Anda di halaman 1dari 32

Buku Penuntun Praktikum D-III

TEKNIK DASAR
NEKROPSI

PENYUSUN :
TIM PATOLOGI

FKH
USK
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami persembahkan kehadhirat Allah SWT yang dengan taufiq dan
HidayahNya kami dari Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah
Kuala dapat menyelesaikan revisi “Buku Penuntun Praktikum Teknik Dasar Nekropsi” dalam
rangka menunjang pelaksaan kegiatan mata kuliah Teknik Dasar Nekropsi yang merupakan
pengetahuan dasar untuk mempelajari ilmu teknik nekropsi.
Materi yang ditulis dalam penuntun praktikum ini sebagian besar akan disampaikan
dalam beberapa kesempatan kuliah. Kami menyadari bahwa dalam buku ajar ini masih terdapat
kekurangan-kekurangan baik dalam menyampaikan materi, istilah-istilah yang belum
dibakukan ke dalam bahasa Indonesia maupun susunan bahasanya. Oleh karena itu, kami selalu
membuka diri menerima kritikan dan masukan yang membangun untuk menuju kesempurnaan
penuntun praktikum ini.

Darussalam, Banda Aceh, 11 September 2017


Laboratorium Patologi
Fakultas Kedokteran Hewan Unsyiah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1


A. PATOLOGI NEKROPSI PADA HEWAN ....................................................... 1

BAB II TEKNIK NEKROPSI PADA UNGGAS ........................................................ 7


A. CARA PEMERIKSAAN JARINGAN PADA WAKTU NEKROPSI ............. 9
B. TEKNIK NEKROPSI ......................................................................................... 10

BAB III. NEKROPSI PADA HEWAN MAMALIA .................................................. 13

BAB IV. NEKROPSI PADA TERNAK RUMINANSIA ........................................... 18

BAB V. TEKNIK NEKROPSI IKAN ......................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 22

LAMPIRAN ................................................................................................................. 23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. PATOLOGI NEKROPSI PADA HEWAN

Nekropsi, disebut juga pemeriksaan post mortem, adalah pemeriksaan yang dilakukan
setelah hewan mati. Hal ini dilakukan untuk mengetahui penyebab kematian, meliputi
pemeriksaan hewan secara keseluruhan dan juga pemeriksaan setiap organ di dalam tubuh
hewan. Pemeriksaan secara lebih teliti dan pengambilan sampel organ dapat membantu
menentukan penyebab kematian, apakah disebabkan oleh penyakit atau oleh trauma.

Pada beberapa kasus, penyebab kematian pada hewan sudah diketahui, misalnya,
terdapat tanda-tanda adanya trauma yang berat. Pada kasus yang lain gejala klinis penyakit
merupakan indikasi apa yang terjadi pada hewan tersebut. Seringkali, kejadian penyakit tidak
diketahui dan gejala yang timbul bisa disebabkan oleh beberapa macam penyakit yang berbeda.
Dalam hal ini, diperlukan pemeriksaan lebih mendalam.

Tujuan dilakukan Nekropsi adalah

 Identifikasi penyakit
 Indikasi tindakan pengobatan untuk penyakit dalam kawanan
 Mengurangi kerugian di masa depan
 Meningkatkan pengetahuan dampak penyakit pada hewan
 Menambah diskusi dalam peningkatan program kesehatan dengan para spesialis
(program vaksin, pengobatan, managemen pemeliharaan, dll)

Kapan Dilakukan Nekropsi

Perubahan jaringan terjadi segera setelah 20 menit hewan mati. Karena perubahan ini
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, maka sebaiknya pengambilan sampel jaringan
dilakukan segera setelah hewan mati untuk mendapatkan hasil diagnosa yang lebih akurat. Hal
ini lebih penting lagi dilakukan pada daerah dengan suhu lingkungan panas, atau hewan
mengalami demam, atau apabila gejala penyakit mengarah pada gangguan saluran pencernaan.
Pada keadaan tersebut, hewan harus segera diperiksa den sampel jaringan harus diambil dengan
benar dan disimpan dalam pendingin sampai diperiksa oleh dokter hewan yang berwenang.

Nekropsi memerlukan informasi yang menyeluruh tentang hewan yang diperiksa. Hal
ini dapat membantu untuk menentukan gambaran menyeluruh penyebab kematian.

