Anda di halaman 1dari 4

UTS INSEMINASI BUATAN

PROSESING SEMEN BEKU

Oleh

Putri Mauidhatul Hasanah

NIM : C31180328

GOLONGAN A

PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK

JURUSAN PETERNAKAN

POLITEKNIK NEGERI JEMBER

2020
Penerapan teknologi Inseminasi Buatan merupakan alternatif yang paling tepat untuk
meningkatkan populasi ternak secara progresif. Untuk menunjang peningkatan efisiensi
reproduksi peternakan dapat dilakukan melalui teknik IB dengan menggunakan semen beku
(Toelihere, 1993). IB terbukti memiliki keunggulan dibandingkan dengan kawin alami,
beberapa diantaranya adalah penggunaan pejantan unggul sehingga mempercepat perbaikan
genetik, penghematan biaya, dan pencegahan penularan penyakit.

Semen beku merupakan bahan yang menunjang untuk program inseminasi buatan. Semen
beku yang berkualitas memiliki motilitas yang tinggi sehingga kemungkinan terjadinya
fertilitas saat dideposisikan ke saluran kelamin betina juga tinggi. Semen beku diperoleh dari
sapi pejantan unggul hasil seleksi dan proses pembuatannya dilakukan secara akurat di
laboratorium.

Prosesing semen beku diawali dengan penampungan semen, setelah itu dilanjutkan
dengan pemeriksaan dan evaluasi kualitas semen, dilanjutkan dengan penenceran semen, dan
diakhiri dengan proses pembekuan semen yan menghasilkan sebuah semen beku.

a. Proses penampungan/koleksi semen


Penampungan semen bertujuan untuk memperoleh semen yang jumlah (volume) nya
banyak dan kualitasnya baik untuk diproses lebih lanjut untuk keperluan inseminasi
buatan. Secara umum penampungan semen adalah ejakulasi yang dipengaruhi oleh factor
internal dan ekternal. Faktor internal yaitu hormone, metabolism, keturunan, makanan,
umur, dan kesehatan secara umum dari pejantan tersebut. Sedangkan faktor eksternal
adalah suasana lingkungan, tempat penampungan, manajemen, para penampung, cuaca,
saranan penampungan termasuk teaser dll. (Sufyanhadi.2012)
Dalam proses penampungan semen dikenal beberapa metoda yaitu
 Masase (massage)
Metode penampungan semen melalui pengurutan dapat diterapkan pada ternak
besar (sapi, kerbau, kuda), dan pada ternak unggas (kalkun dan ayam). Pada
ternak besar metode pengurutan ampulla dan vas deferens diterapkan apabila
hewan jantan tersebut memiliki potensi genetik tinggi akan tetapi tidak mampu
melakukan perkawinan secara alam, baik karena libido rendah atau mempunyai
masalah dengan kakinya (lumpuh atau pincang/cedera). Sedangkan pada ternak
ayam atau kalkun metode pengurutan punggung merupakan satu-satunya metode
penampungan yang paling baik hasilnya.
 Elektro-Ejakulator
Metode ini saat ini lebih banyak diterapkan pada ternak kecil seperti domba dan
kambing karena pada ternak besar lebih mudah dilakukan melalui metode
pengurutan ampula vas deferens.
 Vagina Buatan (artificial vagina)
Penampungan semen menggunakan vagina buatan merupakan metode yang paling
efektif diterapkan pada ternak besar (sapi, kuda, kerbau) ataupun ternak kecil
(domba, kambing, dan babi) yang normal (tidak cacat) dan libidonya bagus.
Kelebihan metode penampungan menggunakan vagina buatan ini adalah selain
pelaksanaannya tidak serumit dua metode sebelumnya, semen yang dihasilkannya
pun maksimal. Hal ini terjadi karena metode penampungan ini merupakan
modifikasi dari perkawinan alam.
b. Pemeriksaan dan evaluasi kualitas semen
Menurut Chenoweth (2005), untuk memperoleh informasi tentang kesuburan,
memperkirakan kemampuan produksi semen seekor pejantan maka evaluasi semen
penting dilakukan, karena kualitas semen memiliki korelasi yang tinggi terhadap fertilitas
seekor pejantan. Berbagai cara telah dilakukan untuk mengevaluasi semen yaitu
dilakukan dengan cara secara makroskopis dan mikroskopis.
Penilaian secara makroskopik meliputi pengamatan secara umum, yaitu gambaran
keseluruhan semen antara lain; volume semen, warna dan bau, konsistensi atau derajat
kekentalan, dan derajat keasaman atau pH(Campbell, et all 2010). Selain itu perlu
dilakukan pemeriksaan lebih mendetail (mikroskopis), meliputi morfologi sel sperma,
konsentrasi, motilitas, dan prosentase sperma hidup(viabilitas) (Salisbury et al., 1978).
Semen segar yang tidak diencerkan tidak boleh dibiarkan lebih dari dua jam. Untuk
evaluasi atau pemeriksaan rutin mengenai motilitas dan konsentrasi spermatozoa harus
berlangsung paling lama 15 menit (Lake, 2010).
c. Pengenceran semen
Pengenceran semen adalah upaya untuk memperbanyak volume semen, mengurangi
kepadatan spermatozoa serta menjaga kelangsungan hidup spermatozoa sampai batas
waktu penyimpanan tertentu pada kondisi penyimpanan di bawah atau di atas titik beku.
Pengenceran dan penyimpanan semen merupakan usaha mempertahankan kualitas
spermatozoa dalam periode yang lebih lama yakni untuk memperpanjang daya hidup
spermatozoa, motilitas, dan daya fertilitasnya. Beberapa bahan pengencer yang umum
digunakan dalam pengenceran semen adalah kuning telur, susu, air kelapa. Bahan
pengencer lain yang berpotensi untuk dimanfaatkan dalam mempertahankan kualitas
spermatozoa adalah pengencer NaCl fisiologis, Ringer Laktat dan Ringer Dextrose.
Pengencer diberikan pada semen segar bertujuan sebagai media tempat spermatozoa
itu hidup dan harus dapat mencukupi kebutuhan nutrisinya serta tidak menurunkan daya
fertilitas spermatozoa tersebut. Spermatozoa tidak dapat tahan hidup pada waktu yang
lama, kecuali bila ditambahkan berbagai unsur kedalam semen. Pengenceran semen
menggunakan semen segar yang sudah dilakukan di uji kualitas dari semen. Jika
kualitasnya memuaskan, semen segar yang baru di tampung dan sudah dinilai tersebut
dapat diencerkan dengan suatu bahan pengencer yang memadai pada suhu antara 21℃
dan 31℃ untuk disimpan di dalam lemari pendingin (3℃ sampai 5℃) agar tahan lama
hidup untuk dipakai sewaktu-waktu bila ada panggilan inseminasi. Spermatozoa di dalam
semen encer dapat tahan hidup 7 – 14 hari tetapi untuk inseminasi buatan sebaiknya
dipakai semen yang disimpan kurang dari 14 hari.
d. Pembekuan semen

