongga (usus,
trachea, oviduct) dapat dipotong dengan ukuran sekitar 3 cm pada bagian yang mengalami
perubahan lalu dimasukkan ke dalam formalin. Container tersebut hendaklah diberi nomor
protocol dan tanggal pengambilan spesimen.
Periksalah nares, cavum nasi, dan sinus terhadap kemungkinan adanya cairan. Periksa juga
kantong udara terhadap adanya kekruhan, penebalan atau timbulnya cairan pada
permukaannya
Oesophagus, pharynx, larynx dan trachea dibuka sampai ke percabangan bronchus yang
masuk ke dalam pulmo; supaya diteliti glandula thyroidea dan parathyroidea yang terletak
di percabangan trachea.
Periksalah ukuran, warna, konsistensi, bidang irisan dan uji apung pulmo. Irislah pulmo
menjadi bagian-bagian kecil selebar 0,5 – 1 cm dan periksalah kemungkinan adanya
abnormalitas tertentu.
9
Pemeriksaan Jantung
Pemeriksaan jantung dapat dilakukan secara sederhana dengan cara memotong secara
longitudinal melalui atrium dan ventrikel kiri dan kanan. Jantung juga dipotong secara
melintang di daerah ventrikel. Periksa ketabalan dinding atrium dan ventrikel, serta keadaan
pembuluh darah jantung.
Pemeriksaan Ginjal
Periksalah terhadap ukuran, warna, konsistensi dan bidang irisan. Amati juga keadaan
ureter
Perhatikanlah keadaan serosa, mucosa, pembuluh darah, penggantung dan lumen dari
oviduct. Amati juga keadaan ovarium dan folikelnya.
Pemeriksaan Otak
Periksalah warna dan pembuluh darah otak dan meninges. Semua bagian otak dimasukkan
ke dalam formalin 10% dan setelah 24 jam baru diperiksa sekali lagi terhadap kemungkinan
adanya abnormalitas tertentu. Hal ini dijalankan oleh karena jaringan otak sangat rapuh
sehingga mudah hancur.
B. PROSEDUR NEKROPSI
10
Buatlah irisan melintang pada kulit di daerah abdomen, lalu kulit ditarik ke bagian
anterior dan irisan tersebut diteruskan ke daerah thorax sampai mandibula. Irisan pada
kulit diteruskan juga ke daerah abdomen.
Perhatikan warna, kualitas dan derajat dehidrasi dari jaringan subcutaneous dan otot-
otot dada.
Buatlah irisan pada otot di daerah brachialis (kiri dan kanan) untuk memeriksa nervus
dan plexus brachialis
Buatlah irisan melintang pada dinding peritoneum, di daerah ujung sternum (processus
xiphoideus) kea rah lateral. Buat juga suatu irisan longitudinal ke daerah abdomen
melalui linea mediana ke arah posterior sampai daerah cloaca. Cara ini akan membuka
cavum abdominalis.
Buatlah irisan longitudinal melalui musculus pectoralis pada kedua sisi sternum
sepanjang persendian costochondral semua costae mulai dari posterior ke anterior. Pada
bagian anterior, irisan pada kedua sisi thorax harus bertemu pada daerah pintu rongga
dada. Setelah memotong tulang coracoids dan calvicula. Cara ini akan membuka rongga
dada.
Periksalah kantong udara di daerah abdominalis dan thoracalis. Periksa juga letak
berbagai organ di dalam cavum thorax dan abdominalis sesuai posisi aslinya tanpa
menyentuh organ-organ tersebut. Juka akan mengambil sampel untuk isolasi bakteri,
jamur dan virus lakukanlah secara aseptis.
Perhatikan kemungkinan terhadap adanya cairan, eksudat, tansudat atau darah di dalam
rongga perut dan rongga dada.
Periksalah pancreas, saluran pencernaan dapat dikeluarkan dengan memotong
oesophagus pada bagian proksimal proventriculus. Tarik seluruh saluran pencernaan
kea rah posterior dengan memotong mesenteriun, sampai pada daerah cloaca. Pada
ayam muda, periksalah bursa fabricius terhadap kemungkinan adanya abnormalitas
tertentu.
Keluarkan hepar dan lien dan periksalah terhadap kemungkinan adanya abnormalitas
tertentu
Buatlah irisan secara longitudinal pada proventriculus, ventriculus, intestinum tenue,
caeca, colon dan cloaca. Periksa terhadap kemungkinan adanya lesi dan parasit.