- Catat informasi hewan: umur, jenis kelamin, siklus produksi, breed, tanda khusus

1
- Catat gejala klinis sebelum kematian, sejarah trauma atau penyakit, dsb
- Apabila hewan masih hidup, lakukan pemeriksaan dengan memperhatikan keamanan
bagi operator, atau terhadap hewan lainnya akan bahaya penyakit menular
- Catat dimana hewan ditemukan mati
- Apakah ada tanda-tanda hewan mati ditempat atau hewan meronta-ronta
- Adanya darah dari lubang-lubang tubuh (hidung, rectum, vulva, dsb.)
- Catat apabila ada hewan lain yang mengalami gejala sama, umur, lokasi
- Pastikan untuk menggunakan disinfektan yang sesuai
- Lakukan analisa pakan apabila ada dugaan masalah nutrisi
- Ambil gambar untuk nantinya bisa dilakukan cek ulang atau dikonsultasikan dengan
dokter hewan ahli
- Perhatikan cara memusnahkan karkas yang aman.

Tindakan Post-necropsy

a. Dekontaminasi alat sebelum dicuci dan dibersihkan.

b. Bersihakan dan disinfeksi semua permukaan tempat nekropsi

c. Dekontaminasi operator (e.g., disinfeksi, lepas sarung tangan, apron, jas lab).

d. Catat hasil pemeriksaan nekropsi.

Tempat Nekropsi

Ada beberapa syarat yang diperlukan untuk memilih tempat nekropsi. Lokasi nekropsi
harus mempunyai cahaya yang cukup, sumber air, ventilasi, drainase, tempat pembuangan
kadafer, dan lokasi yang sekiranya tidak menyebabkan bahaya kontaminasi lingkungan
sekitarnya.

Hewan yang mati karena dicurigai mati karena penyakit menular atau zoonosis
sebaiknya diperiksa di laboratorium. Pada umumnya, diagnosa klinis dapat membantu
menentukan lokasi untuk nekropsi. Contohnya, diagnosa klinis untuk kasus anthrax tidak
diberbolehkan dilakukan nekropsi sama sekali karena potensi kontaminasi yang tinggi.

Apabila dilakukan di lapangan, tempat untuk nekropsi harus jauh dari sumber pakan,
hijauan dan air minum. Hindari tempat yang berdekatan dengan kawanan hewan. Tempat
nekropsi harus bebas dari bahaya serangga, predator dan vector biologis.

Pembuangan Karkas

2
Pemusnahan cadaver dengan cara insinerasi adalah cara yang terbaik setelah proses
nekropsi selesai dilaksanakan. Akan tetapi karena alasan kepraktisan, prosedur ini tidak cocok
untuk hewan besar.

Pembuangan dengan cara mengubur karkas di dalam tanah, bisa dilakukan untuk
hewan kecil maupun hewan besar. Yang harus diperhatikan adalah lubang yang dibuat harus
cukup dalam sehingga hewan liar dan predator lainnya tidak akan mendapatkan akses ke
cadaver yang dikubur. Dan juga harus diperhatikan akan bau yang mungkin timbul ke
lingkungan apabila lubang yang dibuat tidak cukup dalam dan lebar sehingga menutup
keseluruhan karkas.

Lokasi pembuangan karkas harus jauh dari sumber air tanah dan pakan. Semua
bangkai hewan harus dianggap sebagai sumber kontaminasi, sehingga harus dibuang secara
benar.

BERITA ACARA NEKROPSI

Nama Hewan :
Jenis Hewan/Umur :
Jenis Kelamin :
Nama pemilik :
Alamat / Tlp :

ANAMNESA :

Prosedur euthanasia : Ya / Tidak keterangan: _____________________

HASIL PEMERIKSAAN :

1. SISTEM DIGESTI

a. Oroparhyngeal :
b. Oesofagus :
c. Lambung :
d. Duodenum :
e. Jejenum :
f. Ileum :
g. Colon :
h. Caecum :
i. Rectum :
j. Kloaka :

2. SISTEM SIRKULASI

3
a. Jantung :
b. Pembuluh darah :

3. SISTEM RESPIRASI

a. Chonca nasalis :
b. Larynx :
c. Trachea :
d. Pulmo :

4. SISTEM REPRODUKSI

a. Labia, vagina :
b. Cervix, uterus :
c. Penis :
d. Testis :
e. Kelenjar asesoris :