Dari hasil pengamatan uji kualitas akan dapat ditentukan, apakah semen segar tersebut
layak untuk dibekukan atau tidak. Syarat semen segar untuk layak dibekukan adalah
mempunyai motiltas massa minimal 2+ dan motilitas individu minimal 70%. Bila semen
segar tidak memenuhi kriteria tersebut maka semen tersebut harus dibuang, karena kalau
tetap dibekukan nantinya tidak akan dapat memenuhi syarat untuk semen tersebut
diinseminasikan.

 Tahapan Prosesing Semen Beku


1. Uji kualitas semen segar untuk menentukan semen tersebut layak untuk diproses
atau tidak.
2. Pengenceran semen dengan pengencer A1 dan dilakukan dalam waterbath suhu
37℃
3. Tabung berisi larutan semen dan pengencer tadi dimasukkan kedalam wadah yang
berisi air (water jacket) dengan suhu 37oC.
4. Larutan diinkubasi pada suhu ruang selama 5–10 menit
5. Larutan dimasukkan kedalam refrigerator bersuhu 15oC dan dikontrol suhunya.
6. Bila suhunya sudah mencapai 15oC, larutan ditambahkan pengencer A2 yang
volumenya telah dihitung.
7. Larutan dibiarkan dalam refrigerator sampai suhunya konstan 4–5oC.
8. Larutan ditambahkan pengencer B.
9. Larutan dibiarkan selama minimal 2 jam (equilibration time).
10. Semen dicetak dalam straw (suhu dipertahankan 5oC).
11. Pre-freezing, yaitu straw diletakkan 4 cm diatas permukaan nitrogen cair yang
suhunya mencapai –140 derajat selama 9 menit.
12. Straw direndam dalam nitrogen cair yang bersuhu –196oC.
13. PTM (Post Thawing Motility) dilakukan 2 x 24 jam.
14. Bila motilitas hasil PTM minimal 40%, maka semen beku tersebut siap untuk
diinseminasikan.

Anda mungkin juga menyukai