Keluarkan saluran reproduksi dan irislah oviduct secara longitudinal. Periksa ovarium
meliputi stroma dan folikelnya.
Periksalah ureter dan ren pada tempatnya yang asli. Ren dan ureter dapat dikeluarkan
untuk melakukan pemeriksaan yang lebih teliti.
Periksa mervus dan plexus ischiadicus. Nervus ischiadicus dapat diperiksa setelah otot-
otot abductor di bagian medial paha dipisahkan. Plexus ischiadicus dapat diamati
setelah beberapa lobi dari ren diangkat.
Bangkai diputar sehingga kepala menghadap operator
11
Buatlah irisan pada sisi kiri dari sudut mulut, kemudian irisan tersebut diteruskan ke
pharynx, oesophagus dan ingluvies. Periksalah terhadap kemungkinan adanya
abnormalitas tertentu pada rongga mulut, oesophagus dan ingluvies.
Periksalah gladula thyroidea dan parathyroidea di daerah trachea
Buatlah irisan longitudinal melalui larynx, trachea, bronchus sampai ke pulmo. Larynx,
trachea, bronchus, pulmo dan cor dapat dikeluarkan secara bersamaan setelah pulmo
diankat dar perlekatannya dengan rongga dada. Periksalah pulmo terhadap ukuran,
warna konsistensi, bidang irisan dan uji apung.
Periksa juga jantung terhadap kemungkinan adanya abnormalitas tertentu, meliputi
keadaan pericardium, ukuran, warna dan apex cordis.
Jantung padat diperiksa dengan membuat suatu irisan longitudinal melalui atrium dan
ventricle kiri dan kanan. Jantung dapat juga diperiksa dengan membuat irisan secara
melintang melalui ventricle. Periksa juga aorta dan pembuluh darah jantung lainnya.
Potonglah paruh bagian atas secara melintang di dekat daerah mata sehingga cavum nasi
dan sinus infraorbitalis dapat diperiksa terhadap adanya cairan atau abnormalitas
tertentu
Periksalah semua persendian kaki dan sayap dengan membuat irisan pada kulit diantara
caput dan sulcus persendian. Periksa juga tendo, khususnya tendo gastroenemius dan
tendo flexor digitalis.
Pecahkan femur dengan gunting yang kuat untuk memeriksa sunsum tulang
Untuk memeriksa otak maka kulit dan tulang leher di daerah persendian atlanto-
occipitale diiris sehingga foramen magnum dan medulla oblongata kelihatan. Kepala
dibiarkan tetap melekat pada tulang leher agar dapat dipegang dengan mudah pada
waktu membuka tengkorak.
Untuk membuka tulang tengkorak biasanya dipergunakan gunting tulang atau gunting
yang kuat. Otak dapat dikeluatkan dengan cara cebagai berikut: kulit di daerah kepala
dibuka, kemudian buatlah irisan dengan gunting dari foramen magnum kea rah os
frontalis yang membentuk sudut 400 pada kedua sisi tulang tengkorak. Selanjutnya
buatlah irisan tersebut, tulang tengkoran dapat dibuka. Setelah tulang tengkorak dibuka,
meninges diiris, kemudian bulbus olfactorius nervi craniales dipotong sambil
mengeluarkan seluruh bagian otak. Hypopysis cerebri yang mesih melekat pada tulang
tengkorak dikeluarkan sengan mengiris duramater yang mengelilingi sella tursica.
Sinus paranasales dan sinus lainnya diperiksa dengan membuat suatu potongan melalui
garis median hidung.
12
BAB III
13
Buat irisan pada otot dibawah kulit abodomen - terlihat organ pada rongga abdomen
Rongga dada (chest cavity) dapat dibuka dengan memotong tulang rusuk
Dilakukan pengamatan
14
Anatomi Saluran Pencernaan
15
Organ Dalam Thoraks
16
Organ Reproduksi Betina
17
BAB IV
Pada saat melakukan nekropsi, penting untuk memperhatikan biosecurity. Tempat yang
tepat untuk melakukan nekropsi adalah:
- Jauh dari hewan yang lain, tempat penyimpanan pakan, dan tempat berkumpul
karyawan
- Area yang dapat didisinfeksi secara menyeluruh dengan mudah.