5. SISTEM URINARIA

a. Ginjal :
b. Vesica urinaria :
c. Urethra :

6. SISTEM MUSKULOSKELETAL

a. Musculus :
b. Tulang :

7. LAIN-LAIN

a. Mata :
b. Telinga :
c. ...................... :

DIAGNOSA :

DIAGNOSA BANDING :

Banda Aceh,____________
drh Penanggung Jawab

( )

4
PENGAMBILAN SAMPEL DAN SPESIMEN UNTUK PEMERIKSAAN LABORATORIS

Nekropsi merupakan awal untuk prosedur diagnosa laboratoris lainnya, dan spesimen
untuk pemeriksaan laboratoris lanjutan harus secara rutin diambil selama proses nekropsi
berjalan.

Diusahakan mengambil cukup sampel selama pemeriksaan nekropsi

Spesimen yang diambil diberi label yang sesuai untuk identifikasi

Informasi yang diperlukan untuk identifikasi spesimen antara lain:

1) Identifikasi spesies

2) Detail sejarah atau gejala klinis

3) Hasil nekropsi yang relevan

4) Keadaan pada saat sampel dikoleksi, dan prosedur koleksi serta cara pengawetan sampel.

5) Format atau jenis pemeriksaan yang diinginkan.

Adalah merupakan tanggung jawab pihak pemeriksa untuk melaporkan kepada pihak
berwenang apabila spesipen yang diambil diduga berasal dari hewan dengan penyakit menular,
zoonosis atau penyakit eksotik. Untuk hal ini, pada label spesimen dicantumkan peringatan
untuk biohazard.

Sampel untuk pemeriksaan Histopatologi

Fiksasi sampel untuk pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan buffer formalin netral
10%. Potongan organ atau jaringan harus diambil sesegera mungkin, dan tidak boleh lebih tebal
dari 0.5 cm.

Ambil jaringan dengan menggunakan pisau tajam atau silet, usahakan agar potongan
jaringan tidak hancur atau menjadi kering. Jaringan yang hancur atau kering dapat
menyebabkan distorsi pada morfologi sel dan jaringan. Sebaiknya, potongan jaringan dipilih
pada bagian yang mewakili jaringan normal dan abnormal dari suatu organ. Lakukan fiksasi
jaringan segera dalam larutan 10% formalin dengan perbandingan 1:10. Cuci spesimen dengan
larutan garam fisiologis sebelum difiksasi dengan formalin apabila spesimen mengandung
banyak kotoran

Fiksasi spesimen otak dengan memompakan larutan formalin melalui arteri carotid
sampai cairan yang keluar dari vena jugularis dan arteri carotid pada sisi lainnya tidak lagi
mengandung darah. Cara alternatif adalah dengan merendam seluruh otak dalam volume besar

5
larutan formalin. Biarkan mengeras selama 24 jam, lalu kemudian buat irisan jaringan yang
diperlukan.

Potongan dari saluran gastrointestinal harus segera dilakukan setelah proses membuka
cadaver untuk meminimalkan perubahan post mortem. Potong saluran gastrointestinal sebelum
dimasukkan ke dalam larutan fiksasi untuk memastikan pengawetan secara benar dan untuk
memperluas permukaan penyerapan larutan fiksasi.

6
BAB II.

TEKNIK NEKROPSI PADA UNGGAS

Nekropsi disebut juga seksi, otopsi, abduksi atau bedah bangkai adalah suatu tindakan
untuk melakukan pemeriksaan yang cepat dan rinci secara patologik anatomic untuk
menentukan sebab-sebab suatu penyakit atau sebab-sebab kematian seekor/sekelompok unggas
sehingga dapat dilakukan tindakan penanggulangan.

Jadi, nekropsi bertujuan untuk menentukan diagnosis, kemudian melakukan tindakan


penanggulangan meliputi pencegahan, pengobatan dan menghilangkan sumber/factor
pendukung terjadinya penyakit.

