Anda di halaman 1dari 8

Ilmu Reproduksi Ternak

(Inseminasi Buatan dan Semen Beku pada Babi)

KELOMPOK 3

O111 15 009 A. Muh. Nazar M.

O111 15 010 Indri Erdianan

O111 15 011 Nurul Safitri

O111 15 012 Besse Elviani

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2017
A. Perkawinan dan Prosedur Inseminasi Buatan Pada Babi
Inseminasi buatan (IB) merupakan suatu teknik inseminasi pada ternak yang
diterapkan secara efisien pada peternakan yang maju (Toelihere, 1993). Menurut
Sihombing (1997), periode yang efektif untuk menginseminasi adalah sekitar 24
jam, antara 24 hingga 36 jam setelah puncak berahi. Pejantan yang akan
digunakan dalam IB harus teruji mutunya dalam hal performans, fisik, kesehatan
dan manajemen pemeliharaan memenuhi standar (Sihombing, 1997). Seekor babi
jantan unggul, dengan IB dapat dipakai untuk melayani 2000 ekor betina per
tahun dengan keturunan 20.000 ekor. kelemahan dari teknik IB adalah jika tidak
dilakukan dengan benar, maka akan menurunkan efisiensi reproduksi sehingga
dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara terlatih dan terampil dan teknik IB
tidak dapat digunakan untuk semua jenis hewan (Toelihere, 1993). Babi betina
yang akan diinseminasi adalah babi yang sedang berahi.
Sebelum inseminasi dilakukan, alat dan bahan seperti gunting, kateter,
aquabides dan semen dipersiapkan. Bersihkan vulva babi betina dengan
aquabides, ujung kateter dibasahi dengan aquabides, kemudian kateter
dimasukkan secara perlahan-lahan kedalam alat kelamin betina yang diputar
berlawanan dengan arah jarum jam. Setelah kateter masuk dan serviks telah
terkunci, maka penutup bungkus semen digunting dan dimasukkan kedalam
kateter. Kateter agak diangkat keatas supaya semen dapat mengalir kedalam alat
kelamin betina. Proses inseminasi berlangsung selama satu hingga lima menit.
B. Kelebihan Inseminasi Buatan Pada Babi
Inseminasi buatan (IB) pada babi dikenal dapat meningkatkan produksi
babisecara efisien. Dibandingkan dengan kawin buatan, IB sangat berguna untuk
memasukan gen superior ke dalam betina (Maes et al., 2008) sehingga dapat
meningkatkan potensi genetik (Toelihere, 1993). Seekor babi jantan unggul,
denganIB dapat dipakai untuk melayani 2000 ekor betina per tahun dengan
keturunan20.000 ekor. Apabila pejantan bibit diisolasi dan dijaga kesehatannya,
maka IBdapat mencegah penyebaran penyakit menular seperti
Brucellosis,Tuberculosisdan Leptospirosis. Selain itu dengan teknik IB seekor
pejantan dapat mengawini lebihbanyak betina dalam sekali ejakulasi dan dapat
mengatasi masalah ukuran tubuhyang tidak memungkinkan dalam pengawinan
secara alami (Eusebio, 1980).Toelihere (1993), menyatakan bahwa manfaat lain
yang diperoleh dari inseminasibuatan adalah hemat biaya.
C. Kelemahan Inseminasi Buatan Pada Babi
Kelemahan utama IB pada babi adalah, setiap babi betina harus
diinseminasidengan 50 sampai 100 ml semen encer, dan satu ejakulat hanya dapat
dipakai untuk menginseminasi 10 sampai 20 ekor betina. Lama penyimpanan
semen cair singkat,hanya 24 sampai 48 jam. Selain itu, untuk mendapatkan hasil
yang memuaskansebaiknya penampungan dilakukan dengan interval tiga sampai
enam hari atau duakali seminggu. Secara umum kelemahan dari teknik IB
menurut Toelihere (1993)adalah jika tidak dilakukan dengan benar, maka akan
menurunkan efisiensireproduksi sehingga dalam pelaksanaannya harus dilakukan
secara terlatih danterampil dan teknik IB tidak dapat digunakan untuk semua jenis
hewan.
Dalam penerapan IB, semen dengan mudah dapat terkontaminasi banyak
mikroba atau spesifik patogen yang dapat merugikan pusat IB maupun babi
betina.Efek merugikan tersebut termasuk terjadinya infertil dan berkurangnya
produksisperma babi jantan, kehilangan sperma hidup sehingga performa
produktivitas babibetina rendah, endometritis, penyakit klinis pada babi betina,
atau infeksi olehpatogen yang tidak dikehendaki (Maes et al., 2008).
D. Semen beku
Semen segar merupakan sekresi organ kelamin jantan yang diejakulasikan
dan dapat dikoleksi kemudian dibekukan untuk keperluan IB. Sebelum dibekukan
kualitas semen segar harus dievaluasi terlebih dahulu. Penerapan manajemen
kualitas semen beku di Balai Inseminasi Buatan (BIB) Lembang dimulai dari
tahap praproduksi, proses produksi, dan pascaproduksi. Pada tahap praproduksi
dilakukan evaluasi kualitas semen segar secara makroskopis (volume, warna,
kekentalan, dan pH), dan evaluasi spermatozoa secara mikroskopis (gerak massa,
motilitas, dan konsentrasi), tahap proses produksi dilakukan pengolahan semen
segar menjadi semen beku, sedangkan pada tahap pascaproduksi dilakukan
pengemasan dan penyimpanan semen beku agar sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Tujuan pembekuan adalah agar semen dapat disimpan lama, sehingga
semen dapat dimanfaatkan pada saat diperlukan melalui Inseminasi Buatan (IB).
Di samping itu, keuntungan menggunakan semen beku ialah dapat mengatasi
hambatan waktu dan jarak, sehingga dapat disediakan kapan dan di mana saj
(Pernadi et al, 2013).
Pembekuan semen babi mempunyai peranan penting dalam industri
peternakan babi, selain dapat memperoleh genetik yang unggul, juga dapat
meningkatkan efisensi biosecurity dan peningkatan produksi daging khususnya
