PARASITOLOGI
OLEH
KELOMPOK 4C1
1.2 Tujuan
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui jenis endoparasit pada
hewan menggunakan metode natif, pengapungan dan sedimentasi.
BAB II
METODOLOGI
2. Metode Pengapungan
Metode ini merupakan pemeriksaan kualitatif yang lebih akurat
dibandingkan dengan metode natif, metode ini mengguanakan prinsip
berat jenis antara telur parasite dengan material didalam feses sehingga
hasil yang didapatkan lebih jernih. Penggunaan metode ini digunakan
pada telur cacing nematode, cestoda dan ookista (Winarso, 2020).
3. Metode Sedimentasi
Metode ini merupakan pemeriksaan telur cacing dengan jenis
trematoda hal ini dikarenakan telur trematoda memiliki ukuran dan
berat yang besar sehingga pada metode pengapungan telur tidak
terpisahkan dari debris, sehingga perlu dilakukan metode sedimentasi
(Winarso, 2020). Berdasarkan hasil pemeriksaan feses ternak sapi
ditemukan adanya dua jenis telur cacing Telur cacing yang pertama
memiliki ciri-ciri berwarna coklat dan memiliki operculum dikedua
ujung telur sehingga diidentifikasi sebagai telur cacing Trichuris sp.
Hal ini sesuai dengan peryataan Hamid (2017) bahwa telur Trichuris
berwarna cokelat, memiliki sumbat di kedua ujung, telur berisi granula
dan tidak memiliki blastomer.
Gambar Telur cacing Trichuris
2. Metode Pengapungan
Metode ini merupakan pemeriksaan kualitatif yang lebih akurat
dibandingkan dengan metode natif, metode ini mengguanakan prinsip
berat jenis antara telur parasite dengan material didalam feses sehingga
hasil yang didapatkan lebih jernih. Penggunaan metode ini digunakan
pada telur cacing nematode, cestoda dan ookista (Winarso, 2020).
3. Metode Sedimentasi
Metode ini merupakan pemeriksaan telur cacing dengan jenis
trematoda hal ini dikarenakan telur trematoda memiliki ukuran dan
berat yang besar sehingga pada metode pengapungan telur tidak
terpisahkan dari debris, sehingga perlu dilakukan metode sedimentasi
(Winarso, 2020). Berdasarkan hasil pemeriksaan feses ternak kambing
ditemukan adanya dua jenis telur cacing. Telur cacing yang pertama
memiliki ciri-ciri berwarna coklat dan memiliki operculum dikedua
ujung telur sehingga diidentifikasi sebagai telur cacing Trichuris sp.
Hal ini sesuai dengan peryataan Hamid (2017) bahwa telur Trichuris
berwarna cokelat, memiliki sumbat di kedua ujung, telur berisi granula
dan tidak memiliki blastomer.
Metode sedimentasi
3.2.6. Trichuris
Trichuris merupakan jenis cacing nematoda dan bentuk telur cacing ini
ditemukan berwarna cokelat, memiliki saluran terbuka di kedua ujung yang
menonjol. Hal serupa juga ditemukan oleh Hamid (2017) bahwa telur
Trichuris berwarna cokelat, memiliki sumbat di kedua ujung, telur berisi
granula dan tidak memiliki blastomer (Gambar 1).
a b
seperti yang dilaporkan oleh Rahmadani (2015) bahwa cacing Dipylidium
caninum termasuk dalam filum platyhelmintes, kelas cestoda, family
dipylididae, genus dipylidium, spesies dipylidium caninum, berwarna putih,
memiliki segmen yang disebut proglotid (Patricia et al., 2008) (Gambar 4).
Siklus hidup dari pinjal anjing dan kutu anjing merupakan hospes
pertama dari Dipylidium caninum. Apabila telur Dipylidium caninum
tertelan oleh hospes perantara, maka onkosfir akan keluar dari telur dan
menembus dinding usus hospes perantara (pinjal) dan selanjutnya akan
berkembang menjadi larva infektif yang disebut larva sistiserkoid (Gambar
5).
Gambar 5. Siklus hidup Dipylidium caninum
Apabila hospes perantara (pinjal) tertelan oleh hospes defenitif, maka
larva sistiserkoid akan menembus keluar dan masuk ke dalam usus halus
hospes defenitif serta tumbuh dan berkembang menjadi cacing dewasa pada
usus halus setelah 20 hari (Solusby, 1982) (Gambar 5). Pada pemeriksaan
yang dilakukan hanya dapat mengidentifikasi jenis genus saja karena pada
pemeriksaan ini hanya dilakukan pengamatan secara morfologi dari telur
cacing yang ditemukan disesuaikan dengan literatur yang ada dan dapat
diduga kelompok kelas dan genusnya adalah sama.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jusmaldi. “Keragaman Protozoa Simbion Dalam Rumen Sapi dan Kerbau Lumpur
di Sumatera Barat”. Tesis. Bogor: Program Pascasarjana Insitut Pertanian
Bogor, 2002.
Mukti T, Oka IBM, Dwinata IM. 2016. Prevalensi Cacing Nematoda Saluran
Pencernaan pada Kambing Peternakan Ettawa di Kecamatan Siliragung,
Kabbupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Indonesia Mediscus Veterinus,
5(4): 330-336.
Rahayu Sri. “Prevalensi Nematodiasis Saluran Pencernaan Pada Sapi Bali (Bos
sondaicus) di Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang”. Skripsi: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 2015.
Sari, I.K. 2014. Prevalensi Dan Derajat Infeksi Cacing Saluran Pencernaan Pada
Sapi Peranakan Ongole (Po) Dan Limousin Di Kecamatan Tikung
Kabupaten Lamongan.1-65