Tempat Nekropsi

Jika tidak dilakukan di laboratorium, makan harus dipilih tempat yang memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:

 Mudah dibersihkan dan disanitasi/didesinfeksi


 Dekat dengan tempat bangkai dan akan dikubur/dimusnahkan.
 Jauh dari kandang, gudang pakan dan gudang obat dan sumur/sumber air minum

Cara membunuh Unggas

Pada umumnya euthanasia banyak dilakukan pada hewan kesayangan, dan mempunyai tujuan
antara lain:

- Membantu dalam diagnosa penyakit


- Mencegah meluasnya suatu penyakit pada hewan ataupun manusia

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membunuh hewan adalah

- Rasa sakit yang seminimal mungkin


- Hindari terjadinya perdarahan yang berlebihan
- Hindari terjadinya luka yang berlebihan pada tubuh hewan

Cara membunuh unggas adalah sebagai berikut:

- Mematahkan leher pada persendian atlanto-occipitalis (antara tulang atlas dan tulang
cervicalis I)
- Emboli udara ke dalam jantung menggunakan alat suntik melalui rongga dada
- Gas CO2

Persiapan Operator

7
Oleh karena bangkai unggas dan jaringannya dapat menularkan penyakit tertentu pada
manusia, maka operator harus selalu mengenakan sarung tangan, jas laboratorium dan sepatu
khusus. Hal ini juga berlaku untuk bangkai yang diduga tidak mengandung penyakit menulat
oleh karena sering ditemukan adanya organism tertentu dalam jaringan yang dapat masuk
melalui kulit dan menyebabkan infeksi lokal.

Informasi yang diperlukan pada waktu melakukan nekropsi pada unggas

Jika dimungkinkan sebaiknya mengambil 5-6 ekor ayam sakit dan sejumlah ayam mati untuk
kepentingan diagnosis. Riwayat kasus yang perlu dicatat/diketahui meliputi:

 Nama dan alamat pemilik


 Tipe operasi (komersial/breeder)
 Tipe ayam yang dipelihara (layer/broiler)
 Keterangan tentang flok:
o Strain ayam
o Jumlah ayam dalam flok atau kandang
o Umur ayam
o Sumber ayam (nama breeding farm, nama pemelihara pullet)
o Morbiditas dan mortalitas
o Waktu timbulnya gejala klinik dari awal
o Lama proses penyakit
o Saat kematian awal dan proses perkembangan angka kematian
o Gejala klinik yang teramati
o Pernapasan, pencernaan, syaraf, gangguan alat gerak
o Penyakit yang pernah diderita oleh ayam dalam flok
 Tipe kandang (lantai semen, lantai tanah, panggung, battery kawat, battery bamboo, battery
kayu)
 Jenis litter (sekam, serbuk gergaji, serutan kayu)
 Jenis unggas/hewan lain yang dipelihara dalam areal peternakan
 Produksi telur (status produksi, persentase penurunan, kualitas telur)
 Riwayat vaksinasi
 Riwayat pengobatan
 Sumber pakan (komersial atau campur sendiri, sumber bahan baku, kualitas bahan bakar,
keadaan gudang pakan, penggunaan feed additive, antibiotic, premix)
 Sumber air minum
 Tingkat konsumsi pakan dan air minum
 Letak geografis peternakan meliputi, temperature dan kelembaban (kandang, lingkungan)
 Kondisi manajemen (perubahan pakan, adanya kelompok ayam baru dalam flok, adanya
ayam yang dipindah ke lokasi lain, perubahan sumber air, perubahan pengelolaan
peternakan secara keseluruhan)

8
A. CARA PEMERIKSAAN JARINGAN PADA WAKTU NEKROPSI

 Perlu diperhatikan ukuran, warna, konsistensi, bidang irisan dan pemeriksaan khusus untuk
organ tertentu, misalnya uji apung untuk pulmo.
 Jika terdapat eksudat/transudat harus dicantumkan keterangan tentang volume, warna, sifat
dan bau
 Cacing dan parasit lainnya harus dicantumkan keterangan tentang jumlah, ukuran, warna
dan lokasi
 Untuk tumor, abses, cyst harus dicantumkan keterangan tentang ukuran, warna, sigat,
konsistensi dan lokasi
 Pengambilan contoh jaringan untuk pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan dengan
memotong jaringan yang dicurigai mengalami perubahan dengan ukuran 2x1x0,5 cm
kemudian dimasukkan ke dalam container yang mengandung larutan formalin 10% (jika
mungkin diberi buffer agar pH=7).
 Volume formalin sebaiknya 10 x volume jaringan. Jaringan yang mempunyai rongga (usus,
trachea, oviduct) dapat dipotong dengan ukuran sekitar 3 cm pada bagian yang mengalami
perubahan lalu dimasukkan ke dalam formalin. Container tersebut hendaklah diberi nomor
protocol dan tanggal pengambilan spesimen.