daging babi. Semen babi mengandung spermatozoa yang mempunyai komposisi
membran plasma yang berbeda jika dibanding ternak lainnya yaitu memiliki
phosphatidylethanolamine dan sphingomyelin sangat tinggi hingga mencapai 24%
dan 14%., sehingga mudah mengalami cold shock, menurut Paulenz et al.(2000)
untuk mengurangi efek cold shock dilakukan holding time pada suhu ruang (20 22
o
C) agar spermatozoa dapat beradaptasi pada saat preservasi dan kriopreservasi.
Preservasi semen cair babi hanya bisa dilakukan pada suhu 20-22 oC (Foeh et al,
2013).
E. Bahan dan Metode
Bahan dan metode yang di gunakan untuk semen beku pada babi
yaitu (Foeh et al, 2013) :
1. Sumber Semen
Semen segar berasal dari lima ekor babi Durocjantan yang telah
mengalami dewasa kelamin berumur 1-3 tahun. Babi dipelihara dalam
kandang individual dilengkapi dengan tempat pakan dan minum.
Pakan diberikan sebanyak 3 kg/ekor/hari dalam bentuk konsentrat dan
air minum yang diberikan secara ad libitum.
2. Penyiapan Bahan Pengencer Dasar
Bahan pengencer dasar yang digunakan adalah pengencer
komersial BTS® (Minitub Germany) dengan proses pengenceran
sebagai berikut: 50g BTS® diencerkan dengan aquadest steril secara
perlahan hingga mencapai 1000 ml dan selanjutnya pengencer
disimpan pada suhu 37 oC.
3. Penyiapan Bahan Pengencer Semen Beku
Pembuatan pengencer semen beku dengan cara : pengencer dasar
80% ditambahkan 20% kuning telur dan disentrifius dengan kecepatan
2000 rpm selama 15 menit. Supernatan BTS selanjutnya diambil dan
dijadikan pengencer semen beku dengan 3 kombinasi perlakukan
semen beku untuk babi yang terdiri atas BTS gliserol (BTS G), BTS
DMA (BTS D), BTS Gliserol DMA (BTS GD).
4. Koleksi Semen
Penampungan semen dengan metode glove hand method
menggunakan dummy sow. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi
hari dengan periode pengambilan dua kali dalam seminggu. Fraksi
gelatin disaring dengan menggunakan kain kasa pada atas tabung
penampungan.
5. Evaluasi Semen
Semen hasil koleksi dievaluasi secara makros dan mikroskopis.
Evaluasi makroskopis meliputi :
a. Volume semen (ml). Pengukuran volume dapat diukur dengan
melihat skala pada gelas ukur, volume normal semen segar
100-500 ml.
b. Warna. Warna semen segar dilihat secara visual,warna normal
semen segar putih susu.
c. Derajat keasamaan (pH). Pengukuran pH dapat diukur dengan
menggunakan pH meter, untuk memperoleh data yang akurat,
melakukan kalibrasi sebelum alat tersebut digunakan. pH
normal semen segar babi berkisar 6.8-7.6 .
d. Konsistensi. Konsistensi atau derajat kekentalan, Cara menilai
konsistensi adalah dengan memiringkan tabung yang berisi
semen dan mengembalikan pada posisi semula. konsitensi
normal semen segar babi adalah encer.
Evaluasi mikroskopis meliputi :
a. Motilitas spermatozoa. Persentase Motilitas spermatozoa
hitung dengan cara meneteskan semen dan NaCl fisiologis
dengan perbandingan 1:1, dihomogenkan dan ditutup dengan
cover glasssetelah itu diamati dibawah mikroskop binokuler
dengan pembesaran 10x40. Persentase motilitas dinilai secara
subjektif kuantitatif dengan membandingkan spermatozoa
bergerak maju ke depan (progresif) dan yang tidak progresif.
Penilaian diberikan dari angka 0% (tidak motil) sampai 100%
(motilsemua).
b. Konsentrasi spermatozoa. Konsentrasi spermatozoa dihitung
menggunakan Neubauer Chamber dengan pengenceran (10μL
dalam 990 μL dalam formolsaline atau eosin 2%).
c. Viabilitas spermatozoa. Persentase viabilitas dihitung
menggunakan zat pewarna eosin nigrosin. Pemeriksaan
dilakukan dibawah mikroskop. Spermatozoa dihitung minimal
200 sel dari 10 lapang pandang. Spermatozoa yang hidup tidak
menyerap warna (transparan) dan yang mati akan menyerap
warna merah pada bagian kepala.
d. Morfologi spermatozoa. Morfologi spermatozoa dievaluasi
dengan pewarnaan carbofucshindibuat preparat ulas semen
segar dan pewarnaan dilanjutkan dengan pemeriksaan dibawah
mikroskop cahaya dengan pembesaran 10x40.
Semen yang memiliki motilitas >75% dengan konsentrasi
>200x106 sel/ml dengan abnormalitas <20%, yang digunakan
dalam pembekuan semen beku.
6. Pengenceran dan Pembekuan Semen
Semen hasil koleksi dibagi ke dalam tiga tabung, setelah itu
ditambahkan dengan dengan pengencer BTS®-KT. Semen yang telah
diencerkan disimpan pada suhu ruang (20-22 oC) selama dua jam
(holding time), selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 2000 rpm
selama 15 menit. Setelah sentrifus supernatan dibuang dan natan hasil
sentrifus diencerkan kembali dengan pengencer semen beku sesuai
perlakuan. Semen yang telah diencerkan dikemas dalam straw 0.5 ml,
dengan konsentrasi 200 juta/0.5 ml, kemudian disusun dalam rak
pembekuan dan diekuilibrasi pada suhu 4-5 oC selama dua jam.
Setelah itu dilanjutkan pembekuan semen di atas permukaan uap N2
cair selama 20 menit (Yi et al.2008) dan disimpan di dalam kontainer
N2 cair ( 196 oC) untuk pengujian lebih lanjut.
Berdasarkan hasil evaluasi semen segar tersebut seluruh semen
yang dikoleksi mempunyai kualitas yang baik dan layak untuk
diproses menjadi semen beku yaitu dengan konsentrasi spermatozoa
lebih dari 200 juta sel spermatozoa/ml (Garner dan Hafez 2000),
persentase abnormalitas kurang dari 20% (Johnson et al.2000).
DAFTAR PUSTAKA