- Dapat dengan mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut karkas tanpa harus
melewati kandang hewan atau gudang pakan.
- Lebih baik pada lantai konkret yang bisa dibersihkan dengan desinfektan. Sebaiknya
lantai konkret yang kasar, untuk menghindari terjadinya bahaya terpeleset karena air
dan/atau darah
- Dapat juga nekropsi dilakukan di tanah, dengan pertimbangan lokasi jauh dari area
hewan dan gudang pakan. Tanah tidak dapat didisinfeksi, karenanya dipilih lokasi yang
terpapar sinar matahari langsung, sehingga panas matahari bisa membantu membunuh
kuman pathogen.
Euthanasi dapat dilakukan apabila terjadi suatu outbreak penyakit pada kawanan ternak.
Pada kasus ini, penting untuk memilih hewan yang menunjukkan gejala klinis dari penyakit,
dan yang mewakili kondisi dalam kawanan ternak.
Ada beberapa cara euthanasia hewan, akan tetapi hanya beberapa cara saja yang mungkin
mewakili dari aspek ekonomis, praktek, legalitas dan kemanusiaan. Setiap tidakan euthanasia
mengharuskan hewan dalam keadaan pingsan tanpa rasa takut dan stress sebelum kematian.
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
1. Captive bolt
2. Gunshot
18
3. Chemical
4. Exsanguination (bleeding out, memotong vena leher atau arteri utama pada abdomen)
Captive Bolt
Captive bolt diposisikan tepat pada tengkorak kepala hewan pada garis inajiner diantara
mata. Untuk visualisasinya bayangkan 2 garis penghubung sudut mata bagian dalam dengan
dasar tanduk atau pada dasar telinga. Titik persilangannya adalah posisi captive bolt
ditembakkan.
Gunshot
Seperti captive bolt, gunshot bisa menyebabkan kerusakan jaringan. Senapan diposisikan
pada jarak 2-10 inchi dari tengkorak hewan. Titip penembakan sama dengan penggunaan
captive bolt. Penggunaan senapan ini lebih murah dan tidak memerlukan kontak dengan hewan
pada jarak dekat.
Chemical
Exsanguination
Memotong pembuluh darah utama dapat juga menyebabkan kematian, tetapi, seperti
halnya bahan kimia, cara ini dilakukan setelah hewan dipingsankan.
19
Eksanguinasi bisa dilakukan dengan memotong arteri carotid di leher atau aorta rectal.
Rectal eksanguinasi bisa menyebabkan aliran darah ke rongga abdomen yang dapat
mengganngu pemeriksaan nekropsi.
Cara terbaik adalah dengan memeriksa nafas dan detak jantung 5 menit setelah proses
euthanasia
20
BAB V
Prosedur :
b. Dilanjutkan pemotongan ke arah dorsal sampai kloaka sehingga terlihat organ visceral
dan dapat diamati perubahan atau abnormalitas yang terjadi.
c. Untuk ikan yang memiliki ukuran yang relatif kecil atau kurang dari 10 cm, ikan dapat
langsung dimasukkan ke dalam tabung yang berisi formalin (bahan fiksatif) tanpa
mengeluarkan dan memisahkan organ-organ viscceral.
d. Untuk ikan yang lebih besar, organ-organ dikeluarkan dari cavum abdomen secara hati-
hati dan dipisahkan. Selain itu kepala ikan juga dibuka dan diambil otaknya.
21
DAFTAR PUSTAKA
APHIS. Guidelines for Necropsy. USDA National Veterinany Servis Laboratory. Ames IA.
Bagian Patologi. 2002. Petunjuk Praktikum Patologi Sistemik dan Nekropsi. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta
Cabana, EM. 2008. Veterinary Necropsy Procedures. CLSU Alumni Assosiasion, inc. Central
Luzon State University. Philiphines.
Munson, Linda. __. Necropsy of Wild Animals. Wildlife Health Center , School of Veterinary
Medicine University of California, Davis
Severidt, Julie A, et all. 2002. Dairy Cattle Necropsy Manual. Colorado State University
Integrated Livestock Management Program. Colorado.
22
LAMPIRAN.
Nekropsi Unggas
23
24
Nekrospi Mamalia
25
26
Lampiran 3. Nekropsi Ruminansia
27
28
29