Pemeriksaan usus dan lambung

Periksalah esophagus, proventriculus, ventriculus dan intestinum terhadap keadaan serosa,


mukosa penggantung, pembuluh darah dan isi lumen

Pemeriksaan lien dan hepar

Buatlah irisan selebar 0,5-1 cm dan amatilah kemungkinan-kemungkinan abnormalitasnya.


Perhatikanlah ukuran, warna, konsistensi dan bidang irisan jaringan-jaringan tersebut

Pemeriksaan saluran pernapasan

Periksalah nares, cavum nasi, dan sinus terhadap kemungkinan adanya cairan. Periksa juga
kantong udara terhadap adanya kekruhan, penebalan atau timbulnya cairan pada
permukaannya

Oesophagus, pharynx, larynx dan trachea dibuka sampai ke percabangan bronchus yang
masuk ke dalam pulmo; supaya diteliti glandula thyroidea dan parathyroidea yang terletak
di percabangan trachea.

Periksalah ukuran, warna, konsistensi, bidang irisan dan uji apung pulmo. Irislah pulmo
menjadi bagian-bagian kecil selebar 0,5 – 1 cm dan periksalah kemungkinan adanya
abnormalitas tertentu.

9
Pemeriksaan Jantung

Perhatikan keadaan umum jantung, kemudian guntinglah pericard dengan memegang


bagian apex cordis. Jika terdapat hydropericard catatlah jumlah, sifat, dan warnanya.

Pemeriksaan jantung dapat dilakukan secara sederhana dengan cara memotong secara
longitudinal melalui atrium dan ventrikel kiri dan kanan. Jantung juga dipotong secara
melintang di daerah ventrikel. Periksa ketabalan dinding atrium dan ventrikel, serta keadaan
pembuluh darah jantung.

Pemeriksaan Ginjal

Periksalah terhadap ukuran, warna, konsistensi dan bidang irisan. Amati juga keadaan
ureter

Pemeriksaan saluran reproduksi

Perhatikanlah keadaan serosa, mucosa, pembuluh darah, penggantung dan lumen dari
oviduct. Amati juga keadaan ovarium dan folikelnya.

Pemeriksaan Otak

Periksalah warna dan pembuluh darah otak dan meninges. Semua bagian otak dimasukkan
ke dalam formalin 10% dan setelah 24 jam baru diperiksa sekali lagi terhadap kemungkinan
adanya abnormalitas tertentu. Hal ini dijalankan oleh karena jaringan otak sangat rapuh
sehingga mudah hancur.

B. PROSEDUR NEKROPSI

 Pelajari diagnosa secara klinis (sejarah, pengamatan pemilik) dan pertimbangkan


diagnosaasangkaan yang paling sesuai
 Jika unggas dalam keadaan hidup, periksalah tubuh bagian luar dan amati gejala klinis
tertentu. Periksa secara seksama kemungkinan adanya parasit eksternal pada bulu dan
kulit. Amatilah warna pial, bauing dan cuping telinga. Perhatikan juga terhadap
kemungkinan adanya kebengkakan dan perubahan warna daerah fasial.
 Jika unggas masih hidup, maka hewan tersebut dapat dibunuh dengan salah satu dari
beberapa cara euthanasia yang sesuai.
 Bangkai hendaknya dibasahi dengan air yang dicampur detrgen untuk menghindari agar
bulu tidak beterbangan dan menyebabkan pencemaran ke lingkungan sekitar.
 Bangkai dibaringkan pada bagian dorsal dan buatlah suatu irisan pada kulit di bagian
medial paha dan abdomen pada kedua sisi tubuh. Tarik paha ke bagian lateral dan
teruskan irisan dengan pisau sampai persendian coxo femoralis terlepas dari caput
femoralis. Irislah kulit pada bagian medial dari kaki/paha dan periksalah otot persendian
pada daerah tersebut.