Foeh Nancy Diana Frederika Katerina,Raden Iis Arifiantini, Tuty Laswardy


Yusuf. 2013. Viabilitas Spermatozoa Semen Beku Babi Duroc dalam
Extender Beltsville Thawing Solution Menggunakan Krioprotektan
Gliserol dan Dimetillacetamida. Jurnal Kajian Veteriner, Volume 4.
ISSN 2356 4113
Garner DL, Hafez ESE. 2000. Spermatozoa and seminal plasma. In: Hafez B,
Hafez ESE, editor. Reproduction in Farm Animals
Johnson LA, Weitze KF, Fiser P, Maxwell WMC. 2000. Storage of boar semen. J
Anim Reprod Sci. 62: 143 172.
Maes, D., Nawynck, H., Rijsselarae, T., Mateusen, B., Vyt, P., de Kruif, A.,
VanSoom., A. 2008. Diseases in swine transmitted by artificial
insemination: Anoverview.Theriogenology.70: 1337-1345
Permadi, Dwi Sulistio, Taswin Rahman Tagama, and Pambudi Yuwono. 2013.
Produksi Semen Segar dan Semen Beku Sapi Pejantan dengan Body
Condition Score (Bcs) yang Berbeda di Balai Inseminasi Buatan
Lembang. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3) : 759-767
Sihombing, D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Prees.
Yogyakarta
Toelihere, M. R 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung.
Yi JK, Ko HJ, Lee HS, Yang BC, Park CS. 2008. In vitro fertilizationand
development of pig oocytes inseminated with boar sperm washing
media after thawing of the frozen straw. J Asian Aus Anim Sci. 17(2):
164 167

Anda mungkin juga menyukai