10
 Buatlah irisan melintang pada kulit di daerah abdomen, lalu kulit ditarik ke bagian
anterior dan irisan tersebut diteruskan ke daerah thorax sampai mandibula. Irisan pada
kulit diteruskan juga ke daerah abdomen.
 Perhatikan warna, kualitas dan derajat dehidrasi dari jaringan subcutaneous dan otot-
otot dada.
 Buatlah irisan pada otot di daerah brachialis (kiri dan kanan) untuk memeriksa nervus
dan plexus brachialis
 Buatlah irisan melintang pada dinding peritoneum, di daerah ujung sternum (processus
xiphoideus) kea rah lateral. Buat juga suatu irisan longitudinal ke daerah abdomen
melalui linea mediana ke arah posterior sampai daerah cloaca. Cara ini akan membuka
cavum abdominalis.
 Buatlah irisan longitudinal melalui musculus pectoralis pada kedua sisi sternum
sepanjang persendian costochondral semua costae mulai dari posterior ke anterior. Pada
bagian anterior, irisan pada kedua sisi thorax harus bertemu pada daerah pintu rongga
dada. Setelah memotong tulang coracoids dan calvicula. Cara ini akan membuka rongga
dada.
 Periksalah kantong udara di daerah abdominalis dan thoracalis. Periksa juga letak
berbagai organ di dalam cavum thorax dan abdominalis sesuai posisi aslinya tanpa
menyentuh organ-organ tersebut. Juka akan mengambil sampel untuk isolasi bakteri,
jamur dan virus lakukanlah secara aseptis.
 Perhatikan kemungkinan terhadap adanya cairan, eksudat, tansudat atau darah di dalam
rongga perut dan rongga dada.
 Periksalah pancreas, saluran pencernaan dapat dikeluarkan dengan memotong
oesophagus pada bagian proksimal proventriculus. Tarik seluruh saluran pencernaan
kea rah posterior dengan memotong mesenteriun, sampai pada daerah cloaca. Pada
ayam muda, periksalah bursa fabricius terhadap kemungkinan adanya abnormalitas
tertentu.
 Keluarkan hepar dan lien dan periksalah terhadap kemungkinan adanya abnormalitas
tertentu
 Buatlah irisan secara longitudinal pada proventriculus, ventriculus, intestinum tenue,
caeca, colon dan cloaca. Periksa terhadap kemungkinan adanya lesi dan parasit.
 Keluarkan saluran reproduksi dan irislah oviduct secara longitudinal. Periksa ovarium
meliputi stroma dan folikelnya.
 Periksalah ureter dan ren pada tempatnya yang asli. Ren dan ureter dapat dikeluarkan
untuk melakukan pemeriksaan yang lebih teliti.
 Periksa mervus dan plexus ischiadicus. Nervus ischiadicus dapat diperiksa setelah otot-
otot abductor di bagian medial paha dipisahkan. Plexus ischiadicus dapat diamati
setelah beberapa lobi dari ren diangkat.
 Bangkai diputar sehingga kepala menghadap operator

11
 Buatlah irisan pada sisi kiri dari sudut mulut, kemudian irisan tersebut diteruskan ke
pharynx, oesophagus dan ingluvies. Periksalah terhadap kemungkinan adanya
abnormalitas tertentu pada rongga mulut, oesophagus dan ingluvies.
 Periksalah gladula thyroidea dan parathyroidea di daerah trachea
 Buatlah irisan longitudinal melalui larynx, trachea, bronchus sampai ke pulmo. Larynx,
trachea, bronchus, pulmo dan cor dapat dikeluarkan secara bersamaan setelah pulmo
diankat dar perlekatannya dengan rongga dada. Periksalah pulmo terhadap ukuran,
warna konsistensi, bidang irisan dan uji apung.
 Periksa juga jantung terhadap kemungkinan adanya abnormalitas tertentu, meliputi
keadaan pericardium, ukuran, warna dan apex cordis.
 Jantung padat diperiksa dengan membuat suatu irisan longitudinal melalui atrium dan
ventricle kiri dan kanan. Jantung dapat juga diperiksa dengan membuat irisan secara
melintang melalui ventricle. Periksa juga aorta dan pembuluh darah jantung lainnya.
 Potonglah paruh bagian atas secara melintang di dekat daerah mata sehingga cavum nasi
dan sinus infraorbitalis dapat diperiksa terhadap adanya cairan atau abnormalitas
tertentu
 Periksalah semua persendian kaki dan sayap dengan membuat irisan pada kulit diantara
caput dan sulcus persendian. Periksa juga tendo, khususnya tendo gastroenemius dan
tendo flexor digitalis.
 Pecahkan femur dengan gunting yang kuat untuk memeriksa sunsum tulang
 Untuk memeriksa otak maka kulit dan tulang leher di daerah persendian atlanto-
occipitale diiris sehingga foramen magnum dan medulla oblongata kelihatan. Kepala
dibiarkan tetap melekat pada tulang leher agar dapat dipegang dengan mudah pada
waktu membuka tengkorak.
 Untuk membuka tulang tengkorak biasanya dipergunakan gunting tulang atau gunting
yang kuat. Otak dapat dikeluatkan dengan cara cebagai berikut: kulit di daerah kepala
dibuka, kemudian buatlah irisan dengan gunting dari foramen magnum kea rah os
frontalis yang membentuk sudut 400 pada kedua sisi tulang tengkorak. Selanjutnya
buatlah irisan tersebut, tulang tengkoran dapat dibuka. Setelah tulang tengkorak dibuka,
meninges diiris, kemudian bulbus olfactorius nervi craniales dipotong sambil
mengeluarkan seluruh bagian otak. Hypopysis cerebri yang mesih melekat pada tulang
tengkorak dikeluarkan sengan mengiris duramater yang mengelilingi sella tursica.
 Sinus paranasales dan sinus lainnya diperiksa dengan membuat suatu potongan melalui
garis median hidung.

12
BAB III

NEKROPSI PADA HEWAN MAMALIA

Hewan telah dietanasi


 Hewan diletakan pada papan nekropsi dengan posisi rebah dorsal (perut menghadap
atas) dan posisi kepala menjauhi operator
 Basahi permukaan tubuh dengan etanol atau air
 Dengan menggunakan forceps angkat kulit abdomen dan buat irisan (gunting)
sepanjang ventral midline- dagu bawah (irisan sub kutan)

Prosedur Nekropsi-Membuka Abdomen

13
 Buat irisan pada otot dibawah kulit abodomen - terlihat organ pada rongga abdomen
 Rongga dada (chest cavity) dapat dibuka dengan memotong tulang rusuk
 Dilakukan pengamatan

Prosedur Nekropsi-Membuka Thoraks

Prosedur Nekropsi-Membuka Otak

14
Anatomi Saluran Pencernaan

15
Organ Dalam Thoraks

16
Organ Reproduksi Betina

Organ Reproduksi Jantan

17
BAB IV

NEKROPSI PADA TERNAK RUMINANSIA

Pada saat melakukan nekropsi, penting untuk memperhatikan biosecurity. Tempat yang
tepat untuk melakukan nekropsi adalah:

- Jauh dari hewan yang lain, tempat penyimpanan pakan, dan tempat berkumpul
karyawan
- Area yang dapat didisinfeksi secara menyeluruh dengan mudah.
- Dapat dengan mudah dijangkau oleh kendaraan pengangkut karkas tanpa harus
melewati kandang hewan atau gudang pakan.
- Lebih baik pada lantai konkret yang bisa dibersihkan dengan desinfektan. Sebaiknya
lantai konkret yang kasar, untuk menghindari terjadinya bahaya terpeleset karena air
dan/atau darah
- Dapat juga nekropsi dilakukan di tanah, dengan pertimbangan lokasi jauh dari area
hewan dan gudang pakan. Tanah tidak dapat didisinfeksi, karenanya dipilih lokasi yang
terpapar sinar matahari langsung, sehingga panas matahari bisa membantu membunuh
kuman pathogen.

Euthanasi dapat dilakukan apabila terjadi suatu outbreak penyakit pada kawanan ternak.
Pada kasus ini, penting untuk memilih hewan yang menunjukkan gejala klinis dari penyakit,
dan yang mewakili kondisi dalam kawanan ternak.

Ada beberapa cara euthanasia hewan, akan tetapi hanya beberapa cara saja yang mungkin
mewakili dari aspek ekonomis, praktek, legalitas dan kemanusiaan. Setiap tidakan euthanasia
mengharuskan hewan dalam keadaan pingsan tanpa rasa takut dan stress sebelum kematian.
Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:

- Keamanan operator (Human safety)


- Keamanan hewan (animal safety)
- Kesejahteraan hewan (Animal welfare)
- Restraint
- Kepraktisan
- Skill operator
- Biaya
- Kepentingan Diagnostik ( contoh, apabila akan mengambil sampel otak, maka
penggunaan pistol tidak sesuai)

Contoh cara euthanasia

1. Captive bolt

2. Gunshot

18
3. Chemical

4. Exsanguination (bleeding out, memotong vena leher atau arteri utama pada abdomen)

Captive Bolt

Terdapat 2 macam pistol captive bolt: penetrating dan non-penetrating. Dengan


penetrating captive bolt, akan terjadi kerusakan otak sedangkan dengan non-penetrating hewan
hanya akan pingsan. Dengan kedua cara ini, hewan masih bernafas dan tejadi grakan pada kaki-
kakinya, oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan tambahan untuk membunuh hewan secara
kimia atau dengan eksanguinasi.

Captive bolt diposisikan tepat pada tengkorak kepala hewan pada garis inajiner diantara
mata. Untuk visualisasinya bayangkan 2 garis penghubung sudut mata bagian dalam dengan
dasar tanduk atau pada dasar telinga. Titik persilangannya adalah posisi captive bolt
ditembakkan.

Restrain yang tepat harus diperhatikan pada penggunaan captive bolt.

Gunshot

Seperti captive bolt, gunshot bisa menyebabkan kerusakan jaringan. Senapan diposisikan
pada jarak 2-10 inchi dari tengkorak hewan. Titip penembakan sama dengan penggunaan
captive bolt. Penggunaan senapan ini lebih murah dan tidak memerlukan kontak dengan hewan
pada jarak dekat.

Chemical

Sodium pentobarbital intravena dapat digunakan untuk membunuh hewan. Larutan


Potassium chloride dapat digunakan, tetapi hewan harus dibuat pingsan terlebih dahulu

Exsanguination

Memotong pembuluh darah utama dapat juga menyebabkan kematian, tetapi, seperti
halnya bahan kimia, cara ini dilakukan setelah hewan dipingsankan.

19
Eksanguinasi bisa dilakukan dengan memotong arteri carotid di leher atau aorta rectal.
Rectal eksanguinasi bisa menyebabkan aliran darah ke rongga abdomen yang dapat
mengganngu pemeriksaan nekropsi.

Sebelum dilakukan nekropsi, harus dipastikan hewan sudah mati

Cara terbaik adalah dengan memeriksa nafas dan detak jantung 5 menit setelah proses
euthanasia

20
BAB V

TEKNIK NEKROPSI IKAN

Capaian Pembelajaran : mahasiswa memiliki kemampuan untuk melakukan proses nekropsi


pada ikan untuk keperluan diagnostik.

Prosedur :

a. Cavum abdomen dibuka dengan menggunakan gunting bedah, dimulai dengan


memotong lewat kloaka ke arah depan sampai belakang operkulum.

b. Dilanjutkan pemotongan ke arah dorsal sampai kloaka sehingga terlihat organ visceral
dan dapat diamati perubahan atau abnormalitas yang terjadi.

c. Untuk ikan yang memiliki ukuran yang relatif kecil atau kurang dari 10 cm, ikan dapat
langsung dimasukkan ke dalam tabung yang berisi formalin (bahan fiksatif) tanpa
mengeluarkan dan memisahkan organ-organ viscceral.

d. Untuk ikan yang lebih besar, organ-organ dikeluarkan dari cavum abdomen secara hati-
hati dan dipisahkan. Selain itu kepala ikan juga dibuka dan diambil otaknya.

21
DAFTAR PUSTAKA

APHIS. Guidelines for Necropsy. USDA National Veterinany Servis Laboratory. Ames IA.

Bagian Patologi. 2002. Petunjuk Praktikum Patologi Sistemik dan Nekropsi. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta

Cabana, EM. 2008. Veterinary Necropsy Procedures. CLSU Alumni Assosiasion, inc. Central
Luzon State University. Philiphines.

Jones, T. C. and Gleiser, C. A. 1954. Veterinary Necropsy Procedures. J. B. Lippincott


Company. Philadelphia, London, Montreal.

Munson, Linda. __. Necropsy of Wild Animals. Wildlife Health Center , School of Veterinary
Medicine University of California, Davis

Severidt, Julie A, et all. 2002. Dairy Cattle Necropsy Manual. Colorado State University
Integrated Livestock Management Program. Colorado.

22
LAMPIRAN.

Nekropsi Unggas

23
24
Nekrospi Mamalia

25
26
Lampiran 3. Nekropsi Ruminansia

27
28
29

Anda mungkin juga menyukai